PENDAHULUAN
Muttaqin, 2014)
3. Interaksi antara stroma dan epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau
5. Teori sel stem, meningkatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
Tanda gejala yang muncul pada pasien penderita Benigna Prostat Hiperplasia
adalah :
1. Kesulitan mengawali aliran urine karena tekanan pada uretra dan leher
(Aulawi, 2014)
3. Urgensi perkemihan, perlu segera kekamar mandi karena tekanan pada
4. Nocturia adalah sering bangun malam hari untuk kencing karena tekanan pada
2014)
2.4 Pafisiologi
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia seiring dengan pertambahan usia
pada proses penuaan menimbulkan perubahan keseimbangan antara hormon
testosteron dan estrogen keadaan ini dapat menyebabkan pembesaran prostat, jika
terjadi pembesaran prostat maka dapat meluas ke kandung kemih, sehingga akan
mempersempit saluran uretra prostatica dan akhirnya akan menyumbat aliran urine.
Penempitan pada aliran uretra dapat meningkatkan tekanan pada intravesikal.
Munculnya tahanan pada uretra prostatika menyebabkan otot detrusor dan kandung
kemih akan berkontraksi lebih kuat saat memompa urine, penegangan yang terjadi
secara terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli buli berupa :
pembesaran pada otot detrusor, trabekulasi terbentuknya selula, sekula, dan diventrivel
kandung kemih. Tekanan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan aliran balik
urine ke ureter dan bila terjadi terus menerus mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, dan kemunduran fungsi ginjal.(Muttaqin, 2014)
Salah satu upaya pengobatan pada penderita benigna prostat hiperplasi adalah
pembedahan terbuka merupakan tindakan pembedahan pada perut bagian bawah,
kelenjar prostat dibuka dan mengangkat kelenjar prostat yang mengalami pembesaran,
untuk mencegah pembentukan pembekuan darah dialirkan cairan via selang melalui
kandung kemih, selang biasanya dibiarkan dalam kandung kemih sekitar 5 hari setelah
operasi dan kemudian dikeluarkan jika tidak ada pendarahan.
2.5 woc
Idiopatik, penuaan
Resiko tinggi
retensi VU Retensi urine Destensi VU
Resiko tinggi kekurangan
infeksi cairan
Otot2 destrusor menebal Nyeri Akut
Intoleran
Cemas
aktivitas
Sensitivitas VU
Gangguan pola
Upaya berkemih eliminasi urine
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sjamsuhidajat (2010), pemeriksaan penunjang dari BPH yang dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Pemerikasaan radiologi, seperti foto polos perut dan pielografi intravena, dapat
miksi dapat dilihat sisa urine. Pembesaran prostat dapat didliihat sebagai lesi
defek isian kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung,
pembesaran prostat dapat di perkirakan apabila dasar buli buli pada gambaran
berbentuk seperti mata kail, apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi
ginjal kurang baik atau penderita sudah dipasang kateter menetap, dapat
2. Ultrasonografi
ultrasonografi dapat pula menetukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan
jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan
ultrasonografi suprapubik.
3. Pemeriksaan sistografi
kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas
bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesika.
Selain itu sistoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostaika dan melihat penonjolan prostat
ke dalam uretra.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan
kualitas hidup, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi
1. Watchfull waiting
Terapi ini ditujukan pada pasien dengan keluhan ringan yang tidak
mengganggu aktivitas sehari hari. Pasien tidak diberi terapi apapun tetapi
kurangi makan pedas dan asin, jangan menahan kencing terlalu lama.
2. Medikamentosa
penghambat 5α reduktase.
b Penghambat 5α-reduktase
menyebabkan penurunan prostat hingga 28%, hal ini memperbaiki keluuhan miksi dan
pancaran miksi.
c. Fitoterapi
urtica, dll fungsi fitoterapi sendiri adalah anti esterogen, anti androgen, menurunkan
kadar sex hormone binding globulin ( SHBG ), inhibisi basic fibroblast growth factor
volume prostat.
3. Pembedahan
mengalami infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, timbulnya baru
saluran kemih atau penyakit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah.
>100 gram ). Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah
daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang
digunakan berupa laturan non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran
listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai yaitu H2O ( aquades ). Kerugian
aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi
sistemik melalui vena yang terbuka saat reseksi. Kelebihan aquades dapat
menyebabkan hiponatremia relative atau gejala intoksikasi air atau sindroma TURP.
Sindrom ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan
darah meningkat, dan bradikardi. Jika tidak segera diatasi pasien akan mengalami
edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas
sindroma TURP sebesar 0,99 %. Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP
tindakan reseksi tidak boleh dilakukan lebih dari 1 jam dan untuk mengurangi
sebelum reseksi.
c. Elektrovaporisasi Prostat
Cara ini adalah sama dengan TURP, namun cara ini memakai teknik roller ball
yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat
vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak
terlalu besar (<50 gram), tidak banyak menimbulkan perdarahan saat operasi dan masa
mondok di rumah sakit lebih singkat namun membutuhkan waktu operasi yang lebih
lama.
d. TUIP (Transuretheral incision of the prostate) dan BNI ( Bledder Neck Incision
Dilakukan pada hyperplasia prostat yang tidak terlalu besar, tanpa ada
pembesaran lobus medius dan pada pasien yang umurnya lebih muda. Sebelum
e. Laser Prostatektomi
penyembuhan lebih cepat dan dengan hasil yang kurang lebih sama.
a. Termoterapi
frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan didalam
uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 44ᵒC menyebabkan destruksi jaringan pada
zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Prosedur ini dapat dikerjakan
secara poliklinis tanpa pemberian pembiusan. Energy panas yang bersamaan dengan
gelombang mikro dipancarkan melalui kateter yang terpasang didalam uretra. Besar
dan arah pancaran energy diatur melalui sebuah computer sehingga dapat melunakan
dilakukan tanpa anestesi, dan dapat dijalani oleh pasien yang kondisinya kurang baik
jika mengalami pembedahan. Cara ini direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya
kecil.
Teknik ini memakai energy dari frekuensi radio yang menimbulkan panas
sampai mencapai 100ᵒC, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini
terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat
membangkitkan energi pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan kedalam
uretra melalui sistoskopi dengan pemberian anestesi topical xylocaine sehingga jarum
yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Pasien sering kali masih
mengeluh hematuria.
c. Pemasangan Stent (prostacath)
karena pemebsaran prostat. Stent dipasang intraluminal diantara leher buli-buli dan
disebelah proksimal verumontanum sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer
dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak
mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara
endoskopi. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy,
nikel, atau titanium. Dalam jangka waktu lama bahan ini akan diliputi oleh urotelium
sehingga jika suatu saat ingin dilepas harus membutuhkan anestesi umum atau
regional. Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin
menjalani operasi karena risiko pembedahan yang cukup tinggi. Seringkali stent dapat
setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala
frekuensi 0,5-10 Mhz. energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan
difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anestesi umum. Data klinis
meningkat 40-50%. Efek lebih lanjut dari tindakan belum diketahui, dan sementara
tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi sebanyak 10% setiap tahun. Meskipun sudah
sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan adalah TUR prostat.
2.8 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang muncul pada pasien BPH adalah :
( Nursalam, 2010)
1. Kaji riwayat adanya gejala meliputi serangan, frekuensi urinaria setiap hari,
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (biologis, zat kimia, fisik,
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens stress cedera (biologis, zat kimia, fisik,
Intervensi :
/ keefektifan intervensi.
nyeri timbul
Intervensi :
bengkak, pus)
luka
(ukuran tempat tidur, tipe tempat tidur, peralatan terapi, restrain) (Nanda, 2012).
kanan-kiri)
Intervensi :
tidur
e. Berikan latihan gerak aktif dan pasif supaya tidak kaku pada persendi.
kemampuan koping
Kriteria Hasil: memperhatikan urin output, vital saign dalam batas normal, tidak ada
Intervensi :
Kriteria Hasil: Menunjukkan kontinensia urin, eliminasi urin tidak terganggu > 150 cc
Intervensi :
berkemih
Tujuan : individu menyatakan cedera lebih sedikit dan rasa takut cedera berkurang,
Intervensi :
a. Awasi individu secara ketat selama beberapa malam untuk menjaga keamanan
e. Letakkan pispot dekat tempat tidur atau pispot kursi di depan klien
kekamar mandi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
I PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
Umur : 75 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Alamat : Jl. Sisingamangaraja
Tgl MRS : Senin, 13 Januari 2020
Diagnosa Medis : BPH
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan merasa cemas dan takut karena tidak pernah operasi
sebelumnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal
11 januari 2020, diantar oleh keluarga karena keluhan rasa nyeri Saat
BAK, dengan skala nyeri 5-6 (sedang) dari rentang 0-10, nyeri yang
dirasakan hilang timbul. Dan dari IGD klien langsung dipindahkan
langsung ke ruang edelweis.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya dan
klien mengatakan tidak pernah punya riwayat operasi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga seperti
asma penyakit Diabetes Mellitus dan Hipertensi.
GENOGRAM KELUARGA :
Keterangan:
= Meninggal
= Laki-laki
= Perempuan
= Tinggal serumah
= Hubungan Keluarga
= Pasien
C. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Pre Operatif :
Klien tampak cemas, klien tampak gelisah, klien terpasang infus di tangan bagian
kiri dengan cairan RL 20 tpm, kesadaran compos mentis, TTV : TD : 130/80
mmHg, Nadi : 80 x/mnt, Suhu : 37 Celsius, RR : 19 x/mnt.
Intra Operatif :
Setelah itu dilakukan draping/proses pemasangan duk steril, kemudian pasien
dilakukan desinfeksi kulit oleh tim bedah, kemudian pasien mulai di berikan
anestesi jenis SAB, setelah semua selesai dan anetesi sudah bekerja pasien
diposisikan supine dan diposisikan sekitar 30 derajat menghadap ke dokter
operator, pasien terlihat terpasang , Intubasi (-), OPA (-), NGT terbuka (+), dan DC
(+). Setelah semua siap mulai dilakukan oleh dokter operator.
Post Operatif :
Proses pembedahan telah selesai, kemudian terpasang Slang Cateter dan hypapix,
passion dibersihkan dan dirapikan,kemudian pasien dipindahkan ke Ruang
Pemulihan (RR).
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 37.0C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 80x/mt
c. Pernapasan/RR : 19x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 130/80 mm Hg
Pemeriksaan Radiologis
1. USG
Palangka
Raya,………………………………
Mahasiswa
…………………………………….
ANALISIS DATA