Anda di halaman 1dari 15

METODA LAPANGAN

I. Kelas Pisces
I.1 Metode Aktif

1.1.1 Tangguk atau Serokan


Tangguk atau serokan merupakan salah satu alat penangkap ikan tradisional dan
termasuk dalam metode aktif. Tangguk biasanya berbentuk membulat dan pada bagian
ujungnya terdapat bagian memanjang seperti tongkat yang digunakan sebagai pegangan.
Kerangka tangguk terbuat dari rotan dan jaringnya terbuat dari nilon, benang, plastik
dan lain-lain. Prinsip kerja dari tangguk yaitu menyauk ikan ke dalam air yang
terjangkau dengan tangan.
Cara penggunaannya tidak menggunakan umpan, melainkan tangguk dipegang
dengan satu tangan dengan cara dimiringkan dan posisi tangguk berlawanan dengan
arus kemudian ayunkan tangguk kedalam air. Ikan yang berhasil ditangkap dapat
diambil secara langsung dengan tangan dan dimasukkan kedalam ember berisi air
bersih. Tips dan trik memperoleh hasil tangkapan yang banyak, dapat dilakukan dengan
cara memilih lokasi yang kondusif seperti di sungai, sawah, dan kolam. Dalam proses
penangkapan, ketika ikan terperangkap di dalam tangguk, alat tersebut harus segera
diangkat dan ikan langsung diambil dari jaring untuk menghindari resiko ikan lolos dari
tangguk.

Gambar 1. Tangguk (a) Jaring (b) Pegangan

1.1.2 Electro fishing


Electro fishing merupakan salah satu metode pasif yang digunakan untuk menangkap
hewan pada kelas pisces. Alat ini terdiri dari dua bagian utama yaitu kotak sumber arus
yang biasanya menggunakan batterai atau accu motor dan tongkat penyalur arus ke air.
Alat ini dipasang sedemikian rupa pada kotak sumber arus kemudian tongkat penyalur
arus dihubungkan ke kotak sumber arus, kemudian alat ini siap dipakai.
Cara pemakaian alat ini yaitu dengan cara memasukkan alat ke dalam sungai
dengan posisi berlawanan dengan arah arus, kemudian ikan yang pingsan dapat
ditangkap menggunakan tangguk. Tips dan trik dalam pemakaian metode ini yaitu
dianjurkan kepada pengguna untuk memakai sepatu bot karet dan sarung tangan karet
untuk mengurangi resiko terkena sentruman listrik.

I.2 Metode Pasif

1.2.1 Fish trap


Fish trap merupakan salah satu alat dalam metode pasif yang digunakan untuk
menangkap hewan pada kelas Pisces. Fish trap merupakan metode yang praktis dan
mudah digunakan, karena alat ini ringan sehingga mudah dibawa dan dapat dilipat. Fish
trap biasanya berbentuk persegi empat yang terbuat dari tali rajutan khusus. Fish trap
ini hampir sama prinsip kerja nya dengan bubu atau lukah yaitu memudahkan ikan
masuk dan menyulitkannya untuk keluar.
Cara penggunaan dari alat ini yaitu tutup dibuka, kemudian umpan diletakkan
diatas kain kasa kemudian diikat. Selanjutnya, umpan dapat diikat didasar alat. Untuk
penggunaan yang lebih efektif, umpan dapat digantung ataupun dapat dilakukan kedua
cara tersebut. Kain kasa yang berisi umpan tersebut bertujuan untuk menarik perhatian
dan memancing ikan agar masuk ke fish trap. Pemasangan fish trap harus berlawanan
dengan arus air, alat ini dapat diikat di dahan pohon atau bebatuan hal ini bertujuan agar
fish trap tidak hanyut terbawa arus, serta alat ini juga diberi pemberat seperti batu.
Fish trap juga membutuhkan ketelitian dan ketepatan memilih waktu dalam
pemasangan. Pengecekan biasanya dilakukan secara berkala yaitu 1 x 3 jam, namun jika
ikan yang terperangkap banyak maka pengecekan dapat dilakukan 1 x 1 jam. Hal ini
bertujuan agar ikan yang telah terperangkap tidak dapat lolos lagi. Jenis-jenis ikan yang
terperangkap pada fish trap ini biasanya adalah ikan yang bertubuh pipih. Tips dan trik
yang memungkinkan ikan dapat masuk dalam perangkap dapat dipertinggi dengan
menambahkan umpan.Umpan yang digunakan dapat berupa pelet ikan, bungkil kelapa,
serta benda-benda yang beraroma tajam.
a

Gambar 2. Fish trap (a) Tali pengikat (b) Umpan (c) Sisi corong (d) rajutan tali

1.2.2 Bubu
Bubu atau lukah merupakan salah satu alat penangkap ikan tradisional yang
menggunakan metode pasif. Biasanya alat ini terbuat dari bambu, rotan, jaring, kayu,
kawat, besi dan plastik yang dijalin atau dibentuk sedemikian rupa sehingga ikan yang
masuk tidak dapat keluar. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup yang
terdiri dari dua sekat, sekat pertama biasanya untuk ikan yang berukuran besar dan sekat
kedua untuk ikan yang berukuran kecil.
Bentuk dari bubu bervariasi yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar, silinder,
gendang, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari
badan, mulut dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan
terperangkap. Mulut bubu berbentuk corong, yang merupakan pintu dimana ikan dapat
masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan bagaian tempat pengambilan
hasil tangkapan. Biasanya ikan yang terperangkap dalam bubu yaitu ikan berjenis
Cyprinidae.
Prinsip kerja dari bubu yaitu memudahkan ikan untuk masuk dan
menyulitkannya untuk keluar. Cara penggunaan alat ini yaitu diletakkan pada posisi
yang berlawanan dengan arus sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya. Ikan
akan memasuki corong masuk dan kemudian mendekati umpan. Umpan yang
digunakan pada bubu biasanya adalah cacing. Apabila ikan telah masuk dalam
perangkap, maka dapat dikeluarkan dengan cara membuka tutup pada bagian ujung
bubu. Pengecekan dilakukan secara berkala yaitu 1 x 1 jam. Untuk mencegah agar bubu
tidak hanyut terbawa arus maka alat ini dapat diikat di dahan pohon ataupun bebatuan
serta ditambahkan pemberat.
a
b

Gambar 3. Bubu (a) Corong runcing (b) Corong masuk (c) Bambu

II. Kelas Amphibi


2.1 Metode Aktif

2.1.1 Night visual counter


Night visual counter merupakan metode aktif dengan mencari langsung hewan kelas
amphibi. Prinsip kerja dari metode ini yaitu pencarian pada malam hari menggunakan
alat penerangan. Metode ini dapat dilakukan dengan cara menyusuri daerah-daerah yang
mungkin dihuni hewan tersebut seperti pinggiran sungai. Setiap hewan yang terlihat
dapat ditangkap dengan mendekatkan cahaya baik berupa head lamp maupun senter
kearah mata hewan untuk membutakannya dan langsung diambil dengan menggunakan
tangan. Hewan yang tertangkap dapat langsung dimasukkan ke dalam karung atau
kantung plastik untuk sementara waktu hingga dilakukan proses identifikasi.

2.1.2 Metode Kuadrat


Metode ini digunakan untuk mencari hewan amphibi yang hidup disepanjang lantai
hutan, diantara banir akar pohon dan dibalik tumpukan serasah. Petak kuadrat
digunakan untuk membatasi ruang pencarian, sehingga pencarian dapat dilakukan
secara seksama dan fokus.

2.2 Metode Pasif


2.2.1 Pitfall Trap dan Drift Fenches Method
Pitfall trap merupakan metode pasif yang digunakan untuk menangkap hewan seperti
amphibi dan reptil. Prinsip kerja Pitfall trap yaitu mengarahkan hewan target ke lubang
perangkap. Pitfall trap dapat dibuat dengan cara membuat lubang jebakan kemudian
dimasukkan kaleng yang telah dilubangi, untuk mencegah adanya genangan air jika
hujan turun. Kemudian kaleng dipasang timbal baik dan saling berhadapan, posisi
kaleng harus sejajar dengan tanah. Kemudian buat pagar pengarah yang diletakkan
diantara kedua lubang jebakan dengan menggunakan terpal hitam yang diikat pada
tiang.
Pemasangan pitfall trap sebaiknya dilakukan pada sore hari atau menjelang
malam hari, karena hewan-hewan amphibia adalah hewan yang nocturnal dan aktif
dimalam hari. Pengecekan dilakuakn 1 x 1 jam untuk mencegah hewan-hewan yang
telah terperangkap mati atau lolos. Kelemahan dari metode ini yaitu kemungkinan
mendapat jenis-jenis yang diinginkan kecil. Tips dan trik dalam menggunakan metode
ini yaitu dengan menggunakan pagar pengarah sehingga hewan yang lewat di dekat
pitfall dapat diarahkan kedalam pitfall. Untuk mencegah hewan yang terperangkap
meloloskan diri maka dapat mengoleskan sabun colek pada pinggiran lubang pitfall.

Gambar 4. Pitfall Trap dan Drift Fenches Method (a) Pancang (b) Terpal (c) Kaleng

III. Kelas Reptil


3.1 Metode Aktif

3.1.1 Immobilisasi
Metode aktif yang digunakan untuk menangkap hewan reptil yaitu dengan melakukan
penangkapan secara langsung dengan cara menghentikan pergerakan bagian kepala atau
leher (immobilisasi) dari hewan tersebut yang dapat digunakan baik dengan tangan
maupun menggunakan alat bantu seperti snake hook untuk hewan seperti ular. Setelah
hewan dapat dilumpuhkan, kemudian masukkan kedalam kantong kain dan diikat pada
bagian atasnya. Untuk mengeluarkan hewan tersebut dengan cara menahan bagian
kepala hewan tersebut hingga ikatan kantong terbuka, kemudian pegang bagian kepala
secara langsung dan tangan lain memegang sisa bagian tubuhnya.
3.1.2 Jerat tali kecil (esnare)
Untuk melakukan penangkapan terhadap jenis kadal-kadal dapat digunakan metode
jerat tali kecil (esnare) yaitu jerat yang dibuat mirip dengan tali lasso dan dipasang pada
ujung joran. Prinsip kerja dari esnare ini adalah menjerat salah satu bagian tubuh hewan
dengan menggunakan tali simpul. Metode ini dapat digunakan di dahan atau batang
pohon yang jauh dari jangkauan. Dengan menggunakan alat ini, hewan tersebut dapat
ditangkap dengan cara mengalungkan jerat pada leher hewan tersebut.

3.1.3 Glue trap


Glue trap merupakan metode aktif untuk menangkap reptil seperti kadal dan dapat juga
digunakan pada mamalia seperti tikus. Prinsip kerja dari metode ini yaitu melekatkan
hewan pada perangkat. Cara penggunaan metode ini yaitu dengan menggunakan
semacam lem yang dipasang pada papan. Lem yang digunakan yaitu lem tikus karena
lem ini dapat bertahan lama dan tidak berbau. Pada ujung papan diletakkan semacam
umpan untuk memancing hewan target mendekati perangkap. Setelah hewan tersebut
berhasil lengket pada perangkat dapat dilepaskan dengan cara menggunakan minyak.
Cara ini biasanya tidak merusak tubuh atau kulit dari hewan yang terperangkap.

3.2 Metode Pasif


3.2.1 Perangkap
Metode ini merupakan metode pasif yang digunakan untuk menangkap hewan reptil
seperti biawak, labi-labi, kura-kura, ular dan kadal dengan cara menelusuri daerah hutan
untuk mencari lubang persembunyian hewan tersebut. Setelah dapat dipastikan suatu
lubang tempat hunian dari hewan target, pada bagian lubang tersebut dapat diberikan
corong kemudian dihubungkan langsung dengan kantung atau kain. Pemasangan dapat
dilakukan pada siang hari dan pengecekan dapat dilakukan pada malam hari.

3.2.2 Pitfall Trap dan Drift Fenches Method


Pitfall Trap dan Drift Fenches Method merupakan metode pasif yang digunakan untuk
menangkap hewan seperti amphibi dan reptil. Prinsip kerja Pitfall trap yaitu
mengarahkan hewan target ke lubang perangkap, hanya saja lubang perangkap yang
digunakan lebih besar. Pemasangan pitfall trap sebaiknya dilakukan pada sore hari atau
menjelang malam hari, karena hewan-hewan amphibia adalah hewan yang nocturnal
dan aktif dimalam hari. Pengecekan dilakuakn 1 x 1 jam untuk mencegah hewan-hewan
yang telah terperangkap mati atau lolos.

IV. Kelas Aves


4.1 Metode Aktif
4.1.1 Insect net
Insect net merupakan metode aktif yang dilakukan untuk menangkap burung-burung
yang berukuran kecil. Biasanya alat ini digunakan untuk menangkap burung didaerah
persawahan. Alat ini terdiri dari dua bagian yaitu jaring yang berbentuk seperti kantung
dan terbuat dari kain serta pegangan yang terbuat dari besi. Prinsip kerja dari alat ini
yaitu menangkap hewan target secara langsung. Cara penggunaan alat ini yaitu
mengayunkan insect net kearah yang berlawanan dengan arah terbang burung, jika
burung berhasil terperangkap maka jaring langsung diputar 180o , untuk menghindari
burung yang telah terperangkap lolos.

4.2 Metode Pasif

4.2.1 Mist net


Mist net atau dikenal dengan sebutan jala kabut merupakan salah satu alat untuk
menangkap burung yang terbuat dari serat nilon khusus bewarna gelap. Jala ini dipasang
dengan cara diikat pada tiang yang tingginya sekitar 3-4 m. Kemudian ditambah dengan
tali penyangga yang diikat pada pancang yang tingginya 30-50 cm. Panjang dari jala
bervariasi yaitu berkisar antara 6-18 m. Mist net memiliki lima tali utama, jarak tali
pertama dengan tanah sekitar 1 m dan jarak antara tali pertama dan kelima sekitar 2,5
m.
Prinsip kerja dari alat ini yaitu dipasang pada posis yang berlawanan dengan
arah terbang burung. Penggunaan alat ini dapat dilakukan dengan cara mengikatkan jala
kabut pada tempat-tempat strategis seperti di kanopi pohon, punggung bukit, mulut goa,
dan pinggiran sungai. Tinggi dan lebar dari mist net dapat diatur, tergantung seberapa
luas daerah jangkauan penangkapan target. Alat ini dapat menangkap semua jenis
burung baik yang berukuran kecil maupun sedang. Pengecekan dilakukan secara berkala
yaitu 1 x 15 menit dikarenakan jika terlalu lama dibiarkan maka burung yang telah
terperangkap akan mati terlilit jala dan memungkinkan hewan lain tersangkut.
Mist net dipasang mulai dari pagi hari yaitu mulai pukul 06.00 hingga 18.00.
burung yang berhasil terperangkap dilepaskan dengan hati-hati agar burung tidak
cedera. Pertama-pertama lepaskan mulai dari bagian kaki, lalu selanjutnya
mengeluarkan sayap, kepala dan ekor. Kemudian burung tersebut dimasukkan kedalam
kantong kain dan dibawa untuk melakukan pengamatan dan identifikasi. Identifikasi
dapat menggunakan sumber-sumber referensi seperti buku MacKinnon. Tips dan trik
dalam penggunaan mist net yaitu pada saat pemasangan diharapkan untuk tidak
memakai pakaian yang banyak ornamen seperti payet, renda, kancing baju dan rumbai-
rumbai untuk mencegah pakaian tersangkut pada mist net dan dianjurkan untuk
menggunakan tongkat khusus untuk menjangkau tali kelima yang letaknya tinggi dan
tidak terjangkau dengan tangan.

Gambar 5. Mist net (a) Tiang penyangga (b) Tali (c) Tali rafia (d) mist net

4.2.2 Digiscoping
Digiscoping juga merupakan salah satu metode pasif yang digunakan untuk mengamati
dan mendapatkan foto burung dengan menggunakan teropong monokuler, tripod, dan
teropong binokuler. Prinsip kerja dari alat ini yaitu pengamatan burung dari jarak jauh.
Teropong monokuler memiliki alat yang dapat mengatut fokus dekat dan jauh, foto
dapat diambil menggunakan kamera seperti halnya pada mikroskop maupun kamera
yang langsung terhubung dengan teropong. Dalam pemakaiannya teropong monokuler
dipasang pada tripod yang dapat diatur ketinggiannya dan dapat diputar ke segala arah.
Tripod memiliki beberapa bagian seperti tuas pengarah dan kaki penyangga.
Pengamatan menggunakan teropong monokuler terbatas pada daerah tertentu karena
sulit untuk berpindah-pindah tempat.

Gambar 6. Teropong Monokuler (a) Pengatur fokus

Gambar 7. Tripod (a) Tuas pengarah (b) Kaki penyangga


Teropong binokuler memiliki dua lensa yang dapat disesuaikan dengan mata dan
daya akomodasi mata pengamat baik yang mata normal maupun yang mengalami rabun.
Teropong ini bersifat fleksibel dan dapat dibawa kemana-mana. Alat ini juga dapat
digunakan pada malam hari dengan night vision. Jarak pandang teropong yaitu 200-500
m. Pengamatan biasanya dilakukan sekitar pukul 11.00 pada tempat-tempat yang
memungkinkan burung akan melewatinya seperti pohon yang berbuah dan pinggiran
sungai.
Hal-hal yang dapat teramati dengan metoda ini yaitu bentuk paruh, bentuk ekor,
cakar, warna tubuh, mahkota atau jambul, tungging dan tunggir. Kelebihan dari metoda
ini yaitu dapat mengamati burung yang terbang jauh dan tinggi, sedangkan
kekurangannya yaitu hanya dapat diamati tanpa menangkap dan waktu yang tidak
efisien. Tips dan trik dalam menggunakan metode ini yaitu lakukan pengintipan pada
lokasi-lokasi strategis seperti di sekitar pohon berbuah dan sebaiknya antara teropong
dan kamera disambungkan dengan converter agar stabil.

Gambar 8. Teropong Binokuler (a) Pengatur fokus (b) Pengatur akomodasi mata

V. Kelas Mamalia
5.1 Metode Pasif

5.1.1 Camera trap


Camera trap merupakan salah satu metode pasif dengan cara mengambil gambar hewan
target serta juga bisa mengambil video. Prinsip kerja dari alat ini yaitu untuk
menginventarisasikan jenis-jenis hewan khususnya mamalia menggunakan sensor
infrared. Alat ini menggunakan batrai A1, data disimpan dalam memory card, serta
dilengkapi dengan sensor infrared. Biasanya target dari alat ini adalah mamalia besar.
Camera trap yang terdiri dari kamera, sensor, dan laser. Laser berfungsi untuk
mendeteksi adanya kehidupan. Jika ada sesuatu yang melewati laser, maka secara
otomatis kamera akan mengambil gambar tersebut. Camera trap biasanya mengambil
gambar berdasarkan sensor. Sensor tersebut berupa sinar laser, jika ada hewan,
tumbuhan, ataupun benda lainnya yang melewati sinar tersebut maka akan secara
otomatis terfoto atau terekam di kamera tersebut. Karena camera trap mengambil
gambar dengan menggunakan sensor, maka tidak hanya hewan yang kita inginkan saja
yang bisa terambil gambarnya, melainkan hewan-hewan lainnya juga, bahkan daun
yang terjatuhpun jika melewati laser tersebut maka akan terfoto.
Sebelum camera trap dipasang, maka terlebih dahulu dilakukan survey lokasi
untuk menentukan lokasi yang strategis, rute, dan ukuran target. Biasanya camera trap
dipasang dengan cara ditambatkan pada pohon dengan ketinggian sesuai target yang
diinginkan. Untuk melindungi camera trap biasanya dipasang kerangkeng dan rantai
yang berkarat kemudian menggunakan seng yang berkarat yang bertujuan untuk
kamuflase sehingga tidak terlalu mencolok. Biasanya camera trap akan mengalami
masa delay selama 5 menit setiap mengambil lima foto. Pengecekan dilakukan
tergantung pengamat dan ukuran memori, bisa dilakukan 1 x 1 minggu, 1 x 1 bulan, dan
lain-lain. Tips dan trik dalam penggunaan metode ini yaitu pasang di punggungan bukit
karena menjadi jalur tunggal tempat lewat hewan, kemudian pasang balok kayu sekitar
satu meter dari camera pada bagian kiri dan kanan yang bertujuan untuk memperlambat
gerakan hewan target sehingga gambar yang didapatkan lebih bagus dan representatif.

Gambar 9. Camera trap (a) Flash lamp (b) Sensor (c) Layar pengatur (d) Tombol power

5.1.2 Harpa trap


Harpa trap merupakan salah satu metode pasif yang digunakan untuk menangkap
mamalia terbang seperti kelelawar di dalam goa. Disebut harpa trap karena alat ini
mirip dengan alat musik harpa. Kelebihan dari alat ini yaitu jumlah tangkapan banyak,
dapat diambil dengan mudah dan tidak melukai hewan target, sedangkan kelemahannya
yaitu sulit dibawa ke lapangan. Prinsip kerja dari harpa trap sama dengan mist net yaitu
dipasang pada arah yang berlawanan dengan arah terbang hewan target.
Bagian terpenting dari harpa trap ini adalah senar yang terbuat dari nilon yang
terpasang tegak lurus pada tiang secara bersebrangan. Kemudian terdapat tiang
penggulung layer, kantung perangkap, plastik pengarah agar kelelawar yang didapat
akan turun ke kantung perangkap. Dalam metode ini, dibutuhkan sarung tangan kulit
untuk menghindari kontak dengan kelelawar secara langsung, kantong kelelawar untuk
memasukkan kelelawar, head lamp sebagai pencahayaan pada malam hari.
Pemasangan dilakukan pada pukul 18.00-00.00 dan 04.00-06.00 di tempat-
tempat strategis seperti mulut goa atau dibawah kanopi pohon. Pengecekan dilakukan 1
x 1 jam atau 1 x 2 jam. Harpa trap biasanya lebih sering digunakan untuk menangkap
micro chiroptera hal ini dikarenakan micro chiroptera memiliki penglihatan yang kurang
baik dan hanya mengandalkan gelombang suara. Sedangkan benang nilon tidak
terdeteksi oleh gelombang suara yang diberikan mico chiroptera. Hal ini tidak berlaku
terhadap mega chiroptera, karena penglihatan mega chiroptera sudah lebih baik. Oleh
karena itu, mega chiroptera dapat ditangkap dengan memasang mist net diatas 5 m.
Tips dan trik dalam penggunaan metode ini yaitu sebaiknya pemasangan dilakukan pada
mulut goa sehingga kelelawar yang keluar akan langsung terperangkap, kemudian
usahakan agar menyediakan tenaga lebih banyak untuk mengeluarkan kelelawar agar
tidak kewalahan.
c

Gambar 10. Harpa trap (a) Tonggat penyangga (b) Kantung perangkap (c) Senar

5.1.3 Mammal trap


Metode ini merupakan metode pasif karena menggunakan alat bantu untuk menangkap
hewan. Umpan yang digunakan yaitu bungkil kelapa, ikan asin, buah-buahan, daging,
selai kacang dan lain-lain. Umpan yang digunakan harus memenuhi kriteria beraroma
tajam sehingga dapat menarik hewan untuk memasuki perangkap. Prinsip kerja dari alat
ini hampir sama dengan fish trap dan bubu yaitu memudahkan hewan target masuk dan
menyulitkan untuk keluar.
Bagian-bagian dari mammal trap terdiri dari pintu tempat memasukkan umpan
dan mengeluarkan target. Kunci dan penahan pintu agar hewan yang didapat tidak bisa
keluar lagi. Mengeluarkan hewan yang terperangkap dengan cara memasukkan hewan
tersebut ke air sampai mati atau pingsan kemudian dikeluarkan. Pemasangan mammal
trap dipasang di semak-semak. Pemasangan dilakukan pada permukaan tanah sesuaikan
dengan keberadaan hewan target perangkap.
Mammal trap terbagi atas beberapa jenis yaitu small-mammal trap, medium-
mammal trap, snap trap dan multiple small-mammal trap. Biasanya small-mammal trap
digunakan untuk menangkap Rodentia dan Scendentia. Alat ini diletakkan antara
percabangan pohon dan pohon, pintu masuk diarahkan pada cabang pohon. Pengecekan
dilakukan secara berkala yaitu 1 x 1 jam dan 1 x 2 jam. Medium-mammal trap
merupakan alat yang digunakan untuk menangkap hewan seperti kucing hutan, landak,
kelinci, anjing hutan, dan anak harimau. Umpan diletakkan pada bagian ujung alat dan
digantung, kemudian pintu belakang diikat dengan menggunakan tali ke pohon. Prinsip
kerja hampir sama dengan small-mammal trap. Multiple small-mammal trap hampir
sama dengan mammal trap lainnya, hanya saja pada alat ini terdapat dua bagian yang
hanya diperuntukkan bagi mamalia kecil.

a b
c

Gambar 11. Mammal trap (a) Small-mammal trap (b) Medium-mammal trap (c)
Multiple small-mammal trap
Snap trap merupakan alat yang lebih dikenal dengan dengan nama penjepit
tikus, yang biasanya diletakkan didekat semak-semak dan dihubungkan dengan tali
bewarna mencolok sehingga memudahkan pencarian jika hilang. Alat ini beresiko
menyebabkan hewan terjepit. Tips dan trik dalam penggunaan metode ini yaitu untuk
meningkatkan hasil tangkapan dapat menggunakan umpan yang berbau menyengat dan
dibakar terlebih dahulu agar bau yang dihasilkan semakin kuat. Beberapa hewan bersifat
sensitif dengan bau-bauan hewan baru disekitar nya sehingga dianjurkan untuk
memakai sarung tangan agar bau tangan tidak melekat pada perangkap dan umpan.

Gambar 12. Mammal trap (a) Snap trap

5.1.4 Auditory sensus


Metode ini merupakan salah satu metode pasif yang digunakan untuk menentukan
distribusi kelompok primata. Biasanya dilakukan pada hewan-hewan yang bersuara
nyaring dan suaranya dapat didengar dari jarak jauh, contohnya Ungko dan Siamang.
Metode ini juga dapat dilakukan pada jenis-jenis burung. Peralatan yang digunakan
terdiri dari GPS, Kompas dan data sheet. GPS berfungsi untuk menentukan titik
koordinat, kompas berfungsi untuk menentukan arah datangnya suara dan data sheet
berfungsi untuk mencatat hasil kerja lapangan.
Prinsip kerja dari metode ini yaitu menentukan distribusi dan populasi melalui
suara. Cara kerja dalam metode ini yaitu pertama tentukan lokasi yang strategis seperti
dibawah pohon, kemudian dengarkan suara primata dan menentukan titik koordinat
lokasi menggunakan GPS. Selanjutnya, bidik arah suara menggunakan kompas,
tentukan dan perkirakan jarak lokasi dan jumlah individu serta catat di data sheet.
Pengamatan biasanya dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 05.00 hingga 11.00.
Hewan-hewan primata seperti Ungko dan Siamang mengeluarkan suara seperti
morning call, alarm call, dan lain-lain, hal ini bertujuan untuk menunjukkan exsistensi
antara jantan dan betina serta untuk memberitahu lokasi mereka. Kekurangan dari
metoda ini yaitu tidak dapat memastikan jumlah individu. Tips dan trik dalam
penggunaan metode ini yaitu dianjurkan untuk tidak membuat kegaduhan dan tidak
memakai baju yang mencolok.

Gambar 13. GPS (a) Layar GPS (b) Tombol power

Anda mungkin juga menyukai