Anda di halaman 1dari 16

ATONIA UTERI

A. Pendahuluan
Atonia uteri menyumbangkan 50-60% angka kejadian perdarahan postpartum.
Perdarahan postpartum dini oleh karena atonia uteri merupakan salah satu tiga
penyebab terbesar kematian maternal di negara berkembang dan maju.1
Pencegahan, diagnosis dini, dan manajemen yang benar merupakan kunci
untuk mengurangi dampak tersebut. Perawatan intrapartum harus selalu
menyertakan perawatan pencegahan perdarahan postpartum dini, identifikasi
faktor risiko, dan ketersediaan fasilitas untuk mengatasi kejadian perdarahan
postpartum dini.2
Angka kematian maternal merupakan indikator yang mencerminkan status
kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan persalinan.
Setiap tahun diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal sebagai akibat
komplikasi yang timbul dari kehamilan dan persalinan.3

B. Definisi
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus atau kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Keadaan ini terjadi karena
uterus mengalami relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah sehingga darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.1,4
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800
cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta,
maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat
melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit
anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tersebut. Akibat dari
atonia uteri adalah terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock
hypovolemik.3

1
Gambar 1. Atonia Uteri

Perdarahan post partum merupakan salah satu dari sebab utama kematian ibu
dalam persalinan karena menimbulkan komplikasi berupa syok. Perdarahan post
partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam 24 jam setelah anak lahir.
Keadaan ini terbagi atas dua bagian yaitu perdarahan postpartum primer (early
postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan
perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam biasanya berlangsung antara hari ke 5 sampai 15 postpartum.2
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah
perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pakaian
atau kain alas tidur. Oleh sebab itu maka batasan operasional untuk periode
pascapersalinan adalah setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan,
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan
perubahan tanda vital (pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin,
menggigil, hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100x/m, kadar Hb < 8gr%).5

C. Pencegahan

2
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan :4,5
1. Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita bersalin
karena hal ini dapat menurunkan insidensi perdarahan pasca persalinan akibat
atonia uteri.
2. Pemberian misoprostol per oral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi
lahir.

D. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang berhubungan dengan atonia uteri adalah sebagai berikut :2,3
1. Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidroamnion,
atau anak terlalu besar.
2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3. Persalinan terlalu cepat (partus presipatus).
4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin.
5. Kehamilan grande-multipara.
6. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
menahun.
7. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
8. Infeksi intrauterine (korioamnionitis).
9. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah
dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari
dinding uterus.3

E. Patofisiologi
Perdarahan akibat atonia uteri terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus
masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis pada tempat insersi plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga

3
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus,
akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca
persalinan. 1,2

Gambar 2. Struktur anyaman otot dan pembuluh darah.

Gambar 3. Struktur otot uterus.

4
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian
yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca
persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus
oeh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan
sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah
partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi
akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi
ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan.2,3
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan
setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah
implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium
tersebut tidak berkontraksi. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan serviks, vagina dan perineum.3,4

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan
masih aktif dan banyak, bergumpal dan palpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa
pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah
sebanyak 5000-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih
terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian
darah pengganti.2
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama bila timbul perdarahan banyak dalam
waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari
penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. nadi dan
pernafasan menjadi cepat, dan tekanan darah menurun. Diagnosis perdarahan
pasca persalinan :2,3,4
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.
2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.

5
3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: Sisa plasenta atau selaput
ketuban, robekan rahim, plasenta suksenturiata.
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation
Test), dll.

G. Diagnosis Banding
Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan lembek pada palpasi,
sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus berkontraksi dengan baik.
Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut tentang
adanya dan dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir.2,3
1. Robekan jalan lahir : perdarahan segera (darah segar mengalir segera setelah
bayi lahir), kontraksi uterus baik, plasenta lengkap. Pasien pucat, lemah dan
menggigil.
2. Retensio plasenta : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
dan kontraksi uterus baik. Ditandai dengan adanya tali pusat putus akibat
traksi berlebihan, inversion uteri akibat tarikan dan perdarahan lanjutan.
3. Tertinggalnya sebagian dari plasenta : plasenta atau sebagian selaput yang
mengandung pembuluh darah tidak lengkap disertai perdarahan segera, uterus
berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
4. Inversio uteri : uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali
pusat jika plasenta belum lahir, perdarahan segera, nyeri sedikit atau berat.
Pasien pucat dan limbung dan dapat mengalami syok neurogenik.
5. Perdarahan terlambat : subinvolsi uterus, nyeri tekan perut bawah, perdarahan
> 24 jam pasca partus. Pasien mengalami anemia dan demam.
6. Ruptur uteri : perdarahan segera (perdarahan intra abdominal/vaginal), nyeri
perut berat. Pasien mengalami syok dengan nyeri tekan perut.

6
H. Tatalaksana
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.
Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat
hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada kedaan
klinisnya.5

Gambar 4. Bagan penanganan atonia uteri.

7
Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai
berikut :
1. Sikap trendelenburg, memasang venous line, dapat memberikan oksigen.
2. Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :4,6
 Masase fundus uteri dan merangsang putting susu, segera setelah plasenta
lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus
secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).

Gambar 5. Masase fundus uteri


 Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara IM, IV atau
SC.4,6
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat
seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi
kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek
samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan
vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

8
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum
1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan
(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. Obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
 Memberikan derivate prostaglandin F2α (carboprost tromethamine).7,8
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2 alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal,
intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal.
Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15
menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat
dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare,
sakit kepala, takikardi, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan
kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral,
sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan
gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan
dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten
yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%.
Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri
maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan masif yang terjadi.

9
 Pemberian misoprostol 800-1000 µg per-rektal.
Misoprostol meerupakan sintetik dari prostaglandin E1 (15-deoxy-16
hydroxy 16 metil analogue) yang analog dengan prostaglandin E1 endogen.
Efek misoprostol yang khas adalah meningkatkan tonus otot uterus.
 Kompresi bimanual eksterna dan/atau internal.2,3,4
Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang
digunakan adalah aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya
pengganti kontraksi miometrium (yang untuk sementara waktu tidak dapat
berkontraksi). Kontraksi miometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman
cabang-cabang pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya.
Kompresi bimanual eksterna menekan uterus melalui dinding abdomen
dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang
melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan
berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali
berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal.
Kompresi bimanual internal dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan
postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah
anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.

(a) (b)
Gambar 6. (a) Kompresi bimanual eksterna, (b). Kompresi bimanual
interna.

10
 Kompresi aorta abdominalis.2,3
Kompresi aorta abdominalis dilakukan selama 5 sampai 7 menit. Berikan
tekanan ke bawah dengan tekanan tangan diletakan di atas pars
abdominalis aorta melalui dinding abdomen. Titik kompresi tepat diatas
umbilikus dan agak ke kiri. Denyut aorta dapat diraba dengan mudah
melalui dinding abdomen anterior segera pada periode pascapartum.
Dengan tangan yang lain palpasi denyut nadi femoral untuk memeriksa
keadekuatan kompresi. Jika denyut nadi teraba selama kompresi tekanan
yang dikeluarkan kepalan tangan tidak adekuat. Jika denyut nadi femoral
tidak teraba tekanan yang dikeluarkan kepalan tangan adekuat. Pertahanan
kompresi sampai darah terkontrol Jika pendarahan berlanjut walaupun
kompresi telah dilakukan Lakukan ligasi uteria dan ligasi ateri uteri. Bila
tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir

Gambar 7. Kompresi aorta abdominalis.

11
 Pemasangan “tampon kondom”, kondom dalam kavum uteri disambung
dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infuse 200
ml yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif.
Tindakan pemasangan tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan
hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan.2,4

Gambar 8. Tampon kondom.

 Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan


tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif
(mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi. Alternatifnya
berupa :

- Ligasi arteri uterine atau arteri ovarika.9,10

12
Gambar 8. Ligasi arteri uterine dan arteri ovarika.

Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk


melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral
paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik
ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio
iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan di belakang arteri, dan
dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi
bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.
Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan
sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma
vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan
tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi
pasien.
- Operasi ransel B Lynch.9
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternatif untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

13
Gambar 8. Operasi ransel B-Linch.

- Histerektomi supravaginal atau histerektomi total abdominal.4,9


Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan
jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan
operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih
banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

Gambar 9. Histerektomi.

I. Komplikasi
Selain menyebabkan kematian, syok, kondisi perdarahan postpartum
akibat atonia uteri memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi peurpeal
karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa
menyebabkan sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars
anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya ialah

14
hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia,
penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut
pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dan hipotensi, amenorea dan
kehilangan fungsi laktasi.2,3,11

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar R. Sinopsis obstetric. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 1998.


2. Feerasta SH, Motiei A, Motiwala S. Uterine atony at a tertiary care hospital in
Pakistan ; A risk factor analysis. [diunduh tanggal 27 September 2015].
Tersedia dari : www.theagakhanuniversity.org
3. Santoso BI. Perdarahan post partum. Departemen Obstetri dan Ginekologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. [diunduh tanggal 27
September 2015]. Tersedia dari : www.ui.ac.id
4. Umariyah SN. Perdarahan postpartum dan penanganannya. Pelatihan
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. [diunduh tanggal 27
September 2015]. Tersedia dari : Jaringan Nasional Pelatihan Klinik
Kesehatan Reproduksi.
5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Sarwono
Prawirohardjo; 2009.
6. Saifudin AB, George A, Hanifa WG, Djoko W. Buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Edisi ke-1 cetakan ke-5. Jakarta:
PT bina Sarwono Prawirohardjo; 2009.
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, et all. Williams obstetrics.
22nd edition. Texas: McGraw-Hill’s Access Medicine; 2007.
8. Situmorang MF. Perbandingan efektifitas misoprostol per rektal dengan
oksitosin pada penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga. [diunduh tanggal 27
September 2015]. Tersedia dari : www.repositoryusu.ac.id
9. Lim PS. Uterine atony: management strategies. Universiti Kebangsaan
Malaysia Medical Center. [diunduh tanggal 27 September 2015]. Tersedia dari
: Malaysia medical center.
10. Fransiska. Perdarahan postpartum. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma. [diunduh tanggal 27 September 2015]. Tersedia dari :
www.edukia.org
11. Dwifebriana S. Atonia uteri. [diunduh tanggal 27 September 2015]. Tersedia
dari : www.edukia.org

16

Anda mungkin juga menyukai