Oleh
Kelompok 3
Lathifah Nur Lailiyah, S.Kep NIM 182311101014
Cicik lestari, S.Kep NIM 182311101030
Novela Imania Rosa, S.Kep NIM 182311101036
Selly Puspita Sary, S.Kep NIM 182311101041
Nuril Fauziah, S.Kep NIM 182311101047
Wasi' putri M., S.Kep NIM 182311101062
Wahyu Rahmadani, S.Kep NIM 182311101063
Musrifah, S.Kep NIM 182311101066
Yulianti Kurnia Dewi, S.Kep NIM182311101093
1. Standar Kompetensi
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, sasaran akan dapat mengerti dan memahami tentang
pencegahan, penanganan dan managemen pada penyakit katarak dan nyeri post operasi
katarak.
2. Kompetensi Dasar
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 15 menit sasaran akan mampu :
a. Menjelaskan tentang pengertian penyakit katarak
b. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit katarak
c. Menjelaskan tentang penanganan pada penyakit katarak
d. Mampu mengulang dan memahami bagaimana cara memanajemen nyeri post operasi
katarak
3. Pokok Bahasan :
Managemen pada Penyuluhan Kesehatan katarak dan manajemen nyeri post operasi pada
klien yang berada di poli bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember
4. Subpokok Bahasan
a. Pengertian penyakit katarak
b. Pencegahan penyakit katarak
c. Penanganan pada penyakit katarak
d. Manajemen nyeri post operasi katarak
5. Waktu
1 x 15 Menit
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
2. Memberikan
kesempatan pada
masyarakat untuk
bertanya
3. Menjawab pertanyaan
4. Memberikan
kesempatan kepada
perwakilan masyarakat
untuk menjelaskan
kembali dan
mempraktikan materi
yang sudah disampaikan
Penutup 1. Menyimpulkan materi Memperhatikan dan 3 menit
yang telah diberikan menanggapi
2. Mengevaluasi hasil
pendidikan kesehatan
3. Salam penutup
10. Evaluasi
Jawablah pertanyaan ini dengan tepat
a. Apa itu penyakit katarak ?
b. Bagaimana pencegahan penyakit katarak?
c. Bagaimana penanganan pada penyakit katarak?
d. Bagaimana manajemen nyeri untuk klien post operasi katarak
e. Meminta klien mengulang praktik manajemen nyeri bersamaan
11. Lampiran
1. Materi
2. Media yang digunakan
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
Daftar lampiran
1. Lampiran materi
2. Lampiran berita acara
3. Lampiran daftar hadir
4. Lampiran leaflet katarak
5. Lampiran manajemen nyeri
6. Lampiran SOP nafas dalam
7. Lampiran SOP terapi murotal Al-Quran
8. Lampiran Dokumentasi Kegiatan
Kelompok 3
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
Evaluasi kegiatan
Setelah dilakukan kegiatan pendidikan kesehatan maka evaluais kegiatan yang diberikan
adalah sebagai berikut :
1. Para audiance yang datang sesuai bahkan lebih dari jumlah yang ditentukan untuk
proses kegiatan penyuluhan
2. Selama proses pelaksanaan penyuluhan para audiance antusias dan semangat selama
proses pendidikan kesehatan berlangsung
3. Para audiance mampu menyebutkan seperti apa itu penyakit katarak
4. Para audiance mampu menyebutkan bagaimana cara untuk pencegahan terjadinya
penyakit katarak.
5. Audiance diajarkan untuk mengikuti manjemen nyeri post op yaitu nafas dalam dan
terapi murotal
6. Setiap audiance mampu memenuhi hasil evaluasi yang diberikan dan memiliki
antusiasme yang tinggi karena mereka aktif selama proses pemberian pendidikan
kesehatan berlangsung.
Lampiran 1 : Materi
1. Definisi
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa,lensa menjadi keruh,atau berwarna putih
abu-abu dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies”
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti
tertutup air terjuan akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat
keduanya ( Ilyas dkk,2003).
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat
terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah
trauma, inflamasi atau penyakit lainnya. Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa
yang mengubah gambaran yang di proyeksi pada retina yang merupakan penyebab umum
kehilangan pandangan secara bertahap (Smeltzer, C Suzanne. 2001).
2. Penyebab
Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
a. Trauma
b. Terpapar substansi toksik
c. Penyakit predisposisi
d. Genetik dan gangguan perkembangan
e. Iinfeksi virus di masa pertumbuhan janin
f. Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 % disebsbkan kerusakan
congenital, trauma,keracunan atau penyakjit sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi dan densitas ( kepadatan)
dari kekeruhan selain karena umur ,pekerjaan gaya hidup dan tempat tinggal seseorang.
Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1. katarak seni.le (95 %) . katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun). Menurut catatan
The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65– 74 tahun dan 45 % pada usia 75 –
84 tahun. Beberapa derajat ktarak diduga terjadi pada semua orang pada usia 70 tahun.
Ada 4 stadium antara lain :
a. Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian lensa yang
masih jernih.
b. Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratip menyerap air.
c. Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa. Katarak ini dapat
diopperasi.
d. Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar dari kapsul lensa
sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf sertya terdapat lipatan kapsul lensa
(Jounole zin kendor). Jika berlanjut diserrtai kapsul yang tebal menyebabkan kortek yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar sehingga berbentuk seperti sekantong susu
dengan nucleus yang terbenam yang disebut katarak Morgageeeni.
2. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir (bayi kurang dari 3 bulan). Katarak
congenital digolongkan dalam :
a. Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat mengurangi alcoholnya
yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap gula,alcohol dan melindungi dari
pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat osmolaritas yang normal lensa
diletakan pada air (newell, 1986).
6. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain (kelainan okuler).
Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa, glaucoma dan retina detachement.
Katarak ini biasanya unilateral.
3. Tanda Gejala
1. Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
a. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan.
b. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
2. Gejala objektif biasanya meliputi:
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan menjadi kabur atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan
melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga
refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
3. Gejala umum gangguan katarak meliputi:
a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
b. Gangguan penglihatan bisa berupa :
a) Peka terhadap sinar atau cahaya.
b) Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d) Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e) Kesulitan melihat pada malam hari
f) Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
g) Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
4. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak dan tidak dapat di ambil dengan pembasaran laser,
namun masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan prosedur laser baru TE dapat
digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula.
Pembedahan di indikasikan bagi mereka yang memiliki penglihatan akut. Pembedahan katarak
adalah pembedahan yang sering dilakukan pada orang yang berusia lebih dari 65 thn. Ada 2
macam teknik pembedahan tersedia untuk peningkatan katarak : ekstraksi intrakapsuler dan
ekstrakapsuler.
Teknik ekstraksi intrakapsuler adalah teknik yang tidak akan menimbulkan katarak
sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada katarak senile
yang matur dan zanula zhin telah rapuh, namun tidak bisa dilakukan pada pasieb yang berusia
kurang dari 40 tahun, sedangkan teknik ekstraksi ekstrakapsuler adalah teknik yang paling umum
digunakan dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemerahan atau perobekan kapsul lensa anterior
sehingga korteks dan nucleus lensa dapat dilakukan melalui robekan tersebut namun dengan
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
teknik ini dapat timbul penyakit katarak sekunder ( Dongoes, Marilynn E. 2000 ).
6. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial, yang menyakitkan tubuh serta
diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau
kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan–bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti
serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan
mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009). Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik,
universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respons individu terhadap
sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Hal tersebut menjadi dasar
bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien. Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu,
bergantung pada persepsinya. Walaupun demikian, ada kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara
sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau faktor lain,
sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-
hari, psikis, dan lain-lain (Asmadi, 2008).
7. Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri
adalah trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan,
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
gangguan sirkulasi darah, dan lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena
adanya trauma psikologis. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri
karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin. Trauma kimiawi terjadi
karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena
pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri (Asmadi, 2008).
cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang
sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakitnya (misalnya
diabetes), akan tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah
(Le Mone & Burke, 2008).
4. Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat
kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu ternyata erat
hubungannya dengan jenis kelamin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit yang hanya
dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksi
atau yang secara genetik berperan dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008).
Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada
setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin. Perempuan lebih suka
mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesik opioid lebih
sering sebagai pengobatan untuk nyeri (Potter & Perry, 2005).
5. Sosial Budaya
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai
ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat membantu untuk menghindari
mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat
yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang
nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri
juga efektif dalarn menghilangkan nyeri pasien (Potter & Perry, 2005).
6. Nilai Agama
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara untuk
membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi nyeri dan menjadikan
sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini mungkin menolak analgetik dan
metode penyembuhan lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka (Potter & Perry,
2005).
7. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi nyeri seseorang.
Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap
terasa, tetapi kehadiran orang yang dicintainya akan dapat meminimalkan rasa kecemasan dan
ketakutan. Apabila keluarga atau teman tidak ada seringkali membuat nyeri pasien tersebut
semakin tertekan. Pada anak-anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
9. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat,
berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008).
1. Nyeri berdasarkan tempatnya
a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit,
mukosa
b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada
organ-organ tubuh visceral
c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam
tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal
nyeri
d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal
cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya
a) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang
b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama
c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilag, kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya
a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang dari
enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai
akibat dari luka, seperti luka operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada
arteri koroner
b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan. Nyeri kronis ini polanya
beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut
ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul
kembali lagi nyeri, dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan,
artinya rasa nyeri tersebut terus-menerus terasa semakin lama semakin meningkat
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
2. Non farmakologi
Blacks dan Hawks (2009) penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan
dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin, TENS,
akupunktur dan akupresur) serta kognitif dan biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam,
relaksasi progresif, rhytmic breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, distraksi,
sentuhan terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet). Banyak pasien dan anggota tim
kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai salah satunya metode untuk menghilangkan
nyeri. Namun begitu banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang membantu dalam
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
menanggapi terapi lain. Dalam teknik ini, elektroda ditanamkan dalam tubuh pasien untuk
mengirim arus listrik lembut ke saraf di tulang belakang atau otak. Stimulasi saraf tulang
belakang telah digunakan untuk nyeri punggung kronis dan / atau sakit pada daerah kaki
setelah operasi lumbal, nyeri akibat kerusakan saraf (kompleks sindrom nyeri regional dan
postherpetic neuralgia). Kekurangan dari terapi ini adalah biaya yang tinggi dan risiko
pengobatan invasif seperti infeksi.
b) Tindakan pembedahan (operasi)
Operasi untuk mengobati rasa sakit bukanlah tindakan untuk mengobatai penyakit yang mendasar,
hanya dilakukan pada kasus di mana pendekatan atau penatalaksanaan yang lebih konservatif
telah gagal dilakukan. Tindakan ini membutuhkan ahli bedah saraf yang terlatih dan
ketersediaan unit perawatan tindak lanjut.
Pasien mengeluhkan nyeri yang dirasakan matanya seperti berdenyut, tertusuk atau terasa
mengganjal yang menyebabkan ketidak nyamanan pasien setelah operasi katarak. Rasa nyeri ini
disebabkan karena di kornea terdapat ujung serabut saraf bebas yang memiliki tingkat sensitiv
nyeri yang tinggi. Pasien mengeluhkan pemberian obat analgetiknya diberikan sekitar 1-2 jam
setelah operasi, ini disebabkan keluarga pasien harus mengantri dulu di dalam pengambilan resep
obat di apotik(Yuanita dkk., 2013).
Strategi kompensasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban dari masalah perasaan
dihadapi adalah dengan mendekatkan memfokuskan konsentrasi guna menenangkan pikiran,
melalui ritual keagamaan. Aktifitas keagamaan yang dapat dilakukan adalah dengan mengingat
Allah melalui dzikir atau murotal alquran yang dijadikan sebagai terapi relaksasi bagi pasien.
Pasien diajak untuk menyerahkan semua kondisi yang dialaminya kepada Allah sehingga pasien
dapat merasakan keikhlasan dalam menerima kondisi sehingga dapat mengurangi perasaan yang
tidak nyaman terhadap nyeri (Budiyanto, et.al, 2015).
Selain dengan melalui ritual keagamaan salah satu cara lain yang bia dilakukan adalah
relaksasi nafas dalam. Relaksasi Nafas Dalam adalah status hilang dari ketegangan otot rangka
dimana individu mencapainya melalui praktek teknik yang disengaja (Smeltzer, 2005). Pernafasan
dalam adalah pernafasan melalui hidung, pernafasan dada rendah serta pernafasan abdominal
dimana perut meluas secara perlahan saat menarik nafas dan mengeluarkan nafas (Smith, 2007).
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Alamat : Jl. Kalimantan No.37. Telp./Fax (0331) 323450 Jember
Pada hari ini, Rabu tanggal 12 Bulan September tahun 2018 jam 10.00 s/d selesai bertempat di
Poli Bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember Propinsi Jawa Timur telah dilaksanakan
Pendidikan Kesehatan tentang Katarak dana Manajemen Nyeri Post Operasi oleh Mahasiswa
Profesi Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Kegiatan
ini diikuti oleh klien yang ada di poli bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember. (daftar
hadir terlampir).
DAFTAR HADIR
Kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang pendidikan kesehatan katarak dan manajemen nyeri post
operasi katarak oleh Mahasiswa Profesi Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Jember. Pada hari ini, Rabu tanggal 12 Bulan September tahun 2018
pukul 10.00 WIB s/d selesai bertempat di Poli Bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
JUDUL SOP:
PSIK
UNIVERSITAS
JEMBER
PROSEDUR NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
TETAP
TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:
JUDUL SOP:
PSIK TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN
UNIVERSITAS
JEMBER
Tanggal pelaksanaan Hari: Tanggal: Pukul:
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta : Salemba Medika.
Black, M. J. & Hawks, H .J. 2009. Medical surgical nursing : clinical management for continuity
of care, 8th ed. Philadephia : W.B. Saunders Company.
Budiyanto, T., Ma’rifah, A.R., Susanti P.I. (2015). Pengaruh terapi dzikir terhadap intensitas nyeri
pada pasien post operasi CA Mammae di Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Jurnal Keperawatan Maternitas. Vol 3, No 2, 90-96.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing Interventions
Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Dongoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: CV. Sagung Seto
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2009. Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep, Proses &
Praktek. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2010. Buku Ajar Fondamental Keperawatan : Konsep, Proses &
Praktik, Volume : 1, Edisi : 7: Jakarta: EGC.
Kyle, T. & Carman, S. 2015. Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
LeMone, P, Burke, Karen. 2008. Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in Client Care (4th
Edition). New Jersey: Prentice Hall Health.
Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey Backwell.
Potter, P.A & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2. Jakarta: EGC.
Sidarta Ilyas, dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Gaya Baru.
Smith D, 2007. Terapi Pernafasan untuk Penderita Asma. Prestasi Pustaka Sigit Nian Prasetyo.
2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Edisi 1. Graha Ilmu. Yogyakarta
Smeltzer, C Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Yuniarti dkk. 2013. Efektifitas teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Dzikir Terapi Terhadap Nyeri
Post OP Katarak. Universitas Riau