Kunjungan pasien 34
pemeriksaan tekanan darah 34
cek stik kolesterol 17
cek stik gula 6
cek stik asam urat 10
surat sakit 0
surat sehat 0
surat rujukan 0
rawat luka 0
Oksigen 0
II. TOP DISEASE
DAFTAR PENYAKIT JUMLAH DAN
PRESENTASE
Dispepsia 2 14,28 %
Dislepidenimia 8 57,14 %
Ispa 3 21,42 %
Hipertensi 1 7,14 %
Total 14
AZHARI
Direktur Utama
Berikut data – data penyakit di bulan November 2019
Angka kunjungan pasien pada bulan November 2019 total nya adalah 34. tetapi yang
terdiagnosa total 14 karyawan. bulan November dilaporkan terdapat beberapa diagnose yang
kami dapati dilingkugan PJB. penyakit yang terdiagnosa masih tergolong ringan , sedang dan
kebanyakan merupakan gejala awal yang harus diperhatikan dan diberi pengawasan pencegahan
yang harus disadari oleh karyawan itu sendiri pada saat bekerja. penykit yang terdiagnosa antara
lain:
Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA adalah infeksi di saluran pernapasan, yang
menimbulkan gejala batuk, pilek, disertai dengan demam. ISPA sangat mudah menular dan dapat
dialami oleh siapa saja, terutama anak-anak dan lansia. Penyebab ISPA adalah virus atau bakteri,
yang mudah sekali menular. Penularan virus atau bakteri penyebab ISPA dapat terjadi melalui
kontak dengan percikan air liur orang yang terinfeksi. Virus atau bakteri dalam percikan liur akan
menyebar melalui udara, masuk ke hidung atau mulut orang lain.Selain kontak langsung dengan
percikan liur penderita, virus juga dapat menyebar melalui sentuhan dengan benda yang
terkontaminasi, atau berjabat tangan dengan penderita. Gejala dari infeksi saluran pernapasan
akut berlangsung antara 1-2 minggu. Sebagian besar penderita akan mengalami perbaikan gejala
setelah minggu pertama. Gejala tersebut adalah:,Batuk.Bersin,Pilek,Hidung tersumbat,Nyeri
tenggorokan,Sesak napas,Demam,Sakit kepala dan Nyeri otot. Beberapa tindakan untuk
meredakan gejala dapat dilakukan secara mandiri di rumah, yaitu dengan:
Memperbanyak istirahat dan konsumsi air putih untuk mengencerkan dahak, sehingga
lebih mudah untuk dikeluarkan.
Mengonsumsi minuman lemon hangat atau madu untuk membantu meredakan batuk.
Berkumur dengan air hangat yang diberi garam, jika mengalami sakit tenggorokan.
Menghirup uap dari semangkuk air panas yang telah dicampur dengan minyak kayu putih
atau mentol untuk meredakan hidung yang tersumbat.
Memposisikan kepala lebih tinggi ketika tidur dengan menggunakan bantal tambahan,
untuk melancarkan pernapasan.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi saat tekanan darah berada pada nilai 130/80
mmHg atau lebih. Kondisi ini dapat menjadi berbahaya, karena jantung dipaksa memompa darah
lebih keras ke seluruh tubuh, hingga bisa mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit, seperti gagal
ginjal, stroke, dan gagal jantung. Tekanan darah dibagi 2 menjadi tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan saat jantung memompa darah ke
seluruh tubuh. Sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan saat otot jantung relaksasi,
sebelum kembali memompa darah.
Dalam pencatatannya, tekanan darah sistolik ditulis lebih dahulu dari tekanan darah diastolik,
dan memiliki angka yang lebih tinggi. Menurut Perkumpulan dokter jantung di Amerika Serikat,
AHA, pada tahun 2017, tekanan darah diklasifikasikan sebagai berikut:
Normal: berada di bawah 120/80 mmHg.
Meningkat: berkisar antara 120-129 untuk tekanan sistolik dan < 80 mmHg untuk
tekanan diastolik.
Tekanan darah tinggi seringkali tidak diketahui penyebabnya. Tetapi, ada beberapa kondisi yang
dapat memicu tekanan darah tinggi, di antaranya:
Kehamilan
Kecanduan alkohol
Penyalahgunaan NAPZA
Gangguan ginjal
Meskipun bisa terjadi pada semua orang, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami tekanan darah tinggi, seperti:
Lanjut usia
Memiliki keluarga yang menderita hipertensi
Jarang berolahraga.
Menjalani gaya hidup sehat dapat menurunkan sekaligus mencegah hipertensi. Beberapa cara
yang dapat dilakukan adalah:
Konsumsi makanan yang sehat.
Menjaga berat badan ideal.
Rutin berolahraga.
Berhenti merokok.
Beberapa pasien hipertensi diharuskan mengonsumsi obat penurun tekanan darah seumur
hidupnya. Oleh karena itu, penting untuk melakukan langkah pencegahan sedini mungkin,
terutama bila Anda memiliki faktor risiko hipertensi
Dislipidemia adalah kondisi di mana kadar lemak dalam darah meningkat. Hal ini
berisiko menyebabkan penyakit jantung dan stroke. Dislipidemia tidak menimbulkan gejala, dan
biasanya baru terdeteksi saat pemeriksaan darah atau medical check-up. Untuk menangani
dislipidemia, simak penjelasan berikut.
Kolesterol adalah zat lemak yang berguna memecah makanan dan memproduksi hormon. Ada
tiga jenis kolesterol di dalam tubuh, yaitu kolesterol baik high-density lipoprotein (HDL),
kolesterol jahat low-density lipoprotein (LDL), dan trigliserida.
Seseorang dikatakan mengalami dislipidemia apabila pemeriksaan lemak darahnya setelah puasa
menunjukkan nilai kolesterol total di atas 200 mg/dL, dengan rincian:
Jarang berolahraga.
Sering mengonsumsi alkohol.
Merokok.
Sering mengongsumsi makanan tinggi gula atau lemak jenuh, seperti daging berlemak,
keju, gorengan, dan mentega.
Penyakit hati, sindrom metabolik, penyakit jantung, diabetes yang tidak terkontrol, dan
hipotiroidisme.
Berat badan berlebih atau obesitas.
Penyakit ginjal, seperti batu ginjal dan gagal ginjal.
Konsumsi obat penurun tekanan darah golongan beta blocker, kortikosteroid, diuretik,
pengobatan HIV, atau pil KB.
Kolesterol yang terlalu banyak jumlahnya dapat menumpuk di dinding pembuluh darah arteri
dan membentuk plak (aterosklerosis). Akibatnya, aliran darah di dalam tubuh termasuk ke
jantung dan otak, jadi terganggu.
Hal tersebut dapat menimbulkan sejumlah penyakit, seperti stroke, tekanan darah tinggi,
serangan jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit arteri perifer.
Karena tidak bergejala, kondisi dislipidemia perlu dideteksi melalui pemeriksaan ke dokter.
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan tes darah untuk menilai kadar lemak darah.
Jika Anda terdiagnosis menderita dislipidemia, beberapa cara berikut ini bisa Anda lakukan
untuk mengurangi kadar lemak darah:
1. Mengonsumsi obat
Kelompok obat statin, seperti atorvastatin, livostatin, pravastatin, dan simvastatin, merupakan
obat yang sering diberikan untuk menangani dislipidemia. Tidak jarang juga dokter memberikan
obat jenis lain, seperti ezetimibe, asam nikotinat, dan fenofibrat.
Obat-obatan diberikan jika kadar satu atau lebih kolesterol sudah mencapai tingkat yang parah,
yaitu:
Dokter dapat saja memberikan obat meski kadar kolesterol darah pasien belum di tingkat yang
parah. Biasanya ini dilakukan karena pasien menderita kondisi tertentu, seperti diabetes atau
penyakit jantung. Namun secara umum, kadar kolesterol darah yang belum terlalu tinggi dapat
ditangani dengan menjalani gaya hidup sehat.
2. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan kerap dipilih sebagai langkah untuk menurunkan kadar
kolesterol LDL. Ketika melakukan diet, pasien harus membatasi asupan makanan yang
mengandung banyak lemak jenuh, seperti keju, mentega, gorengan, dan daging berlemak.
Beberapa jenis makanan, seperti alpukat, gandum utuh, bawang, buah dan sayur yang kaya serat,
serta makanan yang mengandung omega-3, dapat menjadi asupan yang baik untuk membantu
mengurangi kadar kolesterol LDL.
3. Rutin berolahraga
Rutin berolahraga dapat mengembalikan kadar kolesterol darah ke tingkat normal. Olahraga rutin
selama 20-30 menit, yang dilakukan 5 kali dalam seminggu, dapat menurunkan kadar trigliserida
dan kolesterol jahat, serta meningkatkan kolesterol baik HDL. Olahraga yang bisa dipilih antara
lain adalah jogging, renang, atau bersepeda.
4. Tidak merokok
Berhenti merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL hingga 5-10%. Selain berhenti
merokok, membatasi asupan alkohol juga dapat membantu mengurangi kadar kolesterol dalam
darah.
Sindrom dispepsia merupakan kumpulan gejala yang muncul dan dapat menimbulkan
ketidaknyaman pada perut bagian atas. Gejala yang dirasakan biasanya sakit perut dan kembung.
Dispepsia dapat terjadi pada setiap orang.
Sindrom dispepsia umumnya bukan pertanda masalah kesehatan yang serius. Namun, bukan
berarti dispepsia bisa dianggap remeh. Tanpa adanya perbaikan pola hidup maupun pemeriksaan
dan penanganan yang tepat dari dokter, sindrom dispepsia bisa saja menjadi gejala penyakit
pencernaan yang lebih parah.
Sindrom dispepsia biasanya lebih dapat dirasakan pada saat makan atau setelah makan.
Meskipun ketidaknyamanan sudah mulai bisa terasa sejak sebelum makan. Saat menjelang waktu
Anda makan, lambung akan menghasilkan asam. Pada kondisi tertentu jumlah asam yang
diproduksi oleh lambung bisa meningkat, sehingga menyebabkan iritasi pada dinding permukaan
lambung Anda, bahkan keluhan dapat terasa hingga kerongkongan. Keluhan nyeri pada lambung
inilah yang sering membuat dispepsia dikenal juga sebagai keluhan nyeri lambung atau sakit
maag.
Gejala yang dirasakan dari sindrom dispepsia biasanya sakit perut atau kembung. Anda mungkin
juga menderita nyeri ulu hati, sesak napas, mual dan muntah. Gejala lain dari sindrom dispepsia
meliputi:
Cepat merasa kenyang saat makan dan tidak bisa menyelesaikan makan
Perut terasa penuh sehabis makan makanan dengan porsi normal
Rasa perih hingga panas seperti terbakar pada lambung dan kerongkongan
Buang gas yang berlebihan.
Umumnya sindrom dispepsia dapat terjadi karena pola hidup, terutama pola makan yang kurang
baik. Misalnya, tidak memiliki waktu makan yang teratur, banyak mengonsumsi minuman
beralkohol, makanan pedas, dan merupakan seorang perokok. Selain itu, efek samping obat-
obatan misalnya golongan antibiotik dan kortikosteroid juga bisa meningkatkan produksi asam
lambung dan menimbulkan sindrom dispepsia.
Ada pula beberapa macam penyakit pada pencernaan, yang memiliki gejala berupa sindrom
dispepsia, di antaranya :
Meski tergolong ringan, sindrom dispepsia yang mengakibatkan gangguan pencernaan parah,
mungkin perlu segera ditangani oleh dokter. Misalnya, sindrom dispepsia yang disertai muntah
darah atau kesulitan menelan.
Cara Mengobati Sindrom Dispepsia
Pengobatan untuk sindrom dispepsia sangat beragam tergantung pada apa yang menyebabkannya
dan seberapa parah gejala yang Anda rasakan. Kebanyakan orang mampu mengatasi maupun
mencegah gangguan pencernaan mereka dengan membuat perubahan pola makan dan gaya hidup
yang lebih baik.
Beberapa perubahan pola makan dan gaya hidup untuk membantu mengatasi sindrom dispepsia,
yaitu:
Makan sedikit demi sedikit dan kunyah makanan Anda secara perlahan dan menyeluruh.
Menghindari makanan berlemak dan pedas; makanan olahan; minuman
berkarbonasi/soda; kafein misalnya kopi, teh dan minuman berenergi; konsumsi alkohol
dan merokok, karena dapat memicu produksi asam lambung berlebih.
Mempertahankan berat badan yang sehat.
Berolahraga secara teratur. Olahraga membantu Anda menjaga berat badan,
memaksimalkan metabolisme tubuh, dan membantu kinerja organ pencernaan lebih baik.
Mengelola stres.
Menghindari kebiasaan segera berbaring setelah makan. Tunggu setidaknya dua hingga
tiga jam setelah makan sebelum berbaring.
AZHARI
Direktur utama
DAFTAR PEMERIKSAAN DAN PEMBERIAN OBAT