Oleh:
KELOMPOK 3
Oleh:
Nuril Fauziah 182311101047
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN
1. Standar Kompetensi
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, sasaran akan dapat mengerti dan
memahami tentang pencegahan, penanganan dan managemen pada penyakit
katarak dan nyeri post operasi katarak.
2. Kompetensi Dasar
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 15 menit sasaran akan
mampu :
a. Menjelaskan tentang pengertian penyakit katarak
b. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit katarak
c. Menjelaskan tentang penanganan pada penyakit katarak
d. Mampu mengulang dan memahami bagaimana cara memanajemen nyeri
post operasi katarak
3. Pokok Bahasan :
Managemen pada Penyuluhan Kesehatan katarak dan manajemen nyeri post
operasi pada klien yang berada di poli bedah RS Tingkat III Baladhika
Husada Jember
4. Subpokok Bahasan
a. Pengertian penyakit katarak
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
b. Pencegahan penyakit
katarak
c. Penanganan penyakit
katarak
d. Manajemen nyeri post
operasi katarak
e. Mempraktikkan
manajemen nyeri
2. Memberikan
kesempatan pada
masyarakat untuk
bertanya
3. Menjawab pertanyaan
4. Memberikan
kesempatan kepada
perwakilan masyarakat
untuk menjelaskan
kembali dan
mempraktikan materi
yang sudah disampaikan
Penutup 1. Menyimpulkan materi Memperhatikan dan 3 menit
yang telah diberikan menanggapi
2. Mengevaluasi hasil
pendidikan kesehatan
3. Salam penutup
10. Evaluasi
Jawablah pertanyaan ini dengan tepat
a. Apa itu penyakit katarak ?
b. Bagaimana pencegahan penyakit katarak?
c. Bagaimana penanganan pada penyakit katarak?
d. Bagaimana manajemen nyeri untuk klien post operasi katarak
e. Meminta klien mengulang praktik manajemen nyeri bersamaan
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
Materi
KATARAK DAN MANAJEMEN NYERI POST OPERASI
1. Definisi
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor
usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut.
Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang mengubah gambaran
yang di proyeksi pada retina yang merupakan penyebab umum kehilangan
pandangan secara bertahap (Smeltzer, C Suzanne. 2001).
2. Penyebab
densitas ( kepadatan) dari kekeruhan selain karena umur ,pekerjaan gaya hidup
dan tempat tinggal seseorang.
Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1. katarak seni.le ( 95 %) . katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun).
Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65–
74 tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat ktarak diduga
terjadi pada semua orang pada usia 70 tahun.
Ada 4 stadium antara lain :
a. Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh
bagian lensa yang masih jernih.
b. Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratip menyerap air.
c. Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa. Katarak
ini dapat diopperasi.
d. Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf
sertya terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut
diserrtai kapsul yang tebal menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan
cair tidak dapat keluar sehingga berbentuk seperti sekantong susu dengan
nucleus yang terbenam yang disebut katarak Morgageeeni.
2. Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir (bayi kurang dari 3 bulan).
Katarak congenital digolongkan dalam :
a. Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
b. Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3
bln sampai 9 tahun katarak juvenil .
3. Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma
tajam/trauma tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang
berlebihan atau bahan radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak
traumatic dapat bervariasi dari jam sampai tahun.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
3. Tanda Gejala
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya
akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi
bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur
atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar
putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
4. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak dan tak dapat di ambil dengan
pembasaran laser, namun masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan
prosedur laser baru TE dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum
dilakukan pengisapan keluar melalui kanula. Pembedahan di indikasikan bagi
mereka yang memiliki penglihatan akut. Pembedahan katarak adalah pembedahan
yang sering dilakukan pada orang yang berusia lebih dari 65 thn. Ada 2 macam
teknik pembedahan tersedia untuk peningkatan katarak : ekstraksi intrakapsuler
dan ekstrakapsuler.
anterior sehingga korteks dan nucleus lensa dapat dilakukan melalui robekan
tersebut namun dengan teknik ini dapat timbul penyakit katarak sekunder
( Dongoes, Marilynn E. 2000 ).
Intervensi yang direncanakan yaitu : kaji derajat nyeri setiap hari, berikan
pengalihan seperti reposisi, aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik
dan bercerita, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, anjurkan pasien untuk tidak
melakukan kegiatan secara tiba-tiba yang dapat memprovokasi nyeri, lakukan
tindakan kolaborasi untuk mengurangi nyeri.
Rasional tindakan yaitu : normalnya nyeri terjadi dalam waktu kurang dari
lima hari setelah operasi dan berangsur menghilang, untuk meningkatkan
kenyamanan dengan mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri, menurunkan
ketegangan mengurangi nyeri, beberapa kegiatan pasien dapat meningkatkan nyeri
seperti gerakan tiba-tiba seperti membungkuk, mengucek mata dan mengejan.
Mengurangi nyeri dengan meningkatkan ambang nyeri.
6. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial,
yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya.
Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan
dilepasnya bahan–bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin,
histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan
mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009). Nyeri merupakan sensasi yang
rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual
karena respons individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan
satu dengan lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi
nyeri pada klien. Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada
persepsinya. Walaupun demikian, ada kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara
sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
7. Etiologi Nyeri
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara
fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,
kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan
lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma
psikologis. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang
kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri (Asmadi, 2008).
individu ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih
parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui
ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat (Potter &
Perry, 2005).
2. Kecemasan
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri
dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik, kecemasan
pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan
saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Le
Mone & Burke, 2008).
3. Umur
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari
proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas
kesehatan. Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara
bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu lansia mempunyai
metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot
lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik
dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi
nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis
berkaitan dengan beberapa penyakitnya (misalnya diabetes), akan tetapi pada
individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah (Le Mone &
Burke, 2008).
4. Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan
tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu
ternyata erat hubungannya dengan jenis kelamin, dengan berbagai sifat
tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama
yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik
berperan dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008).
Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
9. Klasifikasi Nyeri
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
Ragam pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi
interval bebas dari nyeri lalu timbul kembali lagi nyeri, dan begitu seterusnya.
Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus-
menerus terasa semakin lama semakin meningkat intensitasnya walaupun telah
diberikan pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.
Nyeri Akut : Nyeri Kronis :
1. Waktu : kurang dari 6 bulan 1. Waktu : lebih dari 6 bulan
2. Daerah nyeri terlokalisasi 2. Daerah nyeri menyebar
3. Nyeri terasa tajam seperti 3. Nyeri terasa tumpul seperti
ditusuk, disayat, dicubit, dan ngilu, linu, dan lain-lain
lain-lain 4. Respons sistem saraf
4. Respons sistem saraf simpatis : parasimpatis : penurunan
takikardia, peningkatan tekanan darah, bradikardia,
tekanan darah, pucat, kulit kering, panas, dan pupil
berkeringat, dan dilatasi pupil konstriksi
5. Penampilan klien tampak 5. Penamilan klien tampak
cemas, gelisah, dan terjadi depresi dan menarik diri
ketegangan otot
ini membutuhkan ahli bedah saraf yang terlatih dan ketersediaan unit
perawatan tindak lanjut.
Strategi kompensasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban dari
masalah perasaan dihadapi adalah dengan mendekatkan memfokuskan konsentrasi
guna menenangkan pikiran, melalui ritual keagamaan. Aktifitas keagamaan yang
dapat dilakukan adalah dengan mengingat Allah melalui dzikir yang dijadikan
sebagai terapi relaksasi bagi pasien. Pasien diajak untuk menyerahkan semua
kondisi yang dialaminya kepada Allah sehingga pasien dapat merasakan
keikhlasan dalam menerima kondisi sehingga dapat mengurangi perasaan yang
tidak nyaman terhadap nyeri (Budiyanto, et.al, 2015).
Relaksasi Nafas Dalam Relaksasi adalah status hilang dari ketegangan otot
rangka dimana individu mencapainya melalui praktek teknik yang disengaja
(Smeltzer, 2002). Pernafasan dalam adalah pernafasan melalui hidung, pernafasan
dada rendah serta pernafasan abdominal dimana perut meluas secara perlahan saat
menarik nafas dan mengeluarkan nafas (Smith, 2007).
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
Berita Acara
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
T.A 2018/2019
BERITA ACARA
Pada hari ini, Rabu tanggal 12 Bulan September tahun 2018 jam 10.00 s/d selesai
bertempat di Poli Bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember Propinsi Jawa
Timur telah dilaksanakan Pendidikan Kesehatan tentang Katarak dana Manajemen
Nyeri Post Operasi oleh Mahasiswa Profesi Program Studi Sarjana Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Kegiatan ini diikuti oleh klien yang
ada di poli bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember. (daftar hadir
terlampir).
Daftar Hadir
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
T.A 2016/2017
DAFTAR HADIR
Kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang pendidikan kesehatan katarak dan
manajemen nyeri post operasi katarak oleh Mahasiswa Profesi Program Studi
Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember. Pada hari ini,
Rabu tanggal 12 Bulan September tahun 2018 pukul 10.00 WIB s/d selesai
bertempat di Poli Bedah RS Tingkat III Baladhika Husada Jember.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Black, M. J. & Hawks, H .J. 2009. Medical surgical nursing : clinical management
for continuity of care, 8th ed. Philadephia : W.B. Saunders Company.
Budiyanto, T., Ma’rifah, A.R., Susanti P.I. (2015). Pengaruh terapi dzikir terhadap
intensitas nyeri pada pasien post operasi CA Mammae di Rsud Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas. Vol 3, No 2,
90-96.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Dongoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: CV. Sagung Seto
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2009. Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep,
Proses & Praktek. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2010. Buku Ajar Fondamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik, Volume : 1, Edisi : 7: Jakarta: EGC.
Kyle, T. & Carman, S. 2015. Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.
LeMone, P, Burke, Karen. 2008. Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in
Client Care (4th Edition). New Jersey: Prentice Hall Health.
Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey
Backwell.
Potter, P.A & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2. Jakarta: EGC.
Sidarta Ilyas, dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Gaya Baru.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
Smith D, 2007. Terapi Pernafasan untuk Penderita Asma. Prestasi Pustaka Sigit
Nian Prasetyo. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Edisi 1. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Smeltzer, C Suzanne. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
KDP – FKEP Universitas Jember 2018
JUDUL SOP:
PSIK
UNIVERSITAS
JEMBER
PROSEDUR NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
TETAP
TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH: