Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Alhamdulillah puja dan puji syukur kita panjatkan kepada Ilahi Robbi,
Tuhan semesta alam, karena-Nya kita senantiasa diberikan nikmat iman, nikmat
sehat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari yang di ridhoi-Nya Sholawat serta
salam senantiasa tercurah kepada nabi akhir zaman. Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari alam kegelapan kealam cahaya Islam.
Allah SWT menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan
sarana manusia untuk menjalankan tugas pokok mereka untuk beribadah kepada
Allah SWT. Islam agama yang kaffah ini melarang segala bentuk kerusakan alam,
baik secara langsung ataupun tidak langsung. Umat Islam harus yang terdepan
menjaga lingkungan dan melestarikan alam sekitar. Setiap muslim harus
memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup dan berkewajiban
melestarikannya karena manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi
Allah SWT.

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang diatas kami merumuskan beberapa masalah yaitu :
1. Bagaimana lingkungan hidup dalam pandangan Islam
2. Bagaimana sumber daya alam menurut Islam
3. Bagaimana konsep Islam mengelola sumber daya alam

C. Tujuan.
1. Mengetahui dan memahami Islam dalam memaknai lingkungan hidup.
2. Mengetahui dan memahami sumber daya alam menurut pandangan Islam.
3. Mengetahui dan memahami konsep Islam dalam mengelola sumber daya
alam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP.


Allah SWT berfirman dalam Al Qur'an Surat Al Rum 41

َ‫ض الَّذِي َع ِملُوا لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْر ِجعُون‬ ِ َّ‫ت أ َ ْيدِي الن‬


َ ‫اس ِليُذِي َق ُه ْم بَ ْع‬ َ ‫ساد ُ فِي ْالبَ ِر َو ْالبَحْ ِر ِب َما َك‬
ْ َ‫سب‬ َ َ‫ظ َه َر ْالف‬
َ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka,agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Pada Q.S. Ar Rum ayat 41 menerangkan bahwa Allah SWT menciptakan
alam semesta dan segala isinya adalah untuk dimanfaatkan oleh manusia demi
kesejahteraan hidup dan kemakmurannya. Manusia diangkat sebagai khalifah di
bumi yang diamanati agar menjaga kelestarian alam jangan sampai rusak.
Manusia diperbolehkan menggali kekayaan alam, mengolahnya, dan
memanfaatkan sebagai bekal beribadah kepada Allah dan beramal soleh. Namun
kenyataannya karena manusia mempunyai sifat tamak, rakus, sehingga penggalian
alam itu tak terkendalikan yang berdampak menjadi bencana alam, seperti tanah
longsor, banjir, alam menjadi tandus, kekeringan, alam menjadi gersang, dan
udara tercemar dan lain sebagainya. Kerusakan alam itu akan berakibat pula
kesengsaraan pada diri manusia itu sendiri.

A. Sumber Daya Alam dalam Islam.


Sumber daya alam merupakan salah satu elemen penting untuk manusia
guna memenuhi kebutuhan hidup. Jika sumber daya alam ini mengalami
pengurangan apalagi pengrusakan maka kegiatan perekonomian manusia akan
bermasalah.
Sumber daya alam terdiri dua komponen yaitu biotik dan abiotic. Biotik
terdiri dari tumbuhan, hewan dan mikro organisme) dan abiotic terdiri dari
minyak bumi, gas alam, logam, air dan tanah). Tanah sendiri menjadi sumber dari
segala produksi, sebab manusia membutuhkan tumbuh-tumbuhan untuk

2
dikonsumsi maupun diproduksi. Begitu juga dengan air, cahaya, terlebih pula
udara.
Sebagai makhluk khalifah di muka bumi tentu harus menjaga kelestarian
alam agar tidak mengalami kepunahan. Sebagai manusia yang beriman, kita harus
menampakkannya dengan ketajaman keyakinan, bahwa Allah SWT bisa saja
murka terhadap bumi jika kita sebagai hambanya tidak menjaganya. Sebagai
contoh penebangan hutan secara liar, Allah SWT memperingatkan dengan adanya
musibah terjadinya longsor. Hal ini sebenarnya sudah sering kita dengar bahkan di
wilayah-wilayah lain sudah sering kali terjadi. Namun banyak sekali manusia-
manusia yang tidak peduli bahwa di balik tenaga alam ada kekuatan gaib yang
Mahakuasa
Di dalam agama Islam sudah di ajarkan bahwa manusia diciptakan dari
tanah dan pada akhirnya akan kembali ke tanah. Maka dari itu tentunya manusia
tidak boleh menyombongkan diri dengan mengesampingkan atau meremehkan
kekuasaan Allah SWT di atas segala benda yang menjadi sumber asli bagi
manusia. Jadi selama kita masih hidup di atas tanah, kita berkewajiban utuk
menjaga kelestariannya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda:

‫ض فَ ْل َي ْز َر ْع َها أ َ ْو ِل َي ْمنَحْ َها أَخَاهُ فَإ ِ ْن أ َ َبى‬


ٌ ‫سله َم َم ْن كَانَتْ لَه ُ أ َ ْر‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلهى ه‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ قا َل َر‬: ‫ع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ قَا َل‬
ِ ‫سو ُل ه‬
َ ‫َّللا‬ َ
ُ ‫ضه‬ ْ ‫فَ ْليُ ْمس‬
َ ‫ِك أ َ ْر‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah S.A.W bersabda: Barang
siapa memiliki sebidang tanah, hendaklah ia menanaminya, atau memperbolehkan
kepada saudaranya (supaya menanaminya), maka apabila ia menolaknya,
hendaklah ia menahannya (memeliharanya).” (H.R Muslim no.2875).

B. Mengelola Sumber Daya Alam dalam Pandangan Islam.


Agama Islam sangat menganjurkan bahwa pengelolaan sumber daya alama
itu harus berkelanjutan dan bermanfaat bagi kehidupan. Alqur’an surat Al-Araf
ayat 56 Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di bumi.

‫ط َمعًا إِ َّن َرحْ َمتَ ّللاِ قَ ِريبٌ ِمنَ ْال ُمحْ ِسنِين‬
َ ‫صالَ ِح َها َوادْعُوهُ خ َْوفًا َو‬ ِ ‫َوالَ ت ُ ْف ِسد ُواْ فِي األ َ ْر‬
ْ ِ‫ض بَ ْعدَ إ‬

3
Artinya: “dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Syekh Jalaludin al-mahalli dan Syekh Jalaludin as-syuyuthi di dalam kitab
Tafsir Jalalain menjelaskan ayat ini mengindikasikan bahwa kerusakan di muka
bumi ini disebabkan oleh tangan manusia yang tidak menyeimbangi kesimbangan
lingkungan hidup. Sebagai manusia ciptaan Allah SWT yang di anugerahi berupa
akal agar difungsikan membedakan antara perilaku yang baik dan buruk, apakah
itu di dalam kehidupan sosial atau yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Ayat di atas sudah jelas menerangkan bahwa manusia sebagai khalifah
dimuka bumi harus menjaga alam agar tidak musnah.
Pendapat bahwa sumber daya alam milik umum harus dikelola oleh
negara untuk hasilnya diberikan kepada rakyat dikemukakan oleh An-
Nabhani berdasarkan pada hadits riwayat Imam At-Tirmidzi dari Abyadh
bin Hamal. Dalam hadits tersebut, Abyad diceritakan telah meminta kepada
Rasul untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul meluluskan
permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang shahabat, “Wahai
Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya?
Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir
(ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda: “Tariklah tambang tersebut
darinya”.
Ma’u al-‘iddu adalah air yang karena jumlahnya sangat banyak
digambarkan mengalir terus menerus. Hadist tersebut menyerupakan
tambang garam yang kandungannya sangat banyak dengan air yang
mengalir. Bahwa semula Rasullah SAW memberikan tambang garam kepada
Abyadh menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam atau tambang
yang lain kepada seseorang. Tapi ketika kemudian Rasul mengetahui bahwa
tambang tersebut merupakan tambang yang cukup besar, digambarkan
bagaikan air yang terus mengalir, maka Rasul mencabut pemberian itu,
karena dengan kandungannya yang sangat besar itu tambang tersebut

4
dikategorikan milik umum. Dan semua milik umum tidak boleh dikuasai oleh
individu.
Yang menjadi fokus dalam hadits tersebut tentu saja bukan “garam”,
melainkan tambangnya. Terbukti, ketika Rasul mengetahui bahwa tambang
garam itu jumlahnya sangat banyak, ia menarik kembali pemberian itu. An-
Nabhani mengutip ungkapan Abu Ubaid yang mengatakan:
“Adapun pemberian Nabi SAW kepada Abyadh bin Hambal terhadap tambang
garam yang terdapat di daerah Ma’rab, kemudian beliau mengambilnya
kembali dari tangan Abyadh, sesungguhnya beliau mencabutnya semata
karena menurut beliau tambang tersebut merupakan tanah mati yang
dihidupkan oleh Abyadh lalu dia mengelolanya. Ketika Nabi SAW mengetahui
bahwa tambang tersebut seperti air yang mengalir, yang mana air tersebut
merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor,
maka beliau mencabutnya kembali, karena sunnah Rasulullah SAW dalam
masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia berserikat
dalam masalah tersebut, maka beliau melarang bagi seseorang untuk
memilikinya, sementara yang lain tidak dapat memilikinya”.
Penarikan kembali pemberian Rasul kepada Abyadh adalah illat dari
larangan sesuatu yang menjadi milik umum termasuk dalam hal ini barang
tambang yang kandungannya sangat banyak untuk dimiliki individu. Dalam
hadits dari Amru bin Qais lebih jelas lagi disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan garam di sini adalah tambang garam atau “ma’danul milhi” (tambang
garam). Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa Rasulullah
telah memberikan tambang kepada Bilal bin Harits Al Muzni dari kabilahnya,
serta hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam kitab Al Amwal dari Abi
Ikrimah yang mengatakan: “Rasulullah saw.memberikan sebidang tanah ini
kepada Bilal dari tempat ini hingga sekian, berikut kandungan buminya, baik
berupa gunung atau tambang,” sebenarnya tidak bertentangan dengan hadits
Abyadh ini. Hadits di atas mengandung pengertian bahwa tambang yang

5
diberikan oleh Rasulullah kepada Bilal kandungannya terbatas, sehingga
boleh diberikan.
Sebagaimana Rasulullah, pertama kalinya memberikan tambang
garam tersebut kepada Abyadh. Tapi kebolehan pemberian barang tambang
ini tidak boleh diartikan secara mutlak, sebab jika diartikan demikian tentu
bertentangan dengan pencabutan Rasul setelah diketahui bahwa tambang
itu kandungannya besar bagaikan air yang terus mengalir. Jadi jelaslah
bahwa kandungan tambang yang diberikan Rasulullah tersebut bersifat
terbatas.
Menurut konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam, tambang
yang jumlahnya sangat besar baik yang nampak sehingga bisa didapat
tanpa harus susah payah seperti garam, batubara, dan sebagainya; ataupun
tambang yang berada di dalam perut bumi yang tidak bisa diperoleh kecuali
dengan usaha keras seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, timah dan
sejenisnya termasuk milik umum. Baik berbentuk padat, semisal kristal
ataupun berbentuk cair, semisal minyak, semuanya adalah tambang yang
termasuk dalam pengertian hadits di atas.
Sedangkan benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah untuk
hanya dimiliki oleh pribadi, benda tersebut termasuk milik umum. Meski
termasuk dalam kelompok pertama, karena merupakan fasilitas umum,
benda-benda tersebut berbeda dengan kelompok yang pertama dari segi
sifatnya, maka benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu. Berbeda
dengan kelompok pertama, yang memang boleh dimiliki oleh individu. Air
misalnya, mungkin saja dimiliki oleh individu, tapi bila suatu komunitas
membutuhkannya, individu tidak boleh memilikinya. Berbeda dengan jalan,
sebab jalan memang tidak mungkin dimiliki oleh individu.
Oleh karena itu, sebenarnya pembagian ini - meskipun dalilnya bisa
berlakukan illat syar’iyah, yaitu keberadaannya sebagai kepentingan umum
esensi faktanya menunjukkan bahwa benda-benda tersebut merupakan milik
umum.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi wajib menjaga dan melestarikan
serta menggunakan sebaik-baik sumber daya alam yang Allah SWT anugerahkan.
Senantiasa mensyukuri nikmat sumber daya alam ini dengan tidak memanfaatkan
untuk kepentingan pribadi dan tidak merusaknya.

B. Daftar Pustaka.
Kitab Tafsir Jalalain karya Syekh Jalaludin Al-Mahalli & Syekh Jalaludin Asy-
Syuyuthi.
Kitab Hadits Shahih Muslim karya Imam Muslim.
DEPAG RI. 2001. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum.
Jakarta : Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, DEPAG.
Endratno, Hemin. 2005. Diklat Ajar Studi Islam 3.

Anda mungkin juga menyukai