Anda di halaman 1dari 26

N U R Y A N T O , S . G z., M.

Gizi

NILAI-NILAI MAKANAN DAN


IDEOLOGI PANGAN

Pengetahuan antropologi ttg pangan


dpt berguna
dlm p’binaan & penyuluhan pertanian
yg b’hubungan
dengan produksi bahan pangan.
Indonesia mempunyai areal yg
sangat luas, ​Sabang
Aceh-------​Merauke ​Irian Jaya, ​dihuni
berbagai suku bangsa, budaya
Dari sudut cara mendapat bahan
makanan, kita jumpai tingkat yang
paling rendah (​primitif​)

Masy pedalaman Irian Jaya​,


- ​berburu ​- m
​ emungut atau memetik
bahan
makanan nabati ​di hutan ​sekitarnya.
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra
suku bangsa yang melakukan
pertanian dengan cara slash and
burn,

Menurut pengetahuan antropologi


mempunyai ​tingkat belum begitu
maju, tetapi sudah lebih tinggi
dibanding dengan cara yang
terdapat di ​pedalaman Irian Jaya.

Dikota besar, ​pulau Jawa​, barbagai


pabrik yang memproduksi Bahan
makanan - ​secara modern​, -
sintesa bahan makanan
yang tergolong tingkat tinggi
dalam ​cara manusia mendapatkan
bahan ​makanannya​.
Dalam pembinaan produksi ​bahan
makanan diberbagai daerah yang
tingkat kemajuannya sangat
berbeda tersebut, kita harus
bijaksana dan hati-hati, ​jangan
sampai menghancurkan cara
produksi ​bahan makanan yang
tidak sesuai dengan kondisi yang
terdapat dalam ​lokal.

Misalnya dapatkah kita


menganjurkan menanam padi
didaerah pedalaman Irian Jaya.
Bertanam padi termasuk tingkat
cukup tingi dalam ​cara
mendapatkan bahan makanan
manusia.
-Pengetahuan dan ketrampilan
yang diperlukan u/
bertanam ​padi belum dipunyai
oleh masyarakat ​pedalaman (Irian
Jaya).

-Peralatan dan ketrampilan untuk


mengolah
dan menghidangkan beras hasil
bercocok tanam ​padi juga belum
dikenal oleh mereka.
menganjurkan menanam padi pada
primitif sulit.
Sebaiknya dibuat rancangan
bertahap untuk ​meningkatkan cara
mendapat bahan makanan
Berburu, memungut, bercocok
tanam

Perlu diteliti dahulu dan hati-hati

Transmigrasi Cara penyebaran


mendapatkan pangan tetapi
janganlah masyarakat setempat
dipaksakan
untuk meniru pendatang dan
mengadakan perubahan tingkah
laku dan tingkat budaya terlalu
mendadak.

Dalam upaya pembinaan dan


penyuluhan produksi u/
meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat ​harus diteliti terlebih
dahulu kondisi setempat, ​“Jangan
terlalu tergesa2” ​Perhatikan aspek
– aspek lain yang bersangkutan
harus diperhitungkan ​-apakah alat
bercocok tanam padi sudah
dikenal
dan dipergunakan ​-apakah
peralatan untuk mengolah ​hasil
panen
sudah diketahui & terdapat
didaerah tersebut - apakah cara
mengolah didapur dan cara
mengkonsumsinya mungkin
dilaksanakan?
Maka pengarahan dan penyuluhan
produksi harus ​dibarengi dengan
pendidikan umum dan khusus
untuk dapat memanfaatkan hasil
produksi yang dirancangkan
tersebut. ​Ada baiknya kalau
program peningkatan itu ​dimulai
dengan memperbaiki apa yang
ada, yang ditingkatkan mencakup
sistem yang menyeluruh, misalnya
menyangkut cara produksi, cara
penanganan hasil produksi, cara
pengolahan dan penggunaannya
dan sebagainya.
Mungkin program peningkatan
kesejahteraan ​melalui peningkatan
cara berproduksi bahan ​makanan
tersebut berlangsung sangat
lambat dan baru menunjukkan
hasil pada generasi ​berikutnya.

Mengubah mental dan tingkah laku


orang ​dewasa sering lebih sulit
dari pada mendidik ​anak-anak
yang tingkah laku dan berbagai
kebiasannya belum terbentuk kuat.
Manfaat lain dari pengetahuan
antropologi pangan ​adalah ​dalam
soal penanggulangan pencemaran
lingkungan hidup.

Kita ketahui bahwa semakin


rendah tingkat cara ​berproduksi,
semakin kecillah dampak
polusinya terhadap lingkungan.

Pada tingkat berproduksi primitif


tingkat polusi
masih dapat diabaikan, tetapi
kalau program peningkatan
kesejahteraan melalui produksi
pangan itu semakin tinggi, maka
polusinya semakin tinggi
Sebelum melakasankan sesuatu
proyek peningkatan produksi
pangan di suatu daerah, ​maka
perlu dilakukan suatu studi
Analisa Dampak ​Lingkungan
(ANDAL).

Harus diteliti kemungkinan akibat


adanya proyek ​peningkatan
produksi tersebut terhadap kondisi
lingkungan, apakah tidak akan
terjadi kerusakan ​atau pencemaran
lingkungan tersebut serta
pencemaran karena hasil limbah
proyek.
akibat negatif yang mungkin
terjadi harus dipikirkan dan
dianalisa serta dirancang berbagai
alternatif cara menanggulanginya.

Selain kerugian yang mungkin


timbul terhadap
kondisi fisik dan biospher
lingkungan, juga harus
diperhitungkan kemungkinan
terjadinya hambatan terhadap
kesehatan manusia atau flora dan
fauna lainnya
HUBUNGAN SUSUNAN HIDANGAN
DENGAN EKOSISTEM.

manusia purba, susunan hidangan


sangat tergantung ​pada apa yang
disediakan oleh ekosistem tempat.

konsumsi mak. sepenuhnya apa yg


disediakan ​oleh alam lingkungan.

“Berburu (hewani)” /binatang bukan


pemakan daging.
Jumlah manusia masih sangat
sedikit dibandingkan dengan
persediaan BM dialam
lingkungannya. Hewani utama
nabati penyerta
-​→ ​sehingga tidak perlu
menyimpan BM to
hari esok

Perubahan alam akibatkan


binatang herbivor kecil tapi
binatang karnivor (pemangsa)
lebih banyak sehingga terjadi
persaingan.

BM hewani menurun shgg BM


nabati harus
ditingkatkan dan mulai
menyimpan.
Untuk menjamin mendapat bahan
makanan lebih banyak untuk
kebutuhan hari esok, daerah
pungutan BM nabati harus
semakin luas.

Manusia menentukan suatu


wilayah hidup kelompok untuk
menjamin persediaan bahan
makanan nabati dan daerah
perburuannya.

Mulai terjadi ​pergesekan dan


perkelahian ​antar ​kelompok, bila
daerah pemungutan bahan
makanan ​dan perburuannya
bertumpang tindih dengan wilayah
hidup kelompok tetangganya.
Sampai saat ini komposisi hidangan
manusia masih sangat bergantung
dari bahan makanan yang disediakan
secara alamiah oleh lingkungan
hidupnya.

Dengan semakain bertambahnya


jumlah manusia, maka luas ruang
hidup menjadi relatif semakin sempit,
sehingga kwantum bahan makanan
yang tersedia secara alamiah
semakin tidak mencukupi.
manusia mempunyai otak dengan
kapasitas berfikir ​yang semakin
meningkat. Dilihatnya bahwa alam
tidak
sanggup meregenerasi bahan
makanan yang telah diektraksi oleh
manusia untuk menjadi komponen
susunan hidangannya

Dilakukanlah upaya yang


mengakibatkan hubungan terbalik
antara susunan hidangan dan
komposisi dunia flora dan fauna alam
lingkungan. Bukan lagi susunan
hidangan manusia yang ditentukan
oleh komposisi lingkungan, tetapi
komposisi lingkungan diusahakan
oleh manusia agar mendukung
susunan hidangan manusia
Hewan dan tumbuhan yang tidak ada
atau kurang terdapat disuatu daerah,
mulai dipelihara ​dan ​ditanam sesuai
dengan kebutuhan konsumsi
masyarakat di daerah tersebut atau
didatangkan dari luar ​dalam bentuk
hasil olah,
baik sebagai bahan makanan
kalengan atau diawetkan dengan
cara lain
dengan teknokimia dan bioteknologi
dihasilkan berbagai jenis bahan
makanan sintetik yang memperkaya
jenis bahan makanan yang
dibutuhkan dalam susunan hidangan.
misalnya cyclamate, saccharine,
aspartame dan sebagainya

penyedap makanan; dan


ditemukanlah
monosodium glutamate (MSG) ​dan
untuk pengawet ditemukan pula b
erbagai bahan pengawet sintetis
Semua bahan makanan sintetis
tersebut tidak terdapat secara
alamiah didalam ekosistem ​manusia

Berpengaruh negatif terhadap


kesehatan manusia
SUSUNAN HIDANGAN ​SEBAGAI
HASIL BUDAYA

Kesanggupan menyusun
hidangan--- #heriditer,
Tetapi--kepandaian yang
diajarkan--leluhur melalui orang
tua ke anaknya. Jadi susunan
hidangan adalah hasil manifestasi
proses belajar. Ini berarti bahwa
susunan hidangan sesuatu
masyarakat dapat diubah dgn jalan
pendidikan, yaitu pendidikan gizi,
penerangan & penyuluhan,
meskipun harus diakui bahwa
usaha mengubah suatu susunan
hidangan yg telah terjadi sangat
sulit dilaksanakannya.
Proses belajar yang menghasilkan
kebiasaan makan terjadi se umur
hidup sejak anak lahir ​sampai
menjadi dewasa dan masih terus
berlangsung selama hidupnya.

Itulah sebabnya mengapa


kebiasaan makanan ​dan susunan
hidangan sangat kuat bertahan
terhadap berbagai pengaruh yang
mungkin dapat ​mengubahnya.
Kebiasaan makan seseorang
merupakan kebiasaan makan
keluarga,
Ahli2 Anthropologi berpendapat
bahwa kebiasaan makan keluarga
& susunan hidangannya
merupakan ​salah satu manifestasi
kebudayaan keluarga ​tersebut
yang disebut LIFESTYLE (gaya
hidup).

Lifestyle ini merupakan


kondensasi dari interaksi ​berbagai
faktor sosial, budaya dan
lingkungan hidup.

Pelaksana dari unit masyarakat


terkecil adalah keluarga (hosehold
unit) sehingga lifestyle keluarga
merupakan pencerminan dari
lifestyle suatu masyarakat.
Demikian pula karena kebiasaan
makan dan susunan hidangan itu
merupakan manifestasi dari
lifestyle maka pengubahan
kebiasaan makan harus
merupakan pengubahan pada
lifestyle pada
-tingkat individu, ​-keluarga -dan
masyarakatnya.
Faktor-faktor yang merupakan
asupan (input) ​bagi terbentuknya
suatu lifestyle keluarga ialah
-penghasilan -pendidikan,
-lingkungan hidup kota atau desa,
-susunan keluarga, -pekerjaan,
suku bangsa, -kepercayaan dan
agama, -pendapat tentang
kesehatan, -pengetahuan gizi,
-produksi pangan, ​-sistem
distribusi ​-sosiopolitik yang
bersangkutan.(monopoli pupuk)
Faktor-faktor pembentuk lifestyle
yang mengenai kebiasaan makan
dan susunan hidangan dapat
dikelompokkan berasal dari dua
sumber, ​ialah Produksi Pangan
dan Distribusinya, serta dari
Faktor-faktor sosial ekonomi &
politik

Hubungan semua faktor tersebut


dapat dilihat dalam sistim holistik
BAGAN.
POLA KONSUMSI RUMAH
TANGGA
0%
Beralih ke Makanan Jadi ​Perkembangan Pola
Pengeluaran Makanan Rumah Tangga Indonesia, 1999–2013
100%
Umbi-umbian 90%
Konsumsi lainnya
80%
Bumbu-bumbuan
70%
Buah-buahan ​Daging ​60%
Kacang-kacangan
50%
Telur dan susu
40%
Minyak dan lemak Bahan minuman 30%
Tembakau dan sirih 20%
Ikan
10%
Sayur-sayuran ​Makanan jadi*
Sep
Padi-padian
1999 2002 06 13
Sumber: Badan Pusat Statistik, Dimodifikasi ​Sumber : WFP Report ​30 ​2014
Dalam Anung Kemenkes
BAGAN SITEM LIFESTYLE KELUARGA
Produksi pangan dan distribusinya
Faktor fisiologis
Pengetahuan Gizi
Pendapat t’tang ​kesehatan
Kepercayaan
LIFESTYLE
dan agama ​
Faktor2 sosial, ​Ekonomi, politik
Faktor2 LIFESTYLE
Penghasilan
Pekerjaan
Struktur
Pendidikan
keluarga
Suku bangsa
Lingkungan desa/kota
Food Intake behaviour
KEBIASAAN MAKAN Dan SUSUNAN HIDANGAN

Anda mungkin juga menyukai