Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN.S DENGAN BPH POST RE-TURP
DI RUANG ICU RSUD PANDANARANG BOYOLALI

Disusun oleh:
NUR QORI’AH, S.KEP
P1701040

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Transurethral resection of the prostate (TURP) merupakan standar emas
untuk terapi benign prostatic hyperplasia (BPH) atau karsinoma prostat yang
menyebabkan gejala bladder outlet obstruction (BOO). Prostat merupakan organ
kelenjar yang banyak mengandung vaskularisasi pembuluh darah. Pasokan arteri ke
prostat berasal dari arteri vesikalis inferior, pudenda interna, dan rektalis media.
Pembuluh vena dari prostat terdrainase ke dalam pleksus periprostatika yang memiliki
hubungan dengan vena dorsalis penis dan iliaka interna (Tanagho,
2008).Histopatologi BPH ditandai dengan peningkatan proliferasi stroma dan sel
asinar, ditunjang oleh peningkatan vaskularisasi (neoangiogenesis) dan peningkatan
ekspresi vascular endothelial growth factor (Haggstrom et al., 2002).
Angka mortalitas setelah TURP terjadi kurang dari 1%, hal tersebut
disebabkan oleh absorpsi cairan irigasi, infeksi dan yang utama yaitu perdarahan.
Komplikasi perdarahan selama dan setelah TURP dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Perdarahan arteri terjadi pada kasus-kasus infeksi sebelum dilakukan operasi atau
retensi urin yang dikarenakan pembengkakan pada kelenjar. Perdarahan vena
umumnya terjadi karena perforasi dari kapsul sehinga menyebabkan pembuluh vena
terluka (Rassweiler et al., 2006).
Kebutuhan untuk transfusi darah sebanyak 1 - 4% pada pasien setelah TURP
(Lynch et al., 2006). Sampai saat ini banyak kontroversi mengenai faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap kebutuhan tranfusi pada pasien setelah TURP. Faktor
- faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi perdarahan selama dan setelah TURP
diantaranya adalah berat prostat yang direseksi, lama reseksi prostat, histologi
jaringan prostat, ada tidaknya infeksi saluran kemih, serta pemakaian anti koagulan
sebelum operasi (Fitzpatrick et al., 2012).
Penggunaan aspirin pada pasien yang menjalani TURP berhubungan dengan
peningkatan perdarahan, yang telah dikonfirmasi pada penelitian prospective
randomised placebo-controlled trials dan diperoleh rekomendasi bahwa penghentian
aspirin 10 hari sebelum operasi dapat menurunkan resiko perdarahan perioperative
pada TURP. Beberapa peneliti melaporkan penurunan resiko perdarahan apabila
TURP dilakukan dengan pemberian Sulfas Atropin sebelumnya, sedangkan penelitian
yang lain tidak menunjukkan hubungan antar keduanya (Smyth et al., 1995).
Tranfusi darah bukan tanpa resiko. Efek samping dari transfusi darah alogenik
termasuk diantaranya adalah transmisi penyakit menular, imunosupresi, cedera paru
akut dan reaksi transfusi. Implikasi biaya untuk transfusi darah juga signifikan dan
mencakup biaya langsung dan tidak langsung yang berasal dari biaya perawatan
tambahan dan rawat inap yang berkepanjangan. Di sebuah penelitian yang dilakukan
di Amerika Serikat, menghindari transfusi alogenik mengurangi biaya total perawatan
sekitar lima ribu dolar per pasien (Jensen et al., 1995).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang menderita
BPH.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa pengertian dari BPH.
b. Untuk mengetahui apa etiologi BPH.
c. Untuk mengetahui apa manifestasi klinis BPH.
d. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis BPH.
e. Untuk mengetahui apa komplikasi BPH.
BAB II
DASAR TEORI

A. Pengertian
Ada beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)
menurut beberapa ahli adalah :
1. Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjarprostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbataliran urin
dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasiureter (hidroureter)
dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap(Smeltzer dan Bare, 2002).
2. BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosamajemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagianperiuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh denganmenekan kelenjar normal yang
tersisa, prostat tersebut mengelilingiuretra dan, dan pembesaran bagian
periuretral menyebabkan obstruksileher kandung kemih dan uretra
parsprostatika yang menyebabkanaliran kemih dari kandung kemih (Price dan
Wilson, 2006).
3. BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50tahun
atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan padaprostat yaitu prostat
mengalami atrofi dan menjadi nodular,pembesaran dari beberapa bagian
kelenjar ini dapat mengakibatkanobstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk,
2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa BenignaProstat
Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yangdisebabkan oleh
proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50tahun keatas, yang
mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapatmenghambat pengosongan
kandung kemih dan menyebabkan gangguanperkemihan.
B. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pastietiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisimenyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadardehidrotestosteron (DHT) dan proses menua.
Terdapat perubahanmikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bilaperubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologikanatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya
sekitar50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90
tahunsekiatr 100% (Purnomo, 2011)
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesayang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebabBPH menurut
Purnomo (2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT),teori hormon
(ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), faktorinteraksi stroma dan
epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel(apoptosis), teori sel stem.
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangatpenting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisistestis dan reduksi
testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT)dalam sel prostad merupakan
factor terjadinya penetrasi DHTkedalam inti sel yang dapat menyebabkan
inskripsi pada RNA,sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein
yangmenstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitiandikatakan
bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengankadarnya pada prostat
normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim5alfa –reduktase dan jumlah
reseptor androgen lebih banyak padaBPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
pada BPH lebih sensitiveterhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak
terjadidibandingkan dengan prostat normal.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosteronsedangkan
kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadiperbandingan antara kadar
estrogen dan testosterone relativemeningkat. Hormon estrogen didalam prostat
memiliki peranandalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
carameningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan
jumlahkematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsanganterbentuknya
sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat,tetapi sel-sel prostat
telah ada mempunyai umur yang lebih panjangsehingga masa prostat jadi lebih
besar.
3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsungdikontrol
oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebutGrowth factor. Setelah
sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dariDHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factoryang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma
itu sendiri intrakrindan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin.
Stimulasiitu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun
selstroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasisel
stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar padapasien dengan
pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkanoleh adanya mikrotrauma
karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanismefisiologik
untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Padaapoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnyasel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya, kemudian didegradasi
oleh enzim lisosom. Pada jaringannormal, terdapat keseimbangan antara laju
poliferasi sel dengankematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat
sampai padaprostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan
yangmati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostatbaru
dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlahsel-sel prostat
secara keseluruhan menjadi meningkat, sehinggaterjadi pertambahan masa
prostat.
5. Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.Didalam
kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem,yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berpoliferasi sangatekstensif. Kehidupan sel ini
sangat tergantung pada keberadaanhormone androgen, sehingga jika hormone
androgen kadarnyamenurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-
sel BPHdipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem
sehinggaterjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

C. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemihmaupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tandadan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah,gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahandikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi(sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelahmiksi).
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaaningin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saatmiksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atasKeluhan akibat hiperplasi prostat pada
saluran kemih bagianatas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri
pinggang,benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis),
ataudemam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit herniainguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakansering mengejan pada saan
miksi sehingga mengakibatkan tekananintraabdominal. Adapun gejala dan
tanda lain yang tampak padapasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati
membesar,kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual
danmuntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapatterjadi
dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.
D. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Pasiendianjurkan
untuk mengurangi minum setelah makan malam yangditujukan agar tidak
terjadi nokturia, menghindari obat-obatdekongestan (parasimpatolitik),
mengurangi minum kopi dan tidakdiperbolehkan minum alkohol agar tidak
terlalu sering miksi. Pasiendianjurkan untuk menghindari mengangkat barang
yang berat agarperdarahan dapat dicegah. Ajurkan pasien agar sering
mengosongkankandung kemih (jangan menahan kencing terlalu lama)
untukmenghindari distensi kandung kemih dan hipertrofi kandung
kemih.Secara periodik pasien dianjurkan untuk melakukan control
keluhan,pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok
dubur(Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo (2011)dapat
diperkirakan dengan mengukur residual urin dan pancaran urin:
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urindapat diukur
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksiatau ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi.
b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan caramenghitung jumlah
urin dibagi dengan lamanya miksiberlangsung (ml/detik) atau dengan alat
urofometri yangmenyajikan gambaran grafik pancaran urin.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yangdiberikan pada
penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-ototberelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra.
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatangolongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormonetestosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH,
menurutPurnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik
alfa,penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.
1) Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah
prazosin,doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa
1a(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis
tamsulosinadalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1
adrenergenikkarena secara selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-
bulitanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambatreseptor-
reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos ditrigonum, leher vesika,
prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadirelakasi didaerah prostat. Obat-
obat golongan ini dapatmemperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.
Hal ini akanmenurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehinggagangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
Biasanyapasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2
minggusetelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing, sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat
yangmenyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari
sepertiantikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obat-
obatini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingteruretra.
2) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5mg/hari.
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHTsehingga prostat
yang membesar akan mengecil. Namun obat inibekerja lebih lambat dari
golongan alfa bloker dan manfaatnyahanya jelas pada prostat yang besar.
Efektifitasnya masihdiperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan
perbaikan sedikit/28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan
biladilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksidan
pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalahlibido,
impoten dan gangguan ejakulasi.
3) Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostat.Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto,
serenoarepeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama
1-2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untukdilakukan pembedahan
didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio urin berulang,
hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal,ada batu saluran kemih dan perubahan
fisiologi pada prostat. Waktupenanganan untuk tiap pasien bervariasi
tergantung pada beratnyagejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare
(2002) intervensibedah yang dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka
danpembedahan endourologi.
Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethraldapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan,reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretramenggunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akandioperasi tidak tertutup darah. Indikasi
TURP ialah gejala-gejalasedang sampai berat, volume prostat kurang dari
90 gr.Tindakanini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam
lobusmedial yang langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP
yangmemakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara
terusmenerus dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah.
Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan ataubekas
sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumahsakit lebih
singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada kandung kemih,
spasme kandung kemih yang terus menerus,adanya perdarahan, infeksi,
fertilitas (Baradero dkk, 2007).
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan inidilakukan
apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostatfibrotic. Indikasi dari
penggunan TUIP adalah keluhan sedangatau berat, dengan volume prostat
normal/kecil (30 gram ataukurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukaninstrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat
padaprostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat
padauretra dan mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIPadalah
pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%)(Smeltzer dan Bare,
2002).
3) Terapi invasive minimal
Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukanpada pasien
dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan.
Terapi invasive minimal diantaranya Transurethral
MicrovaweThermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon
Dilatation(TUBD), Transuretral Needle Ablation/Ablasi jarum
Transuretra(TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
a) Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenispengobatan
ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumahsakit besar. Dilakukan
dengan cara pemanasan prostatmenggunakan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjarprostat melalui transducer yang diletakkan di
uretra parsprostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi
lembek.Alat yang dipakai antara lain prostat.
b) Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik inidilakukan
dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada diprostat dengan
menggunakan balon yang dimasukkan melaluikateter. Teknik ini
efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3.
Meskipun dapat menghasilkan perbaikangejala sumbatan, namun efek
ini hanya sementar, sehinggacara ini sekarang jarang digunakan.
c) Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik inimemakai energy
dari frekuensi radio yang menimbulkanpanas mencapai 100 derajat
selsius, sehingga menyebabkannekrosis jaringan prostat. Pasien yang
menjalani TUNAsering kali mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-
kadangterjadi retensi urine (Purnomo, 2011).
d) Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasangpada uretra
prostatika untuk mengatasi obstruksi karenapembesaran prostat, selain
itu supaya uretra prostatika selaluterbuka, sehingga urin leluasa
melewati lumen uretraprostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi
pasien yangtidak mungkin menjalani operasi karena resiko
pembedahanyang cukup tinggi.
E. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terusberlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampungurin yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapatterbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambahkeluhan iritasi. Batu
tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bilaterjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan padawaktu
miksi pasien harus mengedan.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN.S DENGAN BPH POST RE-TURP
DI RUANG ICU RSUD PANDANARANG BOYOLALI

Hari pengkajian : Rabu, 2 mei 2018 jam 14.30 WIB


Sumber : Pasien
Pengkaji : Nur Qori’ah
I. PENGKAJIAN
A. Biodata
Nama : Tn.S
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Sawit, Boyolali
Diagnosa : BPH Post re-TURP
B. Pengkajian primer
1. Circulation
Tekanan darah 94/61 mmHg, MAP 71, Heart rate 133x/menit,, spO2
100%, CPR 4 detik, kulit tampak pucat dan berwarna kuning, konjungtiva
anemis, tidak sianosis.
2. Airway
Pada jalan nafas tidak terpasang ET, tidak ada akumulasi sekret dimulut.
3. Breathing
RR 23x/menit, tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada retraksi dinding
dada, suara nafas vesikuler, tidak terpasang ventilator, FIO2 30%, O2
nasal canul 2 lpm.
4. Disability
Kesadaran compos mentis, GCS: E4M6V5, reaksi pupil +/+, pupil isokor
diameter 2/2 mm.
5. Exposure
Terdapat luka post operasi BPH diselangkangan, suhu 36.4oC, terpasang
infus pada tangan kanan, terpasang DC + irigasi.
C. Pengkajian sekunder
1. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi, nyeri bertambah saat
bergerak, rasanya seperti tertusuk jarum, skala nyeri 5, nyeri hilang
timbul. Pasien juga mengeluh lemas dan pusing.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan tanggal 27 april 2018 telah melakukan operasi
prostat, akan tetapi karena irigasinya terdapat sumbatan akhirnya
pasien operasi TURP lagi pada tanggal 2 mei 2018 dengan spinal
anestesi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan pernah melakukan operasi batu ginjal pada tahun
2010.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
yang sama seperti pasien. Pasien mengatakkan istrinya memilikki
penyakit diabetes mellitus.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pasien tampak lemah, kesadaran compos mentis, GCS: E4M6V5
b. Tanda-tanda vital
TD 94/61 mmHg, MAP 71, HR 133x/menit, RR 23x/menit, spO2
100%, suhu 36.4Oc.
c. Kepala
Bentuk mesocephal, tidak ada luka/jejas, rambut beruban, tidak edema.
d. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis,
kedua pupil isokor, reflek pupil +/+, diameter 2/2 mm.
e. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada luka, tidak ada serumen.
f. Hidung
Tidak terpasang NGT, tidak ada sekret, terpasang nasal canul.
g. Mulut
Mukosa bibir tampak kering dan pucat, tidak terpasang mayo.
h. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan tiroid.
i. Dada
- Paru
Inspeksi : pengembangan paru simetris, tidak ada retraksi
dinding dada, RR 23x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 reguler
j. Abdomen
Inspeksi : datar, terdapat bekas luka operasi
Auskultasi : bising usus belum terdengar
Palpasi : tidak ada distensi abdomen, ada nyeri tekan
Perkusi : tympani
k. Genetalia dan anus
Terpasang DC + irigasi, terdapat luka post TURP, tidak ada hemoroid.
l. Ekstremitas
- Atas
Tidak ada jejas, tidak odema, terpasang IV line jalur, kekuatan otot
5/5
- Bawah
Tidakk ada jejas, tidak odema, kekuatan otot 5/5
3. Status cairan
- Tanggal 2 mei 2018
Input: parenteral 1195 cc, enteral –
Output: urin (irigasi), feses - , IWL 900 cc
Balance cairan: +295 cc
- Tanggal 3 mei 2018
Input: parenteral 1195 cc, enteral 150 cc
Output: urin (irigasi), feses -, IWL 900 cc
Balance cairan: +445 cc
D. Pemeriksaan penunjang
1. Hasil BNO IVP
Tanggal 9 april 2018
- Multiple nefrolithiasis dextra
- Multiple kista ren sinistra
- Pembesaran prostat curiga dengan nodul
2. Hasil pemeriksaan laboratorium
Tanggal 2 mei 2018

pemeriksaan hasil Nilai rujukan satuan


Darah rutin
Hemoglobin 6.7 12.0-16.0 g/dl
Lekosit 4.550 4.8-10.8 10^3/ul
Trombosit 85 150-450 10^3/ul
Hematokrit 20 37.0-52.0 %
Natrium 131 136.0-145.0 Mmol/l
Kalium 5.1 3.50-5.10 Mmol/l
Chlorida 103 98.0-107.0 Mmol/l
Ureum 66 15.0-40.0 Mg/dl
Kreatinin 2.91 0.60-0.9 Mg/dl
SGOT 43
SGPT 14
Albumin 1.7
GDS 39 70-140 Mg/dL
Gol. darah A
E. Terapi medis
- Tanggal 2 mei 2018
1. Infus tutofusin 60cc/jam
2. Injeksi meropenem 1 gram/8 jam
3. Injeksi ketorolac 30 mg/8 jam
4. Injeksi ondansentron 8 mg/8 jam
5. Tranfusi albumin
6. Infus D40%
- Tanggal 3 mei 2018
1. Infus tutofusin 60cc/jam
2. Injeksi meropenem 1 gram/8 jam
3. Injeksi ketorolac 30 mg/8 jam
4. Injeksi ondansentron 8 mg/8 jam

II. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM


1 Data subyektif: Agen cedera fisik Nyeri akut
Pasien mengatakan nyeri pada luka (post TURP)
post operasi, nyeri bertambah saat
bergerak, rasanya seperti tertusuk
arum, skala nyeri 5, nyeri hilang
timbul.
Data obyektif:
 Pasien tampak lemah
 Kesadaran compos mentis,
GCS: E4M6V5
 Terdapat luka post operasi
 Terpasang irigasi
 TD 94/61 mmHg
Nadi 133x/menit
RR 23x/menit
Suhu 36.4Oc
spO2 100%
2 Data subyetif: Penurunan Ketidakefektifan
- konsentrasi HB perfusi aringan
Data obyektif: dalam darah perifer
 Pasien tampak lemah
 Pasien tampak pucat
 Konjungtiva tampak
anemis
 Kulit tampak pucat
 CPR 4 detik
 HB 6.7 g/dl
 Albumin 1.7
 Hmt 20%
 TD 94/61 mmHg
Nadi 133x/menit
RR 23x/menit
Suhu 36.4Oc
spO2 100%
3 Data subyetif: Ketidakseimbangan Intoleransi
Pasien mengatakan badannya antara suplay O2 aktivitas
terasa lemas dan sedikit pusing dengan kebutuhan
Data obyektif: tubuh
 Pasien tampak lemah dan
pucat
 Konjungtiva tampak
anemis
 Kulit tampak pucat
 HB 6.7 g/dl
 GDS 39 mg/Dl
 TD 94/61 mmHg
Nadi 133x/menit
RR 23x/menit
Suhu 36.4Oc
spO2 100%

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (post TURP)
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi HB dalam darah
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay O2
dengan kebutuhan tubuh

IV. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri
berhubungan keperawatan selama 3x24 (PQRST)
dengan agen cedera jam diharapkan nyeri 2. Kaji respon non
fisik (post TURP) terkontrol dengan kriteria verbal
hasil: 3. Monitor TTV
 Pasien tampak 4. Berikan posisi
rileks yang nyaman
 Pasien melaporan 5. Ajarkan tehnik
nyeri berkurang nafas dalam
 Skala nyeri (0-2) 6. Kolaborasi
pemberian
analgetik
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji sikulasi
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 perifer
perifer jam diharapkan perfusi 2. Pantau tingkat
berhubungan jaringan perifer efektif ketidanyamanan
dengan penurunan dengan kriteria hasil: atau nyeri saat
konsentrasi HB  Turgor kulit baik melakukan
dalam darah  CPR baik ativitas fisik
 Warna kulit normal 3. Pantau status
cairan
4. Berikan terapi
supportif
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
berhubungan keperawatan selama 3x24 aktivitas pasien
dengan jam diharapkan pasien 2. Motivasi untuk
ketidakseimbangan dapat mentoleransi melakukan
antara suplay O2 aktivitas dengan kriteria akktivitas secara
dengan kebutuhan hasil: bertahap
tubuh  TTV normal 3. Anjurkan
 Status keluarga untuk
kardiopulmonari membantu ADL
adekuat pasien
4. Monitor TTV

V. IMPLEMENTASI

Hari/jam Dx Implementasi Evaluasi TTD


Rabu 1  Mengkaji nyeri S: pasien mengatakan nyeri pada
2 mei  Mengkaji luka post operasi, nyeri
2018 respon non bertambah saat bergerak,
verbal rasanya seperti tertusuk jarum,
 Memonitor KU skala nyeri 5, nyeri hilang
& TTV timbul.
 Memberikan O:
posisi yang  Pasien tampak menahan
nyaman nyeri
 Mengajarkan  Kesadaran compos
teknik nafas mentis, GCS E4M6V5
dalam  Terdapat luka post TURP
 Memberikan  Posisi semifowler
injeksi ketorolac  Pasien belum mampu
30mg melakukan nafas dalam
 Injeksi ketorolac 30mg
 TD 90/60mmHg, MAP
73, HR 130x/menit, RR
22x/menit, suhu 36.7oC,
spO2 100%
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
2  Mengkaji S: pasien mengatakan badan
sirkulasi perifer terasa lemas
 Memantau nyeri O:
 Memantau  Pasien tampak lemah
status cairan  Pasien tampak pucat
 Memberikan  CPR 4 detik
tranfusi albumin  HB 6.7 g/dl
dan PRC  Albumin 1.7
 Skala nyeri 5
 Status cairan +295cc
 Tranfusi albumin + PRC
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
 Monitor sirkulasi perifer
 Pantau status cairan
3  Mengkaji S: pasien mengatakan badannya
kemampuan terasa lemas dan sedikit pusing
ativitas pasien O:
 Memotivasi  Pasien tampak lemah dan
untuk pucat
melakukan  Pasien belum mampu
aktivitas secara miring kanan / kiri
bertahap  Pasien masih puasa
 Membantu  TD 90/60mmHg, MAP
memenuhi ADL 73, HR 130x/menit, RR
pasien 22x/menit, suhu 36.7oC,
 Memonitor spO2 100%
TTV  HB 6.7 g/dl
 GDS 48 mg/dL
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
 Monitor KU & TTV
Kamis 1  Mengkaji nyeri S: pasien mengatakan nyeri
3 mei  Mengkaji sudah berkurang, skala 3
2018 respon non O:
verbal  Pasien tampak rileks
 Memonitor KU  KU baik
& TTV  Kesadaran compos
 Memberikan mentis, GCS: E4M6V5
posisi yang  Terdapat luka post TURP
nyaman  Posisi semifowler
 Mengajarkan  Pasien mampu
teknik nafas melakukan nafas dalam
dalam  Injeksi ketorolac 30mg
 Memberikan  TD 100/70 mmHg, mAP
injeksi ketorolac 80, HR 128x/menit, RR
30mg 20x/menit, suhu 36.6oC,
spO22 100%
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
 Monitor KU & TTV
2  Mengkaji S: pasien mengatakan badan
sirkulasi perifer masih terasa sedikit lemas
 Memantau nyeri O:
 Memantau  Pasien tampak rileks
status cairan  KU baik
 Memberikan  Kesadaran compos
tranfusi albumin mentis
dan PRC  CPR <3detik
 HB 10 g/dl
 Albumin 2.3
 Skala nyeri 3
 Status cairan +445cc
 Tranfusi albumin
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
 Monitor KU & TTV
3  Mengkaji S: pasien mengatakan badannya
kemampuan masih terasa lemas
ativitas pasien O:
 Memotivasi  Pasien tampak sedikit
untuk rileks
melakukan  KU baik
aktivitas secara  Pasien dibantu istri untuk
bertahap makan dan minum
 Membantu  Pasien mampu miring
memenuhi ADL kanan/kiri
pasien  Posisi semifowler
Memonitor TTV  TD 100/70 mmHg, mAP
80, HR 128x/menit, RR
20x/menit, suhu 36.6oC,
spO22 100%
 HB 10 g/dl
 GDS 98 mg/dL
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur
50tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan padaprostat
yaitu prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular,pembesaran dari beberapa
bagian kelenjar ini dapat mengakibatkanobstruksi urine ( Baradero, Dayrit,
dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
BenignaProstat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat
yang disebabkan oleh proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50
tahun keatas, yang mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat
menghambat pengosongan kandung kemih dan menyebabkan gangguan
perkemihan.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria
usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%,
dan usia 90 tahun sekiatr 100% (Purnomo, 2011)

B. Saran
Bagi perawat diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada pasien dengan BPH. Bagi penulis yang akan datang diharapkan banyak
menggunakan referensi yang valid dalam tinjauan teori karena makalah ini
masih banyak kekurangan dan masukan yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Barkin, J. 2011. Benign Prostatic Hyperplasiaand Lower Urinary Tract


Symptoms: Evidence and Approach for Best Case Management. The
Canadian Journal of Urology 18: 14-19.
Bruscini, H., Simonetti, R., & Srougi, M. (2011). Urinary Incontinence After
Surgery For BPH: Role Of Aging On The Incidence Of Dysfunction.
Chabibah Umi & Tenti Kurniawati. (2014). Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Tentang Ambulasi Dini Dengan Mobilisasi Dini Ibu Post Partum. Jurnal
Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 10, No. 1, Juni 2014: 54-63.
Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification. 2015-2017. 10nd ed. Oxford: Wiley
Blackwell.
Judha, Mohamad dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Kaharani Pebria. (2014). Pengaruh LEG And Foot Exercise Terhadap Kejadian
Perdarahan Pada pasien Benigna Prostat Hyperplasia Pasca Operasi
Transvesica Prostatectomy. STIKESMUHGO /2014. 08:54:52
Kapoor, Anil. 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management In The
Primary Care Setting The Canadian Journal of Urology. Oktober. Hal.
10-15.
Khamriana, dkk,. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Prostat Benigna Hyperplasia di Ruang Poli Urologi RSUD. Labung Baji
Makasar. Makasar: RSUD Labung Baji Makasar

Anda mungkin juga menyukai