Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit Cacar atau yang disebut sebagai 'Herpes' oleh kalangan medis adalah penyakit
radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-gelembung berisi air secara
berkelompok. Penyakit Cacar atau Herpes ini ada 2 macam golongan, Herpes Genetalis yang
disebabkan virus herpes simplex (VHS)dan Herpes Zoster.
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain
mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentukintranuclear
inclusion body. Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan dari
sitomegalovirus. Karakteristik dari lesi adalah adanya central intranuclear inclusion
body eosinofilik yang ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi
membran inti.
Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan
menjadi dua tipe yaitu :
1. Virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya
pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi
virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat
pada waktu umur 7 tahun..
2. Virus herpes simpleks tipe 2 hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus
genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.

Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling umum. Diperkirakan
bahwa satu dari setiap lima remaja akan terinfeksi oleh penyakit ini. Penelitian telah
menunjukkan bahwa wanita lebih rentan untuk tertular infeksi ini daripada pria. Hal ini akan
merusak penyakit alat kelamin atau anus baik laki-laki dan perempuan yang terinfeksi.
Ini adalah penyakit menular yang disebabkan oleh penularan virus yang disebut Herpes
Simplex Virus (HSV). Virus ini akan ditularkan selama hubungan intim atau selama kontak
antara kedua alat kelamin pria dan wanita. Genital herpes membuktikan bahwa penyakit ini
terutama mulut mempengaruhi organ dan alat kelamin HSV 1 mempengaruhi bibir berupa
lepuh dan luka dingin, sedangkan HSV 2 menginfeksi alat kelamin manusia.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami penjabaran tentang penyakit Herpes Simpleks
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala,
patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, serta komplikasi dari
penyakit Herpes Simpleks.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis)
tipe I atau tipe II yang ditandai adanya vesikel berkelompok di atas kulit yang eritematosa
derah mukokutan. Dapat berlangsung primer maupun rekurens. Herpes simpleks disebut juga
fever blaster, cold score, herpes febrilis, herpes labialis, herpes progenitalis (genitalis).
(Mansjoer, Arif, dkk., 1999).
Infeksi herpes simpleks ditandai dengan episode berulang dari lepuhan-lepuhan kecil di
kulit atau selaput lendir, yang berisi cairan dan terasa nyeri. Ciri-ciri Herpes simplex adalah
adanya bintil-bintil kecil, bisa satu atau sekumpulan, yang berisi cairan, dan jika pecah bisa
menyebabkan peradangan. Bintil-bintil ini biasanya muncul di daerah muco-cutaneous, atau
daerah dimana kulit bertemu dengan lapisan membrane mukosa. Di wajah, daerah ini
berlokasi di pertemuan bibir dengan kulit wajah. Para penderita herpes simplex biasanya
merasakan adanya perasaan geli di daerah tersebut sebelum munculnya bintil-bintil tadi.
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain
mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentukintranuclear
inclusion body. Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan dari
sitomegalovirus. Karakteristik dari lesi adalah adanya central intranuclear inclusion
body eosinofilik yang ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi
membran inti.
Dalam herpes simplek dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan imunologis
dan klinisnya yaitu (Bobak, 2004)
1. Virus herpes simpleks tipe I
Merupakan infeksi yang paling benyak ditemukan pada masa kanak-kanak.
Biasanya ditransmisi melalui kontak sekresi oral dan menyebabkan cold sores dan
fever blisters.
2. Virus herpes simpleks tipe 2
Biasanya terjadi setelah puber seiring aktivitas sexual meningkat. Dan di
transmisikan terutama melalui kontak dengan sekresi genetalia.

B. Etiologi
Penyebab Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks:
1. Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)
Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebutherpes
simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpesfebrilis. Biasanya
penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil
melalui kontak langsung seperti ciuman, sentuhan atau memakai baju/handuk mandi
bersama. Lesi umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan r ongga
mulut, hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang
penularannya lewat koitusorogenital (oral sex).
2. Virus Herpes Sim pleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga terjadi tanpa
koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi

2
umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-
genital dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital.

C. Patofisiologi
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan
mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes simpleks tidak dapat hidup di luar
lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain k ontak langsung
kecil kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki kemampuan untuk
menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membran sel. Pada infeksi aktif
primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak,
menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-
sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke
kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi tetapi
tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul fase laten.
Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang
terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam ganglion
radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada
manusia.

D. Tanda dan Gejala


Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2 bentuk
yaitu:
1. Infeksi primer yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula tanpa
gejala ( asimtomatik ). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas tertentu
dari antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1 saat anak-
anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 – 6 hari ( masa inkubasi terpendek yang pernah
ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal
yang kemudian menjadi nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang
multipel dan dapat menyatu. Adenopati inguinalis yang bisa menjadi sangat parah. Gejala
sistemik mirip influenza yang bersifat sepintas sering ditemukan dan mungkin disebabkan
oleh viremia. Vesikel yang terbentuk pada perineum dan vulva mudah terkena trauma dan
dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva cenderung
menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang berat. Retensi urin
dapat terjadi karena rasa nyeri yang ditimbulkan ketika buang air kecil atau terkenanya
nervus sakralis. Dalam waktu 2 – 4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan
menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf.
Kelainan pada serviks sering ditemukan pada infeksi primer dan dapat memperlihatkan
inflamasi serta ulserasi atau tidak menimbulkan gejala klinis.
2. Infeksi rekuren. Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, pertikel-partikel virus akan
menyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang
berlangsung lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion saraf
secara berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang
mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis ( pelepasan virus ) dengan atau tanpa
lesi yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan
virus untuk periode waktu yang lebih singkat (2 – 5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi

3
pada infeksi primer, dan secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun
sering terlihat pada infeksi primer, infeksi serviks tidak begitu sering terjadi pada infeksi
yang rekuren.
3. Infeksi primer pada ibu dapat menular pada janin, meskipun jarang, melalui plasenta
atau lewat korioamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas,
ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip infeksi
pada sitomegalovirus sepertimikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin hampir selalu terinfeksi
oleh virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah setelah ketuban pecah
atau saat bayi dilahirkan. Infeksi herpes pada bayi baru lahir mempunyai salah satu dari
ketiga bentuk berikut ini :
1. Disseminata ( 70 % ), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru. Hepar,
adrenal, dan lain-lain dengan kematian lebih dari 50 % yang disebabkan DIC atau
pneumonitis, dan yang berhasil hidup sering menderita kerusakan otak. Sebagian
besar bayi yang terserang bayi prematur.
2. Lokalisata ( 15 % ) dengan gejala pada mata, kulit dan otak dengan kematian lebih
rendah dibanding bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75 % akan menyebar
dan menjadi bentuk disseminata yang fatal. Bentuk ini sering berakhir dengan
kebutaan dan 30 % disertai kelainan neurologis.
3. Asimtomatik hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.

1. Inokulasi kompl e k s pri m e r (primary inoculation complex)


Infeksi primer herpes simpleks pada penderita usia muda yang baru pertama kali
terinfeksi virus ini dapat menyebabkan reaksi lokal dan sistemik yang hebat.
Manifestasinya dapat berupa herpes labialis. Dalam waktu 24 jam saja, penderita sudah
mengalami panas tinggi (39-40oC ), disusul o leh pembesaran kelenjar limfe
submentalis, pembengkakan bibir, dan lekositosis di atas 12.000/mm3, yang 75-
80%nya berupa sel polimorfonuklear. Terakhir, bentuk ini diikuti rasa sakit pada
tenggorokan. Insidens tertinggi terjadi pada usia antara 1-5 tahun. Waktu inkubasinya
3-10 hari. Kelainan akan sembuh spontan setelah 2-6 minggu.
2. Herpes gingivostomatiti s
Kebanyakan bentuk ini terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda.
Manifestasi klinis berupa panas tinggi, limfadenopati regional dan malaise. Lesi berupa
vesikel yang memecah dan terlihat sebagai bercak putih atau ulkus. Kelainan ini dapat
meluas ke mukosa bukal, lidah, dan tonsil, sehingga mengakibatkan rasa sakit, bau
nafas yang busuk, dan penurunan nafsu makan. Pada anak-anak dapat terjadi dehidrasi
dan asidosis. Kelainan ini berlangsung antara 2-4 minggu.
3. Infeksi herpes kompleks di seminata
Bentuk herpes ini terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 3 tahun, dimulai
dengan herpes gingivostomatitis berat. Jenis ini dapat mengenai paru-paru dan
menimbulkan viremia masif, yang berakibat gastroenteritis disfungsi ginjal dan kelenjar
adrenal, serta ensefalitis. Kematian banyak terjadi pada stadium viremia yang berat.

4. Herpes genitalis (proge nital i s )


Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas 3-5 hari. Penularan dapat
melalui hubungan seksual secara genito-genital, orogenital, maupun anogenital.
Erupsinya juga berupa vesikel tunggal atau menggerombol, bilateral, pada dasar kulit

4
yang eritematus, kemudian berkonfluensi, memecah, membentuk erosi atau ulkus yang
dangkal disertai rasa nyeri. 31% penderita mengalami gejala konstitusi berupa demam,
malaise, mialgia, dan sakit kepala; dan 50% mengalami limfadenopati inguinal.

GAMBAR 1

E. Klasifikasi
Sebagian besar orang yang terkena penyakit herpes terlambat mengetahui jika dirinya
terinfeksi bahkan tidak sadar dapat menyebarkannya. Penularan penyakit herpes melalui
Infeksi herpes simpleks ditularkan dari orang ke orang melalui hubungan langsung dengan
daerah tubuh yang terinfeksi. Proses penularan bisa saja terjadi meski tak ada luka pada
penderita penyakit herpes yang terbuka.
Penggolongan penyakit herpes didasarkan atas jenis virus yang menginfeksi yaitu herpes
simpleks dan herpes zoster.
Herpes simpleks terbagi 2 , yaitu virus herpes simpleks tipe I (HSV-I) dan herpes simpleks
virus tipe II (HSV-II). Herpes yang mengenai daerah mulut dan sekitarnya adalah HSV-I
(Herpes Labialis) sedangkan Herpes yang menginfeksi kulit didaerah vagina merupakan
HSV-II (Herpes Genitalis) yang penularannya melalui hubungan seksual yang menimbulkan ,
gatal-gatal dan nyeri di daerah genital, dengan kulit dan selaput lendir yang menjadi merah.

5
Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella zoster, yaitu virus yang juga menyebabkan
cacar air. Gejalanya khas, yaitu timbul gelembung-gelembung kecil, biasanya di daerah
punggung, hanya pada satu sisi, dan meliputi daerah persyarafan tertentu. Gelembung –
gelembung ini terasa nyeri dan dapat pecah sehingga mudah timbul infeksi oleh bakteri.
Penyakit ini bukan penyakit kelamin, dan dapat sembuh sempurna Penyakit Herpes yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 adalah penyebab umum untuk luka-luka demam
(cold sore) di sekeliling mulut. Herpes simpleks-2 biasanya menyebabkan herpes kelamin.
Namun belakangan diketahui lagi, bahwa virus tipe 1 juga dapat menyebabkan infeksi pada
kelamin, begitu pula virus tipe 2 dapat menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks.
Penyakit Herpes genitalis berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi. Bila
seorang perempuan mempunyai herpes kelamin aktif disaat melahirkan maka dianjurkan
melahirkan dengan bedah caesar. Orang dengan herpes simpleks aktif sebaiknya sangat hati-
hati waktu berhubungan seks agar menghindari infeksi HIV. Orang dengan HIV dan herpes
simpleks bersama juga sebaiknya sangat hati-hati waktu terjangkit herpes aktif. Pada waktu
itu, viral load HIV-nya biasanya lebih tinggi, dan hal ini dapat meningkatkan kemungkinan
HIV ditularkan pada orang lain.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan serologi (STS) dan pemeriksaan dengan mikroskop lapang gelap untuk
menyampingkan sifilis.
2. Pemeriksaan Laboratorium lain:
 Menemukan badan inklusi pada sediaan apus cairan vesikel yang dicat dengan giemsa
(Tzank Test). Atau dilakukan pemeriksaan sitologi sesudah fiksasi dengan alcohol
dan pengecetan Papanicolaou digunakan sebagai cara yang cepat untuk mendiagnosis
eksaserbasi klinis, dan sediaan apus yang diambil memperlihatkan lesi dengan sel-sel
multinucleus yang besar dan badan inklusi virus yang eosinofilik. Metode ini dibatasi
oleh spesifisitas dan sensitivitasnya. Namun, teknik pengecatan imunoperoksidase dan
pemeriksaan ELISA (enzyme-linked immudosorbent assay) pernah dievaluasi bahwa
pembuatan diagnosis lebih cepat dari sediaan apus, tetapi teknik ini tidak banyak
dipakai selama kehamilan.
 Elektromikroskop: untuk melihat morfologi virus
 Serologi: menentukan jenis antibibodi spesifik
 Pemeriksaan immunofluoresen: menentukan antigen virus dan jenis
imunoglobulinnya dengan hasil Ig G maupun komplemen c3 mengendap disepanjang
zona membran basalis
 Pemeriksaan histopatologi
 Biakan virus pada membran chorio alantois ( CAM ) atau tissue culture. Metode ini
merupakan cara yang paling optimal untuk memastikan infeksi yang terlihat secara
klinis dan eksaserbasi yang asimtomatik. Dan pada eksaserbasi yang simtomatik lebih
dari separuh pemeriksaan kultur akan memberikan hasil yang positif setelah 48 jam,
namun pada eksaserbasi yang asimtomatik, diperlukan waktu yang lebih lama lagi
sebelum terlihat efek sitopatik mengingat titer virus yang lebih rendah.

6
G. Penatalaksanaan Medis
1. Mencegah infeksi:
Penyuluhan
 Meningkatkan kebersihan perawatan bayi terutama untuk infeksi herpes orolabial dan
mata.
 Untuk infeksi genital tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang
beresiko tinggi.
 Untuk wanita lain, pada ibu dengan infeksi primer dianjurkan untuk tidak hamil pada
1 sampai 2 bulan pertama.
 Pemeriksaan sitologi teratur pada wanita hamil dengan infeksi herpes simpleks
terutama menjelang persalinan.
 Dilakukan operasi SC bila ditemukan lesi aktif maupun pelepasan virus.
 Imunisasi
 Secara aktif non spesifik
Diberikan vaksinasi dengan vaksin small pox, polio sabin dan BCG. Tidak dianjurkan karena
tidak terjadi imunitas silang.
 Secara aktif spesifik
Vaksin mengandung antigen herpes simpleks yang telah di inaktifkan dengan pemanasan 58
derajat celcius yang diperoleh dari CMA. Ada 2 macam vaksin:
 Lupidon H: untuk herpes labialis (HSV tipe 1)
 Lupidon G: untuk herpes genetalis (HSV tipe 2)
Vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan penderita yang alergi dengan
Lupidon G, dapat diberikan kimbinasi Lupidon H dan lupidon G.
 Imunisasi secara pasif
Pemberian gamma-globulin dan interferon
 Stimulator imunologi:levamisol
Bersifat antiviral pada kulur jaringan dan hewan stimulasi CMI bisa memberikan efek toksis.
2. Mencegah kekambuhan
Menghilangkan atau mengurangi faktor pencetus dengan memberikanpengarahan serta
mengobati infeksi.
Meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan perbaikan kondisi tubuh maupun obat-obat
anti virus seperti valaciclovir dan acyclovir.
Bila terdapat infeksi sekunder sebaiknya diberikan obat-obat yang tidak memberikan
masking effect terhadap sifilis, misalnya cotrimoksasol dan streptomisin.
3. Pengobatan
Secara topikal
Obat-obat yang sering dipakai:
1. Povidon-iodin
 Antiseptik
 Hati-hati pada wanita hamil karena bisa menimbulkan goiter (gondok) pada bayi.
2. Idoksuridin ( IDU )
 Bersifat menekan sintesis DNA virus dan herpes, jadi menghambat replikasi virus
 IDU 10-40% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) lebih baik, tapi jangan lebih dari
empat hari karena DMSO dapat menimbulkan maserasi.
 Tidak dapat diberikan secara sistemik karena bersifat toksis
 HERPID adalah 5% IDU dalam100% DMSO

7
3. Sitosin arabinosida/cytarabine
 Menekan sintesis DNA virus dan hospes
4. Adenin arabinosida/vidarabine
 Menekankan sintesis DNA hospes dan polimerasi DNA virus
5. Bahan-bahan pelarut organis
 Alkohol 70%: bersifat mengeringkan, untuk stadium vesikel
6. Kortikosteroid (prednison 40-60 mg/hari
 Anti inflamasi lokal tidak spesifik
 Mempercepat redanya peradangan
 Dapat diberikan pada staduim dini dengan edema yang hebat dalam bentuk lotio
hydrocortison 1%
7. Inaktifasi fotodinamik dan larutan zat warna seperti methylen blue, neutral red atau
flavine
 Zat warna mengikat virus DNA dan dengan penyinaran akan merusak dan
menginaktivasi virus
 Secara sistemik

H. Pencegahan
Karena kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan jumlah pasangan seksual
seseorang, membatasi jumlah pasangan adalah langkah pertama menuju pencegahan. Untuk
menjaga dari penyebaran herpes, kontak intim harus dihindari ketika luka pada tubuh. Gatal,
terbakar atau kesemutan mungkin terjadi sebelum luka berkembang. Hubungan seksual harus
dihindari selama waktu ini. Herpes bahkan dapat menyebar ketika tidak ada luka atau gejala.
Untuk meminimalkan risiko penyebaran herpes, kondom lateks harus digunakan selama
semua kontak seksual. Busa spermisida dan jeli mungkin menawarkan perlindungan
tambahan meskipun bukti mengenai hal ini kontroversial. Virus herpes juga dapat menyebar
dengan menyentuh luka dan kemudian menyentuh bagian lain dari tubuh. Jika Anda
menyentuh luka, cuci tangan Anda dengan sabun dan air sesegera mungkin. Juga, tidak
berbagi handuk atau pakaian dengan siapa pun.

I. Komplikasi
Komplikasi yang paling signifikan dari HSV adalah ensefalitis, meupakan kasus fatal
sekitar 60-80%. HSV dapat muncul sebagai penyakit menular seperti pneumonia, colitis, atau
esofagitis pada pasien AIDS. Infeksi primer atau rekuren selama hamil dapat menimbulkan
infeksi congenital janin dan bayi baru lahir. Komplikasi dapat berupa infeksi lokal sampai
dengan kelainan dan kadang meninggal.
Komplikasi herpes simpleks genitalis dapat berupa perluasan lesi lokal dan penyebaran
virus ke lokasi ekstragenital, susunan saraf pusat dan bahkan bisa juga terjadi superinfeksi
jamur. Pada pria dapat terjadi impotensia. Infeksi menyeluruh bisa terjadi pada toraks dan
ekstremitas, penyebaran mukokutan pada pasien dengan dermatitis atopik atau kehamilan.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh.Keluhan utama pasien SJL
daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang umumnya tidak nyeri dan sering
dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma didaerah tersebut.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Perlu ditanyakan kapan terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya, keluhan yang
berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap jaringan sekitar, dan ketuhan yang
berhubungan dengan metastasis jauh.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan riwayat kesehatan klien, tertama untuk penyakit – penyakit yang dapat
memperberat kondisinya saat ini, misalnya memiliki DM. Dapatkan juga informasi sejak
mulai kapan dan bagaimana riwayat pengobatannya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Ditanyakan apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama ataupun menderita tumor
atau kanker jenis yang lain. Ditanyakan juga penyakit – penyakit menular dan menurun yang
diderita oleh keluarga yang lain seperti hipertensi, DM, Gangguan Jantung, Astma, TBC, dll.
6. Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian mukaatau yang dapat
dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri. Hal itu meliputi perubahan
citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri,penampilan peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
 Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
 Menarik diri dari kontak sosial.
 Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
7. Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalamigangguan, terutama
untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi gangguan BABdan BAK pada herpes simpleks
genitalis. Penyakit ini sering diderita olehklien yang mempunyai kebiasaan menggunakan
alat-alat pribadi secarabersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubunganseksual dengan berganti ganti pasangan.

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dandaya tahan tubuh klien.
Pada kondisi awal/saat proses peradangan,dapat terjadipeningkatan suhu tubuh atau demam
dan perubahan tanda-tanda vital yang lain.
 Pada pengkajian kulit,ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang
nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksisekunder.

9
 Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien. Pada pemeriksaan genitalia
pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagianglans penis, batang penis, uretra,
dan daerah anus.
 Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan
minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk,
ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar
limferegional.
 Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individuterhadap nyeri
akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku.
 Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung,
peningkatanpernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku, dapat
jugadijumpai menangis, merintih, atau marah.Lakukan pengukuran nyeri
denganmenggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa.
 Untuk anak-anak, pilihskala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa
menggunakan skalawajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam
pemilihan

1. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan tanda-tanda
metastasis pada paru, hati dan tulang.
2. Pemeriksaan status lokalis meliputi:
a. Tumor primer:
 Lokasi tumor
 Ukuran tumor
 Batas tumor, tegas atau tidak
 Konsistensi dan mobilitas
 Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik/sensorik dan tanda-
tanda bendungan pembuluh darah, obstruksi usus, dan lain-lain sesuai dengan lokasi
lesi.
b. Metastasis regional:
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.

3. Pengkajian Fungsional
Pengkajian selanjutnya adalah untuk mengkaji kebutuhan klien dapat menggunakan
dasar kebutuhan manusia berdsarkan Henderson atau dengan adaptasi dari Calista Roy.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. kerusakan integritas kulit dan inflamasi jaringan
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, skunder akibat penyakit herpes
simpleks
3. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung, tidak
langsung)

10
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan proses inflamasi
Kriteria hasil :
 Klien mengungkapkan nyeri berkurang
 Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol
nyeri secara benar
Rencana keperawatan :
 Pantau bintik- bintik kemerahan pada pasien
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
 Kolaborasi pemberian analgetik ( asam mefenamat)
 Kolaborasi pemberian asiklovir
Rasional :
 Dengan memantau bintik – bintik kemerahan pada pasien, maka perawat dapat
mengetahui tingkat perkembangan kesembuhan pasien.
 Dengan menciptakan lingkungam yang tenang dan nyaman, maka pasien akan dapat
beristirahat dengan tenang.
 Dengan melakukan kolaborasi dengan pemberian analgetik ( asam mefenamat) akan
dapat mengurangi tingkat nyeri pasien.
 Dengan melakukan kolaboraaasi dengan pemberian asiklovir, maka akan dapat
menyembuhkan penyakit pasien
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakitherpes
simpleks
Kriteria hasil :
 Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya
 Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
 Melakukan pola-pola penanggulangan yang baru
Rencana keperawatan:
 Ciptakan hubungan saling percaya antara klien-perawat.
 Dorong klien untuk menyatakan perasaannya , terutama tentang cara ia merasakan ,
berpikir, atau memandang dirinya.
3. Hindari mengkritik
4. Tingkatkan interaksi sosial.
5. Dorong klien untuk melakukan aktivitas
6. Beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain.
Rasional :
 Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri dan terlantarka, menunjukkan rasa
menghargai dan menerima ,membantu meningkatkan rasa percya diri.
 Dapat mengurangi ansietas dan ketidakmampuan pasien untuk menerima realita
 Membantu pasien untuk merasa diterimah pada kondisi yang sekarang
 Memungkinkan agar tidak terjadi rasa frustrasi
 Membantu pasien dan keluarga untuk merasa menerima dengan keadaaan sekarang
tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan perasaaan harga diri dan kontrol
 Memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi pasien untuk
memecahkan masalah

3. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung,tidak langsung ,
kontak droplet).

11
Kriteria hasil :
 Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi menularkaninfeksi.
 Klien dapat menjelaskan cara penularan penyakit.
Rencana keperawatan:
 Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks, penyebab, cara penularan, danakibat yang
ditimbulkan.
 Anjurkan klien untuk menghentikan kagiatan hubungan seksual selamasakit dan jika
perlu menggunakan kondom.
 Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual dengansatu orang
(satu sama lain setia) dan pasangan yang tidak terinfeksi(hubungan seks yang sehat)
Rasional :
 Memberikan pengetahuan dasar di man pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi
 Mengurangi penularan penyakit ; meningkatkan kesehatan pada masa berkurangnya
kemampuan sistem imun
 Mengurangi kesalahan konsepsi dan meningkatkan keamanan bagi pasien / orang
lain.

D. Implementasi
Adalah mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang
direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan didalam rumah sakit.

F. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, evaluasi merupakan
kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang melibatkan klien, perawat dan tim kesehatan
lain. Evaluasi juga hanya menunjukkan masalah mana yang telah dipecahkan yang perlu
dikaji ulang rencana kembali dilaksanakan dan rencana evaluasi kembali.

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Herpes simplex adalah infeksi akut oleh virus Herpes Simplex (virus Herpes
Hominis) tipe I dan tipe IIyang ditandai dengan vesikel berkelompok diatas kulit yang
eritematosa di daerah mukokutan. Ciri-ciri Herpes simplex adalah adanya bintil-bintil kecil,
bisa satu atau sekumpulan, yang berisi cairan, dan jika pecah bisa menyebabkan peradangan.
Virus herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan sebagian
besar dengan kontak seksual. Gejala herpes adalah Area yang terinfeksi biasanya berwarna
kemerahan, dan menjadi sensitif, setelah itu timbul bintik-bintik merah. Jumlahnya bervariasi

B. Saran
Perawat ataupun mahasiswa keperawatan harus banyak membaca danmemperbanyak
referensi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Herpes Simpleks.

13
DAFTAR PUSTAKA

 Ajunadi, Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius:


Jakarta.

 Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.

 Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI:
Jakarta.

 Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa dalam Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin ed.5. Penerbit FK UI. Jakarta

 Doengoes, E, Marilynn. (2000). “Rencana Asuhan Keperawatan”, Edisi 3, EGC:


Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai