FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU, 2019 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketergantungan manusia pada energi Fosil membuat Bisnis
Pertambangan masih menjadi salah satu bisnis primadona di Indonesia, khususnya Pertambangan Batubara. Hal ini juga didukung dengan Cadangan batubara di Indonesia masih 41 miliar ton, yang berarti bahwa masih Bisa produksi sampai tahun 2100. Melihat angka ini, tidak mengherankan apabila Bisnis Pertambangan masih terus bertambah di Bumi Pertiwi. Konsekwensinya, Titik titik tambang akan terus bertambah. Pertambangan Batubara termasuk dalam jenis Open Pit mining, atau Pertambangan Terbuka. Artinya, pertambangan batu bara dilakukan dengan menggali Lubang besar di Permukaan bumi lalu mengeruk setiap Lapisan Tanahnya. Bagi pelaku bisnis Pertambangan, Tanah itu hanyalah bahan yang “Dibuang” karena mengganggu menutupi Batuan yang dicari. Konsekwensi dari kegiatan pertambangan seperti ini adalah munculnya lubang-lubang menganga di permukaan bumi. Setelah kegiatan selesai, banyak perusahaan yang membiarkan lubang ini terbuka tanpa dilakukan suatu penanganan berupa Reklamasi. Perlu dipahami juga, bahwa kegiatan penambangan Mineral Batubara selalu akan menimbulkan masalah lingkungan, khususnya Tanah. Tanah di sekitar wilayah tambang akan mengalami Pencemaran akibat adanya Aktivitas Pertambangan. Mayoritas Pencemaran diakibatkan oleh penggalian dan juga Pengolahan (Smelter). Oleh karena itu, perlu dibuatkan suatu metode Bioremediasi yang tepat dan Ekonomis guna mengurangi Dampak Lingkungan akibat kegiatan Tambang ini.