10 Gambaran Tingkat Mobilitas Fisik Lansia UPT PSTW Jember
Berdasarkan hasil penelitian tingkat kemandirian lansia di UPT PSTW Jember mayoritas lansia bisa mandiri dalam melakukan mobilitas dan sebagian besar membutuhkan bantuan banyak untuk mobilitas. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheng dkk, 1998 dan Jansen dkk, (2010) yang menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan bagi pasien untuk melakukan tugas duduk-untuk-berdiri telah berkorelasi dengan risiko jatuh serta pemulihan fungsional pada lansia. Tingkat mobilitas pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor usia, dan keadaan fisik. Pengaruh kekuatan otot terhadap gaya berjalan akan menyebabkan perubahan pada kekuatan stepping, kecepatan berjalan, serta frekuensi langkah. Sebagian besar lansia yang memiliki kekuatan otot rendah memiliki gaya berjalan yang lamban, dengan langkah yang pendek-pendek, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung tampak goyah (Hermawan & Rosyid, 2017). Persentase penelitian yang dilakukan di UPT PSTW Jember didapatkan impaired mobility (26,6%) yang menunjukkan rata-rata tertigg. Berdasarkan nilai persentase dengan hasil impairet mobiliti yang berarti lansia kesulitan untuk mobilitas fisik terutama pada lansia perempuan kare pengeroposan tulanglebih cepat di bandingkan dengan lansia laki-laki sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Cheng dkk, 1998 dan Jansen dkk, 2010). Aktivitas fisik akan meningkatkan kekuatan otot yang sangat penting untuk menjaga postur yang tepat dan keseimbangan setiap individu (Selvadurai, Prabowo, & S.Pratiwi, 2017). Pengurangan kekuatan otot pada akhirnya akan terjadi menyebabkan aktivitas hidup sehari-hari yang buruk, penurunan kekuatan fisik dan gangguan yang menonjol terhadap kualitas hidup lansia. Dengan demikian, menurunnya kekuatan otot dan masalah pada gaya berjalan dan keseimbangan serta tidak mandirinya lansia dalam mobilitas dapat berisiko tinggi jatuh. Selanjutnya, gangguan gaya berjalan dan keseimbangan berkontribusi sekitar 3 kali risiko jatuh. Waktu yang dibutuhkan untuk pulih dari cedera terkait jatuh panjang, terutama untuk orang tua yang mau mengalami imobilitas yang berkepanjangan sehingga lansia mengalami ketergantungan dalam mobilitas (Rubenstein LZ, 2006). Gaya berjalan lansia pada dasarnya dipengaruhi oleh kekuatan otot dan alas kaki. Jenis bahan alas kaki akan mempengaruhi pergerakan kaki. Bahan alas kaki yang terbuat dari plastik cenderung mudah mengalami perubahan tekstur menjadi licin ketika terkena air, sedangkan bahan dari karet cenderung lebih memiliki tekstur yang tetap ketika terkena air sehingga bahan ini lebih aman apabila di pakai oleh lansia. Sebagian besar lansia di panti tersebut menggunakan alas kaki atau sandal yang terbuat dari bahan plastik. Hal ini ternyata membuat lansia yang pada awalnya telah mengalami penurunan kekuatan otot menjadi kehilangan kestabilan ketika berjalan akibat tekstur alas kaki yang berubah menjadi licin.Alas kaki yang digunakan lansia selama ini merupakan alas kaki yang sudah disediakan oleh pihak pengelola panti ketika masuk pertama kali, namun lansia boleh memakai alas kaki lain selain yang telah diberikan pihak pengelola panti ketika masuk. Pengaruh kekuatan otot terhadap gaya berjalan akan menyebabkan perubahan pada kekuatan stepping, kecepatan berjalan, serta frekuensi langkah. Sebagian besar lansia yang memiliki kekuatan otot rendah memiliki gaya berjalan yang lamban, dengan langkah yang pendek-pendek, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung tampak goyah (Hermawan & Rosyid, 2017).