Disusun oleh :
TASIKMALAYA
2020
I. DASAR TEORI
1. Definisi Salep
Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pema
kaian topikal pada kulit atau selaput lendir.
Menurut FI III, Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar
bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %.
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan sebagai obat
luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi secara homogen dalam basis salep
yang cocok. Fungsi salep ialah sebagai bahan pembawa obat dalam pengobatan
kulit, pelumas kulit, dan pelindung kulit. Salep harus memenuhi kualitas dasar
yaitu stabil, lunak, mudah dipakai, basis salep yang cocok, dan terdistribusi
merata. Stabil artinya salep harus stabil selama pengobatan berlangsung. Maka
harus terbebas dari inkompatibilitas, stabil dalam suhu kamar, dan kelembaban
kamar. Harus dalam keadaan lunak dan homogen karena salep banyak digunakan
untuk kulit yang mengalami iritasi dan inflamasi. Dasar salep harus cocok artinya
salep harus dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan bahan obat. Dasar
salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat dan dipilih
sedemikian rupa sehingga mampu melepaskan obat pada area kulit yang diobati.
Terdistribusi merata artinya bahan obat harus terdistribusi secara merata dalam
basis salep yang cocok (Anief, 2006).
3. Basis salep
1) Basis salep hidrokarbon
Basis salep hidrokarbon atau basis berlemak merupakan basis bebas air.
Sediaan larut air dan mengandung air dapat ditambahkan dalam jumlah kecil
dengan beberapa kesulitan. Basis ini memberikan efek melembutkan, efektif
sebagai penutup yang oklusif, mencegah hilangnya kelembapan, bertahan dalam
waktu yang lama pada kulit, dan sulit dicuci dengan air karena ketidaklarutannya
dalam air (Ansel, 1989). Basis hidrokarbon bersifat melunakkan kulit (emolien)
dengan meninggalkan lapisan dipermukaan kulit akibatnya hidrasi kulit akan
meningkat karena penguapan air pada lapisan kulit dihambat.Efek hidrasi basis
hidrokarbon dapat meningkatkan absorpsi obat, selain itu penempelan basis pada
kulit dalam waktu lama juga akan meningkatkan absorpsi obat. Basis yang mudah
menyebar dipermukaan kulit akan meningkatkan absorpsi obat (Ansel, 1989).
Daya sebar dari salep hidrokarbon lebih besar dibandingakan dengan basis
lainnya, hal tersebut menunjukkan kemampuan sediaan untuk menyebar pada
kulit sehingga absorpsi obat akan meningkat (Naibaho et al., 2013). Contoh dari
basis hidrokarbon adalah vaselin album, vaselin flavum, cera alba, cera flavum
(Syamsuni, 2006).
II. FORMULARIUM
Tiap 10 g mengandung :
Komposisi : Cholesterolum 300 mg
Stearylalcoholum 300 mg
Cera Alba. 800 mg
Vaselinum album hingga 10 g
III. PERHITUNGAN
a. Cholesterolum = 0,3 g
b. Stearylalcoholum = 0,3 g
c. Cera Alba = 0,8 g
d. Vaselinum album = 1 g - (0,3 g + 0,3 g + 0,8 g) = 8,6 g
V. KESIMPULAN
Petrolatum hidrofilik berasal dari kolesterol, stearil alkohol, cera alba dan
vaselin album. Dasar salep ini memiliki kemampuan mengabsorpsi air dengan
membentuk emulsi air dalam minyak. Kolesterol berfungsi sebagai pembantu
dasar salep untuk menyerap air atau cairan obat dalam air dan terbentuk krim A/M
emulsi dan dasar salep sukar dihilangkan dari kulit oleh air. Stearil alkohol
berfungsi sebagai pembantu pengemulsi, malam putih dan vaselin album sebagai
basis.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 2006, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh
Ibrahim, F., Edisi IV, Jakarta, Universitas Indonesia Press.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Naibaho, O. H., Yamlean, P. V. Y., & Wiyono, W., 2013, Pengaruh Basis Salep
Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum
sanctum L.) Pada Kulit Punggung Kelinci Yang Dibuat Infeksi
Staphylococcus aureus, Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 2 No. 02.
Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Voigt, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan Oleh
Soewandhi, S.N., Edisi V, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.