Anda di halaman 1dari 16

I.

Anatomi

Gambar 1. Anatomi appendiks

II. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue
(GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta
mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun,
pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.

III. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu adalah sebenarnya sekum (cecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
(Nanda, 2015)
Apendiks adalah ogan tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat
pada sekum tepat di bawah katub ileosekal. Karena apendiks mengosongkan
diri dengan tidak efesien, dan lumenya kecil, karena apendiks mudah

1
mengalami obstruksi dan retan terhadap infeksi (apendisitis). Apendisitis
merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan
bawah rongga abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan
abdomen darurat. (Baughman, D. C., dan JoAnn C. H. 1996)
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks (umbai cacing) akibat
infeksi oleh bakteri. Apabila sisa makanan masuk ke dalam apendiks,
makanan tersebut akan busuk dan sulit dikeluarkan. Akibatnya, apendiks
akan mengalami peradangan. (Firmansyah, Rikki dkk, 2009)
IV. Etiologi

Apendisitis dapat disebabkan karena fekalith (batu feses) yang


mengoklusi lumen apendiks, apendiks yang terpuntir, pembengkakan dinding
usus, kondisi fibrosa di dinding usus, okulusi eksternal usus akibat adesi,
Infeksi organisme yersinia telah ditemukan pada kasus 30% kasus. (Black, J.
M., dan Hawks, J. H. 2009.)

Menurut klasifikasi apendisitis akut merupakan infeksi yang


disebabkan oleh bakteri dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan
lumen apendiks. Selain itu fekalith (tinja/batu), tumor apendiks, biji-bijian dan
cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa
apendiks karena parasit. Sedangkan apendisitis kronis memiliki semua gejala
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopi dan mikroskopi (fibrosis menyeluruh di dinding
apendiks sumbatan persial atau lumen apendiks adanya jaringan parut
danulkus lama dimukosa dan infiltasi sel infalmasi kronik), dan keluhan
menghilang setelah pembedahan apendiktomi.

V. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut
ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah
dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas

2
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Apendisitis akut
dibagi menjadi :
b. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa
nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam
ringan (Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi
edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).
d. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-
tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding
apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada
apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum
sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal,
subsekal dan pelvikal(Rukmono, 2011).

3
g. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).
h. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan
disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah
adanya pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).

VI. Patofisiologi
Fekalith, bakteri, cacing ascaris, produksi lendir berlebih, dan tumor
merupakan beberapa etiologi dari apendisitis. Semua faktor tersebut
menyebabkan adanya obstruksi pada lumen apendiks. Faktor predisposisi
yaitu, adanya benda asing (biji –bijian, konstipasi, diare).
Obstruksi tersebut menyebabkan terjadinya inflamasi, distensi dan
dilatasi pada dinding apendiks, tekanan intraluminal meningkat. Tekanan
intraluminal yang meningkat menimbulkan aliran cairan limfe dan darah
terhambat dan tekanan intraluminal meningkat, bisa mengakibatkan
munculnya rasa mual dan ingin muntah. Kemudian berlanjut nafsu makan
berkurang dan menyebabkan anorexia, akibatnya ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari tubuh. Stimulasi kemudian dihantarkan ke spinal cord ke cortex
cerebri dan di sampaikan ke nosiseptor. Nyeri akan dipersepsikan.
Bakteri masuk dan jika bakteri berkembang semakin banyak dan
merusak mukosa apendiks (menginfeksi) maka akan mengakibatkan
terjadinya apendisitis supuratif akut (ditandai adanya abses yang banyak
berwarna kuning). Apabila kerusakan vaskular yang cepat mengakibatkan
terjadinya ruptur, perforasi (apendisitis perforasi) maka bakteri akan tersebar
secara meluas ke seluruh area abdomen sehingga dapat menyebabkan
peritonitis maka tindakan pembedahannya adalah laparaskopi. Anastesi yang
sering digunakan adalah meperidin, morfin. Juga mengakibatkan cemas,

4
gangguan pola tidur, dan intoleransi aktivitas (Pre-operasi) dan nyeri, luka
insisi, serta intoleransi Aktivitas (Post-operasi). Pembedahan pasien dengan
apendisitis adalah apendektomi. Anastesi yang sering digunakan adalah
anastesi umum yaitu pethidin, diazepam.

5
6
VII. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum untuk apendisitis yang diakui antara lain:
1. Nyeri kuadran kanan bawah
2. Demam ringan
3. Mual dan muntah
4. Anoreksia
5. Malaise
6. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
7. Spasme otot
8. Konstipasi dan diare
Selain itu, tanda dan gejala yang dialami dipengaruhi juga dengan
usia, gejala yang timbul pada anak-anak dan dewasa serta usia lanjut akan
berbeda.
A. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.
Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya, beberapa jam
kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah.
Ketidakjelasan gejala ini, seringkali apendisitis diketahui setelah
perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforasi.
B. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari
separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
VIII. Komplikasi
1. Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi
usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan
nanah yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan
panggul). Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah
keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin
lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar
kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala
setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu,
operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda.
2. Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus.
Penyumbatan terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya
menyebabkan otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi
usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan

7
cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian
mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati
hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut dan usus. Sebuah
komplikasi apendisitis yang lebih ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi
dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian
tubuh lainnya. Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah:
infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, dan
fistula tinja eksternal

IX. Penatalaksanaa Apendisitis

1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
Antibiotik yang biasanya diberikan adalah ampisilin, gentamisin,
metronidazol, atau klindomisin.
Berikut perawatan yang dilakukan setelah operasi :
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambing bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi
Fowler. Pasien dapat dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih
besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
1) Operasi
Terdapat 2 tindakan operasi dalam penanganan apendisitis, antara lain:
a. Apendiktomi

8
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks
(apendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa
antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan
cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Antibiotik dan cairan
intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik
dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Pembiusan akan
dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau
spinal/lumbal. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat
apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Pada umumnya, tehnik konvensional operasi
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan
bawah di atas daerah apendiks (Sanyoto, 2007).
b. Laparoskopi
Laparaskopi adalah teknik bedah dengan akses minimal. Artinya,
pembedahan tidak dengan membuka dada atau perut, melainkan
dilakukan lewat dua atau tiga lubang berdiameter masing-masing
2-10 milimeter. Satu lubang untuk memasukan kamera mini (endo
camera) yang memindahkan gambaran bagian dalam tubuh ke
layar monitor, sedangkan dua lubang lain menjadi jalan masuk
peralatan bedah. Karena luka yang ditimbulkan minimal,
pemulihannya pun lebih cepat, mengurangi nyeri dan pasca operasi
dan rawat inap lebih singkat. (Harmanto, Ning. 2006)
c. Apendisitis pada kehamilan
Dugaaan adanya apendisitis merupakan salah satu indikasi
tersering dilakukanya eksplorasi pembedahan abdomen pada
wanita hamil. Sebuah studi yang melibatkan 700.000 wanita
melaporkan bahwa sekitar 1 dari 1000 menjalani apendektomi
sewaktu hamil, dengan apendisitis dipastikan pada 65% (1 dari
1500 kehamilan).
X. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Demografi
 Pasien dengan apendisitis Usia : paling muda usia 4 tahun, 18 tahun
keatas hingga usia 70 tahun.
 Perbandingan jenis kelamin antara laki-laki dengan perempuan adalah
1:1,7.

9
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan >37,5˚C,
mual, muntah, anoreksia, malaise, nyeri tekan lokal pada titik Mc.
Burney.
 Riwayat Keluhan
Klien dengan apendisitis gejala awal yang khas, nyeri samar (nyeri
tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang
muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang
muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam
beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya,
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
 Kebiasaan
Klien dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung
biji-bijian yang sulit dicerna oleh lambung misalnya, biji cabai dan
lain-lain. Selain kebiasaan itu juga penyebabnya klien yang kurang
mengunsumsi makanan tinggi serat.
c. Pemeriksaan fisik fokus pada pasien dengan apendisitis
 Keadaan Umum
Pasien dengan penyakit apendisitis mengalami perubahan tanda -
tanda vital, yaitu peningkatan nadi perifer, hal ini disebabkan karena
pasien merasa cemas dan nyeri.
 Pengkajian head to toe fokus pada apendisitis.
1.
Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis, dapat
mengenali dan menjawab tentang keadaan sekelilingnya serta
berkomunikasi dengan baik.
2.
Wajah
Pada klien terjadi ketegangan pada otot wajah karena merasa
nyeri.
3.
Abdomen
Auskultasi: Bising usus mengalami penurunan.
Palpasi : merasakan nyeri saat dilakukan deep palpation pada area
abdomen bagian perut kanan bawah: nyeri pada bagian titik Mc

10
Burney.Nyeri sering terasa pada pasien, nyeri yang dirasakan
adalah nyeri saat di tekan dan nyeri saat dilepas.
4.
Range of Motion
Jika dilakukan pemeriksaan melalui Blumberg Sign pasien dengan
apendisitis bila dilakukan palpasi pada daerah perut kanan bawah
bila ditekan akan terasa nyeri bila tekanan dilepas juga akan
terasa nyeri hal ini adalah kunci dari apendisitis akut. Pemeriksaan
melalui ROM (range of motion) berlanjut dengan cara
pemeriksaan PSOA’S Sign dengan tindakan tungkai kanan dan
paha ditekuk kuat atau tungkai diangkat tinggi-tinggi, maka rasa
nyeri diperut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus
buntu semakin bertambah apabila dilakukan pemeriksaan dubur
dan vagina merasa nyeri juga. Pada apendiks terletak pada retro
sekal maka uji psoas sign akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di
rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum akan lebih menonjol. Obturator sign
dilakukan dengan cara fleksi dan endorotasi sendi panggul.
 Pengkajian Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Pola persepsi pasien bergantung pada nilai dan kepercayaan
individu terhadap kesehatan.(Health Belief)
2. Pola Nutrisi Metabolik
o Mual dan muntah
o Klien tidak nafsu makan
o Penurunan Berat badan >20% berat badan ideal
o Input dan output cairan pada pasien apendisitis tidak
seimbang karena pada cairan yang masuk kurang dari cairan
yang keluar.
3. Pola Eliminasi
o Buang air kecil (BAK)
Adanya gangguan
o Buang air besar (BAB)
Sebagian pasien mengalami diare, namun bisa juga
mengalami konstipasi.
4. Pola aktivitas dan latihan

11
Pasien mengalami gangguan aktivitas, berjalan seperti
menunduk karena menahan nyeri.Lebih sering duduk atau
berbaring, aktivitas berjalan sangat terbatas.Pasien merasa
lemas, lesu dan tidak enak badan.
5. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengalami gangguan istirahat karena pasien dengan
apendisitis mengalami nyeri dan merasa cemas sehingga tidak
dapat istrahat dengan nyaman.

Diagnosa Keperawatan:

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis. Terpotong, prosedur operasi)
Kreteria hasil
1. Tingkat nyeri
No indikator ST

1. Keluhan nyeri 5

2. Gelisah 5

3. Kesulitan tidur 5

2. Control nyeri
No Indicator ST

1. Melaporkan nyeri terkontrol 5


Kemampuan mengenal onsep nyeri
2. Kemampuan mengenali penyebab nyeri 5

3. Kemampuan menggunakan tehnik non 5


farmakologis

Intervensi keperawatan
1. Menejemen nyeri
2. Pemantauan nyeri
3. Terapi relaksasi

Implementasi

1. Menejemen nyeri

12
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri

Terapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.


TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedaeck, terapi pijat,
aromatrapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin,
terapi bermain)
2. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Memonitor nyeri secara mandiri
2. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu

Diagnosa Keperawatan:
2. Resiko infeksi b.d ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder ; suplai
respon inflamasi
Kreteria hasil
1. Tingkat infeksi
No Indikator ST
1. Kebersihan tangan 5
2. Kebersihan badan 5

3. Nafsu makan 5

2. Status nutrisi
No Indikator ST
1. Porsi amkan yang 5
dihabiskan
2. Nyeri abdomen 5

Intervensi keperawatan

13
1. Pencegahan infeksi
2. Pengaturan posisi
3. Menejemen imunisasi atau vaksinasi
Implementasi

1. Pencegahan infeksi
Observasi
1. monitor tanda dan gejala infeksi

Terapeutik

1. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
2. pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi

Edukasi
1. jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

Kolaborasi

1. kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

Diagnosa Keperawatan:
3. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring
Kreteria hasil
1. Toleransi aktivitas
No Indicator ST

1. Frekuensi nadi 5

2. Kemudahan dalam 5
melakukan aktivitas sehari-
hari
3. Kecepatan berjalan 5

Intervensi
1. Terapi aktivitas
2. Edukasi latihan fisik

14
Implementasi

Observasi
1. Identifikasi defisit tingkat aktifitas
2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3. Monitor respon emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik
1. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
2. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis.ambulasi, mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
3. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu

Edukasi
1. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
2. Anjurkan melakukan aktivitas fisik,sosisal,spiritual, dan kognitif dalam
mejaga fungsi dan kesehatan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor
program aktivitas, jika perlu
.

15
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah (8th ed., Ser.
2). Singapore,: Elsevier.
Firmansyah, Riki dkk. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.

Potter and Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan


Praktik. Ed 4. Volume II. Jakarta: EGC.

Brunner and Suddarth. (2002). Hand Book for Brunner & Suddarth Text Book
Medical Surgical Nursing. (Penerjemah Yasmin Asih, S.Kp). Lipincott –

Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.


Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.


Jakarta: DPP PPNI.

16

Anda mungkin juga menyukai