Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CRANIOTOMY

Disusun Oleh :

Indriani Puspita Sari, S.Kep


NIM. 1801030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit
1) Pengertian
Menurut Brown CV (2009), Craniotomy adalah operasi untuk membuka
tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki
kerusakan otak.
Menurut Hamilton M (2010), Craniotomy adalah operasi pengangkatan
sebagian tengkorak.
Menurut Chesnut RM (2011), Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus
luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
Craniotomy adalah operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk
mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada
di otak.

2) Etiologi
Etiologi dilakukannya Craniotomy karena :
a. Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak.
Misalnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul
b. Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak.
Misalnya membentur tanah atau mobil.
c. Kombinasi keduanya.
Etiologi trauma capitis berat : Trauma tidak langsung disebabkan karena
tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat
menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga.. trauma
langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan itu bisa terjadi
seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
3) Gejala dan Tanda
Menurut Brunner dan Suddarth (2010) gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien
dengan craniotomy dibagi menjadi 2 yaitu
a. Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF),
seperti sakit kepala, nausea atau muntah proyektit, pusin, perubahan mental,
kejang.
b. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari
otak)
- Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan,
tanda-tanda papil edema
- Perubahan bicara, msalnya: aphasia
- Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
- Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
- Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan
konstipasi.
- Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
- Perubahan dalam seksual.

4) Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen. Jadi kekurangan aliran darah
keotak tidak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.
Pada saraf otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan as. Laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini menyebabkan timbulnya
metabolic asidiosis. Dalam keadaan normal aliran darah serebral (CBF) adalah 50 –
60 ml/ menit /100gr jaringan otak yang merupakan 15% dari curah jantung (CO).
5) Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Perawatan pada pasien post operasi Craniotomy :
a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
b. Mempercepat penyembuhan
c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelumoperasi.
d. Mempertahankan konsep diri pasien
e. Mempersiapkan pasien pulang

Penatalaksanaan medis
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringanya trauma
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi
c. Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol
e. Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak
f. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam
pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube
(2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
g. Pembedahan.
Penatalaksanaan konservatif
- Bedrest total
- Pemberian obat-obatan
- Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Asuhan Keperawatan
1. Primary Survey
a. Airway
 Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anestesi.
 Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
 Auscultasi paru à keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
 Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
 Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit à
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal à gangguan cardiovasculair atau
rata-rata metabolisme yang meningkat.
 Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi
c. Circulating:
 Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
 Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
 Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan
tanda-tanda vital.
 Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
2. Pengkajian Sekunder
- Pasien nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah. Kesadaran somnolent, apatis,
GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.
- Pemeriksaan fisik
a. Abdomen.
 Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa
tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
 Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus
dilakukan pada gastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan
ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
c. Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
d. Pemeriksaan neurologis
 Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi : Perubahan status
mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan pusat pernafasan
d. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka post op

4. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan
Kriteria hasil :
 Meningkatkan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, ognisi dan fungsi motorik-
sensori
 Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi :
1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang
menyebabkan koma/penurunana perfusi jaringan otak dan potensial
peningkatan TIK.
Rasional : Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda dan gejala
neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal
mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan
intensif untuk memantau tekanan TIK dan atau pembedahan
2) Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar (misalnya skala koma Glascow).
Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
3) Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh)
membuka hanya jika diberi rangsangan nyeri, atau tetap tertutup (koma).
Rasional : Menentukan tingkat kesadaran.
4) Kaji respon verbal ; catat apakah pasien sadar, orientasi terhadap orang,
tempat dan waktu baik atau malah bingung; menggunakan kata-kata/ frase
yang tidak sesuai.
Rasional : Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat
kesadaran. Jika kerusakan (dari pembedahan/insisi) yang terjadi sangat kecil
pada korteks serebral, pasien mungkin akan bereaksi dengan baik terhadap
rangsangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga memperlihatkan
seperti ngantuk berat atau tidak kooperatif. Kerusakan yang lebih luas pada
korteks serebral mungkin akan berespon lambat pada perintah atau tetap
tertidur ketika tidak ada perintah, mengalami disorientasi dan stupor.
Kerusakan pada batang otak, pons dan medulla ditandai dengan adanya
respon yang tidak sesuai terhadap rangsang.
5) Pantau TD ; catat adanya hipertensi sistolik secara menerus dan tekanan nadi
yang semakin berat.
Rasional : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan
tekanan darah diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran.

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret


Tujuan : Menunjukkan bunyi nafas yang jelas
Kriteria hasil :
 Frekuensi nafas dalam rentang normal.
 Bebas dipsnea.
Intervensi :
1) Awasi frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
Rasional : Perubahan sputum menunjukkan distress pernafasan
2) Auskultasi paru, perhatikan stridor dan penurunan bunyi nafas
Rasional : Deteksi adanya obstruksi
3) Lakukan suction
Rasional : Untuk mengeluarkan secret
4) Perhatikan adanya warna pucat atau merah pada luka.
Rasional : Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan pusat pernafasan
Tujuan : Menunjukkan pola nafas efektif
Kriteria hasil : Menunjukkn perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan
Intervensi :
1) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat napas sesuai indikasi.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmunal
(umumnya mengikuti cedera otak postoperasi) atau menandakan lokasi/luasna
keterlibatan otak
2) Catat kompetensi refleks gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
Rasional : Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya
ventilasi mekanis.
3) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan
adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas
4) Lakukan perhisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.
Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
Rasional : Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam
keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri.
Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-
hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang
menimbulkan vasokonstriksi yang padda akhirnya akan berpengaruh cukup
besar pada perfusi serebral.
5) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-
suara tambahan yang tidak normal (seperti adanya suara tambahan yang tidak
normal seperti krekels, ronki dan mengi).
Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis
kongesti atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi serebral
dan menandakan terjadinya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi
dari craniotomy post operasi).
d. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
Tujuan : Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
 Melaporkan rasa nyeri hilang
 Mengungkapkan metode pemberian menghilangkan rasa nyeri
 Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dan aktivitas hiburan
sebagai penghilang rasa nyeri.
Intervensi :
1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, skala (0-10). Selidiki dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat
Rasional : Berguna keefektifan penyembuhan. pada karakteristik
menunjukkan abses.
2) Pertahankan posisi istirahat semi fowler
Rasional : Mengurangi abdomen dengan posisi
3) Dorong ambulasi dini
Rasional : Meningkatkan fungsi organ, merangsang kelancaran menurunkan
ketidaknyamanan.
4) Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan rasa nyeri.

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka post op


Tujuan : Tidak mengalami infeksi
Kriteria hasil :
 Mempertahankan nonmotermia, bebas tanda-tanda infeksi
 Mencapai penyembuhan luka (craniotomi) tepat pada waktunya.
Intervensi :
1) Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan
yang baik.
Rasional : Cara pertama untuk menghidari infeksi nosokomial.
2) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis
jahitan), daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infus dan sebagainya),
catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk
melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi
selanjutnya.
3) Pantau suhu tubuh secara teratur.
Rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya
memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.
4) Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami
trauma (luka, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi nasokomial).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 3.


EGC : Jakarta.
Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2010. Rencana Asuhan
Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of
Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 2010.

Anda mungkin juga menyukai