Pendamping Pendamping
Internship
1
KASUS MEDIK
Objektif Presentasi
Pasien laki-laki usia tahun dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
□ Deskripsi
dirasakan sejak 1 har sebelum masuk RS
Cara
□ Diskusi Presentasi dan Diskusi □ Email □ Pos
Membahas
2. Riwayat Pengobatan :
Belum pernah berobat untuk keluhan ini
2
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat tekanan darah tinggi tidak ada
Riwayat DM tidak ada
Riwayat konsumsi alcohol disangkal
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien sehari-harinya pegawai kantoran
7. Riwayat Kebiasaan : pasien jarang mengkonsumi buah dan sayur , dan air putih
8. Lain – lain :
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Tanda vital:
Kepala
3
Rambut : Warna hitam, alopecia (-), tidak mudah dicabut
Mata : Mata tidak cekung, Konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik, refleks
cahaya +/+, pupil bulat, isokor ±2mm.
Hidung : sekret -/-, nafas cuping hidung (-), perdarahan (-)
Mulut : sianosis (-), trismus (-)
Temporo mandibular junction : Dislokasi (-), krepitasi (-), deformitas (-)
Leher
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak teraba benjolan, tactil fremitus (+/+)
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : teraba ictus cordis di ICS IV, 2 cm medial garis midklavicularis kiri
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, bising (-)
Abdomen.
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik
McBurney dan epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing(+),
Psoas sign (+), obturator sign (+), defans muskuler (-),
4
Tidak teraba massa di perut kanan bawah,
Perkusi : Timpani, nyeri ketok CVA +/+
Laboratorium
Neutrofil 81,9%
Limfosit 14,9%
Hasil Pembelajaran :
5
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN
1. Subjektif :
Pasien laki-laki, usia 50 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah yang di rasakan sejak 6 jam SMRS. Nyeri yang di rasakan seperti
ditusuk tusuk dan dirasakan tembus sampai belakang. Nyeri dirasakan
bertambah pada saat batuk atau saat ditekan dan nyerinya berkurang dengan
posisi membungkuk. Pasien juga mengeluh demam bersamaan dengan nyeri
perut. . Penderita mengeluh mual namun tidak muntah. BAB dan BAK biasa
a. Objektif :
b. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
c. Kesadaran: Compos Mentis
d. Vital Sign
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 89 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 38 °C
Berat Badan : 65 kg
Tinggi badan : 160 cm
f. Paru :
Inspeksi : Simetris ki=ka.
Palpasi : fremitus ki=ka.
Perkusi : sonor ki=ka.
Auskultasi : rh (-), wh (-)
6
g. Jantung :
Inspeksi : Iktus tidak terlihat.
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
Perkusi :
Batas kanan : LSD.
Batas atas : RIC II.
Batas kiri : 1 jari medial LMCS RIC V.
Auskultasi: Irama regular, murni, bising (-)
h. Abdomen :
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik
McBurney dan epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing(+),
Psoas sign (+), obturator sign (+), defans muskuler (-),
Tidak teraba massa di perut kanan bawah,
Perkusi : Timpani, nyeri ketok CVA +/+
i. Ekstremitas : Akral hangat, edem -/-
j.
Pemeriksaan laboratorium :
Neutrofil 81,9%
7
Limfosit 14,9%
Pemeriksaan USG
Assessment :
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan
Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan
bukan radang akut.
8
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini, dapat dilakukan
penilaian Alvarado score:
Migration of pain :1
Anorexia :0
Nausea/vomiting :1
RLQ tenderness :2
Rebound :1
Elevated temperatur : 1
Leukocytosis :2
Left shift :-
Total points :9
Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini
kemungkinan besar menderita Appendisitis akut.
9
6. rovsing sign :+16
7. psoas sign : +20
8. leukositosis : 19
9. neutrofil >70% : +20
Total poin : 128
Plan :
Tatalaksana :
Farmakologi
o IVFD nacl 0,9% 20 tpm
o Inj. sulbenicilin 1 gr/12 jam /IV
o Inj. Ketorolac 30mg/8 jam /IV
o Inj. Omeprazole 40 mg /24jam.IV
o Drips Paracetamol 1 gr/ 8 jam /IV
RENCANA
Appendectomy
10
Follow Up
A : Appendicitis akut
Nefrolithasis bilateral
11
- Inj paracetamol 1 gr 8 jam/ iv
- Rencana appendiktomi besok
12
Nyeri pada luka bekas operasi
Kembung (-)
O/ KU = sedang, Kes = CMC
Tanda – tanda vital :
TD : 130/70 mmHG
Nadi : 84x/menit
Respi : 20x/menit
Suhu : 36,8
13
Suhu : 36,5
14
A/ Post Appendectomy H+4
Nefrolithiasis bilateral
P/
- IVFD nacl 0,9% 20 Tpm
Cefadroxil 2x500mg
Omeprazole 2x20 mg
Asam Mefenamat 3x500 mg
15
TINJAUAN PUSTAKA
APPENDICITIS AKUT
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus
mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix
selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix
ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3
16
Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut
yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2
17
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya
tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau
penyakit imunodefisiensi lainnya.2
2. INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun.2
18
yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama
Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat
disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit
seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau
Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik,
seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga
meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan
pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat
tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari
200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis
adalah trauma, stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada
kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis
acuta gangrenosa dengan perforasi. 1,2,6,7
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi
normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan
tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf
aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut
19
tengah atau di bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular.
Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks
mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri
yang khas ke RLQ. 2,6,7
20
lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada
kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix
yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena
eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi
Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal
dapat timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang
terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria
akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau
nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi
dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi
Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan
gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus
lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum,
sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi.
Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan
untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada
palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6
4. MANIFESTASI KLINIS
21
jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di
RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri,
sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ
menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri
1,2,3,7,8
suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
Appendix. 2,3
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.5
22
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Total poin 10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan..2
23
Jika jumlah skor
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik
Mc Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal
yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat
konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur
Appendix.6
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu
tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga
Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi,
24
hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala
muntah, demam, dan nyeri.7
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan
25
rectal toucher tidak diperlukan lagi.6
Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien
dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal
dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi
rigiditas abdomen.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam
posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di
hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya
perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak
retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
26
Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign7
Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.
Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
27
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Appendicitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
5.PEMERIKSAAN PENUNJANG
5.1 Laboratorium2,3,6,7
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara
6-12 jam inflamasi jaringan.
5.2.Ultrasonografi1,2,6,7
28
nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila
tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya
appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal,
yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur
berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.
Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak adanya
cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta tersingkir dengan
USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan
untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina
agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri
akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan
sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama
efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.
29
Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 6
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis
acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan
temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila
ditemukan sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk
menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
30
Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata
Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari
akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu
penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi
pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut
di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama
seperti Appendicitis acuta. 2,6
31
umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh
Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan. Diagnosis banding Appendicitis tergantung
dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses
dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,6
1. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi
akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare,
mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare.
Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
2. Diverticulitis Meckel
3. Intususseption
32
7.. PENATALAKSANAAN
8. KOMPLIKASI
33
internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.
9. PROGNOSIS
34
NEFROLITHIASIS
1. Pengertian
Gambar Nefrolitiasis
2. Etiologi
Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara
normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung
35
terjadi pada pasien dehidrasi).
Penyebab terbentuknya batu digolongkan dalma 2 faktor:
a. Faktor endogen:
Hyperkalsemia : Meningkatnya kalsium dalam darah
Hyperkalsiuria : Meningkatnya kalsium dalam urin
Ph urin
Kelebihan pemasukan cairan dlam tubuh yang bertolak belakang
dengan keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh
b. Faktor eksogen:
Air minum
Kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan
terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidak
seimbangan cairan yang masuk
Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya pengeluaran
keringat, yang akan mempermudah pengurangan produksi urin dan
mempermudah terbentuknya batu.
Makanan
Kurangnya mengkonsumsi protein dapat menjadi factor terbentuknya
batu
Dehidrasi
Kurangnya pemasukan cairan dalam tubuh juga ikut membantu proses
pembentukan urin.
3. Patofisiologi
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus darah,
jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal bervariasi, kira-
kira tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan
cistien.peningkatan konsentrasi larutan akibat dari intake yang rendah dan juga
peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran kemih atau urin ststis
sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu. Ditambah dengan adanya
infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh produksi ammonium yang berakibat
presipitasi kalsium dan magnesium pospat (Jong, 1996: 323)
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
36
kemudian dijadikan dalam beberapa teori:
a. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal
mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap
menyebabkan terjadinya agresi kristal kemudian timbul menjadi batu.
b. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10%
heksose, 3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan
penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.
c. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang
melampui daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat
pengendapat. Phospat mukopolisakarida dan dipospat merupakan
penghambatan pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka
akan mudah terjadi pengendapan.
d. Teori epistaxi
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-sama,
salauh satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan pembentuk
pada lapisan luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt yanga berlebihan
dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat
sebagai inti pengendapan kalsium.
e. Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas.
37
4. Jenis-jenis Batu dan Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium: kalsium
oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP),
xanthyn, da sistin, silikat dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan /
komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan
terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
a. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu kurang lebih 70 - 80% dari
seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium
oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor
terjadinya batu kalsium adalah hiperkalsiuri, hiperoksaluri,
hiperurikosuria, dan hipositraturia
b. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
38
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman-kuman yang termasuk
pemecah urea di antaranya adalah: Proteusspp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E coli banyak
menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini bukan termasuk
pemecah urea.
c. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di
antaranya 75-80% batu asam urat terdiri atas asam murni dan sisanya
merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak
diderita oleh pasien-pasien gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang
mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat
urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai
peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini.
39
batu leukosit meningkat.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Urin
PH lebih dari 7,6
Sediment sel darah merah lebih dari 90%
Biakan urin
Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Pemeriksaan darah
Hb turun
Leukositosis
Urium krestinin
Kalsium, fosfor, asam urat
c. Pemeriksaan Radiologist
Foto Polos perut / BNO (Bladder Neck Obstruction) dan Pemeriksaan
rontgen saluran kemih / IVP (Intranenous Pyelogram) untuk melihat
lokasi batu dan besar batu
d. CT helikal tanpa kontras
CT helical tanpa kontras adalah teknik pencitraan yang dianjurkan pada
pasien yang diduga menderita nefrolitiasis. Teknik tersebut memiliki
beberapa keuntungan dibandingkan teknik pencitraan lainnya, antara lain:
tidak memerlukan material radiokontras; dapat memperlihatkan bagian
distal ureter; dapat mendeteksi batu radiolusen (seperti batu asam urat),
batu radio-opaque, dan batu kecil sebesar 1-2 mm; dan dapat mendeteksi
hidronefrosis dan kelainan ginjal dan intra-abdomen selain batu yang
dapat menyebabkan timbulnya gejala pada pasien. Pada penelitian yang
dilakukan terhadap 100 pasien yang datang ke UGD dengan nyeri
pinggang, CT helikal memiliki sensitivitas 98%, spesifisitas 100%, dan
nilai prediktif negatif 97% untuk diagnosis batu ureter.
c. USG abdomen
Ultrasonografi memiliki kelebihan karena tidak menggunakan radiasi,
tetapi teknik ini kurang sensitif dalam mendeteksi batu dan hanya bisa
memperlihatkan ginjal dan ureter proksimal. Penelitian retrospektif pada
123 pasien menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan CT Helikal sebagai
40
gold standard, ultrasonografi memiliki sensitivitas 24% dan spesifisitas
90%. Batu dengan diameter lebih kecil dari 3 mm juga sering terlewatkan
dengan ultrasonografi.
7. Penatalaksanaan
Sjamsuhidrajat (2004) menjelaskan penatalaksanaan pada nefrolitiasis terdiri
dari:
a. Obat diuretik thiazid (misalnya trichlormetazid) akan mengurangi
pembentukan batu yang baru.
b. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).
c. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
d. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu
kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat.
e. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya
batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi makanan yang kaya
oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh
karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi.
f. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti
hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus
renalis atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan
terhadap penyakit-penyakit tersebut. Batu asam urat.
g. Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena
makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam
air kemih.
h. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.
i. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu
untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan
kalium sitrat.
j. Dianjurkan untuk banyak minum air putih.
Sedangkan menurut Purnomo BB (2003), penatalaksanaan nefrolitiasis adalah
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih
kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat
keluar tanpa intervensi medis.
Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan
tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu (misalnya
kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus minum
paling sedikit 8 gelas air sehari.
Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung
kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui
insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut
adalah:
42
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat
ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelvi kalises dapat dipecah melalui
tuntunan ureteroskopi / ureterorenoskopi ini.
d. Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia.
Tindakan Operasi
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan
batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika
batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis
tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung
dari lokasi dimana batu berada, yaitu:
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI,
Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
th
8. Tanagho, Emil A dan Jack W. McAninch. 2008. Smith’s General Urology 17
Edition. McGraw-Hill Companies: NewYork.
10. Purnomo, BB. 2011. Dasar – Dasar Urologi. SMF Urologi/Lab Ilmu Bedah. RSUD
Dr. Saiful Anwar. Fakultas Kedokteran Univ. Brawijaya. Sagung Seto. Hal: 78 – 84
11. Dreger NM, Degener S, Nejad PA, et al. 2015. Urosepsis – Etiology, Diagosis, and
Treatment. Deutches Arzteblatt International. Vol 112. Pp: 837 – 48.
12. Wagenhelner FME, Pilatz A, Naber KG, et al. 2008. Therapeutic Challenges of
Urosepsis. European Journal of Clinical Investigation Vol. 38. Pp: 45 – 49.
44
45