Anda di halaman 1dari 9

PendahuluanBiokimia, seperti namanya, adalah kimia dari makhluk hidup.

Oleh karena itu biokimia


menjembatani antara ilmu kimia dengan ilmu biologi, ilmu yang mempelajari tentang struktur dan
interaksi sel dan organisma. Oleh karena makhluk hidup tersusun dari molekul yang sangat kecil,
kehidupan, pada level dasar, merupakan fenomena biokimia. Meskipun makhluk hidup sangat
beraneka ragam, mereka menunjukkan kemiripan dalam biokimia. Misalnya, informasi genetik
dikode dan diekspresikan dalam cara yang hampir sama pada semua sel. Lebih lanjut, serangkaian
reaksi biokimia yang dikenal dengan jalur metabolisma, begitu juga dengan enzim yang
mengkatalisisnya, hampir sama pada seluruh organisma. Bioenergetika atau termodinamika
biokimia memberikan prinsip dasar untuk menjelaskan mengapa sebagian reaksi dapat terjadi
sedangkan sebagian yang lain tidak. Sejumlah sistem non biologik dapat menggunakan energi panas
untuk melaksanakan kerjanya, namun sistem biologi pada hakekatnya bersifat isotermik dan
memakai energi kimia untuk memberikan tenaga bagi proses kehidupan. Prinsip reaksi oksidasi
reduksi yaitu reaksi pengeluaran dan perolehan elektron berlaku pada berbagai sistem biokimia dan
merupakan konsep penting yang melandasi pemahaman tentang sifat oksidasi biologi. Ternyata
banyak reaksi-reaksi oksidasi dalam sel hidup dapat berlangsung tanpa peran molekul oksigen.B.
BioenergetikaBioenergetika adalah studi tentang proses bagaimana sel menggunakan, menyimpan
dan melepaskan energi. Komponen utama dalam bioenergetik adalah transformasi energi, atau
konversi energi dari suatu bentuk ke bentuk energi yang lain. Organisme hidup tidak berada dalam
keseimbangan, melainkan membutuhkan masukan energi secara kontinyu. Jadi seluruh sel selalu
mentransformasi energi. Sel memiliki jutaan reaksi metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Gambar
1, menunjukkan reaksi metabolism yang menyerupai Peta jalan raya yang menghubungkan dua
negara, yang memiliki jalur pusat yang luas. Gambar tersebut menyajikan gambaran singkat
mengenai metabolisme yang reaksinya dibagi menjadi tiga tahap berdasarkan ukuran metabolit di
dalamnya.Gambar 1. Gambaran jalur singkat metabolismeMetabolisma adalah keseluruhan proses
yang terjadi dalam makhluk hidup yang membutuhkan dan memanfaatkan energi bebas untuk
melaksanakan berbagai macam fungsi. Organisma memperoleh energi tersebut melalui reaksi
eksergonik dari oksidasi nutrient untuk menjaga kestabilan hidup seperti: melakukan kerja
mekanik, transport senyawa aktif melawan gradient konsentrasi, dan biosintesis senyawa kompleks.
Metabolisma merupakan serangkaian reaksi enzimatis yang berurutan yang menghasilkan produk
tertentu. Senyawa yang bereaksi, senyawa intermedier serta produknya disebut dengan metabolit.
Setiap reaksi dikatalisis oleh enzim berbeda. Serangkaian reaksi yang terdapat dalam metabolisma
dikelompokkan menjadi 2 yaitu: 1. Katabolisma, atau reaksi penguraian. Dalam katabolisma
senyawa metabolit kompleks diuraikan menjadi produk yang lebih sederhana dengan membebaskan
energi. Energi yang dibebaskan selama proses ini disimpan dalam bentuk ATP dari ADP dan fosfat
atau digunakan untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH. Keduanya, ATP dan NADPH merupakan
sumber energi utama untuk digunakan dalamjalur anabolisma. Karakteristik jalur penguraian
adalah mengubah berbagai senyawa (karbohidrat, lipid, protein) menjadi senyawa intermedier
umum.yang akan dimetabolisma lebih lanjut dalam jalur oksidatif pusat yang mengubahnya menjadi
beberapa produk akhir. 2. Anabolisma, jalur biosintesis. Jalur ini mempunyai proses kebalikannya.
Beberapa macam metabolit, terutama piruvat, asetil CoA dan senyawa intermedier dalam siklus
asam sitrat berfungsi sebagai senyawa awal untuk biosintesis berbagai produk. Salah satu tahap
metabolisme adalah glikolisis, yang digambarkan dalam Gambar 3 (a dan b) sebagai dua jalur
sekaligus dalam degradasi karbohidrat, baik dalam sel aerob maupun anaerob. Dalam jalur ini,
piruvat sebagai hasil glikolisis ditangani secara berbeda oleh jalur anaerob (fermentasi) dan jalur
aerob. Jalur anaerob mengarah ke berbagai produk termasuk laktat dan etanol, sedangkan jalur
aerob menghasilkan asetil-KoA yang akhirnya menjadi karbondioksida dan siklus asam sitrat
(Gambar 4.). Gambar 2. Hubungan energi diantara lintas katabolisme dan anabolisme yang
melibatkan energi kimia dalam bentuk ATP, NADH, dan NADPHBagaiamana organisma memperoleh
energi bebas yang diperlukan? Organisma autotrof (tanaman dan bakteri fotosintetik) memperoleh
energi bebas dari matahari melalui fotosintesis, suatu proses dimana energi cahaya digunakan untuk
mengubah CO2 dan H2O menjadi karbohidrat dan O2. Organisma kemotrof, memperoleh energinya
melalui oksidasi senyawa organik (karbohidrat, lipid, dan protein) yang diperoleh dari organisma
lain. Energi tersebut merupakan energi bebas.Energi bebas yang diperoleh tersebut sering
digunakan untuk mengkounter reaksi endergonik melalui sintesis senyawa intermedier berenergi
tinggi, yaitu adenosin trifosfat (ATP). Disamping digunakan untuk oksidasi, nutrient juga diuraikan
dalam serangkaian reaksi menjadi senyawa intermedier umum yang merupakan prekursor senyawa
biologi lain. Gambar 3a. Glikolisis dari Jalur MetabolismeSebagai penyedia utama dari energi
metabolik, ATP memberikan energi kimiawi untuk mendorong reaksi endergonik (memerlukan
energi), melaksanakan kerja mekanik (gerakan), memberikan panas (membantu mempertahankan
suhu tubuh), dan menghasilkan cahaya (nyala kunang-kunang). Ligase merupakan contoh dari
hubungan eksergonik/endergonik yang ditemukan dalam sistem kehidupan karena penyambungan
dari dua molekul (pembentukan ikatan kovalen), dikatalisis oleh kelas enzim ini, merupakan suatu
reaksi endergonik dan memerlukan energi yang dilepaskan oleh suatu reaksi eksergonik, contohnya
hidrolisis ATP.Gambar 3b. Glikolisis: Fase Awal Gambar 4. Metabolisme Oksidatif (Siklus asam
Katabolisme Karbohidrat sitratB1. Energi bebas sel hidupBentuk-bentuk energi sebagaimana hukum
I Termodinamika antara lain energi dalam (E atau U), energi bebas Gibbs (G), entalpi (H), entropi (S),
kalor/panas (Q), dan kerja (W). Dalam pembahasan tentang energi sel dalam tubuh, panas bukanlah
sumber energi yang berarti bagi sel hidup, karena panas dapat melakukan kerja hanya jika ia
mengalir dari satu tempat dengan suhu tertentu ke tempat lain yang suhunya lebih rendah. Sel hidup
memeliki suhu yang relative sama pada seluruh bagiannya, sehingga tidak dapat memanfaatkan
sumber energi panas secara berarti. Energi panas bermanfaat bagi sel hidup untuk mempertahankan
suhu optimum bagi aktivitas sel hidup. Oleh sebab itu, energi yang terlibat dalam proses metabolism
sel hidup adalah energi bebas (dan yang digunakan adalah parameter energi bebas Gibbs), yang
dapat melakukan kerja pada suhu dan tekanan tetap. Dimana pada suhu dan tekanan tetap, secara
matematis besarnya energi bebas Gibbs (G) ditentukan melalui persamaan: .. (1)G adalah perubahan
energi bebas Gibbs pada sistem yang sedang berreaksi, H adalah perubahan kandungan panas sistem
atau entalpi, S adalah perubahan entropi semesta (sistem + lingkungan), termasuk sistem yang
sedang bereaksi. Jika suatu reaksi kimia berjalan menuju kearah keseimbangan, maka S selalu
meningkat, sehingga S selalu berharga positif dalam keadaan yang nyata. Ketika S semesta
meningkat selama reaksi, G sistem yang sedang bereaksi mengalami penurunan. Oleh sebab itu G
sistem yang sedang bereaksi selalu bertanda negatif, bila peningkatan entalpi (G) tidak melampaui
peningkatan entropi.Dalam sistem biologis, sesuai Hukum II Termodinamika bahwa entropi semesta
akan meningkat selama proses kimiawi atau fisis. Hukum ini tidak serta merta menyatakan bahwa
entropi yang meningkat itu harus terjadi di dalam sistem raksinya sendiri, namun peningkatan
mungkin saja terjadi di tempat lain di alam semesta (dalam arti lingkungan). Organisme hidup tidak
mengalami peningkatan S (ketidakteraturan) internalnya, ketika melangsungkan proses metabolism
makanannya. Namun, lingkungan organism hidup itulah yang mengalami peningkatan entropi
selama proses kehiupan. Organisme hidup selalu mempertahankan keteraturan internalnya dengan
mengekstrak energi bebas dari makanan yang berasal dari lingkungan, dan mengembalikan energi
tersebut ke lingkungan dalam jumlah yang sama, tetapi dalam bentuk energi yang tidak berguna bagi
sel hidup, dan menyebar secara acak ketempat-tempat lain di alam semesta. Peningkatan entropi
semesta selama selama sel hidup melakukan aktivitas, merupakan fenomena menarik karena
sifatnya yang tidak dapat balik (irreversible). Organisme hidup secara terus menerus memberikan
entropi ke lingkungannya untuk mempertahankan keteraturan internal organisme tersebut.Sel
hidup memperoleh energi dari makanannya. Sel heterotrop memperoleh energi bebas dari molekul
nutrient yang kaya energi, dan sel fotosintetik memperoleh energi bebas dari radiasi matahari yang
diserap. Kedua jenis sel ini mengubah energi bebas yang masuk menjadi bentuk umum energi kimia,
dan menggunakannya untuk aktivitas sel melalui proses yang tidak melibatkan perubahan suhu
secara nyata. Dengan kata lain, sel adalah mesin kimia yang bekerja pada suhu dan tekanan
tetap.Bagaimana perhitungan energi bebas Gibbs (G) tersebut?. Perubahan energi bebas (G) dapat
dihitung dari harga tetapan kesetimbangan pada keadaan standar. Hukum ke II menyatakan, jika
suatu sistem tertutup dibiarkan, sistem cenderung menuju keseimbangan. Hubungan perubahan
energi bebas berhubungan dengan konstanta equilibrium dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Jika G
negatif (< 0), reaksi disebut eksergonik. Reaksi ini berlangsung secara spontan, dan reaksi
kebalikanya tidak akan dapat berlangsung.2. Jika G positif (> 0), reaksi disebut endergonik. Reaksi
tedak akan trjadi secara spontan ke kanan, dan reaksi kebalikannya akan berlangsung secara
spontan.3. Jika G sama dengan 0, reaksi berada dalam keadaan keseimbangan, tidak ada selisih
perbedaan arah reaksi.Perbedaan energi Gibbs dapat dihubungkan dengan konstanta
kesetimbangan ata u ekuivalen dengan rasio produk, yaitu konsentrasi spesies teroksidasi
(Ateroksidasi,) dan reaktan atau spesies tereduksi (Aterreduksi), dengan persamaan:. (2)Dengan
mengganti hubungan antara energi Gibbs dan tegangan (pers. 3) menghasilkan: .... (3)Persamaan
akhir ini disebut persamaan Nernst. Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung potensial,
potensi titik tengah, dan konsentrasi reaktan dan produk. Perhatikan bahwa ketika konsentrasi dari
zat yang tereduksi dan teroksidasi adalah sama, maka harga potensial E sama dengan E0,
selanjutnya konstanta ini disebut potensial titik tengah reaksi oksidasi/reduksi (Em). .Banyak reaksi
biologis melibatkan proton sehingga potensial titik tengah didefinisikan pada pH 7. Potensial titik
tengah untuk molekul biologis ditabulasikan pada Tabel 1. Tabel ini memberikan dasar bagi reaksi
transfer electron. Secara umum, meningkatkan potensial titik tengah sesuai dengan afinitas yang
lebih besar untuk electron, sehingga meningkatkan kemampuan oksidasi. B2. Oksidasi sebagai
sumber energi metabolismeSecara termodinamika, oksidasi biologi dari substrat organik sebanding
dengan oksidasi nonbiologis, seperti pada pembakaran kayu. Energi bebas totalnya adalah sama,
baik sumbernya adalah substansi biologis, seperti glukosa, ataupun oksidasi senyawa seperti pada
pembakaran kayu. Namun, oksidasi biologis, jauh lebih kompleks daripada proses pembakaran.
Ketika kayu dibakar, semua energi dilepaskan sebagai panas, tetapi sebaliknya pada oksidasi
biologis, reaksi oksidasi terjadi dengan penangkapan beberapa energi bebas sebagai energi
kimia.tanpa peningkatan suhu. Penangkapan energi metabolik terjadi terutama melalui sintesis ATP,
molekul yang disiapkan untuk menyediakan energi yang akan digunakan dalam bekerja (aktivitas
sel hidup). Dalam katabolisme glukosa, misalnya, sekitar 40% dari 2870 kJ / mol energi yang
dilepaskan digunakan untuk mendorong sintesis ATP dari ADP dan Pi (fosfat anorganik).Berbeda
dengan oksidasi glukosa oleh oksigen, oksidasi biologis tidak melibatkan transfer langsung elektron
dari substrat ke oksigen.Sebaliknya, serangkaian reaksi oksidasi-reduksi terjadi, dengan elektron
dilewatkan melalui pembawa elektron intermediet seperti NAD+ yang pada akhirnya dipindahkan
ke oksigen.Tidak semua energi metabolis berasal dari oksidasi oleh oksigen. Zat lain selain oksigen
dapat berfungsi sebagai akseptor elektron terminal. Sebagai contoh, beberapa mikroogranisme
tumbuh secara anaerob (tanpa oksigen) menghasilkan energi dengan mentransfer elektron ke
material anorganik, seperti ion sulfat atau ion nitrat. Mikroorganisme lainnya, seperti bakteri asam
laktat, mereduksi zat organik, seperti piruvat, membentuk laktat. Sebagian besar organisme-
organisme tersebut memperoleh energi berasal dari fermentasi, yang menghasilkan energi dari jalur
katabolic, yang prosesnya terjadi dengan tidak ada perubahan bersih dalam keadaan oksidasi
produk dibandingkan dengan keadaan substrat. Karena energi metabolik terutama berasal dari
reaksi oksidatif, semakin tinggi substrat tereduksi, semakin tinggi potensi untuk menghasilkan
energi biologis. Dengan demikian, pembakaran lemak menyediakan energi panas lebih tingi
daripada pembakaran karbohidrat dengan massa setara. Tabel 1. Potensial Titik Tengah untuk
Reaksi Oksidasi/Reduksi pada Beberapa Reaksi BiologisPotensial listrik (E) diukur untuk reaksi
oksidasi/reduksi yang relevan secara biologis pada rentangan yang sangat besar. Donor utama
fotosistem II, P680, adalah kofaktor pengoksidasi paling banyak ditemukan dalam biologi. Potensial
P680 cukup tinggi bahkan untuk mengoksidasi air sekalipun. Perhatikan bahwa potensial titik
tengah (Em) P680 lebih besar dibandingkan dengan komponen kimianya yaitu klorofil a, dalam
larutan, dan jauh lebih besar dari potensial bakteri donor electron yang sesuai, P870. Sitokrom
adalah protein dengan heme-heme sebagai kofaktor yang berfungsi sebagai pembawa elektron,
seperti sitokrom c, atau sebagai membran protein yang merupakan bagian dari rantai transfer
elektron, seperti sitokrom f, yang merupakan bagian dari sitokrom b6f kompleks. Ubiquinon
berfungsi sebagai akseptor elektron dalam kompleks protein yang berbeda, termasuk pusat reaksi
bakteri. Perhatikan (Tabel 1) bahwa hidrogen memiliki potensial titik tengah nol dan dijadikan
sebagai standar. Pada pH 7, potensial titik tengah (midpoint) menurun menjadi 0,42 V akibat
penurunan pH 0,059 per satu satuan yang diharapkan pada reaksi terkopling pada transfer proton.
Ferredoxin merupakan protein kecil yang mengandung kluster besi-belerang yang akan teroksidasi
atau tereduksi selama proses metabolisme. Dalam beberapa kasus, enzim yang mengkatalisis reaksi
oksidasi/reduksi mentransfer elektron ke pembawa elektron universal. Beberapa senyawa dengan
potensial titik tengah rendah dan berfungsi sebagai pembawa elektron yang baik, diantaranya
mononukleotida flavin (FMN), flavin adenine dinukleotida (FAD), dan glutation. Dalam beberapa
kasus pembawa elektron mudah bergerak diantara enzim-enzim, seperti yang ditemukan pada
NAD+ dan NADP+, sedangkan dalam kasus lain kofaktor itu terikat erat, karena umunya ditemukan
pada FMN dan FAD. Tabel 1 diatas, menunjukkan bahwa beberapa tetapi tidak semua protein yang
berpartisipasi dalam reaksi oksidasi/reduksi mengandung logam yang berfungsi sebagai donor atau
akseptor elektron.Dalam banyak reaksi biologis, reaksi oksidasi/reduksii melibatkan transfer dua
elektron dan dua proton. Reaksi ini disebut dehidrogenasi dan enzim yang mengkatalisisnya disebut
dehidrogenese. Misalnya, konversi laktat untuk piruvat melibatkan pelepasan dua proton dari gugus
keton pada posisi karbon kedua, selain pelepasan dua elektron (Gambar 5). Transfer bersih dua
proton dan dua elektron adalah umum terjadi, tetapi tidak diperlukan. Misalnya, oksidasi NAD+
melibatkan pembebasan dua proton dalam reaksi dehidrogenasi (Gambar 6). Salah satu proton
dilepaskan ke dalam larutan namun bentuk molekul teroksidasinya menerima ion hidrida,
menghasilkan pelepasan bersih satu proton.Gambar 5. Oksidasi laktat menjadi piruvat yang
melibatkan pelepasan 2 proton.Gambar 6. Oksidasi NAD+ menjadi NADH adalah proses dua-elektron
dengan pelepasan hanya satu protonNilai-nilai yang dilaporkan dalam Tabel 6.1 telah ditentukan
secara eksperimental oleh salah satu dari dua cara. Satu pendekatan adalah untuk potensial poise
ambang (poise = kekentalan, dan untuk satuan 1 poise = 1 kg.m1. s) pada serangkaian nilai-nilai nya
ditentukan dengan penggunaan reduktan dan oksidan kimia (Gambar 7). Atau, harga potensial dapat
dibangun dengan menggunakan sel elektrokimia. Untuk masing-masing potensial, bilangan oksidasi
dari suatu kofaktor tertentu diukur dengan cara spektroskopi, dengan memantau perubahan
spektrum absorpsi optik. Dari spektrum tersebut, fraksi yang tereduksi pada setiap potensial
ditentukan dengan menggunakan persamaan Nernst (pers. 3) dan potensial titik tengah dapat
dihitung. Karena kofaktor dalam protein biasanya terperangkap (buried) di dalam protein, untuk
pengyukurannya, senyawa mediator khusus dapat digunakan untuk memfasilitasi transfer elektron
antara elektroda dan kofaktor tersebut.Gambar 7. Penentuan potensial titik tengah dengan titrasi
redoksDi samping faktor-faktor seperti pH dan kekuatan ion dari larutan sekitar protein, potensial
titik tengah dari suatu kofaktor dalam protein bisa bervariasi hingga 0,5 V dibandingkan dengan
nilainya dalam larutan adanya interaksi kofaktor-protein. Faktor yang paling kritis adalah ligasi dari
kofaktor yang secara istimewa akan menstabilkan keadaan (fraksi) yang tereduksi atau teroksidasi.
Misalnya, besi heme memiliki dua ligan aksial. Salah satu ligan aksial adalah donor elektron yang
lebih baik dengan daya tarik yang lebih besar untuk Fe3+ (dibahas pada Bab tentang mitokondria
dan glukogenesis). Ligan ini akan menstabilkan keadaan teroksidasi dan menurunkan potensial titik
tengah. Heme sitokrom dengan dua ligan aksial biasanya memiliki potensial titik tengah lebih negatif
dari pada hemes dengan satu ligan metionin dan satu histidin karena imidazol dari rantai samping
histidin adalah donor elektron lebih baik dari sisi rantai samping metionin.Gambar 8. Rumus
struktur histidin dan metioninIkatan hidrogen dan interaksi elektrostatik lainnya juga akan
sistematis mengubah potensi titik tengah suatu kofaktor. Untuk bacteriochlorophyll, ada dua
oksigen karbonil yang merupakan bagian dari cincin konjugasi dan berfungsi sebagai akseptor
ikatan hidrogen dari protein sekitarnya (Gambar 9). Sebagai donor proton yang berada pada posisi
ikatan hidrogen, potensial titik tengah yang diperoleh meningkat (Gambar 10). Dengan melakukan
pengukuran electron nuclear double resonance (ENDOR), distribusi elektron ditentukan dan
peningkatan potensial titik tengah dapat dijelaskan melalui model Huckel (Bab tentang glikolisis),
dengan perubahan potensial titik tengah ini sebagai hasil dari stabilisasi keadaan tereduksi karena
interaksi ikatan hidrogen.Gambar 10. Redoks titrasi dari pusat reaksi bakteri menunjukkan
peningkatan yang sistematis dalam potensi titik tengah karena penambahan ikatan
hidrogen.Gambar 9. Struktur bacteriochlorophyll a yang ditemukan di pusat reaksi bakteri.C.
Adenosin Trifosfat (ATP)Proses dimana berlangsungnya reaksi-reaksi yang melepaskan energi
bebas (eksergonik) selalu dirangkaikan dengan proses yang reaksi-reaksinya memerlukan energi
bebas (endergonik). Reaksi eksergonik adalah reaksi dalam proses katabolisme yaitu reaksi-reaksi
pemecahan atau oksidasi molekul bahan bakar sedangkan reaksi sintesa yang membangun berbagai
substansi terdapat dalam proses anabolisme. Untuk merangkaikan kedua proses eksergonik dan
endergonik harus ada senyawa antara dengan potensial energi tinggi yang dibentuk dalam reaksi
eksergonik dan menyatukan senyawa yang baru dibentuk tersebut kedalam reaksi endergonik,
sehingga energi bebasnya dialihkan antara dua proses tersebut. Senyawa antara yang dibentuk tidak
perlu mempunyai hubungan struktural dengan reaktan-reaktan yang bereaksi. Dalam sel hidup,
reaksi oksidasi yang melepas energi bebas selalu disertai dengan peristiwa fosforilasi yang
membentuk senyawa dengan potensial energi lebih tinggi. Senyawa pembawa atau senyawa antara
energi tinggi yang utama adalah ATP . Kegunaan ATP terletak pada kemampuannya untuk
mengkonversi menjadi adenosin difosfat (ADP) , dengan hilangnya terminal fosfat (Gambar 11)
melalui hidrolisis menghasilkan fosfat anorganik (Pi):ATP + H2O DP + Pi + H3O+ (4)Reaksinya
sangat eksotermis dengan energi 30,5 kJ.mol1, dan merupakan pelepasan energi dalam kondisi
biologis normal. Rumus empirisnya adalah C10H16N5O13P3, dan rumus kimianya adalah
C10H8N4O2NH2(OH)2(PO3H)3H, dengan bobot molekul 507.184 u. Gugus fosforil pada AMP
disebut gugus alfa, beta, and gamma fosfat (Gambar 11 dan 12). ATP dapat dihasilkan melalui
berbagai proses selular, namun seringnya dijumpai di mitokondria melalui proses fosforilasi
oksidatif dengan bantuan enzim pengkatalisis ATP sintetase. Pada tumbuhan, proses ini lebih sering
dijumpai di dalam kloroplas melalui proses fotosintesis. Bahan bakar utama sintesis ATP adalah
glukosa dan asam lemak. Mula-mula, glukosa dipecah menjadi asam piruvat di dalam sitosol dalam
reaksi glikolisis. Dari satu molekul glukosa akan dihasilkan dua molekul ATP. Tahap akhir dari
sintesis ATP terjadi dalam mitokondria dan menghasilkan total 36 ATP.ATP merupakan nukleotida
yang terdiri dari adenin, ribosa dan trifosfat . Bentuk aktif ATP adalah kompleksnya bersama dengan
Mg2+ atau Mn2+ (Gambar 13). Sebagai pengemban energi, ATP kaya energi karena unit trifosfatnya
mengandung dua ikatan fosfoanhidrida. Sejumlah besar energi bebas dilepaskan ketika ATP
dihidrolisis menjadi adenosin difosfat (ADP) dan ortofosfat (Pi) atau ketika ATP dihidrolisis menjadi
adenosin monofosfat (AMP) dan pirofosfat (Ppi). ATP memungkinkan perangkaian reaksi yang
secara termodinamik tidak menguntungkan menjadi reaksi yang menguntungkan. Reaksi pertama
dalam lintasan glikolisis yaitu fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6 fosfat adalah reaksi yang
endergonik (G = +13,8 kj/mol), agar reaksi dapat berlangsung harus terangkai dengan reaksi lain
yang lebih eksergonik yaitu hidrolisa gugus terminal fosfat ATP (G = 30,5 kJ.mol1) sehingga
rangkaian reaksi yang dikatalisa oleh heksokinase tersebut berlangsung dengan mudah dan sangat
eksergonik (G = 16,7 5 kJ.mol1). Glukosa + ATP glukosa 6 fosfat + ATP .. (5)G = (13,8 30,5) kJ.mol1 =
16,7 kJ.mol1Konversi antar ATP, AMP dan ADP adalah mungkin. Enzym adenilat kinase (miokinase)
mengkatalisis reaksi : ATP + AMP ADP + ADP ..... (6)Reaksi ini mempunyai fungsi antara lain,
memungkinkan fosfat energi tinggi dalam ADP untuk digunakan dalam sintesa ATP, memungkinkan
AMP yang terbentuk dari beberapa reaksi aktivasi yang melibatkan ATP difasforilasi ulang menjadi
ADP dan memungkinkan peningkatan konsentrasi AMP (ketika ATP terpakai habis) sebagai sinyal
metabolik untuk menaikkan kecepatan reaksi-reaksi katabolik (menghasilkan ATP). Beberapa reaksi
biosintesis dijalankan oleh nukleotida trifosfat yang analog dengan ATP, yaitu guanosin trifosfat
(GTP), uridin trifosfat (UTP) dan sitidin trifosfat (CTP). Bentuk difosfat nukleotida-nukleotida ini
disebut dengan GDP, UDP dan CDP dan bentuk-bentuk monofosfatnya dengan GMP, UMP dan CMP.
Transfer gugus fosforil terminal dari satu ke lain nukleotida dapat terjadi dengan bantuan enzym
nukleosida difosfat kinase:ATP + GDP ADP + GTP . (7a) dan ATP + GMP ADP + GDP . (7b) Gambar 11.
Struktur Kimia ATP, dengan gugus fosfat terminal (diarsir) Gambar 12. Model molekul ATP (model
bola) Gambar 13. Kompleks ATP dengan Mg2+ dan Kompleks ADP dengan Mg2+Nilai 30,5 kJ mol-1
untuk hidrolisis ATP merupakan perubahan energi Gibbs keadaan standar pada konsentrasi 1 M dan
pH 7. Dalam suatu sel, konsentrasi dan pH yang tidak pada keadaan standar, perubahan energi yang
sebenarnya akan berbeda dari yang dihitung menggunakan keadaan standar. Perubahan energi
Gibbs yang sebenarnya ditentukan dengan mempertimbangkan konsentrasi dari ADP, ATP, dan
anorganik fosfat melalui persamaan: . (8)Sebagian sel mempertahankan konsentrasi ATP, ADP, fosfat
anorganik dalam rentang yang sangat sempit. Konsentrasi yang khas bagi ATP dan fosfat anorganik
umunya adalah 2,5 dan 2,0 mM, dengan konsentrasi ADP yang lebih rendah sebesar 0,25 mM.
Dengan memasukkan konsentrasi tersebut ke dalam persamaan (8) dihasilkan perubahan energi
bebas yang lebih negatif (sebesar 52 kJ mol1 pada 298 K dan pH 7) daripada nilai energi bebas
standar. Dalam sel, konsentrasi ATP relatif konstan dalam keadaan seimbang, dimana kecepatan
pembentukan ATP diimbangi oleh kecepatan degradasinya. Dalam hal ini, gugus fosfat ujung pada
ATP mengalami penguraian dan pergantian secara terus menerus dari fosfat anorganik selama
metabolism sel.Pada pH = 7,0 kedua senyawa ATP dan ADP terdapat sebagai anion ATP4 dan ADP3,
karena hampir semua kandungan fosfat mengion semprna pada pH ini. Namun, dalam cairan intra
sel yang mengandung Mg2+ pada konsentrasi tinggi, ATP dan ADP akan membentuk senyawa
kompleks MgATP2 dan MgADP (Gambar 13). Dalam banyak reaksi enzimatik yang melibatkan ATP
sebagai donor fosfat, bentuk aktifnya merupakan senyawa kompleks MgATP2. Pertanyaan yang
muncul adalah mengapa ATP memiliki energi bebas yang relative tinggi? Ada tiga alasan yang dapat
mendasari jawaban atas pertanyaan tersebut. Pertama adalah derajat ionisasi ATP mendekati 1
(satu), sehingga pada pH = 7,0, hampir keseluruhan ATP terionisasi sempurna menjadi ATP4.
Hidrolisis yang sebenarnya dari ATP menghasilkan tiga produk, yaitu ADP3, HPO42, dan H+, melalui
persamaan reaksi:ATP4 + H2O ADP3 + HPO42 + H+ (9)Pada keadaan standar (baku), ATP4, ADP3,
dan HPO42, berada pada konsentrasi 1,0 M. Namun, pada pH = 7,0 (pH standar bagi perhitungan
Go), konsentrasi ion hydrogen (H+) hanya menjapai 107 M. Menurut hukum aksi massa,
kesetimbangan hidrolisis cenderung tertarik jauh ke kanan, karena konsentrasi H+ pada pH = 7,0
sangat kecil dibandingkan dengan konsentrasi standar komponen reaksi lainnya (sebesar 1,0 M).
Kedua, pada pH = 7,0, molekul-molekul ATP memiliki empat muatan negatif yang letaknya
berdekatan dan saling tolak menolak dengan kuat (Gambar 11). Jika ikatan fosfat ujung terhidrolisis,
sebagian diantara tegangan listrik di dalam molekul ATP dibebaskan karena terpisahnya produk
bermuatan negatif ADP3, dan HPO42. Produk-produk ini hanya sedikit yang cenderung bergabung
kembali dan bereaksi kearah sebaliknya untuk membentuk ATP kembali (dalam hal ini kedua
produk saling bertolakan untuk bergabung). Sebaliknya pada hidrolisis glukosa 6-fosfat,
menghasilkan glukosa yang tidak bermuatan dan satu produk lain yang bermuatan (yaitu HPO42),
kedua produk ini tidak saling bertolakan untuk bergabung kembali, sehingga kecenderungan reaksi
kea rah kiri cukup tinggi untuk membentuk glukosa 6-fosfat kembali. Glukosa 6-fosfat2 + H2O
glukosa + HPO42 .. (10)Ketiga, masing-masing dari kedua produk hidrolisis ATP (ADP3, dan HPO42)
merupakan hybrid resonansi, yaitu suatu bentuk stabil yang khusus dengan electron tertentu dalam
konfigurasi yang memiliki lebih sedikit energi, dibandingkan dengan kedudukan aslinya dalam
bentuk ATP. Jadi, jika ATP dihidrolisis, electron pada produk ADP3, dan HPO42 dapat turun drastis
menuju tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan dengan ATP. Keadaan ini menyebabkan
ADP3 dan HPO42 saling dibebaskan satu sama lain, akibatnya menghasilkan energi bebas yang lebih
rendah dibandingkan dengan jika kedua senyawa tersebut masih bergabung dalam bentuk aslinya
ATP.C1. Hipotesis Kemiosmotik ATPSedangkan sifat umum dari ATP telah dikenali, namun
pemahaman tentang mekanisme itu sukar dipahami. Pada tahun 1961, Peter Mitchell mengusulkan
mekanisme di mana energi Gibbs disimpan dalam bentuk gradien pH dan potensial listrik di
membran sel. Ini dikenal sebagai hipotesis kemiosmotik. Pada awalnya usulan ini kurang diterima
tetapi akhirnya memperoleh penerimaan sebagai studi eksperimen yang membuktikan kebenaran
dari ide-ide tersebut, dan sekarang hipotesis ini merupakan landasan untuk memahami penggunaan
energi dalam sel. Inti dari hipotesis Mitchell kemiosmotik adalah bahwa transfer elektron terjadi
dalam mode vectorial melintasi membran biologis. Sebagaimana elektron ditransfer melalui
serangkaian pembawa pada membran, proton juga diangkut, dan menghasilkan perbedaan pH
antara sisi eksterior dan interior membran sel. Karena membran adalah lapisan ganda lipid yang
impermeabel, setelah transfer proton yang melintasi membran dapat disimpan. Karena proton
bermuatan, transfer mengarah ke bagian membrane yang berbeda potensialnya. Jumlah dari kedua
efek potensial tersebut digunakan untuk menyediakan energi dalam sintesis ATP. Hipotesis ini
memberikan penjelasan alami terhadap sejumlah hasil pengamatan eksperimen. Sebagai contoh,
diketahui bahwa suatu senyawa yang disebut uncouplers akan dapat menghambat sintesis ATP
dalam sistem. Senyawa ini merupakan asam lemah lipofilik seperti dinitrophenol. Mitchell
mengusulkan bahwa senyawa ini dapat mengusir gradien proton karena kemampuan mereka untuk
menyebar melalui membran baik dalam bentuk terdeprotonasi maupun terprotonasi. Pada tahun
1966, hipotesis ini secara dramatis didukung oleh percobaan oleh Andre Jagendorf dan kawan-
kawan. Thylakoids dipertahankan dalam buffer pH = 4 yang menyebabkan baik interior dan
eksterior dari sel menyeimbangkan posisinya pada pH tersebut (Gambar 14). Suatu penyangga
dengan pH = 8 disuntikkan dengan cepat ke dalam larutan, menghasilkan perbedaan pH sekitar
empat satuan di membran thylakoid. Perbedaan pH ini menghasilkan sejumlah besar ATP yang
dibentuk dari ADP dan fosfat anorganik, hasil ini mendukung hipotesis kemiosmotik. Gambar 14.
Dukungan terhadap untuk hipotesis kemiosmotik dalam pembentukan ATP dengan percobaan
Jagendorf dan kawan-kawan.Pengangkutan proton melintasi membran menghasilkan baik
perbedaan konsentrasi maupun perbedaan muatan, dengan adanya kedua efek tersebut akan
mempengaruhi energetika sel. Salah satu kontribusi terhadap perbedaan energi Gibbs timbul dari
perbedaan konsentrasi proton untuk dua sisi dari membran sel. Perbedaan proton muncul dari
proses metabolisme yang berbeda (Gambar 15) atau dari aksi pompa proton. Untuk konsentrasi
interior proton [H +]dalam dan konsentrasi proton luar membran [H +]luar, perbedaan energi Gibbs
diberikan oleh rasio dua konsentrasi tersebut melalui persamaan: (11)Dengan perbedaan pH,
ungkapan perbedaan energi Gibbs dapat ditulis ulang: (12) Gambar 15. Representasi skematik yang
menunjukkan keterlibatan dari empat kompleks protein, yang diidentifikasi sebagai kompleks I-IV,
dan ATP sintase dalam hipotesis kemiosmotik.Kontribusi kedua timbul dari perbedaan muatan
untuk kedua sisi membran. Perbedaan energi Gibbs untuk konstribusi ini diberikan oleh perbedaan
tegangan V melintasi membran sel (persamaan 13) dengan menggunakan n = 1 untuk muatan
proton:Greak = n F E, dan E = V (13a)Greak = n F V = F V . (13b)Energi total Gibbs yang ada karena
perbedaan konsentrasi proton pada kedua sisi membran sel disebut gaya protonmotive (p) dan
dapat ditulis sebagai: ..... (14)Eksperimen telah menetapkan bahwa hanya nilai p yang sangat penting
untuk sintesis ATP. Dalam thylakoids, potensi membran yang kecil dan begitu pula p, terutama
disebabkan oleh perbedaan pH pada membran, meskipun pada tanaman potensial membran
mungkin lebih besar. C2. Kompleks protein I IV Dalam hipotesis kemiosmotik telah diidentifikasi
adanya kompleks protein I IV dan ATP sintase. Jalur seluler untuk pengembangan kekuatan
protonmotive dilakukan oleh membrane empat kompleks protein tersebut. Kompleks I, disebut juga
NADH: oksidoreduktase ubiquinone, merupakan enzim-kDa 850 yang terdiri dari lebih dari 40
subunit protein, termasuk flavoprotein yang mengandung-FMN dan beberapa kofaktor besi-
belerang. Kompleks I mengkatalisis konversi NADH ke NAD+, yang dikopling untuk mentransfer
elektron ke ubiquinone dan pemompaan proton dari matriks ke ruang antar membran: ..
(15)Kompleks II, atau dehidrogenase suksinat, adalah sebuah enzim 140 kDa yang mengandung
sejumlah kofaktor. Kompleks II ini merupakan pasangan enzim transfer elektron dari suksinat ke
fumarat dengan konversi FAD ke FADH2 (Gambar 16). Dalam reaksi ini, elektron bergerak dari
suksinat melalui FAD dan kofaktor besi-sulfur ke ubiquinone. Kompleks I dan II, bersama-sama
dengan protein acyl-CoA dehidrogenase, ETF: oksidoreduktase ubiquinone, dan 3-fosfat
dehidrogenase gliserol, menghasilkan ubiquinone tereduksi (QH2), yang kemudian dioksidasi
kembali oleh kompleks III.Gambar 16. Suksinat diubah menjadi fumarat dengan keterlibatan
FADKompleks III disebut juga komplek sitokrom bc1, yaitu protein 250-kDa dengan 11 subunit
protein dan sejumlah heme serta pusat-pusat besi-sulfur. Pasangan kompleks III transfer elektron
dari ubiquinones ke sitokrom c disertai dengan tranfer proton dari matriks melewati membran ke
ruang antarmembran. Reaksi oksidasi /reduksi bersih, sering disebut siklus Q, pasangan transfer
elektron dari ubiquinones dengan transfer proton melintasi membran sel ditulis: (16)Kompleks IV,
yang juga bernama oksidase sitokrom, melengkapi rantai pernapasan. Ukuran kompleks IV
bervariasi untuk setiap organisme yang berbeda, dari tiga atau empat subunit protein kecil pada
bakteri mencapai 13 sel eukariotik. Heme dan kofaktor tembaga melakukan reduksi terhadap
empat-elektron seluruhnya dari oksigen melalui suatu mekanisme yang berurutan tanpa pelepasan
intermediet: (17)C3. ATP SintaseStrategi mengatasi reaksi endotermik oleh kopling reaksi dengan
hidrolisis ATP telah digunakan dalam semua sel hidup untuk sintesis intermediet metabolisme dan
komponen selularnya. Untuk menjadi praktis, ATP harus tersedia cukup untuk menggerakkan reaksi
tersebut. Dalam reaksi ini, transfer proton melintasi membran sel dan digunakan untuk mendorong
sintesis ATP dari ADP melalui transfer proton dari ruang antarmembran ke matriks: .. (18)Kompleks
enzim ATP sintase ini memiliki dua domain, yang diidentifikasi sebagai F0 dan F1, dengan domain
enzim kloroplas dilambangkan sebagai CF0 dan CF1. Enzim ATP sintase dari sel yang berbeda
memiliki komposisi dan struktur yang sama. Domain F1 memiliki tiga salinan (copy) subunit dan ,
serta satu salinan F1 lainnya, yaitu subunit , , dan . Komposisi dari domain F0 berbeda pada
organisme yang berbeda, dengan enzim bakteri dan enzim mitokondria memiliki satu salinan dari
subunit a, dua salinan dari subunit b (atau subunit analog), dan 10 14 salinan dari subunit c. Struktur
tiga dimensi dari domain F1 menunjukkan bahwa dan berada dalam susunan heksamerik, tetapi
dengan masing-masing subunit menunjukkan konformasi yang berbeda yang mencerminkan tiga
keadaan fungsional yang berbeda: terikat dengan ATP, terikat dengan ADP, dan dengan ikatan situs
kosong (Gambar 17). Di pusat adalah subunit tunggal yang membentuk suatu struktur, panjang
heliks membungkuk di tengah struktur F1 tersebut. Subunit adalah struktur asimetris dan
berinteraksi dengan hanya salah satu dari ketiga subunit . Gambar 17. Struktur domain ATP sintase
mitokondria F1 yang terlihat dibawah sumbu simetri sekitar 6-kali lipat dari subunit dan dengan
perbedaan struktur akibat ikatan ATP/ ADP. Di pusat adalah subunit . ( Abrahams et al.,
1994).Subunit meluas di bawah domain F1 ke dalam wilayah darii domain F0. Domain F0 terdiri
dari tiga subunit protein a, b, dan c. Subunit c sangat hidrofobik dan terdiri dari dua heliks
transmembran dengan loop kecil. Sub-unit c diatur simetris di sekitar sumbu simetri F1 dengan dua
set heliks membentuk dua lingkaran konsentris (Gambar 18 dan 19). Cincin dari subunit c
diperkirakan terkait erat dengan subunit dari domain F1 tetapi tidak dengan sub-unit lainnya. Dalam
motor, stator stasioner dan rotor berputar di tengah. Sub-unit c dapat dipertimbangkan untuk
membentuk sebuah rotor yang dapat bergerak secara independen dari bagian protein sisa yang akan
bersifat stator. Mekanisme tersebut melibatkan kehadiran tiga situs, yaitu ATP yang terikat erat,
terikat lemah, dan situs kosong (Gambar 20). Energi yang dibutuhkan untuk melepaskan ATP, bukan
untuk membentuknya. Posisi ketiga situs dalam subunit tersebut adalah tidak tetap, tetapi bervariasi
sebagai enzim yang berputar, dengan subunit bertindak seperti camshaft dan bergantian
mendistorsi subunit , yang dapat menyebabkan perputaran tiga situs tersebut. Interaksi antara
subunit a dan cincin c memberikan ratchet (roda bergigi) bagi transfer proton dengan rotasi cincin
dalam arah yang berlawanan. Meskipun banyak aspek mekanisme sintesis ATP telah ditentukan,
stoikiometri jumlah proton yang dibutuhkan untuk ditransfer pada setiap ATP yang disintesis masih
merupakan pertanyaan terbuka, yang belum terjawab secara pasti hingga saat ini.Gambar 18.
Struktur komplek F 0 F 1 dan model bagaimana rotasi subunit c dalam membran sel relatif thd
domain F1 dan subunit a dan b dapat memasangkan sintesis ATP dengan transfer proton ( Murata et
al. 2005)Gambar 19. Sebuah demonstrasi eksperimental rotasi dari ATP sintase dengan
menggunakan filamen aktin berlabel fluorescently (Kinosita et al. 2004). Gambar 20. Modus
perubahan ikatan pada sintesis ATP (Modifikasi dari Boyer, 2000).C4. Penguraian ATP menjadi AMP
dan PirofosfatPada beberapa reaksi sel dengan melibatkan ATP, kedua gugus fosfat pada ujung
molekul ATP (gugus dan ) dilepaskan sebagai satu senyawa, yaitu pirofosfat anorganik (Ppi), dan
adenosine monofosfat (AMP) sebagai produk lain. Contoh: aktivasi enzimatik suatu asam lemak
untuk membentuk ester koenzim A, suatu reaksi asam lemak akan memberikan energi untuk
mengubahnya menjadi senyawa aktif (asil lemak-KoA) pada biosintesis lipid:ATP + RCOOH + KoA SH
AMP + Ppi + RCO S KoA (19) Asam lemak Asam lemak KoA G0 = + 0,2 kkal.mol1 Reaksi aktivasi
tersebut berjalan dengan pelepasan pirofosfat dari ATP untuk menghasilkan AMP. Sedangkan
hidrolisis ATP juga dapat menghasilkan AMP dan Ppi:ATP + H2O AMP + Ppi, G0 = 7,7 kkal.mol1 .
(20a)Pirofosfat anorganik tersebut selanjutnya dihidrolisis oleh pirofosfatase menghasilkan dua
molekul ortofosfat anorganik (Pi): Pirofosfat + H2O AMP + 2Pi, G0 = 6,9 kkal.mol1 ... (20b)Reaksi
keseluruhannya:ATP + 2H2O AMP + 2Pi, G0 = 14,6 kkal.mol1 .. (20c)Mg2+Dari reaksi keseluruhan
ini, kita ketahui bahwa G0 tepat dua kali dari G0 gugus fosfat ujung ATP untuk berubah menjadi ADP
(G0 = 7,3 kkal.mol1). Ternyata pada semua sel hewan, AMP dapat kembali ke siklus ATP melalui kera
enzim yang ada pada sel hewan, yaitu enzim adenilat kinase. Enzim ini mengkatalisis fosforilasi
dapat balik AMP menghasilkan ADP.ATP + AMP ADP + ADP (21a)Mg2+ADP yang terbentuk dapat
terfosforilasi kembali menghasilkan ATP. Adenilat kinase memiliki fungsi penting lainnya, jika enzim
ini bekerja dengan arah sebaliknya. 2ADP ATP + AMP .. (21b)Tingkat ATP di dalam sel dapat
dipertahankan, karena adenilat kinase membantu memindahkan gugus fosfat ujung dari suatu
moleuk ADP ke molekul ADP lainnya, dan mengubah kedua molekul ADP ini menjadi ATP. Pada otot
yang berkontraksi, adenilat kinase membiarkan penggunaan kedua gugus fosfat dan pada ATP
sebagai sumber energy (Gambar 21). Akibat dari ini, adenilat kinase yang bekerja pada ADP dapat
membantu menghasilkan fosfokreatin sebagai sumber ATP selama kontraksi otot.Berikut mekanime
penguraian ATP menjadi ADP, AMP, dan Pi (Mathew, C.K., 1996)Gambar 22 . ATP dan hidrolisisnya
menjadi ADP, AMP, dan Pi.Daftar Bacaan:1. Allen, J.P., 2008. Biophysical Chemistry. 1st Ed. John
Wiley & Sons, Ltd. Publish. Singapore.2. Mathew, C.K., and Van Halde. 1996. Biochemistry. 2nd Ed.
The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. California.3. Lehninger. 1982. Dasar-Dasar
Biokimia, Jilid 2. (Terjemahan: Maggy Thenawijaya). Penerbit: Erlangga. Jakarta.6

Anda mungkin juga menyukai