Anda di halaman 1dari 19

1

REFERAT

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Penyusun:
Windy Ulfagialini, S.Ked.
71 2018 070

Pembimbing:
dr. Irma Yanti, Sp. S.

DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
2

HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

Judul:
CARPAL TUNNEL SYNDROME
Oleh:
Windy Ulfagialini, S.Ked.

Telah dilaksanakan pada bulan Januari 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Januari 2020


Pembimbing

dr. Irma Yanti, Sp.S


3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Carpal
Tunnel Syndrome” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik di SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Irma Yanti, Sp.S selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu
Penyakit Saraf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat
ini.
2. Rekan-rekan dokter muda atas kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.

Palembang, Januari 2020

Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
BAB III. KESIMPULAN ................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26
5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Carpal Tunnel Syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan


didaerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia,
dan kelemahan otot tangan. Carpal tunnel terletak di bagian bawah
pergelangan tangan yang terdiri dari tulang-tulang carpal di median, dorsal,
dan sisi lateral dan terselubungi secara ventral oleh flexor retinaculum. Hal ini
berkaitan dengan penggunaan tangan yang eksesif tak terbatas dan trauma
repetitif akibat paparan okupasi berkelanjutan 1. Beberapa penyebabnya telah
diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin dan lain-lain, tetapi
sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. Resiko untuk menderita CTS
sekitar 10% pada usia dewasa. Sindrom ini biasanya timbul pada orang-orang
yang sering bekerja menggunakan tangan, seperti memeras baju, orang yang
sering bertepuk,pengendara motor, mengetik, olahraga taichi, sering bermain
game. CTS lebih umum dijumpai pada wanita, dengan puncak usia 42 tahun
(40-60 tahun). Perempuan beresiko lebih tinggi dibandingkan laki – laki
dengan tingkat perbandingan sebesar 3:1 pada usia antara 45 – 60 tahun.
Hanya sebesar 10% kasus CTS yang dilaporkan ditemukan pada usia yang
lebih muda di usia 30-an tahun. Kaum perempuan diduga memiliki ukurang
canalis carpi yang lebih kecil dibandingkan kaum laki – laki.
National health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar 1.55%
(2,6 juta). CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia
berkisar 25-64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia >55 tahun,
biasanya antara 40-60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum
diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki.2
Di Indonesia Prevalensi CTS karena faktor pekerjaan belum diketahui
pasti. Prevalensi dari populasi umum sekitar 3,8%. Penelitian yang dilakukan
oleh Amstrong dikawasan industry kerja ada empat sebagai faktor control dari
perkembangan CTS yaitu jenis kelamin, usia, index masa tubuh (IMT) dan
6

penyakit penyerta. CTS merupakan hasil dari kombinasi kondisi kesehatan


dan aktivitas fisik yang berulang yang dapat meningkatkan tekanan pada
nervus medianus saat melewati terowongan carpal. 3
Karena tinggi prevalensi kejadian Carpal Tunnel Syndrome maka perlu
mengetahui mengenai definisi, etiologi, diagnosis dan tatalaksana Carpal
Tunnel Syndrome.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah :
1. Mengetahui definisi, etiologi, faktor risiko, stadium, patofisiologi,
gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, prognosis
serta pencegahan penyakit Carpal Tunnel Syndrome
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang dan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi
Diharapkan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan
sebagai tambahan referensi dalam bidang Ilmu Penyakit Saraf.
b. Bagi Akademik
Diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan karya
ilmiah selanjutnya.
2. Manfaat Praktisi
Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
dari referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik dan diterapkan di
kemudian hari di praktik klinis
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan neuropati akibat tekanan terhadap
nervus medianus didalam terowongan karpal pada pergelangan tangan,
tepatnya dibawah fleksor retinaculum. Carpal tunnel syndrome adalah
kumpulan gejala khas dan tanda-tanda yang terjadi termasuk kompresi saraf
medianus dalam terowongan karpal. Gejala yang termasuk adalah mati rasa,
paresetesia, dan nyeri pada distribusi saraf medianus. Gejala ini mungkin atau
tidak disertai dengan perubahan obyektif dalam sensasi dan kekuatan struktur
medianus yang diinervasi di tangan.4
Sindroma ini dulu juga dikenal sebagai acroparesthesia, median thenar
neuritis, atau partial thenar atrophy. Diagnosis carpal tunnel syndrome berupa
adanya nyeri, mati rasa dan kesemutan yang dapat menjalar hingga pundak
dan leher, gangguan ini sering terjadi di malam hari saat tidur dengan posisi
tidur berbaring ke satu sisi. Untuk mencegah terjadinya carpal tunnel
syndrome akibat aktivitas repetitif yang menimbulkan mati rasa dan nyeri,
perlu dilakukan gerakan pergelangan tangan, tangan dan jari tangan. Selain
itu, pengobatan yang efektif bagi penderita carpal tunnel syndrome dengan
menggunakan splint (balut tangan), injeksi kortikosteroid dan pembedahan.5
Mayoritas kasus carpal tunnel syndrome didiagnosis tanpa disertai dengan
penyebab yang khusus dan pada beberapa penderita diartikan oleh faktor
genetik.

2.2 Epidemiologi
Epidemiologi carpal tunnel syndrome di USA 1-3 kasus dari 100 populasi
per tahun. Insiden mungkin meningkat menjadi 150 per 1000 subyek per tahun
dengan prevalensi rata-rata 500 kasus per 1000 subyek di populasi yang
resiko tinggi. Berdasarkan mortalitas dan morbiditas, carpal tunnel syndrome
tidak lah fatal tetapi bisa menyebabkan kerusakan saraf medianus yang
8

irreversibel dengan konsekuensi kehilangan fungsi tangan yang berat dan


tidak bisa diterapi lagi. Untuk perbandingan rasio nya wanita dan laki-laki
10:1. Berdasarkan usia, carpal tunnel syndrome rentan terjadi pada usia 45-60
tahun. Hanya 10% pasien yang menderita CTS pada umur dibawah 30 tahun.6

2.3 Etiologi

Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh saraf medianus juga
dilalui beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada saraf
medianus sehingga timbul carpal tunnel syndrome.
Pada sebagian kasus, etiologinya tidak diketahui terutama pada penderita
lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang
pada pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan
pada pergelangan tangan termasuk carpal tunnel syndrome
Pada kasus yang lain etiologinya adalah :7

1. Herediter
Neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya
HMSN (hereditary motory and sensory neuropathies ) tipe III.
2. Trauma
Dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan.
Sprain pada pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan
tangan.
3. Pekerjaan
Gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang
berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerjaan kasar
yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain
piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga
merupakan penyebab yang mendasari carpal tunnel syndrome.
4. Infeksi
Tenosinovitis, tuberkulosis tulang, sarkoidosis
5. Metabolik
9

amiloidosis dan gout artritis, hipotiroid-Neuropati fokal tekan, khususnya


sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligament, dan tendon
dari simpannan zat yang disebut mukopolisakarida
6. Endokrin
Akromegali, terapi estrogen atau androgen, DM, hipotiroid dan kehamilan
7. Neoplasma
Kista ganglion, lipoma,infiltrasi metastase dan mieloma
8. Penyakit kolagen vaskular
Reumatoid artritis, polimialgia reumatika, skleroderma, dan SLE
9. Degeneratif
osteoartritis
10. Iatrogenik
punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,
hematoma, komplikasi dan terapi anti koagulan
11. Faktor stress
12. Inflamasi
inflamasi dari membran mukosa yang mengelilingi tendon yang
menyebabkan saraf medianus tertekan.

2.4 Faktor Risiko


Faktor risiko carpal tunnel syndrome terdiri dari okupasi dan non okupasi
faktor yang berhubungan dengan kejadian CTS pada pekerja Industri. Faktor
risiko okupasi yaitu bekerja dengan cepat, gerakan berulang, pekerjaan yang
banyak menggunakan tangan dan getaran. Faktor yang bukan okupasi yaitu
jenis kelamin, umur indeks massa tubuh, merokok, status kehamilan.

2.5 Patofisiologi
Adanya disproporsi antara volume CT dengan isinya, yaitu
bertambahnya volume dari isi carpal Tunnel atau berkurangnya volume dari
CT tersebut. Dengan adanya Disproporsi akan terjadi penekanan pd vasa
vasorum dari N. Medianus serta ischemic sehingga akan menekan syaraf pada
pembedahan akan tampak syaraf yang pipih seperti pita.
10

Bertambahnya volume CT, karena:


 Penebalan / fibrosis dari Fleksor sinovialis merupakan penyebab tersering.
Hasil biopsi: RA, inflamasi non spesific kronis, Penyakit degeneratif
 Udema di dlm CT , sehingga memberi tekanan dan kompresi pada syaraf,
karena faktor:
a. Hormonal adanya retensi cairan pd jaringan yang ada di CT. misalnya:
Menstruasi, kehamilan, menopouse, diabetes mellitus, dsn miksudema pd
hipotiroidisme.
b. Proses radang, misal: RA, osteoarhtritis.
c. Tumor dan keadaan lain yang menambah isi dari CT, misalnya: Ganglion,
neuroma, lipoma, kista sinovitis, hematoma, deposit Calsium, amiloidosis,
Chondrocalsinosis.
d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena penggunaan tangan
secara berlebihan pada keadaan Hiperekstensi pada pergelangan tangan,
sehingga tekanan CT meningkat dari pada tangan dengan posisi netral.
e. Trauma akan merubah ”countour” normal CT atau pembentukan tulang baru
yang berlebihan pada Colles fracture
Terjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena fragmen tulang patah
atau ujung ligamentum menekan n. medianus.
f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.
g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan
“Muscle Belly” dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran
pembuluh darah sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus.
h. Vascular “Shunt” pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt
didaerah tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.
Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana
terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap
nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena
intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan
endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
11

epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab


yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan
yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya
perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut
akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan
safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan
fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.
Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan
perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik
saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan
intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah.
Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar
darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut.
Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan
invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf
terganggu.
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus
medianus akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa
terbakar dan rasa seperti di tusuk – tusuk pada daerah carpal.
Stadium pada kelainan syaraf:
 Stadium I:
Timbulnya distensi kapiler intrafasikuler yang menyebabkan
meningkatkan tekanan intrafasikuler. Sehingga keadaan tersebut dapat
menimbulkan konstriksi pembuluh darah kapiler. Keadaan ini yang
menyebabkan timbulnya gangguan nutrisi serta akan terjadi
hipereksitabilitas serabut saraf.
 Stadium II
Adanya kompresi pada pembuluh kapiler akan menyebabkan anoksia dan
kerusakan endotelium kapiler. Masuknya protein ke dalam jaringan akan
menyebabkan edema. Protein tidak dapat keluar melalui perineurium oleh
karena akumulasi dalam endoneurium yang mana telah menyatu dengan
metabolisme serta nutrisi aksonal.
12

Pada keadaan tersebbut juga diiikuti adanya proliferasi dari fibroblast serta
iskemik pada jaringan ikat yang mengalami konstriksi. Pada tahap akhir
dari kompresi saraf, akan terjadi defek pada motorik maupun sensorik.
Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan
berkurang nya aliran darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada
penderita CTS tekanan pada terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan
bahkan sering mencapai 110 mmHG saat pergelangan tangan pada dalam posisi
ekstensi posisi dorsofleksi ini nampaknya merupakan posisi yang
meningkatkan tekanan intra karpal yang paling tinggi. Tekanan sebesar 50
mmHG selama 2jam akan menyebabkan oedema epineurium bila tekanan
tersebut berlangsung selama 8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan
endoneurium meningkat sebesar 4 kali dan menghambat transport aksonal jika
trauma ini terus terjadi pada endotel kapiler maka akan semakin banyak protein
yang bocor masuk kedalam jaringan sehingga oedema makin menghebat
dengan demikian lingkaran akan terjadi.
Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak
eksudat dan oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus
perineurium. Perineurium lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena
kelenturan.

2.6 Manifestasi Klinis


Carpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala
sakit sedang hingga gejala sakit yang berat. Gejala – gejala ini akan semakin
bertambah berat dan penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel
syndrome akan mengeluhkan sensasi mati rasa (numbness), kesemutan, dan
sensasi terbakar pada jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah dimana ketiga
jari tersebut diinervasi oleh N. Medianus.8 Pada beberapa penderita juga
sering mengeluhkan rasa sakit pada tangan atau pergelangan tangan dan
hilangnya kekuatan menggenggam. Rasa nyeri juga timbul pada lengan dan
pundak serta benjolan pada tangan; rasa nyeri ini akan terasa teramat sakit
terutama di malam hari saat tidur. Mati rasa (numbness) dan kesemutan
(paresthesia) pada area yang dipersarafi oleh N. Medianus merupakan gejala
neuropathy akibat sindrom jebakan canalis carpi (carpal tunnel entrapment).
13

Kelemahan dan atrofi otot – otot thenar akan timbul selanjutnya jika kondisi
ini semakin tak terobati.

2.7 Diagnosis
Diagnosis carpal tunnel syndrome ditegakan berdasarkan gejala-gejala
yang ada dan didukung oleh beberapa pemeriksaan:
1. Anamnesis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal
biasanya berupa parestesia, hilangnya sensasi atau rasa seperti terkena
aliran listrik pada jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-
kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan paresetesi biasanya
lebih menonjol di malam hari.
Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih
berat pada malam hari sehinga sering membangunkan penderita dari
tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat
atau menggerak-gerakan tangannya atau dengan meletakan tangannya
pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita
lebih banyak mengistirahatkan tangannya. 9
2. Pemeriksaan fisik
Haruslah dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi motorik, sensorik, dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan tes provokasi yang dapat membantu menegakan
diagnosis carpal tunnel syndrome adalah sebagai berikut:
a. Flick’s sign
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakan
jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong
diagnosa.
b. Thenar wasting
Pada inspeksi dan palpasi terdapat atrofi otot-otot thenar.
c. Wrist extension test
14

Penderita melakukan ekstensi secara maksimal, sebaiknya dilakukan


secara serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti carpal tunnel syndrome,
maka tes ini menyokong.
d. Phalen’s test
Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu
60 detik timbul gejala seperti carpal tunnel syndrome, tes ini
menyokong diagnosis.
e. Torniquet test
Dilakukan pemasangan tourniquet dengan menggunakan tensimeter
diatas siku dengan tekanan sedikit diatas sistolik. Bila dalam 1 menit
timbul gejala CTS maka tes ini menyokong.
f. Tinel’s sign
Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
g. Pressure test
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan
ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti
CTS, tes ini menyokong
h. Luthy’s sign
Penderita diminta melingkari bu jari dan jari telunjuk pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat maka tes ini menyokong diagnosa.
i. Pemeriksaan fungsi otonom
Diperhatikan adakah perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin
yang terbatas pada daerah inervasi nervus medianus.
j. Pemeriksaan sensibilitas
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus,
tes dianggap positif.

3. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)


15

a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukan adanya fibrilasi, polifasik,


gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus carpal tunnel syndrome.
b. Kecepatan hantar saraf pada 15-20% kasus bisa normal. Pada yang
lainnya KHS akan menurun dan masa latent distal dapat memanjang,
menunjukan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan
tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

4. Pemerksaan radiologis
Pemeriksaan foto rontgen pada pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah penyebab dari CTS terdapat penyebab lain seperti fraktur
atau artritis.
5. Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi dari CTS belum jelas seperti pada usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

2.8 Diagnosis Banding


1..Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher
diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya.
2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain
otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan
dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit
telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan
tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada
pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test :
16

palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila
nyeri bertambah.9

2.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome, kasus ringan bisa doiobati dengan
obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit
pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama
minimal dua bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang.
Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid local yang mengurangi
peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala cukup mengganggu operasi sering
dianjurkan untuk meringankan kompresi Oleh karena itu sebaiknya terapi
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:9

1. Terapi langsung terhadap carpal tunnel syndrome

a. Terapi konservatif
1. Istirahatkan pergelangan tangan
2. Obat anti inflamasi non steroid
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai
dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama
2-3 minggu.

4. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg


atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah
medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil,
suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan
operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan
setelah diberi 3 kali suntikan.
5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretik
6. Vitamin B6. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa CTS terjadi
karena adanya defisiensi vitamin B6 sehingga dianjurkan
17

pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi


beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin
tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar
7. Fisioterapi. Dianjurkan untuk perbaikan vaskularisasi tangan.

b. Operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan
dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang
berat atau adanya atrofi otot-otot thenar.

2.10 Pencegahan
Pencegahan pada CTS dapat dilakukan dengan :

 Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan


 Lebih sering beristirahat
 Memperbaiki postur tubuh dan memperhatikan posisi tangan
 Menjaga agar tangan tetap hangat
 Mengurangi berat badan jika terdapat obesitas
 Terapi penyakit yang bisa menyebabkan CTS
 Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan
hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.

2.11 Prognosis
Pada CTS, prognosis biasanya baik. Terdapat bebrapa faktor yang dapat
menyebabkan prognosis menjadi buruk, seperti status mental dan penggunaan
alkohol. Gejala bilateral dan manuver Phalen yang positif merupakan
indikator prognosis yang buruk. Penelitian menunjukkan bahwa 34% pasien
CTS idiopatik mengalami resolusi sempurna dalam 6 bulan. Bila setelah
dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini : 10
18

1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap


nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi
yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan
nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan gangguan trofik.
19

BAB III
KESIMPULAN

Carpal Tunnel Syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan


didaerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan
kelemahan otot tangan. Gejala yang termasuk adalah mati rasa, paresetesia, dan
nyeri pada distribusi saraf medianus. Gejala ini mungkin atau tidak disertai
dengan perubahan obyektif dalam sensasi dan kekuatan struktur medianus yang
diinervasi di tangan.
Pada sebagian kasus, etiologinya tidak diketahui terutama pada penderita
lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada
pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada
pergelangan tangan termasuk carpal tunnel syndrome.
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya
berupa parestesia, hilangnya sensasi atau rasa seperti terkena aliran listrik pada
jari dan setengah sisi radial jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai
seluruh jari-jari. Keluhan paresetesi biasanya lebih menonjol di malam hari.
Tatalaksana dapat dibagi menjadi terapi konservatif dan terapi Operasi
hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi
konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-
otot thenar.

Anda mungkin juga menyukai