Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ELECTRO CONVULSIVE THERAPY (ECT)

1.1. Teori ECT


1.1.1 Pengertian ECT
ECT (Electro Convulsive Therapy) adalah tindakan dengan
menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik
maupun klonik (Riyadi, 2009).
Terapi ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran
listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik yaitu
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrikmelalui elektroda yang
ditempelkan padapelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall
(Riyadi, 2009).
Electro Convulsive Therapy/ ECT merupakan suatu jenis pengobatan
somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grandmall,
yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai (Taufik, 2010).

1.1.2 Sejarah ECT


Terapi dengan konvulsi sebenarnya telah dikenal sejak abad 16.
Paraselsus (140-1541) menggunakan camphor atau kamper atau kini disebut
kapur barus. Kamper ini diberikan secara oral untuk menginduksi kejang
sebagai terapi pada pasien gangguan mental. Penggunaan kamper ini bertahan
sampai abad ke-18. Pada sekitar tahun 1917, Julius Wagner-Jaugregg, seorang
psikiater dari Wina, mulai menggunakan malaria sebagi penginduksi demam
untuk mengobati pasien dengan paresis umum pada pasien gangguan mental
(sipilis terminal). Pada tahun 1093, mulai dikenal pula penggunaan insulin dan
psychosurgery. Manfred Sakel dari Wina mengumumkan kesuksesan
pengobatan skizofrenia dengan insulin. Insulin ini digunakan untuk
menginduksi koma yang pada beberapa pasien menyebabkan kejang. Kejang
ini yang diperkirakan menyebabkan perbaikan pada pasien.
Pada tahun 1934, Ladislaus von Meduna dari Budapest meninjeksi
kamper dalam minyak untuk menginduksi kejang pada pasien dengan
skizofrenia katatonik. Ini merupakan terapi konvulsi modern pertama. Terapi
dinyatakan berhasil, demikian juga dengan sejumlah pasien psikotik lainnya.
Von Medunna mengobservasi bahwa pada otak pasien epilepsi ditemukan
jumlah sel glia yang lebih banyak dari orang nomal, sementara pada pasien
skizofrenia jumlah sel glia lebih sedikit. Dengan hal ini dikemukakan hipotesa
bahwa ada antagonisme biologis antara kejang dan skizofrenia. Karena sifatnya
yang long acting, kamper kemudian digantikan oleh pentylenetrazol, namun zat
ini sering menimbulkan keluhan sensasi keracunan pada kondisi pasien sadar,
disebabkan aktivitas antagonis GABAnya.
Pada tahun 1938, di Roma, Ugo Cerleti dengan asistennya Lucio Bini
melakukan ECT pertama pada pasien skizofrenia. ECT dilakukan sebanyak 11
kali dan pasien memberikan respons yang bagus. Pengunaan ECT kemudian
menyebar luas di seluruh dunia. Kini ECT digunakan terutama pada depresi
mayor dan skizofrenia.

1.1.3 Perkembangan Teknik ECT


ECT telah digunakan secara berkelanjutan selama lebih dari 70 tahun.
Bagaimanapun, telah dilakukan beberapa perkembangan teknis:
1. Pengenalan anestesi pada pelaksanaan ECT yang mengurangi distress pada
pasien dalam proses ECT.
2. Anestesi juga diizinkan untuk digunakannya muscle relaxant yang
mengurangi ketegangan pada sistem muskuloskeletal, mengurangi cedera.
3. Pre-oksigenasi dan ventilasi terpimpin selama pemulihan yang mengurangi
efek samping.
4. Stimulus listrik terutama didisain untuk menghasilkan kejang yang bersifat
terapeutik tanpa memberikan energi listrik yang tidak perlu pada otak.
5. Penempatan elektroda yang beragam yang dapat dipilih berdasarkan
kebutuhan klinis kasus.
6. Metode monitoring aktivitas otak dan tubuh sebelum, selama, dan setelah
kejang.

1.1.4 Prinsip Terapi


Secara umum, diperlukan 2 atau 3 kali perawatan sebelum efek terlihat,
dan 4-5 kali pengobatan untuk perbaikan nyata. Kini, jumlah tindakan yang
dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi pada tiap pasien tergantung
pada masalah pasien dan respons terapeutik sesuai hasil pengkajian selama
tindakan.
1. Biasanya diberikan satu terapi per hari berselang-seling.
2. Rentang jumlah yang paling umum dilakukan pada pasien dengan gangguan
afektif atau depresi antara 6 sampai 12 kali, mania dan katatonik
membutuhkan 10-20 terapi, sedangkan pada pasien skizofrenia biasanya
diberikan sampai 30 kali.
3. ECT biasanya diberikan sampai tiga kali seminggu atau setiap beberapa
hari, selama dua hingga empat minggu. Jika efektif, perubahan perilaku
sudah mulai terlihat setelah 2-6 terapi.
4. Antidepresan rumatan, antipsikotik dan lithium dilanjutkan sesudah ECT
berhasil karena dapat mencegah kekambuhan. Tanpa medikasi, angka
kekambuhan tinggi.
5. ECT harus segera dihentikan setelah pasien pulih atau jika mereka
mengatakan mereka tidak ingin menjalaninya lagi.

1.1.5 Indikasi ECT


1. Episode Depresi mayor.
Depresi mayor merupakan kondisi yang paling sering diberlakukan
ECT. Hal ini terutama diindikasikan jika pengobatan secara medikamentosa
telah gagal atau terdapat resiko yang besar akan bunuh diri. ECT aktif telah
dikatakan superior daripada placebo pada banyak penelitian. ECT juga
dikatakan superior daripada obat antidepresan pada lusinan penelitian.
Bentuk penelitian umumnya subyek dibagi menjadi dua grup dimana satu
grup menerima ECT dan obat placebo, grup yang lain menerima ECT
placebo dan obat.
2. Mania
Mania merupakan keadaan kenaikan mood atau iritabilitas dan
aktivitas fisik berlebih. Pengobatan diperlukan untuk memastikan asupan
obat dan cairan dan menghindari kelelahan dan cedera fisik. Populasi ini
sulit diteliti karena beberapa alasan. Pengalaman klinis secara luas
menunjukkan bahwa ECT merupakan pengobatan yang efektif dan dapat
menjadi tindakan penyelamatan. ECT telah ditunjukkan superior daripada
litium karbonat pada mania akut.
3. Schizophrenia
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Medunna menggunakan
kamper untuk meninduksi kejang pada skizofrenia, dan orang pertama yang
menerima ECT merupakan penderita gangguan psikotik. ECT saat ini
digunakan pada skizofrenia ketika ditemukan gambaran katatonik dengan
asupan makanan dan cairan yang terbatas dan jika gejala psikotik tidak
resonsif terhadap medikamentosa.
4. Gangguan Postpartum
Beberapa gangguan psikiatrik dapat muncul mengikuti proses
kelahiran. Sebagian besar dapat ditangani dengan dukungan dan
penggunaan medikasi. Gangguan yang kuat, berat dapat berkembang, dan
ibu dapat menghadirkan bahaya kepada dirinya sendiri mauun bayinya.
Sebagai generalisasi, mayoritas kondisi postpartum berat menyerupai
episode depresi mayor, dan lainnya adalah episode psikotik, dengan delusi
atau halusinasi. ECT sangat berguna pada kasus-kasus berat tersebut. ECT
menginduksi remisi secara cepat sehingga resiko pada ibu maupun bayi
menurun.

1.1.6 Kontraindikasi ECT


Tidak ada kontraindikasi yang mutlak. Pertimbangkan resiko prosedur
dengan bahaya yang akan terjadi jika pasien tidak diterapi. Penyakit neurologik
bukan suatu kontraindikasi.
1. Resiko sangat tinggi:
a) Peningkatan tekanan intrakranial (karena tumor otak, infeksi sistem saraf
pusat), ECT dengan singkat meningkatkan tekanan SSP dan resiko
herniasi tentorium.
b) Infark miokard: ECT sering menyebabkan aritmia berakibat fatal jika
terdapat kerusakan otot jantung, tunggu hingga enzim dan EKG stabil.
2. Resiko sedang:
a) Osteoatritis berat, osteoporosis, atau fraktur yang baru, siapkan selama
terapi (pelemas otot) dan ablasio retina.
b) Penyakit kardiovaskuler (misalnya hipertensi, angina, aneurisma,
aritmia), berikan premedikasi dengan hati-hati, dokter spesialis jantung
hendaknya ada disana.
c) Infeksi berat, cedera serebrovaskular, kesulitan bernafas yang kronis,
ulkus peptik akut, feokromasitoma (Tomb, 2004).

1.1.7 Efek Samping ECT


1. Kematian, angka kematian yang disebabkan ECT adalah bervariasi antara 1-
1.000 dan 1-10.000 pasien. Resiko ini sama dengan resiko karena pemberian
anastesi umum. Kematian biasanya karena komplikasi kardiovaskuler.
2. Efek sistemik, pada pasien dengan gangguan jantung, dapat terjadi aritmia
jantung sementara. Aritmia ini terjadi karena bradikardia post ictal yang
sementara dan dapat dicegah dengan peningkatan dosis premedikasi anti
kolinerjik. Aritmia dapat juga terjadi karena hiperaktifitas simpathetik
sewaktu kejang atau saat pasien sadar kembali. Dilaporkan pula adanya
reaksi toksis dan alergi terhadap obat yang digunakan untuk prosedur ECT
premedikasi, tetapi frekwensinya sangat jarang.
3. Efek cerebral, pada pemberian ECT bilateral dapat terjadi amnesia dan acute
confusion. Fungsi memori akan membaik kembali 1-6 bulan setelah ECT,
tetapi ada pasien yang melaporkan tetap mengalami gangguan memori
(Tomb, 2004).

1.1.8 Komplikasi
1. Angka Kematian
a) 1-3/10.000
b) Kebanyakan kematian pada ECT adalah akibat komplikasi penyakit
jantung.
2. Komplikasi intelektual
a) Kebingungan setelah pengobatan: suatu periode singkat (15-30 menit)
kebingungan segera setelah pengobatan tampak pada 10% kasus.
b) Delirium: tampak pada orang tua, dengan adanya dementia, dengan
gangguan neurologik dan dengan penerapan ECT bilateral
c) Kehilangan ingatan: berhubungan amnesia anterograde (kembali garis
dasar 2-6 bulan sesudah ECT) dan retrograde.
d) Fraktur
e) Dislokasi pada area mulut
f) Pusing, mual dan muntah
g) Apneu
h) Aspirasi

1.1.9 Program Terapi


1. ECT blok: program terapi dilakukan setiap hari.
2. ECT interval: program terapi dilakukan 2x/minggu.
3. ECT lanjutan atau maintenance: program terapi dilakukan 1-2x/hari.

1.1.10 Macam-Macam ECT


1. ECT Konvensional: terapi ECT yang dilakukan tanpa menggunakan obat
anestesi.
2. ECT Premidikasi: ECT yang dilakukan dengan menggunakan obat anestesi.
1.1.11 Persiapan ECT
1. Informed consent / izin tindakan.
2. Pemeriksaan fisik dan riwayat medis standar.
3. Pemeriksaan laboratorium sesuai riwayat medis.
4. Pemeriksaan EKG dan EEG.
5. Evaluasi ahli anestesi akan resiko penggunaan anestesi.

1.1.12 Prosedur Pelaksanaan ECT


1. Pasien masuk langsung dibaringkan ditempat tidur sesaui nomor urutan.
2. Bina hubungan saling percaya
3. Persiapan ECT:
a) Pasien dipuasakan minimal 6 jam.
b) Pastikan pasien sudah BAK dan BAB.
c) Pastikan aksesoris pasien terlepas (untuk wanita membersihkan make up
jika menggunakan make up).
d) Pastikan baju pasien longgar, ikat pinggang dilongggarkan.
4. Cek monitoring vital sign
5. Memposisikan pasien (kepala ekstensi).
6. Pemasangan elektroda ECT di kedua pelipis.
7. Pengamanan pasien pada kedua ekstremitas.
8. Pemeriksaan fisik (oleh dokter).

1.1.13 Dampak ECT


1. Terjadi konfulsif/kejang
a) Fase laten: seperti kaku tremor, terjadi 2-5 detik.
b) Fase tonik: seperti tremor, terjadi 5-10 detik.
c) Fase klonik: kejang dengan jeda kemudian kejangnya melambat, terjadi
10-15 detik.

1.2. Diagnosa dan Intervensi


1.2.1 Diagnosa yang Muncul
1. Ansietas
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
3. Resiko cidera
1.2.2 Intervensi
1. Ansietas
Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya
b) Jelaskan prosedur ECT
c) Jelaskan manfaat terapi ECT.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Intervensi:
a) Posisikan kepala miring ke kanan atau kiri
b) Posisikan kepala ekstensi.
c) Lakukan suction.
3. Resiko cidera
Intervensi:
a) Observasi TTV
b) Observasi tingkat kesadaran pasien.
c) Fiksasi kedua ekstremitas
d) Pasang pagar tempat tidur.
e) Bantu mobilisasi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Riyadi, Sujono dan Purwanto, (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa (Edisi 1).
Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai

  • Null 8
    Null 8
    Dokumen18 halaman
    Null 8
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 34
    Null 34
    Dokumen28 halaman
    Null 34
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 31
    Null 31
    Dokumen39 halaman
    Null 31
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 29
    Null 29
    Dokumen35 halaman
    Null 29
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 31
    Null 31
    Dokumen39 halaman
    Null 31
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 29
    Null 29
    Dokumen35 halaman
    Null 29
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 3
    Null 3
    Dokumen40 halaman
    Null 3
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 7
    Null 7
    Dokumen13 halaman
    Null 7
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 30
    Null 30
    Dokumen22 halaman
    Null 30
    umi
    Belum ada peringkat
  • Interpretasi DDST II
    Interpretasi DDST II
    Dokumen1 halaman
    Interpretasi DDST II
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 33
    Null 33
    Dokumen18 halaman
    Null 33
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 21
    Null 21
    Dokumen12 halaman
    Null 21
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 32
    Null 32
    Dokumen18 halaman
    Null 32
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 34
    Null 34
    Dokumen28 halaman
    Null 34
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 17
    Null 17
    Dokumen39 halaman
    Null 17
    umi
    Belum ada peringkat
  • Ebn Fix Anak
    Ebn Fix Anak
    Dokumen42 halaman
    Ebn Fix Anak
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 22
    Null 22
    Dokumen16 halaman
    Null 22
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 19
    Null 19
    Dokumen23 halaman
    Null 19
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 28
    Null 28
    Dokumen16 halaman
    Null 28
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 16
    Null 16
    Dokumen22 halaman
    Null 16
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 25
    Null 25
    Dokumen16 halaman
    Null 25
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 20
    Null 20
    Dokumen25 halaman
    Null 20
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 28
    Null 28
    Dokumen16 halaman
    Null 28
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 25
    Null 25
    Dokumen16 halaman
    Null 25
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 25
    Null 25
    Dokumen16 halaman
    Null 25
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 22
    Null 22
    Dokumen16 halaman
    Null 22
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 27
    Null 27
    Dokumen25 halaman
    Null 27
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 18
    Null 18
    Dokumen39 halaman
    Null 18
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 13
    Null 13
    Dokumen18 halaman
    Null 13
    umi
    Belum ada peringkat
  • Null 23
    Null 23
    Dokumen36 halaman
    Null 23
    umi
    Belum ada peringkat