Anda di halaman 1dari 48

Kepada Yth.

Laporan Box
Januari – Maret 2019

KARDIOLOGI

Residen :
dr. Tessa Rulianty
dr. Nurmega Kurnia
dr. Enggra Jati Moses H.S
dr. Rian A Narulitta
dr. Ari Fibrianto
dr. Marselya Ulfa
dr. Maria Lydwina L
dr. Teti Hendrayani
dr. Febrialita

Supervisor :
Dr. Ria Nova, Sp.A(K)
Dr. Deny Salverra Yossy, Sp.A(K)

DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
PENDAHULUAN
1
Laporan ini merupakan hasil kegiatan selama bertugas di Boks Kardiologi periode Januari-
Maret 2019. Pada periode ini bertugas 9 orang residen yaitu:
Residen Januari 2019 Januari - Maret 2019 Maret 2019
Residen junior dr. Tessa Rulianty dr. Enggra Jati Moses dr. Rian A Narulitta
dr. Nurmega Kurnia H.S
Residen Madya dr. Ari Fibrianto dr. Marselya Ulfa dr. Maria Lydwina L

Residen senior dr. Teti Hendrayani dr. Teti Hendrayani dr. Teti Hendrayani
dr. Febrialita dr. Febrialita dr. Febrialita

Kegiatan selama bertugas di Boks Kardiologi sebagai berikut:


1. Merawat penderita di bangsal dengan bimbingan langsung supervisor
2. Membimbing mahasiswa
3. Kegiatan poliklinik khusus kardiologi
4. Menjawab konsul antar boks
5. Transcatheter VSD Closure
6. Transcatheter PDA Closure
7. Kateterisasi jantung

Selama bertugas kami menerima 2 penderita dari periode sebelumnya, yaitu :


2
1. Moderate PDA + Pneumonia + Severely Wasted : 1 Penderita
2. Decompensatio Cordis ec Large Secundum ASD + Pulmonary : 1 Penderita
Hypertension + Bronchopneumonia

Selama bertugas telah selesai merawat 50 penderita dengan hasil rawat 40 penderita pulang
kontrol, 2 pulang atas permintaan sendiri, 2 pasien pindah rawat, dan 6 penderita meninggal dunia.
Penderita yang dirawat yaitu

Tabel 1.Distribusi penyakit menurut umur, jenis kelamin dan hasil perawatan.

Umur (thn) dan jenis


Hasil rawat Jumlah
kelamin

No Diagnosis
<1 1-5 >5 PK PP PR M

L P L P L P

1. Demam Rematik Akut - - - - - 2 2 - - - 2

Penyakit Jantung
- - - - 3 1 3 - - 1 4
Rematik

2. PJB Asianotik

VSD 1 1 5 3 2 3 14 - - 1 15

PDA 3 4 1 1 1 9 - - 1 10

ASD - 1 - - - 3 4 - - - 4

Dilated
1 - - - - - - - 1 - 1
Cardiomyopathy

Primary Pulmonary
1 1 - - 1
Hypertension

3. PJB Sianotik

3
DORV 5 1 - - - 1 4 - 1 2 7

Tetrallogy of Fallot 1 - - 1 - - 2 - - - 2

Atresia Pulmonal - - - - - 2 1 1 - - 2

Truncus Arteriosus 1 - - - - - 1 - - - 1

Hypoplastic Left
- 1 - - - - - - - 1 1
Heart Syndrome

Total 9 8 9 5 6 13 40 2 2 6 50

Selama bertugas kami menyisakan 4 pasien yang masih dirawat. Penderita yang masih
dirawat yaitu :
1. Rheumatic Heart Disease + Infected Endocarditis : 1 Penderita
2. Large PDA + PFO + Pneumonia + susp. GERD +
susp Laringomalacia + Congenital Hypotiroid : 1 Penderita
3. Decompensatio cordis ec VSD PMO + Large PDA +
Hypertension Pulmonal + Pneumonia : 1 Penderita
4. Large Secundum ASD + Pulmonary Hypertensiom + : 1 Penderita
Cyclic Vomiting + Pneumonia

PJB Asianotik

1.VSD

Selama periode Januari - Maret 2019 telah dirawat 15 penderita. Pada pemeriksaan fisis,
semua pasien dtemukan BJ I-II normal, bising pansistolik grade 3/6 di ICS IV linea parasternalis
sinistra. Gambaran klinis, laboratorium, EKG, rontgen thoraks, tatalaksana dan hasil rawat dapat
dilihat pada tabel 2.
4
Tabel 2. Gambaran klinis, laboratorium, EKG, rontgen toraks, tatalaksana dan hasil rawat
penderita VSD

Hasil
No Nama Usia JK Status Gizi Tipe/ukuran VSD EKG Ro Thoraks Penyakit Penyerta Tatalaksana
Rawat

Captopril 2x3 mg
VSD besar ASD Sekundum Furosemide 2x7
Gizi kurang perimembran inlet Kardiomegali besar + Stenosis mg IV
2 th 8
A Pr perawakan meluas ke outlet - dengan edema paru Pulmonal Ringan Ampicilin 3x30 PK
1. bl
pendek ukuran 10 mm, L to + Infected mg IV
R shunt Endocarditis Ceftazidime
3x200 mg

Furosemide 2x3
mg iv
Gizi kurang VSD perimembrane Captopril 2x1,5mg
perawakan outlate 8 mm L-R Bronkopneumonia po
2. MZA 2 bl Lk - Bronkopneumonia PK
sangat shunt Kardiomegali Ceftriaxone 1x250
pendek mg iv
Ampicillin 3x200
mg

VSD perimembrane Normal


Transkateter VSD
3. MNA 2 th Lk Gizi baik outlet high type 3,4 LVH - PK
closure
mm

Large VSD + mild


1 th 9 Transkateter VSD
4. RA Lk Gizi baik supravalvular LVH Normal - PK
bl closure
pulmonal stenosis

5. A 33 th Pr Gizi baik VSD SADC +- 1 LVH Normal - Transkateter VSD PK


cm left to right closure

5
shunt

Pro Open Heart


Kardiomegali,
1 th VSD Closure
6 MA Lk Gizi kurang PMO LVH corakan vaskular - PK
11 bl Captopril
meningkat
Furosemide

VSD closure +
Moderate VSD
Cardiomegaly mild Evakuasi Vegetasi
DCSA diameter 25 Infected
7. DD 14 th Lk Gizi kurang LVH dengan elongasi Furosemid M
mm Endocarditis
aorta Captopril
Spironolakton

Pro Open Heart


Large VSD Kardiomegali, VSD Closure
8. PK 10 th Pr Gizi baik Perimembran outlet LVH corakan vaskular - Furosemid PK
13.6 mm meningkat Captopril

Pro Open Heart


Large VSD
VSD Closure
perimembranous
9 BA 4 th Lk Gizi baik LVH Kardiomegali - Furosemid PK
outlet 9.5 mm with
Captopril
MSA

Captopril
Large doubly
Furosemide
10. PA 8 bl Pr Gizi buruk commited VSD 8,7 - Kardiomegali Bronkopneumoni PK
Ampisiline
mm
Gentamisin

Large inlet VSD


Furosemide
11 KZ 5 th Pr Gizi baik 12,3 mm - Kardiomegali - PK
Captopril

Pro VSD Closure


Large VSD PMO
Furosemid
12 AV 6 th Lk Gizi baik 10 mm LVH Kardiomegali PK
Captopril

Cefotaxime
Dehisensi luka Ketorolac
13 CM 12 th Pr Gizi baik VSD residual 2 mm RVH Normal PK
post operasi Furosemid
Captopril

Ampicillin
VSD PMO sedang Gentamicin
14 MB 2 th Lk Gizi kurang - Pneumonia Pneumonia PK
(6 mm) Furosemid
Captopril

Ampicillin
Gentamicin
15 MHP 3 bl Lk Gizi kurang VSD besar 6 mm - Infiltrat Pneumonia PK
Furosemid
Captopril

2.ASD

Selama periode Januari - Maret 2019 telah dirawat 4 penderita. Pada pemeriksaan fisis,
pasien dengan ASD dtemukan S2 wide fixed split, bising ejeksi sistolik grade 3/6 di sela iga 2-3
linea parasternals sinistra dan pada pasien dengan ASD disertai PDA ditemukan murmur continous
grade 2-3, ics 2-3 linea parasternalis sinistra. Gambaran klinis, laboratorium, EKG, rontgen thoraks,
tatalaksana dan hasil rawat dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Gambaran klinis, laboratorium, EKG, rontgent thoraks, tatalaksana dan hasil rawat
penderita ASD
6
Penyakit Hasil
Tipe ASD
Status
No Nama Usia JK dan EKG Ro Thoraks Tatalaksana
Gizi Penyerta Rawat
ukuran

Captopril
ASD Decompensatio
Furosemide
Gizi sekundum cordis
1. SL 13 th PR Kardiomegali Sildenafil PK
kurang besar 35.3 Hipertensi
Ampiciline
mm pulmonal
Gentamisin

ASD AML Captopril


2 th 7 Gizi sekundum Sindrom Down Furosemid
2. AD Pr Normal PK
bl baik besar Kolestasis Ampicilin
(30 mm) intrahepatik Gentamisin

3. DS 11 th 2 Pr Gizi ASD LVH Normal Pulmonal Transkateter PK


bulan baik sekundum stenosis jantung
besar (27,5 supravalvular
mm) PDA

4. EA 9 th 5 Pr Gizi ASD LVH Kardiomegali Tricuspid Furosemid PK


bulan baik sekundum regurgitasi Sildenafil
besar ringan Spironolactone
(31,2 mm) Hipertensi Antasida
pulmonal Drip dobutamin
Mitral
regurgitasi
Dyspepsia

3.PDA

Selama periode Januari - Maret 2019 telah dirawat 10 penderita. Pada pemeriksaan fisis,
semua pasien dtemukan murmur continues grade 3/6 di ICS 2 linea parasternalis sinistra. Gambaran
klinis, laboratorium, EKG, rontgen thoraks, tatalaksana dan hasil rawat dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Gambaran klinis, laboratorium, EKG, rontgent thoraks, tatalaksana dan hasil rawat
penderita PDA

Status Hasil
No Nama Usia JK Tipe PDA EKG Ro Thoraks Penyakit Penyerta Tatalaksana
Gizi Rawat

1. AI 13 th Pr Gizi PDA besar LVH Kardiomegali, Hipertensi Captopril PR


Kurang (4.8 mm) peningkatan pulmonal Furosemide
corakan sildenafil
pulmonal

7
Status Hasil
No Nama Usia JK Tipe PDA EKG Ro Thoraks Penyakit Penyerta Tatalaksana
Gizi Rawat

2. AD 7bl Pr Gizi PDA 8 LVH kardiomegali post Ligasi PDA Captopril PK


kurang mm Furosemide
Amoxicillin
Cefuroxime

3 MNA 1 th 3 Lk Gizi PDA LVH Kardiomegali Coarctasio aorta transcatheter PK


bl buruk MR moderate PDA closure
PR moderate
AR mild

5 th 7 Gizi PDA besar LVH Down Syndrome transcatheter


4 MA Pr kardiomegali PK
bl baik (6 mm) PDA closure

Furosemide
PDA
Captopril
1 bl 22 Gizi moderate Incomplete AVSD
5. IA Pr - Kardiomegali Paracetamol PK
hr baik to large (5 Pneumonia
Ampicilin
mm)
Gentamicin

Furosemide
Gizi PDA besar Pneumonia PFO Captopril
6. AP 7 bl Lk
baik (6 mm) bilateral Bronkopneumonia Ampicillin
Gentamicin

Meropenem
Gizi PDA besar
7. AY 4 bl Pr - Pneumonia Pneumonia Furosemid M
kurang (9mm)
Captopril

Ampicillin
2 th 7 Gizi PDA besar Kardiomegali, Gentamicin
9. RR Lk - Pneumonia PK
bl buruk (7.8 mm) infiltrat Captopril
Furosemid

Gizi PDA kecil Ampicillin


10 KS 10 bl PR - Infiltrat Pneumonia PK
kurang (3-4 mm) Gentamicin

4.Primary Pulmonary Hypertension

Selama periode Januari - Maret 2019 telah dirawat 1 penderita primary pulmonary
hypertension. Pasien AA usia 4 bulan, perempuan dengan gizi kurang, terdiagnosa Primary
Pulmonary Hypertension , pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan murmur, didapatkan penyakit
penyerta berupa pneumonia, pasien diberikan ampicillin, gentamycin, dan sildenafil, pasien pulang
paksa.

5. Dilated cardiomyopathy

Selama periode Januari - Maret 2019 telah dirawat 1 penderita dilated cardiomyopathy.
Pasien NQ usia 9 tahun 4 bulan, perempuan dengan gizi buruk, terdapat dilated four chamber
cardiomyopathy Primary Pulmonary Hypertension , pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan
murmur, pada rontgen thorax terdapat kardiomegali, pasien ini disertai penyakit penyerta berupa

8
Primitive Neuro Ectodermal Tumor. Pasien dibebrikan terapi furosemid, captopril, spironolakton,
dan digoksin. Pasien meninggal selama peawatan.

PJB SIANOTIK

Selama periode Januari - Maret 2019 telah dirawat 13 penderita PJB sianotik. Gambaran
klinis, laboratorium, EKG, rontgen thoraks, tatalaksana dan hasil rawat dapat dilihat pada tabel 5.

9
Tabel 5. Gambaran klinis, laboratorium, EKG, rontgent thoraks, tatalaksana dan hasil rawat penderita
PJB Sianotik

Status Jenis PJB Penyakit Hasil


No Nama Usia JK PF EKG Ro Thoraks Tatalaksana
Gizi sianotik Penyerta Rawat

1 FQ 1 Bl Pr Gizi DORV Murmur (+) - Kardiomegali - Furosemide PK


kurang continues spirunolakton
grade III/6,
ICS II-III, LPS
sin
SpO2 88%

Gizi Kembar siam


Murmur (+) Furosemide
kurang DORV + bicephalic
continuous Digoxin
By Ny malposisi paraphagia
2 17 hr Lk grade III/6, - Normal Nystatin PK
PK great artery Sepsis
ICS III LPS sin Omeprazole
+ PDA AKI stadium
SpO2 92% Meropenenm
failure

Gizi Murmur (+)


Meropenem
kurang sistolik grade
DORV Amikasin
3. MAF 2 bl Lk III/6, ICS III- - Pneumonia Bronkopneumonia M
CAVSD Captopril
IV, LPS sin
Furosemide
SpO2 60-70%

Gizi DORV
Murmur (+)
baik PDA besar
sistolik grade Hipertensi Captopril
ASD
4 SAF 14 hr Lk III/6, ICS III- - kardiomegali Pulmonal Furosemide PK
sekundum
IV, LPS sin Spironolakton
besar
SpO2 88%
VSD large

Gizi Murmur (+)


DORV +
buruk pansistolik Kardiomegali Furosemide
17 th 8 VSD Syok kardiogenik
5 MD Pr grade IV/6 ICS - Tanda-tanda Dobutamin PK
bl subpulmon
IV LPS sin edema paru
al
Sp O2 68-72%

Gizi Murmur (+)


kurang pansistolik
III/6, ICS IV
3 th Transkateter
6. NK Pr TOF linea RVH Kardiomegali - PK
2 bl jantung
parasternal
sinistra
SpO2 50-65%

Meropenem
Murmur (+) Massive
Furosemid
sistolik grade pericardial
Gizi Atresia Amikacin
7. RM 11 th Pr IV/6 ICS IV - Kardiomegali effusion PP
Kurang pulmonal Spironolakton
LPS sin OMSK
Tarivid Otic drps
SpO2 65-70% Ulkus pedis
H2O2 otic drops

Murmur (+)
pansistolik
III/6, ICS IV Atelektasis Ampicillin
Gizi
8 FG 3 bl Lk TOF linea - segment apikal Pneumonia Gentamicin PK
baik
parasternal lobus
sinistra
SpO2 55-62%

Murmur (+)
Gizi sistolik III/6 di Gastroenteritis Zinc sulfate
9. NW 2 bl Pr DORV - Kardiomegali M
baik seluruh katup akut Paracetamol
SpO2 45-55%

Ceftriaxone
Murmur (+)
Zinc sulfate
Gizi sistolik III/6 di Gastroenteritis
10. NS 1.5 th Lk DORV - Kardiomegali Oralit PK
kurang seluruh katup akut
Paracetamol
40-50%

Murmur (+)
pansistolik
Trunkus Ampicillin
Gizi III/6 di ICS Pneumonia
11. AR 3 bl Lk arteriosus - Kardiomegali Gentamicin PK
kurang LPS Labiopalatoschizis
tipe 1 Furosemid
SpO2 80-88%
%

10
Status Jenis PJB Penyakit Hasil
No Nama Usia JK PF EKG Ro Thoraks Tatalaksana
Gizi sianotik Penyerta Rawat

Murmur (+) Furosemid


Atresia
Gizi pansistolik Decompensatio Captopril
12 SJ 14.5 th Pr pulmonal + - Kardiomegali PK
kurang SpO2 60 – cordis Spironolctone
CAVSD
65% Digoxin

Hypo
Murmur (+)
plastic left
continuous ICS Ampicillin
Gizi heart Pneumonia
13 AZ 3 bl Pr II, left para - Infiltrat Gentamicin M
baik syndrome Syok kardogenik
sternal sinistra Dobutamin
Moderate
PDA

Catatan :
PDA = Patent Ductus Arteriosus
TGA = Transposition Great Artery
CAVSD = Complete Arterioventricular Septal Defect
DORV = Double Outlet Right Ventricle
LVH = Left Ventricle Hypertrophy
OMSK = Otitis Media Suppurative Kronis
TOF = Tetrallogy of Fallot

PENYAKIT JANTUNG DIDAPAT


Telah dirawat 6 penderita. Penderita didiagnosa pertama kali dengan demam rematik akut /
penyakit jantung rematik. Gambaran klinis, laboratorium, EKG, rontgen thoraks dan ekokardiografi
dapat dilihat pada tabel 6.

11
Tabel 6. Gambaran klinis, laboratorium, EKG, rontgent thoraks dan Ekokardografi
Gambaran Penderita P1 P2 P3
Klinis
Kriteria Mayor:
1. Karditis + + +
2. Poliartritis migrant - - -
3. Chorea Sydenham + - -
4. Eritema marginatum - - -
5. Nodul subkutan - - -
Kriteria Minor:
1. Arthralgia + + -
2. Demam - + +
Laboratorium:
LED meningkat 84 18 12
Leukositosis 10.6 6.07 15.5
ASTO Reaktif Reaktif Reaktif
66 <5 5
CRP
Rontgen Thorax Kardiomegali Normal Kardiomegali
EKG - - -
Ekokardiografi Moderate Mitral regurgitasi, Normal heart Dilated pulmonary artery,
mild pulmonal regurgitasi, dilated LA LV, severe MR,
tricuspid regurgitasi severe TR, moderate PR,
minimal cardial effusion
Terapi:
Inj. Benzatin Penicillin 900.000 IU - -
Eritromicin - + -
Asetosal - - -
Prednison + - -
Furosemid + - +
Captopril + - +
Spironolacton - - +
Sildenafil - - -
Diagnosis Akhir Penyakit Jantung Rematik Demam rematik akut Penyakit Jantung Rematik
Gambaran Penderita P4 P5 P6

Klinis
Kriteria Mayor:
1. Karditis - - +
2. Poliartritis migrant + + -
3. Chorea Sydenham - - -
4. Eritema marginatum - - -
5. Nodul subkutan - - -
Kriteria Minor:
6. Arthralgia + + -
7. Demam + + +
Laboratorium:
LED meningkat 48 73 26
Leukositosis - - -
ASTO - - +
6 27 12
CRP
Rontgen Thorax Kardiomegali Normal Kardiomegali
EKG - - -
Echocardiografi Severe Mitral regurgitasi, Normal heart Dilated pulmonary artery,
mild pulmonal regurgitasi, dilated LA LV, severe MR,
tricuspid regurgitasi severe TR, moderate PR,
minimal pericardial effusion
Terapi:
Inj. Benzatin Penicillin 900.000 IU im - 900.000 IU im
Eritromicin - 4x500 mg po -
Asetosal 4x500 mg po 4x500 mg po 4x500 mg po
Prednison - - 3x15 mg
Furosemid - - 2x20 mg po
Captopril - - 2x12,5 mg po
Spironolacton - - -
Sildenafil - - -
Diagnosis Akhir Penyakit Jantung Rematik Demam rematik akut Penyakit Jantung Rematik +
efusi perikrdial

12
OPERASI OPEN HEART
Selama periode Januari – Maret 2019, telah dilakukan 4 Operasi Open Heart dan 2 ligasi
PDA terhadap 6 penderita. Dari 6 penderita, 5 orang berhasil dilakukan operasi open heart , 1 orang
penderita Death on Table. Penderita yang menjalani prosedur Operasi Open Heart dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Gambaran penderita yang menjalani operasi open heart
No Identitas Diagnosis Tindakan
1 An. MA/ LK/ 1 tahun 11 bulan VSD PMO VSD Closure Surgical
2 An. DD/LK/14 tahun VSD DCSA VSD Closure Surgical
3. An. P / PR/ 10 tahun VSD PMO VSD Closure Surgical
4 An BA/ LK/ 4 tahun VSD PMO VSD Closure Surgical
5 An. AN / PR/ 7bulan PDA Ligasi PDA
6 An MA/LK/1tahun 7 bulan PDA Ligasi PDA

TRANSCATHETER CLOSURE
Selama periode Januari - Maret 2019, telah dilakukan transcatheter closure terhadap 7
penderita. Dari 7 penderita, 2 orang berhasil dilakukan transcatheter closure. Gambaran penderita
yang menjalani prosedur transcatheter closure dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Gambaran penderita yang menjalani transcatheter closure
No Identitas Diagnosis Tindakan
1 MNA/LK/1 Tahun 3 Bulan PDA Catheterization
2 MNA /LK/2tahun 10 bulan VSD PMO Transcatheter VSD Closure
3 DS/Pr/ 11 tahun 2 bulan Secundum ASD Catheterization
4 RA/ Lk/ 1 tahun 9 bulan VSD PMO Catheterization
5 NKW/Pr/ 3 Tahun 2 bulan Tetralogy of Fallot Catheterization
6 MA/ PR/ 5 tahun 7 bulan PDA Transcatheter PDA Closure
7 A/PR/ 33 tahun 9 bulan VSD SADC 10 mm Catheterization

URAIAN HASIL PERAWATAN


1. Congestive heart failure ec Mitral regurgitasi berat + Trikuspid regurgitasi ringan +
Pulmonal regurgitasi ringan + Aorta regurgitasi ringan ec Penyakit Jantung Rematik
An. ND / Pr / 7thn / 21kg / 122cm / status gizi cukup
Keluhan utama : Sesak napas

13
Keluhan tambahan: demam sendi, gerakan tak terkendali, batuk, demam
Riwayat perjalanan penyakit:
2 minggu SMRS, , pasien mengeluh kesulitan bernafas yang diperburuk oleh aktivitas tetapi
tidak dipengaruhi oleh posisi dan cuaca. Kesulitan bernafas muncul ketika pasien berjalan jarak
jauh dan menghilang saat istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri sendi yang bermigrasi ke lutut dan
siku tanpa pembengkakan, kehangatan, perubahan warna, kelembutan, keterbatasan gerakan dan
kekakuan sendi di pagi hari. Pasien menderita batuk yang tidak produktif dengan sakit tenggorokan,
demam ada, hilang timbul namun tidak diukur suhunya, demam turun dengan pemberian
paracetamol, pucat (-), pilek (-), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK biasa. Nafsu makan baik.
1 minggu SMRS, sesak masih ada. Sesak muncul bahkan ketika pasien berjalan sekitar 50
meter seperti pergi ke kamar kecil. Nyeri sendi (+), Pasien memiliki gerakan tak sadar pada semua
ekstremitas yang mirip dengan gerakan menari. Pasien dibawa ke tukang urut, tetapi tidak ada
perbaikan. Terdapat juga kesulitan menulis menggunakan pena atau menulis. Masih ada batuk, pilek
(-) demam (+) tidak terlalu tinggi.
1 hari SMRS penderita semakin sesak, pasien mengalami kesulitan bernapas bahkan selama
istirahat, lebih suka dalam posisi duduk daripada terlentang, dan berdebar. Pasien lalu di bawa ke
RSMH.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit tenggorokan berulang tetapi pasien dan orang tuanya tidak ingat berapa kali per
tahun.
Riwayat sakit gigi sekitar satu bulan sebelumnya
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum sens: kompos mentis, TD 100/60 mmHg, Nadi: 140x/menit isi dan tegangan cukup.
RR: 38 x/menit, T:36,8oC, SpO2 97%.
Keadaan spesifik:
kepala: napas cuping hidung (+), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-). Leher : JVP (5+3)
cmH2O. Pembesaran KGB (-)
Thoraks: simetris, retraksi (+) intercostal
Cor: Bunyi Jantung I II normal, murmur (+) diastolik grd III/6 ICS IV linea parasternal sinistra,
diastolik grd III/6 ICS V linea midclavicula sinistra menjalar ke axilla kiri, gallop (-).
Pulmo: vesikuler (+) mengeras, ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen: datar, lemas, BU(+) N, hepar teraba 2cm bac 1 cm bpx, lien tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3, sianosis (-), pitting edema minimal (+/+)
Laboratorium:

14
Hb 10,1 g/dL Wbc:10.600/mm3 Ht:33 % Tr:472.000/uL DC:0/1/67/26/6 LED 84% CRP 66 ASTO
reaktif
Rontgen thoraks. Kardiomegali
Terapi
Benzatin penicilin 900.000 IU Prednisone 3-3-2 po, Furosemid 2x20 mg ( po), Captopril 2x12,5
(po), Haloperidol 1x 0,5 mg (po). Pada perawatan pasien mengalami perbaikan dan pulang kontrol.
Diagnosis akhir : Congestive heart failure ec Mitral regurgitasi berat + Trikuspid regurgitasi
ringan + Pulmonal regurgitasi ringan + Aorta regurgitasi ringan ec Penyakit Jantung
Rematik

2. Decompensatio Cordis ec Pulmonal regurgitasi sedang + Trikuspid regurgitasi sedang ec


PDA Besar/ An. AF / Pr / 11thn 2bln / 20kg / 123cm / status gizi cukup
Keluhan utama : Sesak napas
Riwayat perjalanan penyakit:
Pasien telah terdiagnosa PDA besar + TR + PR + Pulmonal Hipertensi sejak agustus 2017.
Penderita mendapat obat rutin captopril , furosemide, spironolakton, sildenafil, dan direncanakan
PDA trasnkateter closure.
Sejak 1 minggu SMRS penderita mengalami sesak napas, sesak terutama saat beraktivitas,
sesak tetap ada walaupun penderita beristirahat, penderita lebih nyaman bila tidur setengah duduk.
Sesak tidak dipengaruhi cuaca. Batuk kering (+), pilek (-) demam (-) mual (-) muntah (-), nyeri
dada (-) bengkak pada kedua punggung kaki (+), perut membesar (+), BAK sedikit (+), BAB biasa.
Pasien dibawa berobat ke RS Pagaralam, dirawat selama 2 hari. karena tidak ada perubahan pasien
dirujuk ke RSMH
Riwayat penyakit dahulu :
Terdiagnosa PDA Besar.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum sens: kompos mentis, TD 85/0 mmHg, Nadi: 128x/menit isi dan tegangan cukup.
Bounding pulse (+). RR: 60 x/menit, T:36,8oC, SpO2 76%.
Keadaan spesifik:
kepala: napas cuping hidung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-). Leher : JVP (5+2)
cmH2O. Pembesaran KGB (-)
Thoraks: simetris, retraksi (+)
Cor: Bunyi Jantung II mengeras, murmur (+) sistolik grd III/6 ICS II-III linea parasternal sinistra,
gallop (-). Pulmo: vesikuler (+) mengeras, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

15
Abdomen: cembung, lemas, BU(+) N, hepar teraba 6cm bac 6 cm bpx, lien tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3, sianosis (+), pitting edema (+/+), clubbing finger (+)
Laboratorium:
Hb 11,7 g/dL L:8.8100/mm3 Ht:36 % Tr:352.000/uL DC:0/0/64/24/12 LED 6% CRP 15
Rontgen thoraks. Kardiomegali
Terapi
O2 NRM 10 LPM  SpO2 96-98%, Captopril 2x12.5 mg (po), Furosemid 2x20 mg (po),
Aldactone 2x12,5mg, Slidenafil 4x10mg. Dilakukan echocardiography ulang dengan hasil : Large
PDA + Severe Pulmonary hypertension + decreased LV systolic function. Ditambahkan Drip
dobutamin 5 mcg/kgbb/menit. Pada perawatan hari ke-14 penderita tampak semakin sesak, lemas,
nadi filiformis, RR spontan 40x/menit, TD 50/palpasi. Thoraks: simetris, retraksi (+) intercostal,
subcostal, epigastrium. Abdomen: datar, lemas, hepar/lien tidak teraba, BU (+) normal. Penderita
diintubasi dilakukan VTP manual via ETT dan dikonsulkan perawatan PICU. Penderita dipindahkan
ke PICU. Di PICU penderita mengalami desaturasi dan bradikardia, dilakukan resusitasi jantung
paru namun tidak respon. Penderita dinyatakan meninggal dunia.
Diagnosis akhir : Syok kardiogenik + Decompensatio Cordis ec Pulmonal regurgitasi sedang
+ Trikuspid regurgitasi sedang ec PDA Besar

3.Decompensatio Cordis sedang ec susp Penyakit Jantung Rematik + Gizi kurang perawakan
pendek
An. DW / laki-laki/ 15 tahun 1 bulan / 26 Kg / 146 cm / gizi kurang perawakan pendek
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Pucat Riwayat
Perjalanan Penyakit :
Sejak 2 minggu SMRS pasien sesak napas, sesak diperberat saat aktivitas. Sesak tidak
dipengaruhi oleh suhu ataupun cuaca. Pasien merasa lebih nyaman jika kepala agak ditinggikan saat
berbaring. Pasien mengeluh dadanya terasa berdebar-debar. Batuk (-), demam (-), pilek (-). Nyeri
persendian dirasakan berpindah-pindah pada sendi-sendi extremitas atas dan bawah. Riwayat
berkeringat malam di malam hari (-), riwayat batuk darah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien dibawa ke RS Lampung dirawat selama 3 hari, ibunya tidak mengetahui sakit apa dan
diagnosanya lalu pasien pulang atas permintaan sendiri. Setelah 4 hari pulang dari RS, sesak napas
semakin bertambah, rasa lemas (+) seluruh badan dan pasien kembali dibawa ke RSUD kayuagung
dan dirawat selama 2 hari. Disana pasien dicurgai adanya demam rematik dan decomp cordis
dilakukan ro thorax dengan gambaran kardiomegali. Hasil laboratorium dari RS sebelumnya Hb
10.7 Leukosit 12.500 Ht 29 Trombosit 213.000 LED 12, diberikan furosemide 2x20 mg po,
16
captopril 2x12.5 mg po dan digoxin 2x0.25 mg po,kemudian pasien dirujuk ke RSMH untuk
evaluasi lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah beberapa kali mengalami demam, yang diikuti nyeri tenggorokan sekitar 2 bulan
terakhir hanya diobati dengan paracetamol.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang sedang mengalami demam dan disertai batuk atau nyeri
tenggorokan dan tidak ada keluarga pasien dengan riwayat penyakit jantung.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sens : kompos mentis, TD 100/50 mmHg, Nadi: 112x/menit isi dan tegangan
cukup RR:36 x/menit, T:36,8oC, SPO2 95-96%, dengan nasal 2 lpm SPO2 99%.
Keadaan spesifik :
kepala : napas cuping hidung (+), konjungtiva anemis (+)/(+), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
(-). Mulut : mukosa bibir lembab (+), sianosis central (-), oral thrush (-), Tonsil T1-T1 hiperemis (-),
faring hiperemis (-). Leher : pembesaran KGB (-), peningkatan JVP 5-2 cmH2O.
Thoraks : simetris (+), retraksi (+) intercostal dan subcostal, ictus cordis teraba di ICS 5 linea
maxilaris anterior sinistra.
Cor : BJ 1 dan II normal, murmur pansistolik grd III/6 di ICS III-IV Linea midklavikularis sinistra,
gallop (-).
Pulmo: vesikuler normal, ronkhi basah halus nyaring (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen: cembung, lemas, hepar teraba 6 cm bawah arcus costae dan 4 cm dibawah prosesus
xypoideus. Lien tidak teraba. Shifting dullness (-), bising usus normal,
Extremitas : akral hangat, CRT <3’’, edema extremitas inferior non pitting edema, sianosis (-),
clubbing finger (-).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Hb : 9.5 g/dl, leukosit: 15.500 /mm 3, Ht: 30%, Trombosit: 442.000/mm3, LED 12
mm/jam, DC: 0/1/53/37/9, CRP 18 ASTO reaktif
Perjalanan Penyakit selama di rawat
Pasien diberikan O2 nasal 2 lpm dengan retriksi cairan 1300 cc/hari, furosemid 2x30 mg iv.
Pasien dilakukan echocardiography tgl 31-1-2019 dengan hasil severe mitral regurgitation + severe
tricuspid regurgitation + moderate pulmonal regurgitation + moderate aorta regurgitation+ Infected
endocarditis + minimal pleural effusion, didapatlkan vegetasi di katup mitral dengan fungsi jantung
EF 69.4% dan FS 39.5%, diberikan tambahan aldactone 2x25 mg po, captopril 2x12.5 mg po,
prednisone 80 mg/hari (4-4-4 tab), dan rencana kultur 3 tempat (tgl 1-3 febuari), rencana pemberian

17
antibiotik setalah kultur dan konsul bagian NPM dengan gizi buruk dan kami konsulkan ke gigi dan
mulut untuk mencari fokal infeksi.
Hasil konsul ke bagian divisi gigi dan mulut tgl 4/2/2019 adalah ditemukan fokal infeksi
yaitu gingivitis incisivus kronis RA dan RB pro scalling. Pasien belum bisa dilakukan scalling saat
itu dikarenakan kondisi pasien yang masih sesak.
Pada hari keempat perawatan diberikan antibiotik ampicillin 3x1.2 gr iv dan gentamicin
2x60 mg iv (rencana sampai 14 hari). Dari pemeriksaan kultur 3 tempat didapatkan hasil steril. Pada
hari ketujuh perawatan anak makin tampak sesak, perut kembung, ditemukan JVP meningkat
dinaikan dosis furosemide menjadi 3x30 mg iv. Pada hari ke Sembilan, keluhan sesak berkurang
pemberian furosemide diturunkan kembali menjadi 2x30 mg iv. Hari kesebelas pasien pasien sesak
dengan SPO2 97% dan kembung kami berikan O2 simple mask 7 lpm, lakukan pemeriksaan
elektrolit didapatkan hasil Ca 9 mg/dL Na 129 133 meq/L K 4.5 meq/L Cl 88 meq/L.
Pada hari ketiga belas pasien bertambah sesak, perut semakin kembung, dengan nadi
110x/menit tegangan lemah, TD 100/50 mmHg RR 38x/menit SPO2 93% balance diuresis/24 jam
B:-200 D:1.14cc/kgbb/jam diberikan O2 NRM 99%, diberikan support dobutamin 5
mcg/kgBB/menit, furosemide menjadi 3x30 mg iv, spironolactone menjadi 3x25 mg po, dan kami
lakukan pemeriksaan ulang darah kembali didapatkan Hb 9,5 RBC 4,76 Lekosit 13,34 Ht 30
Trombosit 395 LED 2 Diff Count 0/0/81/9/10 SGOT 23 SGPT 50 Protein total 5,4 Albumin 2,8
Ureum 64 Kreatinin 0,70 Ca 8,0 Na 127 K 4,5 Cl 88 CRP 8. Dikonsulkan kebagian divisi GEH
terdapat hepatomegaly, asites, efusi pleura bilateral. Kami lakukan ro thorax ulang didapatkan
gambaran kardiomegali dengan gambaran efusi bilateral.
Pada hari ke tujuh belas, pasien bertambah sesak, seluruh badan sembab, TD 100/20 mmHg,
Nadi 102x/menit kuat, B:-27.5 D:1.07cc/kgbb/jam diberikan furosemide diganti menjadi drip 0.1
mg/kgbb/jam dan support dobutamin dinaikan maksimal 15 mcg/kgbb/menit, rencana pindah PICU.
Kami konsulkan ke bagian Nefrologi dengan kesan AKI + oligouria ec prerenal ec decomp cordis.
Pada hari perawatan ke sembilan belas anak tampak semakin sesak napas, head bobbing dan
desaturasi, B:-20 D:0.3 cc/kgbb/jam Nadi teraba filiformis, tekanan darah tidak terukur dan anak
mengalami penurunan kesadaran. Dilakukan tindakan resusitasi, pasien dilakukan RJP 5 siklus
dengan pemberian epinefrin sebanyak 3 kali. Pasien dinyatakan meninggal.

Diagnosis Akhir : Gagal Kardio Respirasi ec. Syok kardiogenik ec. Decompensatio cordis Fs
NYHA IV ec PJR + infected endocarditis + AKI stad risk + hipoalbuminemia + asites + efusi
bilateral + gizi kurang perawakan pendek.

KONSUL ANTAR BAGIAN

18
HEMATO-ONKOLOGI (92)
No. Diagnosis Jumlah Kesan
Normal Kardiomiopati Efusi Gangguan
Dilatasi Perikardial Katup
1. Leukemia 35 30 1 4 -
2. Thalassemia 42 41 - - 1
3. Solid tumor 15 14 - 1 -

Semua pasien dari divisi Hemato-onkologi dikonsulkan dengan indikasi evaluasi fungsi jantung dan
evaluasi tahunan untuk mendeteksi apakah ada kelainan lainnya.
RESPIROLOGI (11)
No. Diagnosis Jumlah Kesan
Normal ASD VSD PDA Lainnya
1. Pneumonia 7 5 - - - 2
2. Bronkiolitis 2 - - 1 1 -
3. TB paru 2 2 - - - -

Semua pasien dari divisi Respirologi dikonsulkan dengan indikasi skrining kelainan jantung.
ALERGI IMUNOLOGI (5)
No. Diagnosis Jumlah Kesan
Normal Kardiomiopati Dilatasi
1. Psoriasis 1 1 -
2. Raynaud 1 1 -
Phenomenon
3. B20 on 2 - 2
terapi
4. SLE 1 1 -

NEONATUS (11)
No. Diagnosis Jumlah Kesan
Normal ASD VSD PDA PFO PJB
Sianotik
1. NKB 3 3 - - - - -
-SMK
2. NCB - 7 4 - 1 2 - -
SMK
3. NCB - 1 1 - - - - -
KMK
NKB – SMK = Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan
NCB – SMK = Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan
NCB – KMK = Neonatus Cukup Bulan Kecil Masa Kehamilan

Pasien yang secara klinis tampak gagal jantung diberikan furosemid. Pasien yang memiliki kelainan
jantung dilakukan ekokardiografi ulang setelah 3 bulan.
BEDAH THORAX (1)
19
No. Diagnosis Jumlah Kesan

1. Hidrosefalus + 1 Normal
labiopalatoschizis

NEFROLOGI (5)
No. Diagnosis Jumlah Kesan
Normal Efusi Perikardial
1. AKI 1 1 -
2. CKD 4 2 2

AKI = Acute Kidney Disease

CKD = Chronic Kidney Disease

NPM (3)
No. Diagnosis Jumlah Kesan
Normal VSD TOF

1. Glycogen 1 1 - -
Storage
Disease
2. Gizi Buruk 2 - 1 1

Semua pasien dari divisi NPM dikonsulkan untuk skrining kelainan jantung.

20
KEGIATAN DI POLIKLINIK KHUSUS
Selama bertugas di poliklinik khusus kardiologi periode Januari - Maret 2019 terdapat 349
kunjungan penderita dengan jumlah kunjungan terdiri dari:
No. Diagnosis Kunjungan Kunjungan Jumlah
Baru Lama Kunjungan
1. Atrial Septal Defect 14 11 25
2. Post Transcatheter ASD closure - 1 1
3. Post open heart Atrial Septal Defect - 2 2
4. Ventricle Septal Defect 34 35 69
5. Post transcatheter VSD closure - 4 4
6. Post open heart Ventricle Septal Defect - 11 11
7. Patent Ductus Arteriosus 24 14 38
8. Post ligasi Patent Ductus Arteriosus - 9 9
9. Post transcatheter PDA closure - 4 4
10. Atrioventricular Septal Defect 1 4 5
11. Aorta Regurgitation - 2 2
Tricuspid atresia - 1 1
12. Pulmonary Stenosis - 10 10
13. Transposition Great Artery - 1 1
14. Tetralogy of Fallot 2 8 10
15. Post operasi BCPS (Bidirectional Cavo - 5 5
Pulmonary Shunt) ai trikuspid atresia
dan pulmonal atresia
16. Double Outlet Right Ventricle - 6 6
17. Post open heart Double Outlet Right - 1 1
Ventricle
18. Rheumatic Heart Disease / Acute 4 78 82
Rheumatic Fever
19. Kawasaki Disease 2 - 2
20. Arythmia 1 - 1
21. Supraventricular tachycardic 2 - 2
22. Ventricular Tachycardic 1 - 1
23. Wolff Parkinson White Syndrome - 2 2
Syndrome
24. Dilated Cardiomyopathy 2 5 7
25. Skrining 48 - 48
Total 135 214 349

Dari 48 pasien baru yang datang ke Poliklinik Kardiologi untuk skrining kelainan jantung,
didapatkan 17 VSD, 7 ASD, 8 PDA, 3 TOF, 3 PJR, 6 tidak ada kelainan, 4 tidak melakukan
ekokardiografi

21
Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Bagian IKA, Ketua Program Studi IKA dan
supervisor Boks Kardiologi, dr. Hj. Ria Nova, Sp.A(K) dan dr. Deny Salvera Yosy, Sp.A(K), M.kes
yang telah memberi kesempatan dan bimbingan kepada kami untuk bekerja dan belajar di Boks
Kardiologi.

22
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK


ICD-10 : I09.8
1. Pengertian 1. Demam rematik (DR)
(Definisi) adalah sindrom klinik akibat infeksi kuman Streptococcus betahemolyticus grup A,
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea
minor, nodul subkutan atau eritema marginatum.
2. Demam Rematik Akut (DRA)
adalah istilah untuk penderita demam rematik yang terbukti dengan tanda radang
akut.
3. Demam Rematik Inaktif
adalah istilah untuk penderita dengan riwayat demam rematik tetapi tanpa terbukti
tanda radang akut.
4. Penyakit Jantung Rematik (PJR)
adalah kelainan jantung yang ditemukan pada DRA atau kelainan jantung yang
merupakan gejala sisa (sekuele) dari DR.

2. Etiologi Streptococcus beta hemolyticus group A strain tertentu yang bersifat reumatogenik
dan adanya faktor predisposisi genetik. Kemungkinan menderita DRA setelah
mendapat infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A di tenggorokan 0,3-3%.

3. Patogenesis - Infeksi Streptococcus hemolyticus group A  melepas


berbagai antigen.
- Antigen Streptococcus hemolyticus grup A tertentu +
komponen jaringan tubuh dengan struktur yang mirip dengan antigen yang
bersangkutan (+ mekanisme yang belum jelas)  reaksi antigen antibodi 
reaksi radang: eksudasi/proliferasi/degenerasi  kelainan pada organ target
(karditis, poliartritis migrans, korea, eritema marginatum, nodul subkutan) +
gejala umum radang (LED/CRP meningkat, panas, dsb). Karditis  insufisiensi
katup/dilatasi jantung/miokarditis/perikarditis  cacat katup, kadang-kadang
perlengketan perikardium  gangguan hemodinamik dengan segala akibatnya.
Proses sikatrisasi berlangsung lama  manifestasi kelainan jantung/cacat katup
berubah sebelum sampai bentuk yang definitif.
- Infeksi ulang Streptococcus hemolyticus group A 
aktivasi DR  biasanya dengan karditis yang lebih berat.
4. Bentuk Klinis
DR : variasi sesuai dengan gejala mayor yang manifes
PJR : variasi sesuai cacat katup yang dihadapi dan derajat serta luasnya karditis
pada DR.

5. Anamnesis
1. Demam, nyeri pada persendian yang berpindah pindah, tanda- tanda peradangan pada
sendi (merah, panas, nyeri dan fungsilaesia).
2. Adanya gerakan-gerakan cepat, bilateral tanpa tujuan dan sukar dikendalikan.
3. Pucat, malaise, cepat lelah, dan gejala lain seperti epistaksis dan nyeri perut.
4. Riwayat sakit tenggorokan 1-5 minggu (rata-rata 3 minggu) sebelum timbul gejala
5. Riwayat demam rematik pada waktu lampau.
6. Riwayat keluarga dengan demam rematik

23
6. Pemeriksaan 1. Poliartritis migrans
Fisik Biasanya menyerang sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan
pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala peradangan yang jelas
seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi.
Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah. Kelainan ini ditemukan
pada sekitar 70% pasien DRA.
2. Karditis
Karditis merupakan gejala mayor terpenting, karena hanya karditis yang dapat
meninggalkan gejala sisa, terutama kerusakan katup jantung.
Seorang penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu
atau lebih tanda-tanda berikut:
a. Bunyi jantung melemah
b. Adanya bising sistolik, mid diastolik di apeks atau bising diastolik di basal
jantung
c. Perubahan bising misalnya dari derajat I menjadi derajat II.
d. Takikardia / irama derap
e. Kardiomegali
f. Perikarditis
g. Gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.

Tabel 2. Pembagian Karditis menurut Decourt


Karditis Ringan Karditis Sedang Karditis Berat

Takikardi, murmur ringan Tanda-tanda karditis ringan, Ditandai dengan gejala


pada area mitral, jantung bising jantung yang lebih sebelumnya ditambah gagal
yang normal, EKG normal jelas pada area mitral dan jantung kongestif
aorta, aritmia, kardiomegali,
hipertropi atrium kiri dan
ventrikel kiri.

3. Korea Sydenham
Gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan. Seringkali
disertai dengan kelemahan otot dan gangguan emosional. Semua otot terkena, tetapi
yang mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas.
4. Eritema marginatum
Kelainan kulit berupa bercak merah muda, berbentuk bulat, lesi berdiameter sekitar
2,5 cm, bagian tengahnya pucat, sedang bagian tepinya berbatas tegas, tanpa indurasi,
tidak gatal, paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai proksimal.
5. Nodul subkutan
Terletak di bawah kulit, keras, tidak sakit, mudah digerakkan dan berukuran 3-10
mm. Lokasinya sekitar ekstensor sendi siku, lutut, pergelangan kaki dan tangan,
daerah oksipital, serta di atas prosesus vertebra torakalis dan lumbalis.
7. Kriteria Diagnosis demam rematik ditegakkan berdasarkan Kriteria WHO tahun 2003
Diagnosis (berdasarkan revisi kriteria Jones)
Tabel 1. Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis Demam Rematik
dan Penyakit Jantung Rematik (berdasarkan Revisi Kriteria Jones)
Kategori Diagnostik Kriteria
 Demam rematik serangan  Dua mayor atau satu mayor
pertama dan dua minor ditambah dengan bukti infeksi
SGA sebelumnya
 Demam rematik serangan  Dua mayor atau satu mayor
rekuren tanpa PJR dan dua minor ditambah dengan bukti infeksi
SGA sebelumnya
 Demam rematik serangan  Dua minor ditambah dengan
rekuren dengan PJR bukti infeksi SGA sebelumnya
 Korea Sydenham  Tidak diperlukan kriteria
mayor lainnya atau bukti infeksi SGA
24
 PJR (stenosis mitral murni  Tidak diperlukan kriteria
atau kombinasi dengan insufisiensi mitral lainnya untuk mendiagnosis sebagai PJR
dan/atau gangguan katup aorta)
Sumber: WHO, 2004
Kriteria Diagnosis
(Lanjutan) Manifestasi Mayor Manifestasi Minor
- Karditis  Klinis:
- Poliartritis migrans - Artralgia
- Korea - Demam
- Eritema marginatum  Laboratorium:
- Nodulus subkutan - Peningkatan reaktan fase akut yaitu:
LED dan atau CRP yang meningkat
- Interval PR yang memanjang
Diagnosis demam rematik ditegakkan bila terdapat 2 manifestasi mayor atau 1
manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor dan didukung bukti adanya infeksi
streptokokus sebelumnya yaitu kultur apus tenggorok yang positif atau kenaikan titer
antibodi streptokokus (ASTO) >200.
Langkah diagnosis
Tegakkan diagnosis DR berdasarkan kriteria WHO tahun 2003
 Tetapkan aktif atau inaktif
 Tetapkan ada karditis atau tidak
 Tetapkan ada kelainan pada katup jantung atau tidak
 Jika tidak ada tanda-tanda DR aktif dan penyebab lain kelainan pada katup jantung
dapat disingkirkan dianggap PJR
Tetapkan status hemodinamik jantung: dekompensasi kordis atau tidak

8. Diagnosis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik (ICD-10 : I09.8)

9. Diagnosis 1. Juvenile rheumatoid arthritis


Banding 2. SLE, artritis reaktif, artritis infeksius
3. Artritis akut karena virus (rubella, parvovirus, hepatitis B, herpes, enterovirus)

10. Pemeriksaan 1. Laboratorium: ASTO dan kultur apus tenggorokan


Penunjang 2. EKG
3. Ekokardiografi

11. Terapi 1. Antibiotika


a. Untuk Eradikasi:
Benzatin penisilin.G:
BB ≤27 kg = 600.000-900.000 unit
BB ≥27 kg = 1,2 juta unit
Bila tidak ada, dapat diberikan Prokain Penisilin 50.000 Iµ/kgBB selama 10 hari.
 Alternatif lain:
Penisilin V (oral) : BB ≤27 kg 2-3 x 250 mg
BB >27 kg 2-3 x 500 mg
 Amoksisilin (oral): 50 mg/kgBB/hari, dosis tunggal (maks. 1 g) selama 10
hari
 Bila alergi terhadap penisilin dapat digunakan:
- Sefalosporin spektrum sempit: sefaleksin, sefadroksil
- Klindamisin: 20 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (dosis maks. 1,8 g/hari) selama
10 hari
- Azitromisin: 12 mg/kgBB/hari, dosis tunggal (dosis maks. 500 mg) selama 5

25
hari
- Klaritromisin: 15 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis (maks. 250 mg/kali) selama
10 hari
- Eritromisin: 40 mg/kgBB/hari dibagi 2-4 kali sehari (dosis maksimum 1
g/hari) selama 10 hari
b. Untuk profilaksis sekunder:
 Benzatin penisilin G:
BB ≤27 kg = 600.000 unit setiap 3 atau 4 minggu, i.m
BB >27 kg = 1,2 juta unit
 Alternatif lain:
- Penisilin V : 2 x 250 mg, oral
- Sulfadiazin : BB ≤27 kg 500 mg sekali sehari
BB >27 kg 1000 mg sekali sehari
Bila alergi terhadap Penisilin dan Sulfadiazin dapat diberikan:
- Eritromisin
- Klaritromisin
- Azitromisin

26
Tabel 2. Lama pemberian antibiotika profilaksis sekunder:
Lama pemberian setelah serangan
Kategori
terakhir
Demam rematik dengan karditis dan penyakit Selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun,
jantung residual (kelainan katup persisten) pada beberapa kondisi (risiko tinggi terjadi
rekuren) dapat seumur hidup
Demam rematik dengan karditis tetapi tanpa Selama 10 tahun atau sampai usia 21 tahun
penyakit jantung residual (tanpa kelainan
katup)
Demam rematik tanpa karditis Selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun

2. Obat Anti Inflamasi: diberikan untuk DRA atau PJR yang rekuren
Tabel 3. Rekomendasi penggunaan anti inflamasi
Karditis Karditis Karditis
Hanya Artritis
Ringan Sedang Berat
Prednison - - 2-4 mgg* 2-6 mgg*
Aspirin a. 100 mg/kgBB/ hr 3-4 mgg** 6-8 mgg 2-4 bln
dalam 4-6 dosis (2
mgg)
b. Kemudian dosis
dikurangi menjadi
60 mg/kg/ hari (4-
6 mgg)
Dosis : Prednison 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
Aspirin 100 mg/kgBB/hari dibagi 4-6 dosis
* Dosis Prednison di tappering (dimulai pada minggu ketiga) dan Aspirin dimulai
minggu ketiga kemudian di tappering.
** Aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kgBB setelah 2 minggu pengobatan

3. Istirahat (lihat tabel 3)


Tabel 4 Petunjuk tirah baring dan ambulasi
Hanya Karditis Karditis
Karditis Berat
Artritis Ringan Sedang
Tirah baring 1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu Selama masih
terdapat gagal
jantung kongestif

Ambulasi bertahap (boleh 1-2 minggu 3-4 minggu 4-6 minggu 2.3 bulan
rawat jalan bila tidak
mendapat steroid)

4. Penanganan gagal jantung kongestif sesuai tatalaksana gagal jantung kongestif


5. Tatalaksana Korea Sydenham’s:
a. Kurangi aktivitas fisik dan stres
b. Untuk kasus berat dapat digunakan:
- Fenobarbital: 15-30 mg setiap 6-8 jam atau
- Haloperidol dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8 jam sampai
2 mg
6. Pasien dengan gejala sisa berupa PJR, memerlukan tatalaksana tersendiri (akan
dirujuk) tergantung pada berat ringannya penyakit, berupa:
a. Tindakan dilatasi balloon perkutan (balloon mitral valvulotomy) untuk mitral
stenosis
b. Tindakan operasi katup jantung berupa valvuloplasti atau penggantian katup.

12. Edukasi 1. Mengurangi aktivitas fisik dan stress.


2. Menjelaskan tentang lama pemberian antibiotik profilaksis sekunder (Tabel 3) dan
efek samping pengobatan.
3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut
untuk mencegah terjadinya infective endocarditis.
27
4. Menjelaskan prognosis penyakit.
13. Prognosis Tergantung ada tidaknya kerusakan jantung permanen;
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
14. Tingkat I / II
evidens
15. Tingkat A
Rekomendasi
16. Penelaah Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
Kritis
17. Indikator
1. Gagal jantung telah teratasi.
Medis
2. Jadwal tirah baring dan terapi steroid telah selesai.

18. Target 1. Eradikasi streptokokus pada tenggorokan dan profilaksis sekunder dengan
antibiotika.
2. Mengurangi dan mengatasi kecacatan pada katup jantung.
3. Mengurangi dan mencegah komplikasi
19. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier,
Texas.
2. World Health Organization 2004, WHO technical report series: rheumatic fever and
rheumatic heart disease, Geneva.
3. Working Group on Pediatric Acute Rheumatic Fever and Cardiology 2008,
Consensus guidelines on pediatric acute rheumatic fever and rheumatic heart
disease, Indian Pediatrics, vol. 45, pp. 565-573.
4. National Heart Foundation of Australia and the Cardiac Society of Australia and
New Zealand 2006, Diagnosis and management of acute rheumatic fever and
rheumatic heart disease in Australia: an evidence-based review, National Heart
Foundation of Australia.
5. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
6. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung
pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, November 2018


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak

dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K)dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)


NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001

28
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DEKOMPENSASI KORDIS
ICD-10 : I51.9
1. Pengertian Dekompensasi kordis adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara
(Definisi) adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

2. Etiologi
- Peningkatan beban volume: DSV, DAP, insufisiensi
katup jantung, anemia, gagal ginjal dengan retensi cairan, dsb.
- Peningkatan beban tekanan: stenosis katup aorta atau
pulmonal, hipertensi sistemik/pulmonal, dsb.
- Gangguan miokard: kardiomiopati, miokarditis
- Perubahan frekuensi denyut jantung: SVT, Atrial
flutter, atrial fibrilasi dsb.
3. Pathogenesis Faktor penyebab  gangguan pada preload, afterload, kontraktilitas otot jantung dan
frekuensi denyut jantung  mempengaruhi penampilan jantung  mekanisme
kompensasi (dilatasi, hipertropi dan rangsangan simpatik). Kemampuan kompensasi
terlampaui  gagal jantung
4. Bentuk klinis
 Berdasarkan cardiac output: high dan low cardiac failure
 Berdasarkan onset: akut dan kronik
 Berdasarkan sisi jantung: kiri, kanan, atau kiri dan kanan
 Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA ( New York Heart Association):
- Derajat I : asimptomatik
- Derajat II : dispnu bila aktivitas sedang
- Derajat III : dispnu bila aktivitas ringan
- Derajat IV : dispnu dalam keadaan istirahat.

5. Anamnesis
1. Sesak napas terutama saat beraktivitas. Sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan
makan/minum dan, dalam jangka panjang, gagal tumbuh;
2. Sering berkeringat (peningkatan tonus simpatis);
3. Ortopnea: sesak nafas yang mereda pada posisi tegak;
4. Dapat dijumpai mengi;
5. Edema di perifer atau pada bayi biasanya di kelopak mata.

6. Pemeriksaan 1. Tanda gangguan miokard


Fisik - Takikardia: HR >60 kali/menit pada bayi dan 100 kali/menit pada anak (saat diam).
Jika HR >200 kali/menit perlu dicurigai ada takikardia supraventrikular
- Kardiomegali pada pemeriksaan fisis dan/atau foto thorak
- Peningkatan tonus simpatis: berkeringat, gangguan pertumbuhan
- Irama derap (gallop).
2. Tanda kongesti vena paru (gagal jantung kiri)
- Takipne
- Sesak napas, terutama saat aktivitas
- Ortopne
- Mengi atau ronki
- Batuk
3. Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)

29
- Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul
- Peningkatan tekanan vena jugularis (tidak ditemukan pada bayi)
- Edema perifer (tidak dijumpai pada bayi)
- Kelopak mata bengkak (pada bayi)

7. Kriteria 1. Berdasarkan cardiac output: high dan low cardiac failure


Diagnosis 2. Berdasarkan onset: akut dan kronik
3. Berdasarkan sisi jantung: kiri, kanan, atau kiri dan kanan
4. Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association):
- Derajat I : asimptomatik
- Derajat II : dispnu bila aktivitas sedang
- Derajat III : dispnu bila aktivitas ringan
- Derajat IV : dispnu dalam keadaan istirahat.

Kriteria Diagnosis Tabel 1. Sistem skoring gagal jantung pada anak menurut Modifikasi Ross
(Lanjutan)
0 1 2
 Berkeringat dingin Kepala kepala dan badan kepala dan badan
waktu aktivitas waktu isrirahat
 Takipneu Jarang kadang-kadang Sering
 Pola nafas Normal retraksi Dispneu
 Laju nafas (x/menit)
0–1 tahun <50 50–60 >60
1–6 tahun <35 35–45 >45
7–10 tahun <25 25–35 >35
11–14 tahun <18 18–28 >28
 HR (x/menit )
0–1 tahun <160 160–170 >170
1–6 tahun <105 105–115 >115
7–10 tahun <90 90–100 > 100
11–14 tahun <80 80–90 >90
 Jarak tepi hepar dari batas <2 cm 2–3 cm >3 cm
kostae

Tabel 2. Sistem Skoring Gagal Jantung pada Bayi menurut Ross


0 poin 1 poin 2 poin
Volume sekali minum (cc) >115 75-115 <25
Waktu per sekali minum (menit) <40 mnt >40 mnt
Laju nafas <50 mnt 50-60 mnt >60 mnt
Pola nafas Normal Abnormal
Perfusi perifer Normal Menurun
S3 atau diastolic rumble Tidak ada Ada
Jarak tepi hepar dari batas kostae <2 cm 2-3 cm 3 cm
Tanpa gagal jantung : 0-2 poin
Gagal jantung ringan : 3-6 poin
Gagal jantung sedang : 7-9 poin
Gagal jantung berat : 10-12 poin

Dasar diagnosis
Dispnu/ortopnu, pulsus alternans, takikardia/irama gallop, ronki basah tak nyaring di
basal paru (gagal jantung kiri), tekanan vena yugularis meningkat, hepatomegali,
edema (gagal jantung kanan), kardiomegali
Langkah diagnosis
Perhatikan gejala dan tanda:

30
- Kardiovaskuler: takikardi/irama gallop, kardiomegali, nadi:
pulsus alternans
- Respirasi: dispnu, ortopnu, batuk produktif, ronki basah tak
nyaring di basal paru
- Tanda-tanda bendungan sistemik: tekanan vena jugularis,
hepatomegali (tumpul, lunak), edema

8. Diagnosis Dekompensasi Kordis (ICD-10 : I51.9)

9. Diagnosis Diagnosis banding etiologi:


Banding 1. Peningkatan beban volume: DSV, DAP, insufisiensi
katup jantung, anemia, gagal ginjal dengan retensi cairan, dsb.
2. Peningkatan beban tekanan: stenosis katup aorta atau
pulmonal, hipertensi sistemik/pulmonal, dsb
3. Gangguan miokard: kardiomiopati, miokarditis
4. Perubahan frekuensi denyut jantung: SVT, atrial flutter,
atrial fibrilasi dsb.

10. Pemeriksaan 1. EKG


Penunjang 2. Lab darah: Hb, lekosit, hitung jenis, LED.
3. Foto thorak
4. Analisis gas darah dan elektrolit
5. Ekokardiografi

11. Terapi 1. Istirahat di tempat tidur, posisi setengah duduk. Bayi ditidurkan dengan posisi 30-45
derajat.
2. Berikan oksigen (2-4 L/menit)
3. Berikan cairan ¾ kebutuhan normal perhari. Bila terdapat anemia berat berikan
tranfusi darah (packed cell) terlebih dahulu, jumlah: 5-10 cc/kgBB diberikan selama
2-3 jam.
4. Medikamentosa:
a. Diuretika (Furosemid) 1-2 mg/kgBB/kali iv diberikan 2 kali perhari
b. Digitalisasi
Digitalisasi awal digoksin 30-50 g/kgBB sehari peroral, dengan cara pemberian:
- ½ dosis diberikan pertama kali
- ¼ dosis 8 jam kemudian
- ¼ dosis diberikan 16 jam setelah dosis pertama
Dosis pemeliharaan digoksin (oral) 10-20 g/kgBB/hari diberikan pada hari kedua
dan seterusnya. Indikasi digitalis: takikardia, atrial flutter, kardiomiopati.
Untuk dekompensasi dengan NYHA derajat I-III dapat langsung dengan dosis
pemeliharaan. Hati-hati pemberian digitalis pada DR/PJR, bronkopnemonia.
Digitalis tidak boleh diberikan pada stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio
aorta, anemia (Hb <6g%).
c. Vasodilator
Diberikan pada:
- Dekompensasi kordis yang disebabkan pirau besar (DSV, DAP,
DSAV)
- Dekompensasi kordis yang tidak responsif dengan pengobatan
diatas.
Dapat diberikan Kaptopril oral, dengan dosis 0,1-2 mg/kgBB/kali, dengan dosis
maksimum 6 mg/kgBB/hari (dipilih dosis rendah). Diberikan dalam tiga kali
pemberian.
5. Atasi penyakit utama atau penyakit penyerta (RHD), bronkopnemonia, anemia, CHD,
dll.
31
6. Diet rendah garam
7. Pengawasan yang ketat terhadap gejala klinik untuk menilai:
- Frekuensi denyut jantung, frekuensi napas
- Berat badan
- Tekanan vena jugularis
- Pembesaran hati, edema
- Produksi urin dalam 24 jam

12. Edukasi 1. Definisi dan etiologi: memahami penyebab dan gejala yang timbul.
2. Prognosis: memahami faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
3. Pemantauan gejala: mengetahui mengapa dan kapan harus ke dokter/rumah sakit
4. Terapi farmakologi: memahami indikasi, dosis, dan efek obat
5. Diit, latihan
13. Prognosis Tergantung faktor pencetus/penyebab yang mendasari;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
14. Tingkat
I / II
evidens
15. Tingkat A
Rekomendasi

16. Penelaah Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang


Kritis

17. Indikator Gagal jantung teratasi


Medis

18. Target 1. Menghilangkan faktor penyebab, misalnya penutupan duktus arteriosus persisten
2. Menghilangkan faktor presipitasi, misalnya mengobati infeksi, anemia, aritmia
3. Mengatasi gagal jantung

19. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition.
Mosby Elsevier, Texas.
2. The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic
Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology 2012, ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012, European Heart Journal, vol.
33, pp. 1787-1847.
3. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra,
EP 2009, Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jakarta.
4. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
5. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005,
Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.

Palembang, November 2018

Mengetahui/Menyetujui
KetuaDepartemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak

32
dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001

33
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DUKTUS ARTERIOUS PERSISTEN (DAP)


ICD-10 : Q25.0
1. Pengertian
(Definisi) Kelainan jantung bawaan yang ditandai dengan tetap terbukanya duktus arteriosus.

2. Etiologi Duktus normal: hipoksia, imaturitas. Duktus abnormal tidak jelas diketahui

3. Pathogenesis Duktus arteriosus Botali (DA) menutup dimulai 24 jam pertama setelah lahir
sampai 2 minggu. Hipoksia  gangguan mekanisme obliterasi DA  DA tetap
terbuka. Pada BBLR/imaturitas kontraktilitas otot polos  DA baru akan menutup
pada 3 bulan pertama  DA menutup.
PDA  pirau kiri ke kanan dengan kelainan hemodinamik mirip DSV

4. Anamnesis 1. Adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan.


2. Takipneu.
3. Gangguan kesulitan minum.
4. Gangguan toleransi latihan,
5. Riwayat infeksi saluran nafas berulang.
5. Pemeriksa 1. DAP kecil/sedang: BJ I dan BJ II normal, bising kontinu derajat III-V pada
an Fisik ICS II kiri linea sternalis.
2. DAP besar: hiperaktivitas ventrikel kiri dan kanan, murmur kontinu kasar
derajat III-IV pada ICS II kiri linea sternalis, murmur diastolik di apeks.
3. DAP dengan hipertensi pulmonal: P2 mengeras dan bising sistolik.
6. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik jantung: tetapkan perkiraan besar DAP.
tetapkan apakah terjadi gagal jantung, tanda-tanda hipertensi pulmonal serta adanya
sindroma Eisenmenger
3. EKG untuk menentukan adanya beban volume
4. Foto thorak untuk menilai corakan vaskuler paru
5. Ekokardiografi untuk menentukan besarnya DAP
6. Kateterisasi hanya dilakukan bila dicurigai ada hipertensi
pulmonal.
7. Diagnosis Duktus Arteriosus Persisten (ICD-10 : Q25.0)

8. Diagnosis
Banding

9. Pemeriksa
1. EKG
an Penunjang
2. Foto thorak
3. Ekokardiografi
4. Kateterisasi

1
10. Terapi Tutup DAP
1. Medikamentosa: Ibuprofen
Terapi (Lanjutan) Hanya efektif pada bayi prematur usia <1 minggu
Dosis:
Hari Dosis
I 10 mg/kgBB
II 5 mg/kgBB
III 5 mg/kgBB

Kontraindikasi:
a. Sepsis,
b. Perdarahan aktif saluran pencernaan,
c. Perdarahan periintraventrikular berat (PPIV derajat III dan IV),
d. Trombositopenia (<50.000/mm3),
e. Penurunan fungsi ginjal (diuresis <1 cc/kgBB/jam; serum kreatinin ≥1,3
mg/dL),
f. Penyakit jantung kongenital ductal dependent
g. Enterokolitis nekrotikans.

2. Transkateter dengan menggunakan:


a. Coil: untuk DAP dengan diameter <3 mm (DAP kecil)
b. ADO (Amplatzer Ductal Occluder): untuk DAP sedang
3. Operasi: ligasi atau pemotongan duktus
Indikasi pada:
 DAP besar
 DAP besar dengan gejala dekompensasi kordis yang terjadi pada bayi baru
lahir atau anak dengan BB <6 kg
1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul.
11. Edukasi
2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah sakit.
3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan
mulut untuk mencegah terjadinya infective endocarditis.
4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSV
5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat
6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis.
12. Prognosis Tergantung ukuran, lokasi, ada tidaknya hipertensi pulmonal, ada tidaknya gagal
jantung;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
13. Tingkat I / II
evidens
14. Tingkat A
Rekomendasi
15. Penelaah Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
Kritis
16. Indikator 1. Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik
Medis 2. Gagal jantung teratasi
17. Target 1. DAP menutup
2. Mencegah sindroma Eisenmenger, infective endocarditis, emboli,
dilatasi/aneurisma a. pulmonalis
18. Kepustaka 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier,

2
an Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009,
Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit
jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.

Palembang, November 2018

Mengetahui/Menyetujui
KetuaDepartemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak

dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK

3
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DEFEK SEPTUM VENTRIKEL(DSV)


ICD-10 : Q21.0
1. Pengertian Kelainan jantung bawaan yang ditandai adanya lubang/defek pada septum
(Definisi) interventrikular.

2. Etiologi Tidak diketahui dengan pasti

3. Pathogenesis
DSV  pirau dari kiri ke kanan  kelebihan beban volume di ventrikel
kanan, oversirkulasi pulmonal, adanya kompensasi cardiac output sistemik.
Kebutuhan volume untuk ventrikel kiri yang meningkat  dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kiri  peningkatan tekanan diastolik akhir ventrikel
kiri  peningkatan tekanan atrium kiri  peningkatan tekanan vena
pulmonal. Peningkatan aliran darah arteri pulmonalis  Perubahan
penampang vaskular paru  irreversibel  peningkatan tahanan vaskular
paru  penyakit obstruksi vaskular paru  pirau kanan ke kiri (sindrom
eisenmenger)

4. Bentuk klinis 1. Berdasarkan besar defek:


 DSV kecil: diameter defek kurang dari 1/3 diameter aorta
 DSV sedang: diameter defek 1/3-2/3 diameter aorta
 DSV besar: diameter > 2/3 diameter aorta
2. Berdasarkan lokasi defek:
 DSV perimembran/infrakristal:
 DSV suprakristal/subarterial doubly committed
 DSV muskuler
 DSV posterior
c. Berdasarkan tekanan pulmonal:
- DSV tanpa hipertensi pulmonal
- DSV dengan hipertensi pulmonal

5. Anamnesis 1. Gangguan pertumbuhan.


2. Gangguan kesulitan minum.
3. Gangguan toleransi latihan.
4. Riwayat infeksi saluran nafas berulang.
6. Pemeriksaan Fisik
1. DSV kecil: BJ I dan BJ II normal, bising pansistolik meniup dengan nada
tinggi derajat III-V pada linea parasternalis kiri ICS III-IV.
2. DSV sedang: Pemeriksaan jantung BJ I dan II normal, bising pansistolik
kasar derajat III-IV linea parasternalis ICS III-IV.
3. DSV besar: Sering mengalami gagal jantung. Jantung hiperaktivitas
ventrikel kiri dan kanan, murmur sistolik kasar derajat III-IV pada linea
parasternalis kiri ICS III-IV, murmur diastolik di apeks.
4. DSV dengan hipertensi pulmonal: P2 mengeras dan bising sistolik.
5. DSV dengan sindrom Eisenmenger: sianosis pada saat latihan, kemudian
pada saat istirahat.
7. Kriteria Diagnosis 3. Berdasarkan besar defek:
4
 DSV kecil : diameter defek kurang dari
1/3 diameter aorta
 DSV sedang : diameter defek 1/3-2/3
diameter aorta
 DSV besar : diameter >2/3 diameter
aorta
4. Berdasarkan lokasi defek:
 DSV perimembran/infrakristal
 DSV suprakristal/subarterial doubly committed
 DSV muskuler
 DSV posterior
5. Berdasarkan tekanan pulmonal:
 DSV tanpa hipertensi pulmonal
 DSV dengan hipertensi pulmonal

8. Diagnosis
Defek Septum Ventrikel (ICD-10 : Q21.0)
9. Diagnosis Banding
10. Pemeriksaan 1. EKG untuk menentukan adanya beban volume.
Penunjang 2. Foto thorak untuk menilai corakan vaskuler paru.
3. Ekokardiografi untuk memastikan ukuran dan lokasi defek.
4. Kateterisasi pada DSV sedang dan besar atau secara klinis dicurigai
terdapat hipertensi pulmonal untuk menilai hemodinamik.
11. Terapi 1. Medikamentosa
 Bila ada gagal jantung kongestif tatalaksana sesuai gagal jantung
kongestif.
 Antibiotika profilaksis untuk mencegah Infektif endokarditis, bila akan
dilakukan tindakan seperti cabut gigi atau sirkumsisi (Amoksisillin 50
mg/kgBB/hari selama 5 hari)

2. Operasi
1) Prosedur:
- PA banding: merupakan prosedur yang bersifat paliatif (untuk
mengurangi aliran darah ke paru dan menurunkan tekanan arteri
pulmonalis). Prosedur ini jarang dilakukan kecuali bila terdapat lesi
tambahan lain sehingga prosedur untuk menutup DSV sulit
dilakukan.
- Tutup DSV dengan cara operasi: menggunakan patch (surgical
closure)
2) Indikasi dan waktu operasi:
- Usia 4-5 tahun dengan signifikan L-R shunt dengan Qp/Qs >1,5
- Bayi dengan gagal jantung kongestif dan retardasi pertumbuhan
yang tidak respon dengan terapi medikamentosa sebaiknya dioperasi
pada usia yang lebih awal.
12. Edukasi
1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul.
2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah sakit.
3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi
dan mulut untuk mencegah terjadinya infective endocarditis.
4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSV

5
5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat
6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis.
13. Prognosis Tergantung ukuran, lokasi, dan ada tidaknya hipertensi pulmonal;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
14. Tingkat evidens
I / II
15. Tingkat A
Rekomendasi
16. Penelaah Kritis Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
17. Indikator Medis 1. Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik.
2. Gagal jantung teratasi.
18. Target 1. DSV menutup
2. Mencegah dan mengatasu komplikasi
19. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby
Elsevier, Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009,
Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.

Palembang, November 2018

Mengetahui/Menyetujui
KetuaDepartemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak

dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

DEFEK SEPTUM ATRIUM (DSA)

6
ICD-10 : I51.0
1. Pengertian Terdapatnya defek pada septum atrium.
(Definisi)

2. Pathogenesis Defek pada septum atrium + compliance ventrikel kanan lebih besar dari ventrikel
kiri  pirau dari kiri ke kanan. Besarnya pirau ditunjukkan dari besarnya dilatasi
atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Dilatasi ventrikel kanan 
depolarisasi ventrikel kanan lebih lama  right bundle branch block (RBBB).
Peningkatan aliran darah melalui katup trikuspid  trikuspid stenosis relatif 
bising diastolik di tepi kiri sternum bawah. Volume overload di ventrikel kanan 
peningkatan aliran darah melalui katup pulmonal  pulmonal stenosis relatif 
bising ejeksi sistolik halus. RBBB + volume overload di ventrikel kanan  katup
pulmonal lebih lambat menutup dibandingkan katup aorta  BJ II split lebar. Pirau
yang besar + aliran balik vena yang masuk ke RA  terjadi selama siklus respirasi
(inspirasi dan ekspirasi)  BJ II fixed

Berdasarkan lokasi:
3. Bentuk klinis - DSA primum
- DSA sekundum
- DSA sinus venosus
Berdasarkan besarnya defek:
- DSA kecil
- DSA besar
Berdasarkan tekanan pulmonal:
- DSA tanpa hipertensi pulmonal
- DSA dengan hipertensi pulmonal

4. Anamnesis 1. Gangguan pertumbuhan.


2. Gangguan kesulitan minum.
3. Gangguan toleransi latihan.
4. Riwayat infeksi saluran nafas berulang.
5. Pemeriksaan 1. Defek kecil : bunyi jantung II wide fixed split. Bising ejeksi sistolik II-III/6 di
Fisik tepi kiri sternal atas.
2. Defek besar : bunyi jantung II wide fixed split. Bising ejeksi sistolik II-III/6 di
tepi kiri sternal atas. Bising mid diastolik murmur di tepi kiri
bawah sternal.
6. Kriteria 1. Anamnesis
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG: RAD, RVH, RBBB.
4. Foto thorak: kardiomegali dan corakan vaskular paru meningkat.
5. Ekokardiografi: untuk memastikan defek dan mengukur besar defek.
a. Berdasarkan lokasi:
 DSA primum
 DSA sekundum
 DSA sinus venosus
b. Berdasarkan besarnya defek:
 DSA kecil
 DSA besar
c. Berdasarkan tekanan pulmonal:
 DSA tanpa hipertensi pulmonal

7
 DSA dengan hipertensi pulmonal
6. Kateterisasi: hanya dilakukan bila kecurigaan hipertensi pulmonal.
7. Diagnosis Defek Septum Atrium (ICD-10 : I51.0)
8. Diagnosis
Banding
9. Pemeriksaan 1. EKG: untuk menentukan adanya beban volume.
Penunjang 2. Foto thorak: untuk menilai corakan vaskuler paru.
3. Ekokardiografi: untuk memastikan defek dan dapat mengukur besarnya defek.
4. Kateterisasi: bila dicurigai ada hipertensi pulmonal.
10. Terapi Tutup ASD:
1. Tanpa operasi/transkateter: menggunakan ASO (Amplatzer Septal Occluder)
Indikasi: DSA sekundum dengan minimal batas rim superior dan inferior 7 mm
2. Operasi: usia 3-5 tahun
11. Edukasi 1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul.
2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah sakit.
3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut
untuk mencegah terjadinya infectiveendocarditis.
4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSA
5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat
6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
12. Prognosis Tergantung ukuran, lokasi, dan ada tidaknya hipertensi pulmonal;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
13. Tingkat I / II
evidens
14. Tingkat
A
Rekomendasi
15. Penelaah Divisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
Kritis
16. Indikator 1. Perbaikan klini dan keadaan umum membaik
Medis 2. Gagal jantung teratasi.
17. Target 1. DSA menutup
2. Mencegah/mengatasi komplikasi
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier,
18. Kepustakaan
Texas.
2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009,
Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia,Jakarta.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung
pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.

Palembang, November 2018

Mengetahui/Menyetujui
KetuaDepartemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak

8
dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

TETRALOGI OF FALLOT
ICD-10 : Q21.3
1. Pengertian
(Definisi) Merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang terdiri dari DSV, stenosis

9
2. Etiologi pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta

Tidak diketahui dengan pasti


3. Pathogenesis

Gangguan oksigenasi trunkus arteriosus/bantalan endokardial  hipertropi


infundibulum + pergeseran septum infundibulum ke arah jantung kanan +
(hipertrofi crista supra ventrikularis)  stenosis pulmonalis dan DSV +
overriding aorta  tumpang letak aorta ke ventrikel kanan. Stenosis pulmonalis
 peningkatan tahanan pulmonal  peningkatan tekanan ventrikel kanan + DSV
+ overriding aortapirau kanan ke kiri  sirkulasi paru berkurang  hipoksia
 dyspnoe d’effort/ sianosis/polisitemia/jari tabuh  gagal tumbuh. Polisitemia
+ vegetasi  abses cerebri. Hipertrofi ventrikel kanan + inflow atrium kiri
berkurang  atrium kiri relatif mengecil + pengecilan konus pulmonalis
gambaran jantung sepatu.
Mekanisme kompensasi  aliran arteri bronkialis ke paru meningkat  arteri
bronkialis/cabang-cabangnya melebar. Tekanan ventrikel kanan dan kiri relatif
sama dengan tahanan perifer sama dengan tahanan sistemik sehingga jika tahanan
sistemik dalam batas normal, tidak akan muncul gagal jantung.
Aktivitas fisik yang meningkat mendadak/menangis dsb, spasme infundibulum,
menurunnya resistensi vaskular sistemik  meningkatkan pirau kanan ke kiri 
pO2 menurun, pCO2 meningkat, pH menurun  hiperpnu  serangan sianotik 
anoksia  asidosis metabolik  kejang, gangguan kesadaran/kematian
4. Bentuk klinis

Berdasarkan derajat beratnya stenosis arteri pulmonalis:


Asianotik TOF/Pink Fallot: stenosis ringan a.pulmonalis
Sianotik TOF: stenosis berat a.pulmonalisEtiologi
Tidak diketahui dengan pasti

5. Anamnesis 1. Sianosis saat lahir atau segera setelah lahir


2. Sesak napas saat aktivitas
3. Squatting
4. Hipoxic spell
6. Pemeriksaan 1. Aktivasi ventrikel kanan meningkat
Fisik 2. Bunyi jantung II tunggal
3. Thrill sistolik di bagian bawah dan tengah tepi kiri sternal
4. Bising ejeksi sistolik yang keras (derajat III-V/6) di bagian atas dan tengah tepi
kiri sternal.
7. Kriteria 1. Anamnesis.
Diagnosis 2. Pemeriksaan fisik.
3. EKG.
4. Foto thorak.
5. Ekokardiografi.

Langkah diagnosis

Pikirkan kemungkinan TOF jika menemukan PJB sianotik atau pada yang relatif
ringan pada PJB dengan gagal tumbuh + gejala squatting + sianosis/sesak pada
peningkatan aktivitas fisik (pada bayi sianosis ketika menyusu atau menangis).

10
Perhatikan secara khusus hal-hal berikut:
1. Pemeriksaan fisik jantung
2. EKG:
- Deviasi aksis ke kanan
- RVH
3. Foto thorak:
- Ukuran jantung normal
- “Boot shaped” heart
- Corakan vaskuler paru menurun
4. Ekokardiografi:
- VSD subaortic besar
- Overriding aorta
- Stenosis pulmonal/obstruksi RVOT (Right Ventricle Outflow Track)
- RVH
8. Diagnosis Tetralogi of Fallot (ICD-10 : Q21.3)
9. Diagnosis
Banding
10. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Foto thorak
3. Ekokardiografi
11. Terapi 1. Medikamentosa
a. Propranolol 1-2 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis untuk mencegah serangan
sianotik (“hypoxic spells”)
b. Deteksi dan terapi anemia defisiensi besi
c. Profilaksis terhadap infective endocarditis untuk setiap tindakan invasif
(Amoksisilin 50 mg/kgBB selama 5 hari)
d. Pada serangan sianotik (hypoxic spells):
- Pasien diletakkan dalam posisi “knee-chest”: untuk meningkatkan
resistensi sistemik
- Oksigen 2-4 L/menit
- Morfin sulfate 0,1-0,2 mg/kg/subkutan
- Atasi asidosis dengan pemberian Sodium bikarbonat 1 mEq/kg IV
- Bila dengan terapi di atas belum ada perbaikan dapat diberikan
Propranolol 0,01-0,25 mg/kg/dosis (rata-rata 0,05 mg/kg) IV pelan-pelan
- Untuk mencegah berulangnya serangan sianotik diberikan Propranolol oral
1-2 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

2. Operasi: rujuk ke RSCM/RSJ Harapan Kita


a. Paliatif: Blalock Taussig Shunt, dilakukan pada bayi dengan klinis
sangat sianotik.
b. Koreksi total
Prosedur paling baik dilakukan pada usia 1-5 tahun. Prosedur ini meliputi
menutup VSD, melebarkan RVOT yang sempit dengan cara reseksi jaringan
otot infundibular.
12. Edukasi Higiene mulut perlu diperhatikan untuk meniadakan sumber infeksi terjadinya
infective endocarditis
13. Prognosis Tergantung ukuran defek;
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
14. Tingkat evidens I / II

11
15. Tingkat A
Rekomendasi
16. Penelaah Kritis Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang.
17. Indikator Medis Hypoxic spell teratasi
18. Target Tindakan operatif koreksi total TOF sudah dilakukan pada usia 1-5 tahun.
19. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby
Elsevier, Texas.
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit
jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.

Palembang, November 2018

Mengetahui/Menyetujui
KetuaDepartemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak

dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

12
KAWASAKI DISEASE
ICD-10 : M30.3
1. Pengertian Kawasaki disease adalah vaskulitis akut, self-limited, tidak diketahui penyebabnya,
(Definisi) terutama mengenai bayi dan anak-anak.
2. Anamnesis Demam terus-menerus selama 5 hari
3. Pemeriksaan Fase akut
Fisik a. Gejala utama:
1. Demam tinggi (lebih dari 39oC)
2. Konjungtivitis
3. Perubahan pada bibir dan mukosa mulut antara lain:
- Eritema, bibir kering dan perdarahan pada bibir
- Strawberry tongue
- Eritema yang menyebar pada mukosa orofaringeal
4. Eritema pada telapak tangan dan kaki, edema, dan kadang-kadang terdapat
nyeri
5. Pembesaran kelenjar limfe pada regio servikal
b. Gejala-gejala kardiovaskuler:
1. Takikardia, irama gallop dan atau gejala-gejala gagal jantung
2. Kardiomegali
3. Efusi perikardial
4. Murmur pada regurgitasi katup mitral
5. Perubahan pada EKG meliputi: aritmia,PR interval yang memanjang,
perubahan gelombang segmen ST-T
6. Kelainan pada arteri koronaria (terlihat pada akhir minggu pertama).
c. Gangguan pada sistem organ yang lain, yaitu:
1. Sistem muskuloskeletal: artritis atau artralgia pada beberapa sendi baik sendi
yang kecil maupun sendi yang besar
2. Sistem genitourinaria: piuria yang steril
3. Sistem gastrointestinal: nyeri perut dengan diare, gangguan fungsi hati,
gangguan pada kandung empedu ditandai dengan ikterik
4. Sistem saraf pusat: iritabilitas, letargi atau semikoma meningitis aseptik, dan
tuli sensoris
Fase Subakut
1. Deskuamasi (pengelupasan) pada ujung jari-jari tangan dan
kaki merupakan karakteristik utama
2. Rash, demam dan limfadenopati
Fase Konvalesens
Terdapat garis melintang (Beau’s line) pada jari-jari tangan dan kaki.
4. Kriteria
Karakteristik untuk menegakkan diagnosis:
Diagnosis
1. Demam terus-menerus selama 5 hari
2. Terdapat minimal 4 dari 5 karakteristik berikut:
a. Perubahan pada ekstremitas
- Akut: eritema dan edema
- Subakut: pengelupasan pada jari tangan dan jari kaki pada minggu kedua
dan ketiga
b. Eksantema pilomorpus
c. Infeksi konjungtiva bulbar bilateral tanpa eksudat
d. Perubahan pada bibir dan rongga mulut: eritema, bibir kering, strawberry
tongue, infeksi mukosa mulut dan faringeal yang menyebar
3. Limfadenopati servikal (diameter >1,5 cm) biasanya unilateral.
4. Menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala klinis yang sama.

13
 Diagnosis Kawasaki disease dapat ditegakkan bila terdapat demam >5 hari
dan sedikitnya terdapat 4 dari 5 karakteristik di atas
 Pasien dengan demam >5 hari dan memenuhi kurang dari 4 kriteria di atas
dapat didiagnosis Kawasaki disease bila ditemukan abnormalitas arteri
koronaria melalui ekokardiografi
 Pasien yang memenuhi ≥4 kriteria di atas ditambah dengan demam, dapat
didiagnosis Kawasaki disease pada hari sakit ke-4, tanpa menunggu hari
sakit ke-5.

5. Diagnosis Kawasaki Disease (ICD-10 : M30.3)


6. Diagnosis 1. Infeksi virus (misalnya: campak, adenovirus, enterovirus, Epstein-Barr virus)
Banding 2. Scarlet fever
3. Staphylococcal scalded skin syndrome
4. Toxic shock syndrome
5. Bacterial cervical lymphadenitis
6. Drug hypersensitivity reactions
7. Stevens-Johnson syndrome
8. Juvenile rheumatoid arthritis
9. Rocky Mountain spotted fever
10. Leptospirosis
11. Mercury hypersensitivity reaction (acrodynia)
7. Pemeriksaan 1. Foto thorak.
Penunjang 2. Elektrokardiografi.
3. Laboratorium
- Leukositosis "shift to the left" dan anemia
- Peningkatan kadar CRP dan ESR
- Trombositosis (biasanya >450.000/mm) terjadi pada hari ke 7
- Piuria
Pemeriksaan
Penunjang - Peningkatan enzim hati, hipoalbumin dengan hiperbilirubinemia ringan (terjadi
(Lanjutan) pada 10% kasus)
- Peningkatan enzim jantung troponin-1 (menggambarkan adanya kerusakan
miokardia)
- Kadar lipid abnormal: penurunan HDL terjadi pada saat sakit, total kolesterol
normal, kadar trigliserid meningkat.
4. Ekokardiografi
Tujuan untuk mendeteksi adanya aneurisma arteri koronaria dan berbagai
disfungsi kardiak lainnya.
a. Aneurisma arteri koronaria terjadi sebelum hari ke 10, selama periode itu
terjadi beberapa peningkatan:
- Arteritis koronaria
- Penurunan fungsi sistolik LV
- Terjadi regurgitasi katup mitral ringan
- Efusi perikardial
b. Konfigurasi, ukuran, nomor, ada atau tidaknya intraluminal atau mural
trombus sebaiknya ditelaah lebih lanjut.

8. Terapi 1. IVIG dosis tinggi (2 g/kgBB), dosis tunggal (dalam 10-12 jam)
dengan aspirin (80-100 mg/kgBB/hari) diberikan dalam 10 hari.
IVIG efektif menurunkan prevalensi terjadinya abnormalitas arteri koronaria,

14
2. Dosis Aspirin diturunkan menjadi 3-5 mg/kg/hari dosis tunggal
setelah anak bebas demam 2-3 hari
9. Edukasi Perlunya pemantauan jangka panjang penderita Kawasaki disease dengan
pemeriksaan ekokardiografi untuk mengevaluasi terjadinya abnormalitas arteri
koronaria.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat I / II
evidens
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
Kritis
14. Indikator Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik
Medis
15. Target 1. Menurunkan inflamasi antara arteri koronaria dengan miokardium.
2. Mencegah terjadinya trombosis yang disebabkan oleh inhibisi
agregitasi platelet.
16. Kepustakaan 1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby
Elsevier, Texas.
2. Newburger, JW, Takahashi, M, Gerber, MA, Gewitz, MH & Tani, LY 2004,
Diagnosis, treatment, and long-term management of kawasaki disease: a
statement for health professionals from the committee on rheumatic fever,
endocarditis, and kawasaki disease, council on cardiovascular disease in the
young, american heart association. Pediatrics, vol 114, pp. 1708-1733.
3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.

Palembang, November 2018

Mengetahui/Menyetujui
KetuaDepartemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Kardiologi Anak

dr. Yusmala Helmy, Sp.A (K) dr. Hj. Ria Nova, SpA(K)
NIP 195411281983032002 NIP 19631128 198911 2 001

15

Anda mungkin juga menyukai