Anda di halaman 1dari 2

FORMAT LAPORAN

AKUSTIK KELAUTAN ECHOSOUNDER

2.3 Pengertian Echosounder (2L+Gambar Literatur)


1. Untuk perencanaan pembangunan di wilayah perairan, maka dibutuhkan survei hidrografi.
Salah satu alat yang digunakan untuk survei hidrografi adalah echosounder. Echosounder
adalah alat yang menggunakan prinsip akustik untuk merekam kedalaman dasar laut.
Terdapat dua tipe echosounder, yaitu Echosounder Multi Beam dan Echosounder Single
Beam. Single beam dan multi beam yang membedakan kedua tipe tersebut adalah jenis
pancaran dan penerima pancaran gelombang bunyi.Untuk saat ini mengukur kedalaman
perairan dapat menggunakan echosounder. (Saputra dkk, 2011)
2. Echosounder merupakan alat yang mempunyai prinsip memancarkan bunyi dan kemudian
gema dari bunyi tersebut ditangkap kembali untuk mengetahui keberadaan benda-benda di
bawah air. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, echosounder
berkembang dari yang menggunakan singlebeam hingga sekarang menggunakan multibeam
dalam akusisinya. Informasi yang didapat dari MBES dapat membantu mengetahui keadaan
bawah laut, sehingga bentuk permukaan dasar laut dapat diketahui. Analisis amplitudo dari
gelombang suara yang kembali (backscatter) memungkinkan untuk mengekstrak informasi
mengenai struktur dan kekerasan dari dasar laut, sehingga dapat digunakan untuk
identifikasi sedimen dasar laut. Echosounder menggunakan prinsip akustik untuk merekam
kedalaman dasar laut (Kautsar dkk, 2013)
2.4 Macam-Macam Echosounder
2.4.1 Single Beam (1L)
Dalam sistem single beam, pulsa akustik yang dipancarkan dari transducer akan
disebarkan dalam satu kerucut sempit, energi diarahkan ke bawah menuju dasar laut.
Digunakan untuk pengukuran kedalaman tunggal untuk lokasi daerah di bawah kapal. Transduser
kemudian memancarkan dan kemudian menerima hasil sinyal energi dari dasar laut. Kedalaman
air dihitung dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa yang dipancarkan. Berapa lama
waktu yang dibutuhkan gelombang suara untuk perjalanan dari transduser, ke dasar laut, dan
kembali. Waktu tempuh dua arah dikalikan dengan kecepatan suara disekitar perairan dan dibagi
dua. Nilai-nilai individu kedalaman dasar laut yang kemudian dikontur untuk menghasilkan peta
batimetri.( USGS, 2014)
2.4.2 Split Beam (1L)
Split beam menggunakan “receiving transducer” yang displit menjadi empat
kuadran. Pemancaran gelombang suara dilakukan dengan “full-beam” yang merupakan
penggabungan dari keempat kuadran dalam pamancaran secara simultan. Selanjutnya,
sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara
terpisah. Output dari masing-masing kuadran kemudian digabung lagi untuk membentuk
suatu “fullbeam” dan dua set split beam. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan
output dari fullbeam sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set, split beam. split
beam ini lebih sulit diimplementasikan karena memerlukan hardware dan software yang
lebih rumit untuk mengukur beda fase antara sinyal-sinyal yang diterima pada kedua bagian/
belahan beam. (Arnaya, 1991)
2.4.3 Dual Beam (1L)
Pada, transducer dengan beam ganda ini, acoustic signal dipancarkan oleh narrow
beam dan diterima oleh narrow-beam dan wide-beam secara bersamaan. Faktor “beam
pattern” untuk wide-beam mendekati konstan pada “main-lobe” dari “narrow-beam” dan
“wide-beam” adalah sama untuk suatu target pada sumbu utama beam (on-axis). Dengan
demikian dan ditambah dengan asumsi bahwa karakteristik TVG adalah ideal. Dual-beam
processor mengisolasi dan merekam data echo ikan tunggal yang diterima dari elemen-
elemen marrow dan wide beam-transducer. Kemudian program komputer akan memproses
data tersebut untuk menghitung nilai σbs atau TS dan penyebarannya menurut kedalaman dan
sebagainya. Informasi yang diperoleh dengan metode ini bukan hanya akan meningkatkan
akurasi dari survai pendugaan stok ikan secara akustik, tetapi sekaligus memberikan
informasi yang sangat berharga tentang ukuran ikan di dalam populasi (Arnaya, 1991)
2.4.4 Kuasi Ideal Beam (1L)
Quasi-ideal-beam ini tetap menggunakan beam tunggal hanya berkat kecanggihan
teknologi elektronika dan teknologi transducer akhirnya dihasilkan suatu beam yang
mendekati ideal. Beam ini dikatakan ideal karena memiliki mainlobe dengan puncak yang
datar (flat) dan side-lobenya berada pada level lebih kecil dari -30 dB. Jadi berbeda dengan
sistem beam lainnya, untuk quasi ideal-beam ini tidak perlu mengeleminir beam pattern b
(θ,Ø) supaya bisa menghitung target strength. Inilah suatu keunggulan komparatif yang
dimilikinya. Seperti halnya pada dual-beam atau split-beam disinipun selain diperlukan
hardware berupa “data analyzer”, diperlukan juga software khusus yang sebenarnya sulit
dipisahkan dari sistem perhitungan secara keseluruhan mengingat data akhir yang diperoleh
adalah “real-time”. (Arnaya, 1991)

Arnaya, I Nyoman. 1991. Akustik Kelautan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan
Fakultas Perikanan IPB. Bogor
Kautsar, Muhammad Al, Bandi Sasmito, S.T.,M.T., dan Ir. Hani’ah. 2013. Aplikasi Echosounder
HI-Target HD 370 untuk Pemeruman di Perairan Dangkal. Jurnal Geodesi Undip.
Volume 2, Nomor 4 (ISSN:2337-845X).Universitas Diponegoro
Saputra, Lutfi Rangga, Muhammad Awaluddin, dan L.M Sabri. 2011. Identifikasi Amplitudo
Sedimen Dasar Laut pada Perairan Dangkal Menggunakan Multibeam Echosounder. .
Universitas Diponegoro
USGS. 2014. Bathymetry Systems. Woods Hole Costal and Marine System Science Center.
Diakses melalui http://woodshole.er.usgs.gov/operations/sfmapping/bathy.htm pada
tanggal 12 Oktober 2014 pukul 10.20 WIB

LAMPIRAN (Gambar Dokumentasi Praktikum)

NB :
-Ditulis dikertas A4
-Margin 4,3,3,3
-Menggunakan pena biru
-COVER BIRU MUDA MOTIF

sedimen surficial.

Anda mungkin juga menyukai