Anda di halaman 1dari 27

KDP – FKEP Universitas Jember 2018

SATUAN ACARA PENYULUHAN KATARAK DAN MANAJEMEN NYERI


POST OPERASI DI RUMAHSAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
JEMBER

Oleh:
KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

SATUAN ACARA PENYULUHAN KATARAK DAN MANAJEMEN NYERI


POST OPERASI DI RUMAHSAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA
JEMBER

Oleh:
Nuril Fauziah 182311101047

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik/Materi : Penyuluhan kesehatan mengenai penyakit katarak dan


manajemen nyeri post operasi katarak
Sasaran : klien yang memeriksakan diri di poli bedah RS Tingkat III
Baladhika Husada Jember
Waktu : 10.00 WIB s/d selesai
Hari/Tanggal : Rabu, 12 September 2018
Tempat : Poli bedah bedah RS Tingkat III Baladhika Husada
Jember

1. Standar Kompetensi
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, sasaran akan dapat mengerti dan
memahami tentang pencegahan, penanganan dan managemen pada penyakit
katarak dan nyeri post operasi katarak.
2. Kompetensi Dasar
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 15 menit sasaran akan
mampu :
a. Menjelaskan tentang pengertian penyakit katarak
b. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit katarak
c. Menjelaskan tentang penanganan pada penyakit katarak
d. Mampu mengulang dan memahami bagaimana cara memanajemen nyeri
post operasi katarak
3. Pokok Bahasan :
Managemen pada Penyuluhan Kesehatan katarak dan manajemen nyeri post
operasi pada klien yang berada di poli bedah RS Tingkat III Baladhika
Husada Jember
4. Subpokok Bahasan
a. Pengertian penyakit katarak
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

b. Pencegahan penyakit katarak


c. Penanganan pada penyakit katarak
d. Manajemen nyeri post operasi katarak
5. Waktu
1 x 15 Menit
6. Bahan / Alat yang digunakan
1. Leafleatss
7. Model Pembelajaran
a. Jenis Model Pembelajaran : Ceramah
b. Landasan Teori : Konstruktivisme
c. Landasan Pokok :
1. Menciptakan suasana ruangan yang baik
2. Mengajukan masalah
3. Membuat keputusan nilai personal
4. Mengidentifikasi pilihan tindakan
5. Memberi komentar
6. Menetapkan tindak lanjut
8. Persiapan
Mahasiswa menyiapkan materi pendidikan kesehatan, menyiapkan klien,
menyiapkan ruangan, serta menyiapkan alat atau bahan yang diperlukan
untuk pendidikan kesehatan.
9. Kegiatan Pendidikan Kesehatan
Tindakan
Proses Waktu
Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
Pendahuluan 1. Salam pembuka Memperhatikan dan 3 menit
2. Memperkenalkan diri mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan
umum dan tujuan
khusus
Penyajian 1. Menjelaskan materi Memperhatikan, 9 menit
tentang : menanggapi dengan
a. Pengertian penyakit pertanyaan
katarak
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

b. Pencegahan penyakit
katarak
c. Penanganan penyakit
katarak
d. Manajemen nyeri post
operasi katarak
e. Mempraktikkan
manajemen nyeri
2. Memberikan
kesempatan pada
masyarakat untuk
bertanya
3. Menjawab pertanyaan
4. Memberikan
kesempatan kepada
perwakilan masyarakat
untuk menjelaskan
kembali dan
mempraktikan materi
yang sudah disampaikan
Penutup 1. Menyimpulkan materi Memperhatikan dan 3 menit
yang telah diberikan menanggapi
2. Mengevaluasi hasil
pendidikan kesehatan
3. Salam penutup

10. Evaluasi
Jawablah pertanyaan ini dengan tepat
a. Apa itu penyakit katarak ?
b. Bagaimana pencegahan penyakit katarak?
c. Bagaimana penanganan pada penyakit katarak?
d. Bagaimana manajemen nyeri untuk klien post operasi katarak
e. Meminta klien mengulang praktik manajemen nyeri bersamaan
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Materi
KATARAK DAN MANAJEMEN NYERI POST OPERASI
1. Definisi

Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa,lensa menjadi keruh,atau


berwarna putih abu-abu dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak berasal
dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjuan
akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa atau akibat keduanya ( Ilyas dkk,2003).

Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor
usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut.
Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran
yang di proyeksi pada retina yang merupakan penyebab umum kehilangan
pandangan secara bertahap (Smeltzer, C Suzanne. 2001).

2. Penyebab

Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:


a. Trauma
b. Terpapar substansi toksik
c. Penyakit predisposisi
d. Genetik dan gangguan perkembangan
e. Iinfeksi virus di masa pertumbuhan janin
f. Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 % disebsbkan
kerusakan congenital, trauma,keracunan atau penyakjit sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi dan
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

densitas ( kepadatan) dari kekeruhan selain karena umur ,pekerjaan gaya hidup
dan tempat tinggal seseorang.
Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1. katarak seni.le ( 95 %) . katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun).
Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65–
74 tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat ktarak diduga
terjadi pada semua orang pada usia 70 tahun.
Ada 4 stadium antara lain :
a. Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh
bagian lensa yang masih jernih.
b. Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratip menyerap air.
c. Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa. Katarak
ini dapat diopperasi.
d. Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf
sertya terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut
diserrtai kapsul yang tebal menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan
cair tidak dapat keluar sehingga berbentuk seperti sekantong susu dengan
nucleus yang terbenam yang disebut katarak Morgageeeni.
2. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir (bayi kurang dari 3 bulan).
Katarak congenital digolongkan dalam :
a. Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
b. Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3
bln sampai 9 tahun katarak juvenil .
3. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma
tajam/trauma tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang
berlebihan atau bahan radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak
traumatic dapat bervariasi dari jam sampai tahun.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

4. Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu


( korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk pengobatan glaucoma).
5. Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid,Downs
sindrom dan dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk
perkembangan katarak.
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat
mengurangi alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel
terhadap gula,alcohol dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk
mengenbalikan pada tingkat osmolaritas yang normal lensa diletakan pada air
(newell, 1986).
6. Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain
(kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa,
glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.

3. Tanda Gejala

1. Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:

a. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau


serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan
tadi.
b. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari

2. Gejala objektif biasanya meliputi:

a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur
atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar
putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

3. Gejala umum gangguan katarak meliputi:

a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.


b. Gangguan penglihatan bisa berupa :
a) Peka terhadap sinar atau cahaya.
b) Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c) Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d) Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e) Kesulitan melihat pada malam hari
f) Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan
mata
g) Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

4. Gejala lainya adalah :

a. Sering berganti kaca mata


b. Penglihatan sering pada salah satu mata.

Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan


di dalam mata (glukoma) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.

4. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi obat untuk katarak dan tak dapat di ambil dengan
pembasaran laser, namun masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan
prosedur laser baru TE dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum
dilakukan pengisapan keluar melalui kanula. Pembedahan di indikasikan bagi
mereka yang memiliki penglihatan akut. Pembedahan katarak adalah pembedahan
yang sering dilakukan pada orang yang berusia lebih dari 65 thn. Ada 2 macam
teknik pembedahan tersedia untuk peningkatan katarak : ekstraksi intrakapsuler
dan ekstrakapsuler.

Teknik ekstraksi intrakapsuler adalah teknik yang tidak akan menimbulkan


katarak sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat
dilakukan pada katarak senile yang matur dan zanula zhin telah rapuh, namun
tidak bisa dilakukan pada pasieb yang berusia kurang dari 40 tahun, sedangkan
teknik ekstraksi ekstrakapsuler adalah teknik yang paling umum digunakan
dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemerahan atau perobekan kapsul lensa
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

anterior sehingga korteks dan nucleus lensa dapat dilakukan melalui robekan
tersebut namun dengan teknik ini dapat timbul penyakit katarak sekunder
( Dongoes, Marilynn E. 2000 ).

5. Manajemen Nyeri Post Op

Intervensi yang direncanakan yaitu : kaji derajat nyeri setiap hari, berikan
pengalihan seperti reposisi, aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik
dan bercerita, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, anjurkan pasien untuk tidak
melakukan kegiatan secara tiba-tiba yang dapat memprovokasi nyeri, lakukan
tindakan kolaborasi untuk mengurangi nyeri.

Rasional tindakan yaitu : normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari
lima hari setelah operasi dan berangsur menghilang, untuk meningkatkan
kenyamanan dengan mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri, menurunkan
ketegangan mengurangi nyeri, beberapa kegiatan pasien dapat meningkatkan nyeri
seperti gerakan tiba-tiba seperti membungkuk, mengucek mata dan mengejan.
Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.

6. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial,
yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya.
Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan
dilepasnya bahan–bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin,
histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan
mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009). Nyeri merupakan sensasi yang
rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual
karena respons individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan
satu dengan lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi
nyeri pada klien. Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada
persepsinya. Walaupun demikian, ada kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara
sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya


kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita
yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain
(Asmadi, 2008).

7. Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara
fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,
kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan
lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma
psikologis. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang
kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri (Asmadi, 2008).

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor yang saling
berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status emosional, pengalaman nyeri
masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan pasien. Kemampuan untuk
mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan,
marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-
obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual (Le Mone &
Burke, 2008).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain:
1. Pengalaman nyeri masa lalu
Semakin sering individu mengalami nyeri, makin takut pula individu tersebut
terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri tersebut.
Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya,
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

individu ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih
parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui
ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Potter &
Perry, 2005).
2. Kecemasan
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri
dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik, kecemasan
pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan
saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Le
Mone & Burke, 2008).
3. Umur
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari
proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas
kesehatan. Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara
bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu lansia mempunyai
metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot
lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik
dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi
nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis
berkaitan dengan beberapa penyakitnya (misalnya diabetes), akan tetapi pada
individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah (Le Mone &
Burke, 2008).
4. Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan
tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu
ternyata erat hubungannya dengan jenis kelamin, dengan berbagai sifat
tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama
yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik
berperan dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008).
Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.


Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa sakitnya, sedangkan laki-laki
menerima analgesik opioid lebih sering sebagai pengobatan untuk nyeri
(Potter & Perry, 2005).
5. Sosial Budaya
Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami
mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat
membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan
pada harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui
perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang
nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku
terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeri pasien (Potter &
Perry, 2005).
6. Nilai Agama
Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai
cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu
menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan
kepercayaan ini mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan
lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka (Potter & Perry,
2005).
7. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat
Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi
nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali
bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi
kehadiran orang yang dicintainya akan dapat meminimalkan rasa kecemasan
dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman tidak ada seringkali membuat
nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-anak yang mengalami
nyeri kehadiran orang tua sangat penting (Potter & Perry, 2005).

9. Klasifikasi Nyeri
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan


pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi,
2008).
1. Nyeri berdasarkan tempatnya
a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada kulit, mukosa
b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral
c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri
d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain.
2. Nyeri berdasarkan sifatnya
a) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang
b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama
c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilag,
kemudian timbul lagi.
3. Nyeri berdasarkan berat ringannya
a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah
b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi
c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi
4. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan
a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner
b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan. Nyeri kronis ini
polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi
interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, dan begitu seterusnya.
Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus-
menerus terasa semakin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telah
diberikan pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.
Nyeri Akut : Nyeri Kronis :
1. Waktu : kurang dari 6 bulan 1. Waktu : lebih dari 6 bulan
2. Daerah nyeri terlokalisasi 2. Daerah nyeri menyebar
3. Nyeri terasa tajam seperti 3. Nyeri terasa tumpul seperti
ditusuk, disayat, dicubit, dan ngilu, linu, dan lain-lain
lain-lain 4. Respons sistem saraf
4. Respons sistem saraf simpatis : parasimpatis : penurunan
takikardia, peningkatan tekanan darah, bradikardia,
tekanan darah, pucat, kulit kering, panas, dan pupil
berkeringat, dan dilatasi pupil konstriksi
5. Penampilan klien tampak 5. Penamilan klien tampak
cemas, gelisah, dan terjadi depresi dan menarik diri
ketegangan otot

10. Penatalaksanaan Nyeri


1. Farmakologi
Manajemen farmakologi yang dilakukan adalah pemberian analgesik atau
obat penghilang rasa sakit (Blacks & Hawks, 2009). Penatalaksanaan farmakalogi
adalah pemberian obat-obatan untuk mengurangi nyeri. Obat-obatan yang
diberikan dapat digolongkan kedalam:
a) Analgesik opioid
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

b) Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non steroid antii nflamation


drugs/NSAID) Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi
non steroid (NSAID) seperti ibuprofen.
c) Analgesik penyerta
2. Non farmakologi
Blacks dan Hawks (2009) penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi
dapat dilakukan dengan cara terapi fisik (meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres
hangat dan dingin, TENS, akupunktur dan akupresur) serta kognitif dan
biobehavioral terapi (meliputi latihan nafas dalam, relaksasi progresif, rhytmic
breathing, terapi musik, bimbingan imaginasi, biofeedback, distraksi, sentuhan
terapeutik, meditasi, hipnosis, humor dan magnet). Banyak pasien dan anggota
tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai salah satunya metode
untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu banyak aktifitas keperawatan
nonfarmakologi yang membantu dalam menghilangkan nyeri. Bentuk-bentuk
penatalaksanaan nonfarmakologi menurut Smeltzer & Bare (2002) :
a) Stimulasi dan Massage Massage
Stimulasi tubuh secara umum, sering dipusatkan pada pinggang dan bahu,
massage menstimulasi reseptor tidak nyeri, massage juga membantu pasien
lebih nyaman karena membuat relaksasi otot.
b) Terapi Es dan Panas Terapi Es
Dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitifitas reseptor
nyeri. Agar efektif es harus diletakkan di area sekitar pembedahan.
Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah yang dapat mempercepat
penyembuhan dan penurunan nyeri.
c) Stimulasi Syaraf Elektris Transkutan (TENS)
TENS merupakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode yang
dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan atau menggetar
pada area nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori gate kontrol dimana
mekanisme ini akan menutup transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras
asenden sistem syaraf pusat untuk menurunkan intensitas nyeri.
d) Tehnik Distraksi
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Dilakukan dengan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri.


Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi
sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri
Universitas Sumatera Utara yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan trasmisi
tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan
input sensori selain nyeri.
e) Tehnik Relaksasi Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari
ketegangan dan stress yang mampu memberikan individu kontrol ketika
terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri fisik dan emosi pada nyeri. 6. Hipnosis
Efektif menurunkan nyeri akut dan kronis. Teknik ini mungkin membantu
pereda nyeri terutama dalam periode sulit
3. Terapi invasif
Terapi invasif adalah suatu tindakan atau terapi untuk menghilangkan
nyeri yang sifatnya permanen, dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir, secara
umum tindakan ini dilakukan untuk mengatasi nyeri yang tidak terkendali
(Kozier, et al., 2010). Menurut University Hospital and Manhattan Campus
(2011) terapi invasif terdiri atas:
a) Stimulasi saraf invasif
Stimulasi saraf invasif dapat memberikan bantuan nyeri untuk beberapa
pasien yang tidak menanggapi terapi lain. Dalam teknik ini, elektroda
ditanamkan dalam tubuh pasien untuk mengirim arus listrik lembut ke saraf
di tulang belakang atau otak. Stimulasi saraf tulang belakang telah digunakan
untuk nyeri punggung kronis dan / atau sakit pada daerah kaki setelah operasi
lumbal, nyeri akibat kerusakan saraf (kompleks sindrom nyeri regional dan
postherpetic neuralgia). Kekurangan dari terapi ini adalah biaya yang tinggi
dan risiko pengobatan invasif seperti infeksi.
b) Tindakan pembedahan (operasi)
Operasi untuk mengobati rasa sakit bukanlah tindakan untuk mengobatai
penyakit yang mendasar, hanya dilakukan pada kasus di mana pendekatan
atau penatalaksanaan yang lebih konservatif telah gagal dilakukan. Tindakan
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

ini membutuhkan ahli bedah saraf yang terlatih dan ketersediaan unit
perawatan tindak lanjut.
Strategi kompensasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban dari
masalah perasaan dihadapi adalah dengan mendekatkan memfokuskan konsentrasi
guna menenangkan pikiran, melalui ritual keagamaan. Aktifitas keagamaan yang
dapat dilakukan adalah dengan mengingat Allah melalui dzikir yang dijadikan
sebagai terapi relaksasi bagi pasien. Pasien diajak untuk menyerahkan semua
kondisi yang dialaminya kepada Allah sehingga pasien dapat merasakan
keikhlasan dalam menerima kondisi sehingga dapat mengurangi perasaan yang
tidak nyaman terhadap nyeri (Budiyanto, et.al, 2015).
Relaksasi Nafas Dalam Relaksasi adalah status hilang dari ketegangan otot
rangka dimana individu mencapainya melalui praktek teknik yang disengaja
(Smeltzer, 2002). Pernafasan dalam adalah pernafasan melalui hidung, pernafasan
dada rendah serta pernafasan abdominal dimana perut meluas secara perlahan saat
menarik nafas dan mengeluarkan nafas (Smith, 2007).
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Berita Acara
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
T.A 2018/2019

BERITA ACARA
Pada hari ini, Rabu tanggal 12 Bulan September tahun 2018 jam 10.00 s/d selesai
bertempat di Poli Bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember Propinsi Jawa
Timur telah dilaksanakan Pendidikan Kesehatan tentang Katarak dana Manajemen
Nyeri Post Operasi oleh Mahasiswa Profesi Program Studi Sarjana Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Kegiatan ini diikuti oleh klien yang
ada di poli bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember. (daftar hadir
terlampir).

Jember, 12 September 2018


Mengetahui,
Dosen Pembimbing
PSIK Universitas Jember

Ns. Dicky Endrian Kurniawan, M.Kep.


NIP 760016846
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Daftar Hadir
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
T.A 2016/2017

DAFTAR HADIR
Kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang pendidikan kesehatan katarak dan
manajemen nyeri post operasi katarak oleh Mahasiswa Profesi Program Studi
Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Pada hari ini,
Rabu tanggal 12 Bulan September tahun 2018 pukul 10.00 WIB s/d selesai
bertempat di Poli Bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember.

NO NAMA ALAMAT TANDATANGAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jember, 12 September 2018


Mengetahui,
Dosen Pembimbing
PSIK Universitas Jember

Ns. Dicky Endrian Kurniawan, M.Kep.


NIP 760016846
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Black, M. J. & Hawks, H .J. 2009. Medical surgical nursing : clinical management
for continuity of care, 8th ed. Philadephia : W.B. Saunders Company.
Budiyanto, T., Ma’rifah, A.R., Susanti P.I. (2015). Pengaruh terapi dzikir terhadap
intensitas nyeri pada pasien post operasi CA Mammae di Rsud Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas. Vol 3, No 2,
90-96.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Dongoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: CV. Sagung Seto

Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2009. Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep,
Proses & Praktek. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2010. Buku Ajar Fondamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik, Volume : 1, Edisi : 7: Jakarta: EGC.
Kyle, T. & Carman, S. 2015. Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.
LeMone, P, Burke, Karen. 2008. Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in
Client Care (4th Edition). New Jersey: Prentice Hall Health.
Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey
Backwell.
Potter, P.A & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2. Jakarta: EGC.
Sidarta Ilyas, dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Gaya Baru.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Smith D, 2007. Terapi Pernafasan untuk Penderita Asma. Prestasi Pustaka Sigit
Nian Prasetyo. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Edisi 1. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Smeltzer, C Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Sop Nafas Dalam

JUDUL SOP:

LATIHAN NAFAS DALAM

PSIK
UNIVERSITAS
JEMBER
PROSEDUR NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
TETAP
TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:

PENGERTIAN Melatih klien untuk melakukan suatu tindakan pernapasan


diafragma secara optimal dengan cara menarik napas melalui
hidung selama 3-5 detik kemudian dikeluarkan secara perlahan
melalui mulut selama 3 detik.
TUJUAN 1. Meningkatkan ekspansi paru
2. Membantu mendorong sekret ke jalan nafas atas untuk
dibatukkan
3. Mengatasi nyeri
4. Membantu mengeluarkan gas anestesi yang tersisa di jalan
nafas
5. Mencegah atelektasis
INDIKASI Klien dengan:
1. PPOK, emphysema, fibrosis asthma, chest infection, klien-
klien dengan tirah baring lama dan klien post operasi;
2. terdapat penumpukan sekret pada saluran napas yang
dibuktikan dengan pengkajian fisik, X Ray, dan data klinis;
3. sulit mengeluarkan atau membatukkan sekresi yang terdapat
pada saluran pernapasan.
KONTRAINDIKASI 1. klien dengan cedera servikal atau cedera kepala dan bedah
syaraf atau bedah kepala dengan TIK yang masih abnormal;
2. klien yang terpasang ETT;
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

3. klien dengan serangan jantung dan serangan asma akut;


4. klien dengan deformitas struktur dinding dada dan tulang
belakang akibat trauma.
PERSIAPAN ALAT -
PERSIAPAN 1. Informed consent
KLIEN 2. Atur posisi klien semi fowler/fowler (sesuai dengan
kemampuan klien)
3. Jaga privasi klien
PROSEDUR 1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
PELAKSANAAN 2. Perkenalkan nama perawat
3. Jelaskan kegiatan yang akan dilakukan, prosedur, tujuan dan
lamanya tindakan
4. Minta klien untuk meletakkan satu tangan di dada dan satu
tangan di abdomen untuk merasakan pengembangan dan
pengempisan abdomen

5. Latih klien melakukan nafas perut dengan cara menarik


nafas dalam
melalui hidung hingga 3 hitungan. Jaga mulut tetap tertutup
6. Minta klien merasakan mengembangnya abdomen (cegah
lengkung pada punggung)
7. Minta klien menahan nafas hingga 3 hitungan

8. Minta klien menghembuskan nafas perlahan dalam 3


hitungan (lewat mulut, bibir seperti meniup)
9. Minta klien merasakan mengempisnya abdomen
10. Minta klien untuk melakukan nafas dalam 5-10 kali dalam
setiap sesi
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

11. Rapikan klien

EVALUASI 1. Evaluasi respon klien


2. Berikan reinforcement positif
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
HAL-HAL YANG 1. Pastikan keadaan klien nyaman dan rileks
PERLU 2. Posisikan klien sesuai dengan kemampuan klien
DIPERHATIKAN 3. Setelah melakukan tindakan klien dibantu untuk mengambil
posisi yang nyaman
4. Tindakan dihentikan dan istirahat jika klien merasa
kelelahan (minum air putih bila perlu)

5. Minta klien untuk melakukan napas dalam setiap 2 jam


sekali
6. Pastikan hanya perut yang mengembang saat inspirasi dan
mengempis saat ekspirasi
KDP – FKEP Universitas Jember 2018

Anda mungkin juga menyukai