Anda di halaman 1dari 4

BAB I

A. Latar belakang

Kejadian gagal nafas atau Acute Respiratory Distress Syndrome ( ARDS )

menyebabkan kematian sebanyak hampir 40 % kematian, menurut The American

European Consensus on ARDS pada tahun 2010 ditemukan 12,6 – 28,0 kasus untuk

100.000 penduduk mengalami kematian yang diakibatkan oleh Gagal napas. Data

kementrian kesehatan republik Indonesia pada tahun 2012 menyebutkan bahwa ARDS

menempati peringkat 10 penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian, angka

kejadian gagal napas atau case fatality rate pada pasien rawat inap dirumah sakit sebesar

20,98 %.

Pada pasien - pasien dengan kejadian gagal napas biasanya akan langsug

dilarikan ke ICU. ICU atau intensive care unit merupakan suatu ruangandirumah sakit

yang digunakan untuk merawat pasien yang mengalami komplikasi yang mengancam

jiwa. Intensive care unit (ICU) diharuskan memiliki peralatan yang menunjang bantuan

hidup pada pasien. Salah satu alat yang terdapat di ICU adalah ventilasi mekanik,

ventilasi mekanik iniyang nantinya akan dihubungkan dengan endotrakeal tube( ETT).

Indikasi dipasangnya ventilasi mekanik adalah bilamana atau salah satunya adalah gagal

napas (Musliha, 2010)

Endotracheal Tube atau ETT merupakan sebuah tindakan invasif untuk membantu

membuka jalan napas yang kemudian digunakan untuk menjadi konektor yang

disambungkan ke ventilasi mekanik. Endotracheal tube memiliki perhatian khusus untuk

menjaga kebersihan dan dan akumulasi sekret agar jalan nafas tetapterjaga. Tindakan

yang digunakan untuk mengurangi penumpukan sekret adalah penghisapan lendir (


Suctioning ). Tindakan suction yaitu dengan cara memasukan kateter suction melalui

hidung, mulut pada ETT ( Nurachmah & Sudarsono 2010). Tindakan suction dilakukan

untuk memberishkan jalan nafas atau sputum dan jga untuk menghindari dari infeksi

jalan napas ( price & Wilson, 2012 ).

Infeksi yang dapat terjadi pada pasien yang terpasang endotracheal adalah

ventilator assosiated pneumonia (Koizer & Erb, 2012). Ventilator assosiated pneumonia

merupakan healthcare – assosiated infection ( HAIs) yang palig sering ditemukan

dirumah sakit merupakan infeksi pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pemakaian

ventilasi mekanik baik pipa endotracheal maupun traheostomy ( Kemenkes RI 2017).

Menurut Ban (2011) yang dikutip susmiarti, dkk (2015). VAP merupakan salah satu

kasus yang menyebabkan kematian di ICU, pneumonia yang disebabkan oleh infeksi

nosokomial yang disebabkan oleh ventilator dalah waktu 48 jam setelah pemasangan

ventilatr ( Patricia, Dorie & barbara, 2012). VAP merupakan penyebab kedua pada kasus

Health care – assosiated di amerika serikat dan bertanggung jawab atas 25 % kasus yang

terjadi pada ruang intensive Care Unit. Efek dari penggunaan ventilator jangka panjang

adalah meningkatkan terjadinya HAIs sebanyak 6 – 21 kali dengan tingkat kematian

akbat VAP 24 – 70 %. Hal ini menyebabkan rata – rata waktu perawatan di ICU

meningkat menjadi 9,6 hari serta biaya pengobatan setiap pasien dengan VAP bertambah

US$ 40.000(Susmiarti dkk., 2015). Kejadian VAP ini memiliki rata rata 5-10 dari 1000

pasien insiden ini meningkat dari waktu ke waktu pada pasien yang terpasang ventilator

untuk angka kematianya rata rata 20 – 50 % ( perhimpunan dokter paru indonesia, 2005).

VAP pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik sebesar 8 – 28% ( American

Thoraric Society, 2005).


Banyak upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya VAP telah dilakukan.

Menurut jurnal Koizer dan Erb ( 2012) dalam Hayati (2019) salah satu pencegahan VAP

adalah dengan suction untuk mengurangi pertumbuhan bakteri. Tindakan Scution sangat

penting dilakukan pada pasien yan terpasang ETT itu memiliki respon tubuh yang sangat

lemah untuk batuk, dengan demikian tindakan suction sangat dibutuhkan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dirsud pandan arang boyolali dalam kurun

waktu 6 – 15 januari 2020 hasil wawancara dengan kepala ruang ICU mengatakan bahwa

terdapat beberapa kejadian VAP diakarenakan penggunaan suction yang tidak sesuai.

Berdasarkan data dan latar belakang diatas maka akan diadakan penelitian yang berjudul

efektivitas open suction dalam pencegahan kejadian VAP di ruang ICU RSUD pandan

Arang boyolali.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalahnya adalah “ bagaimana efektivitas

open suction terhadap pencegahan VAP di ruang ICU RSUD pandan arang boyolali ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas open suction terhadap pencegahan VAP diruang ICU RSUD

Pandan Arang boyolali

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan karakteristik responden

b. Mengidentifikasi perubahan hemodinamik setelah suction

c. Menganalisa efektivitas open suction terhadap pengehan VAP


D. Manfaat penelitian

1. Bagi institusi pendidikan

Menambah refrensi literatur bacaan yang bermanfaat tentang efektifitas open suction

terhadap pencegahan VAP

2. Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai intervensi selanjutnya untuk

pencegahan VAP

3. Bagi peneliti selanjutnya

Memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain yang serupa dikemudian hari

Anda mungkin juga menyukai