Anda di halaman 1dari 3

Diskusi InPAS Bahas Akal Menurut Al-Attas

Ditulis oleh Berita


Selasa, 18 Januari 2011 15:05 - Terakhir Diperbaharui Selasa, 01 Maret 2011 13:49

Inpasonline, 18/1/11

Siang itu, ada yang istimewa dari acara diskusi rutin InPAS. Tidak lain, karena pemateri pada
hari itu, Ahad (16/01), adalah Akhmad Rafi’i Damyati, lulusan Universiti Malaya, Malaysia, yang
baru saja pulang ke tanah kelahirannya, Pamekasan-Madura.  Tema yang dibahasnya
tergolong rumit dan menantang, yaitu, Akal (Intelek) dalam Pemikiran Al-Attas. Saking rumitnya,
beberapa peserta minta diulangi lagi penjelasan sebagian materi. Bahkan, beberapa peserta
tidak sabar langsung bertanya sebelum pemaparan materi selesai.

Siang itu, ada yang istimewa dari acara diskusi rutin InPAS. Tidak lain, karena pemateri pada
hari itu, Ahad (16/01), adalah Akhmad Rafi’i Damyati, lulusan Universiti Malaya, Malaysia, yang
baru saja pulang ke tanah kelahirannya, Pamekasan-Madura.  Tema yang dibahasnya
tergolong rumit dan menantang, yaitu, Akal (Intelek) dalam Pemikiran Al-Attas. Saking rumitnya,
beberapa peserta minta diulangi lagi penjelasan sebagian materi. Bahkan, beberapa peserta
tidak sabar langsung bertanya sebelum pemaparan materi selesai.

Menurut Dimyati, panggilan akrab Akhmad R. Damyati, sebenarnya materi yang disampaikan
tersebut hanyalah salah satu dari sumber-sumber ilmu. Jika merujuk pada tesis yang telah
ditulisnya, sumber-sumber ilmu pengetahuan dalam Islam yang dibahas oleh Al-Attas adalah: K
habar Shadiq
, panca indera, intuisi dan akal. Namun karena rumitnya pembahasan dan butuh waktu yang
panjang, maka pada pertemuan ini hanya dibahas tentang akal saja. Tapi meskipun begitu,
tetap saja para peserta dibuat kesulitan menangkap point pembahasan tersebut.

Dalam paparan awalnya, peneliti junior INSISTS ini mengurai arti kata akal dalam bahasa
asalnya, bahasa Arab. Secara bahasa kata akal yang berakar dari kata “aql” mempunyai
beberapa arti, misalnya: menahan, menguatkan, mengencangkan, mengumpulkan,
berketetapan, mengerti atau mengikat sesuatu. Sementara pengertian teknisnya, ia merupakan
substansi yang terpisah dari materi, namun aktivitasnya bersamaan dengan materi tersebut.
Selanjutnya, dengan merujuk pada Al-Attas, Dimyati menegaskan bahwa pada dasarnya, kata
aql
ini menunjukkan suatu jenis
ikatan
(binding) atau
belenggu
(withholding) yang menunjukkan suatu properti batin dan mempunyai kemampuan mengikat

1/3
Diskusi InPAS Bahas Akal Menurut Al-Attas

Ditulis oleh Berita


Selasa, 18 Januari 2011 15:05 - Terakhir Diperbaharui Selasa, 01 Maret 2011 13:49

obyek ilmu dengan kata-kata. Dari sinilah maka Al-Attas, kemudian menegaskan bahwa
aql
sebenarnya sinonim dengan
qalb
, yang keduanya sama-sama merupakan organ spiritual kognisi manusia yang disebut hati (
qalb
). Dengan organ spiritual ini manusia mampu dan mengenali mana yang benar dan salah, hak
dan batil.

Selanjutnya dalam pandangan psikologi Islam, menurut Dimyati, akal hanyalah salah satu
aspek saja diantara beberapa aspek jiwa yang terdiri dari hati (qalb), diri (nafs), ruh, dan akal (
aql
) itu sendiri. Semuanya merupakan aspek-aspek jiwa yang satu namun berbeda fungsinya.
Semua aspek tersebut merujuk kepada dua entitas, yaitu entitas fisik dan non-fisik
sebagaimana pernah dibahas oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab
Ihya Ulumiddin
-nya.

Dengan akal, manusia disebut “jiwa yang rasional” (rational soul), tegas pria asli Madura ini.
Hal itu karena akal mempunyai dua kekuatan aspek yang dikenal dengan aspek “aktif” (
‘amilah
) dan aspek “kognitif” (
‘alimah
). Aspek yang pertama merupakann terusan dari kognitif, sebagai prinsip pergerakan dari
badan manusia, atau sebagai rasio praktikal. Aspek ini memproduksi “emosi” apabila
berhubungan dengan kekuatan penggerak (
motive power
) dan menghasilkan skiil dan seni apabila berhubungan dengan kekuatan memahami

(
perceptive power
). Bahkan aspek ini yang membangkitkan berbagai premis dan kesimpulan apabila
berhubungan dengan imaji-rasional. Mungkin aspek terendah inilah yang dipahami Barat
sebagai akal (
mind
) secara keseluruhan, jelasnya lebih lanjut.

Adapun aspek yang kedua berfungsi pada proses abstraksi kognitif, jelas pria yang menulis
tesis dengan judul “The Sources of Knowledge in Islam: A Study on the Philosophical Ideas of
Syed Muhammad Naquib Al-Attas” ini. Akal memanfaatkan apa yang diserap oleh panca indera

2/3
Diskusi InPAS Bahas Akal Menurut Al-Attas

Ditulis oleh Berita


Selasa, 18 Januari 2011 15:05 - Terakhir Diperbaharui Selasa, 01 Maret 2011 13:49

(luar dan dalam) dan menyajikannya menjadi intelligible dalam imajinasi. Proses abstraksi dari
yang diserap oleh panca indera maupun oleh akal mengalami beberapa gradasi untuk
mencapai “makna”. Gradasi yang dimaksud adalah tingkatan-tingkatan data yang berhasil
ditransfer melalui alam dunia ini ( the
world of nature
) kepada fakultas-fakultas imajinatif dan internal manusia hingga sampai kepada akal dan
sudah berupa sesuatu yang bisa dipahami oleh akal.

Di samping itu, menurut Dimyati, akal juga mengalami perkembangan. Ada tiga tahapan
perkembangan akal manusia dilihat dari sudut pandang prioritas (priority) dan non-prioritas (po
sterioty
). Ketiganya adalah
absoute potency (al-isti’dad al-mutlaq), possible or possessive potency (al-mumkinah dan
al-malakah), dan perfection potency (al-kamal).
Kesempurnaan kekuatan akal ini adalah untuk kesempurnaan jiwa dan kekuatan aktif akal
adalah untuk mengatur aspek yang lebih rendah pada jiwa. Apabila sudah terkordinir dengan
baik, maka jiwa manusia akan semakin baik, semakin bersih dan selalu meningkat ke
tahapan-tahapan jiwa yang tinggi. Sebaliknya, apabila ia semakin jauh dari kordinasinya, maka
ia akan turun ke tingkatan yang serendah-rendahnya.

Akal sebagai sumber ilmu tentu sudah bisa diketahui dari uraian di atas, jelas Dimyati. Sebab,
pada akal, baik dari sisi batin maupun lahir bisa memperoleh ilmu. Sisi batin dari akal, misalnya,
erat hubungannya dengan intuisi dan wahyu, di samping ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hal
tersebut. Sedangkan sisi lahir, erat hubungannya dengan aspek panca indera manusia yang
juga menghasilkan ilmu yang empirik-rasional. Dan dilihat dari istilahnya, yakni sebagai
kekuatan manusia untuk bernalar, maka ilmu yang dihasilkan oleh akal ini, dalam klasifikasi
ilmu yang dikonseptualisasikan Al-Attas, menghasilkan ilmu-ilmu ‘aqli. Beberapa ilmu yang
tergolong dalam klasifikasi ini adalah sains filosofis, rasional, dan intelektual yang meliputi sains
kemanusiaan (human science), sains tabi’i (natural sciences), sains terapan (applied sciences)
dan teknologi.

Setelah memaparkan beberapa pemikiran tentang akal, Dimyati kemudian menyimpulkan


bahwa dari uraian di atas jelas bahwa akal dalam pandangan Al-Attas merupakan dimensi batin
(inner dimension) manusia. Tanpa akal manusia tak ubahnya seperti hewan yang hanya tahu
makan,minum, tidur dan lain-lainnya. Ilmu yang didapat oleh manusia karena ada akal, tanpa
akal panca indera pun tidak berfungsi. Begitu pun juga, walaupun ada wahyu, jika akal tidak
sehat maka akan sia-sia belaka. “Namun akal tidaklah segala-galanya, karena banyak hal yang
tidak terjangkau oleh akal. Maka akal perlu takluk kepada yang lebih tinggi, yakni yang sifatnya
spiritual. Di sinilah pentingnya intuisi dan wahyu dalam pemikiran Al-Attas. (mm)      

3/3

Anda mungkin juga menyukai