Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SISTEM INTEGUMEN

TENTANG HERPES ZOSTER

Dosen Pembimbing : Daryani,S.Kep.Ns,.M.Kep

Disusun Oleh :

1. Bella Ayu K.S (1501004)


2. Dwi Wibowo (1501011)
3. Febriyan Fajar S (1501018)
4. Juniantono (1501025)
5. Nur Ainu Ramadhani (1501032)
6. Sita Novia R (1501040)
7. Yunita Sanggrarini (1501047)

PRODI SI ILMU KEPERAWATAN

TINGKAT II / SEMESTER IV

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN

TAHUN AJARAN 2016 / 2017


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes
zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler
yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela,


virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung
saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris
ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi
menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah
menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan
lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena
keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular
merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.

Komplikasi herpes zoster yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik


yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang
terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas
60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran
darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena
defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.

Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu:


mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan herpes zoster ?
2. Apa saja penyebab dari herpes zoster ?
3. Bagaimana patofisiologi dari herpes zoster ?
4. Apa saja tanda dan gejala herpes zoster ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari herpes zoster ?
6. Apa komplikasi yang ditimbulkan dari herpes zoster ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada herpes zoster ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari herpes zoster ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari herpes zoster.
2. Untuk mengetahui penyebab dari herpes zoster.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari herpes zoster.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala herpes zoster.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoster.
6. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari herpes zoster.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada herpes zoster.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari herpes zoster.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg
menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi
setelah infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak
terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).

B. PENYEBAB

Penyebab dari Herpes Zoster ini secara umum adalah Virus Varicella zoster.
Varicella zoster adalah agens virus penyebab dari cacar air dan herpes zoster. Setelah
sembuh dari cacar air, virus Varicella tetap ada dalam tubuh dalam tahap laten seumur
hidup. Sebagai virus laten, Varicella tidak akan menunjukkan gejala apapun, tetapi
potensial untuk aktif kembali. Pada tahap reaktivitas, Varicella muncul sebagai
Herpes zoster yang sering disebut sebagai shingles. Virus varicella zoster terdiri dari
kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub
unit protein-virion yang lengkap dengan diameternya 150-200 nm, dan hanya virion
yang terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat
dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph
yang tinggi. Masa inkubasinya 14-21 hari.

Faktor resiko herpes zoster:

1. Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya
tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi
pula resiko terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti
HIV dan leukemia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama
dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang yang mengkonsumsi obat kortikosteroid
5. Obat -obat imunosupresi

Faktor pencetus kambuhnya herpes zoster:


a. Trauma/ luka
b. Kelelahan
c. Demam
d. Alkohol
e. Gangguan pencernaan
f. Obat-obatan
g. Sinar ultraviolet
h. Haid
i. Stress

Cara penularan :

1. Kontak langsung dengan lesi aktif


2. Sekresi pernafasan.
3. Umur : Dewasa lebih sering dibanding anak-anak.
4. Jenis kelamin : pria = wanita
5. Musim/iklim : tidak tergantung musim.
6. Reaktivasi virus varisela zoster

C. PATOFISIOLOGI
Virus yang menyebabkan herpes zoster ini adalah golongan varicella yang
mula-mula adalah penyebab dari cacar air atau varicella yang sudah tidak aktif atau
dorman dan kemudian diaktifkan lagi oleh tubuh.
Herpes zoster disebabkan oleh virus herpes yang sama dengan virus penyebab
varisella. Herpes zoster atau shingles, biasanya menyerang pasien yang berusia lanjut.
Virus varicella yang dorman atau tidak aktif, akan diaktifkan lagi dan timbul
vesikel-vesikel meradang unilateral di sepanjang satu dermatom. Kulit di sekitarnya
mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai
dengan rasa nyeri hebat dan / atau disertai dengan rasa terbakar.
Meskipun setiap syaraf dapat terkena, tetapi syaraf torakal, lumbal atau kranial
agaknya paling sering terserang. Herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih
tiga minggu. Rasa nyeri yang timbul sesudah serangan herpes disebut neuralgie
posterpetika dan biasanya berlangsung beberapa bulan, bahkan kadang-kadang
sampai beberapa tahun. Neuralgie posterpetika lebih sering dialami pasien yang lanjut
usia. Jika herpes zoster menyerang ke seluruh tubuh, paru-paru dan otak maka
mungkin akan terjadi suatu kefatalan. Penyebaran ini biasanya tampak pada pasien
menderita limfoma atau leukemia. Dengan demikian setiap pasien yang menderita
herpes zoster yang tersebar harus dievaluasi kemungkinan adanya factor keganasan.

D. TANDA DAN GEJALA


a. Gejala prodormal
1. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodormal yang berlangsung selama
1-4 hari
2. Gejala yang mempengaruhi tubuh: demam, sakit kepala, fatige, malaise,
nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin (rasa terbakar atau tertusuk), gatal
dan kesemutan.
3. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus atau hilang
timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi.
4. Gejala yang mempengaruhi mata: berupa kemerahan, sensitive terhadap
cahaya, pembengkakan kelopak mata, kekeringan mata, pandangan kabur,
penurunan sensasi penglihatan dan lain-lain.

b. Timbul erupsi kulit


1. Kadang terjadi limfadenopti regional
2. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi diseluruh bagian
tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
3. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dan
dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga
berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari.
Krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini
nyeri segmental juga menghilang.
4. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang-kadang sampai hari ke-
7
5. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan
parut (pitted scar).
6. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive
terhadap nyeri yang dialami.

E. PENATALAKSANAAN

Terapi sistemik umumnya bersifat simtonatik, untuk nyerinya diberikan


analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat
antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita
dengan defisiensi imunitas.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. Terapi seirng
digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi
dapat diberikan salep antibiotik.

Pencegahan :
Untuk mencegah herper zoster, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah
pemberian vaksinasi. Vaksin berfungsi untuk meningkatkan respon spesifik limfosit
sitotoksik terhadap virus tersebut pada pasien seropositif usia lanjut. Vaksin herpes
zoster dapat berupa virus herpes zoster yang telah dilemahkan atau komponen selular
virus tersebut yang berperan sebagai antigen. Penggunaan virus yang telah
dilemahkan telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi risiko terkena penyakit
tersebut pada pasien yang rentan, yaitu orang lanjut usia dan penderita
imunokompeten, serta imunosupresi

F. KOMPLIKASI
a. Infeksi sekunder
b. Neuralgia Pasca Herpes zoster (NPH) merupakan rasa nyeri yang timbul pada
bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakit sembuh. Pada usia lanjut
lebih dari 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca herpetik.
c. Herpes zoster menghilang batasan waktunya adalah nyeri yang masih timbul satu
bulan setelah timbulnya erupasi kulit. Kebanyakan nyeri akan berkurang dan
menghilang spontan setelah 1-6 bulan.
d. Gangren superfisialis, menunjukkan herpes zoster yang berat, mengakibatkan
hambatan penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
e. Komplikasi mata, antara lain: keratitis akut, skleritis, uveitis, glaucoma sekunder,
ptosis, korioretinitis, neuritis optika dan paresis otot penggerak bola mata.
f. Herpes zoster generalisata, bentuk klinis yang berat dengan gejala umum yang
berat dan lesi timbul menyebar merata ke seluruh tubuh.
g. Komplkasi sistemik, antara lain: endokarditis, meningosefalitis, paralysis saraf
motorik, progressive multi focal leukoenche phatopathy dan angitis serebral
granulomatosa disertai hemiplegi (2 terakhir ini merupakan komplikasi herpes
zoster optalmik).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tzanck Smear
Untuk mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes
zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody
Digunakan untuk membedakan diagnostic herpes virus.
3. Immunoflourorescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Pemeriksaan mikroskop electron
6. Kultur virus
Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam
media virus untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu
pengiriman cukup lama, sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus
varicella-zoster akan memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat
sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.
7. Identifikasi antigen/ asam nukleat VVZ
8. Deteksi antibody terhadap infeksi anti virus
9. Deteksi antigen
Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan
teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel
(semacam pisau) atau jarum kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan
antibodi monoklonal yang terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan
mendeteksi glikoproten virus.
10. Uji serologi, Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster
adalah ELISA.
11. PCR, PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam
cairan tubuh, contohnya cairan serebrospinal
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA HERPES ZOSTER

1. PENGKAJIAN
A. Biodata Klien
Cantumkan semua identitas klien, umur (penyakit ini biasa terjadi pada usia
anak anak diatas 10 tahun atau kelompok dewasa ), jenis kelamin( tidak ada
perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan permpuan).
B. Keluhan utama
Nyeri pada daerah terdapatnya vesikel berkelompok
C. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal/nyeri pada
dermatom yang terserang , klien juga mengeluh nyeri kepala dan badan terasa lelah.
Pada daerah yang terserang mula-mula timbul papula atau plakat berbentuk uertika,
setelah 1-2 hari timbul gerombolan vasikula.
D. Riwayat penyakit keluarga
Apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit herpes zoster atau klien
pernah kontak dengan penderita varisela atau herpes zoster.
E. Riwayat psikososial
Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang gambaran/citra diri
klien. Hal ini dikarenakan herpes zoster merusak kulit dan mukosa terutama pada
kasus herpes zoster yang berat. Perlu dikaji tentang tingkat kecemasan klien dan
informasi/pengetahuan yang dimiliki tentang penyakit ini.
F. Kebutuhan sehari-hari
Dengan adanya rasa nyeri, klien akan mengalami gangguan tidur/istirahat dan
juga aktivitas. Perlu dikaji juga tentang kebersihan diri klien dan cara perawatan diri
klien. Apakah alat mandi dan pakaian bercampur dengan orang lain atau tidak.
Sebaiknya alat mandi/handuk dan pakaian tidak bercampur dengan orang lain.
G. Pemeriksaan fisik
Pada klien dengan herpes zoster jarang ditemukan gangguan kesadaran kecuali
jika terjadi komplikasi infeksi lainnya. Tingkat nyeri yang dirasakan individu
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tingkat nyeri menggunakan skala nyeri.
Apabila nyeri meningkat maka tanda-tanda vital akan meningkat. Pada inspeksi kulit
ditemukan adanya vesikel berkelompok sesuai dengan alur dermatom (ini tanda khas
pada herpes zoster karena virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi
dan ganglion kranialis. Vesikel ini berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh
(warna abu-abu), dapat menjadi pustula dan krusta. Kadang ditemukan vesiel berisi
nanah dan darah yang disebut herpes zoster hemoragik. Apabila yang terserang adalah
ganglion kranialis dapat ditemukan kelaianan motoric. Hiperestesi pada daerah yang
terkena memberi gejala yang khas, misalnya kelaianan pada wajah karena gangguan
pada nervus trigeminus, nervus fasialis dan oligus.
H. Pemeriksaan laboratorium
Sitologi (64 % zanck smear positif ) adanya sel raksasa yang multilokuler dan
sel-sel okantolitik.
I. Penatalaksan
Terapi pada kasus herpes zoster bergantung pada tingakatan keparahannya. Terapi
sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgesic. Jika
disertai infeksi sekunder diberikan antibiotic asiklovir. Herpes zoster sangat cocok
dengan obat asiklovir yang diminum. Dengan cepat obat akan menghentikan
munculnya lepuhan kecil, memperkecil ukuran , mengurangi rasa gatal, dan
membunuh virus yang ada pada cairan lepuhan. Makin cepat diberikan , makin cepat
khasiatnya. Obat yang diberikan harus dengan pengawasan dokter.
Akupuntur terkadang menolong meredakan nyeri yang hebat pada neuralgia
pasca-herpes. Akan tetapi pengobatan harus dilakukan oleh dokter yang terlatih.
Lebih cepat perawatan dimulai, makin besar kemungkinan berhasilnya.
Obat oles bisa digunakan jika rasa nyeri yang ditimbulakan ringan atau jika keluar
cairan.

2. DIAGNOSIS dan INTERVENSI KEPERTAWATAN


1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan respons
peradangan.
2. Perubahan kenyamanaan yang berhubungan dengan erupsi dermal, nyeri, dan
pruritus.
3. Risiko penularan infeksi yang berhubungan dengan sifat menular organisme.
4. Risiko interaksi sosial yang berhubungan dengan ketakutan akan keadaan yang
memalukan dan reaksi negative dari orang lain.
5. Risiko gangguan konsep diri yang berhubungan dengan penampilan dan
respons orang lain.
6. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang kondisi (penyebab, perjalanan penyakit )
pencegahan,pengobatan dan perawatan kulit.

DK : Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan respons peradangan

Hasil yang diharapkan :


1. Lesi mulai pulih, integritas jaringan kembali normal,dan area bebas dari
infeksi lanjut.
2. Kulit bersih dan area sekitar bebas dari edema
Rencana tindakan :
 Kaji kembali tentang lesi ,bentuk,ukuran,jenis dan distribusi lesi.
 Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
 Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit.
 Laksanakan perawatan kulitsetiap hari untuk mencegah pecahnya vesikel
sehingga tidak terjadi infeksi sekunder
 Pertahankan kebersihan dan kenyamanan tempat tidur
 Jika terjadi ulserasi , kolaborasi dengan pemberian salep antibiotik

DK : Perubahan kenyamanaan yang berhubungan dengan erupsi dermal, nyeri, dan pruritus
.
Hasil yang diharapkan :
1. Klien mengatasi nyeri berkurang dalam batas yang dapat ditoleransi
2. Menampakkan ketenangan , ekspresi muka relaks
3. Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi
Rencana tindakan :
1. Kaji lebih lanjut intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri
2. Jelaskan penyebab nyeri dan pruritus
3. Bantu dan ajarkan penanaganana terhadap nyeri dengan pengguanaan teknik
imajinasi, teknik relaksasi
4. Tingkatkan aktivitas distraksi
5. Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien.
6. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian terapi :
a) Analgesic untuk pereda rasa sakit
b) Larutan kalamin untuk menggurangi rasa gatal
c) Stetoid untuk mengurangi serangan neuralgia.
BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Hj.Rahariyani Loetifa Dwi.2007.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Integumen.Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai