Anda di halaman 1dari 55

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan
sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa
terjadi. Di dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta, jumlah ini
hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat
(emedicine, 2009). Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada
laki laki usia 60-70 th mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90 th sebanyak
90% mengalami gejala gejala BPH (Suharyanto & Abdul, 2009).
Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, menurut usia, maka dapat di
lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang menderita
penyakit ini sebesar 40%, dan seiring meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-
70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen
untuk mendapatkannya bisa sehingga 90%. Akan tetapi, jika di lihat secara
histology penyakit BPH, secara umum sejumlah 20% pria pada usia 40-an, dan
meningkat pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 (A.K. Abbas, 2005). Di
Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan
secara umumn, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50
tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika dilihat, dari 200 juta
lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang
berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5 juta, maka dapat
dinyatakan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita penyakit. (Purnomo, 2009).
Selain itu Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang
sering dtemukan dan lebih ganas dibanding BPH yang hanya melibatkan
pembesaran jinak prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan prevalensi terjadinya
kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia khususnya. Secara umum, di
dunia, pada 2003, terdapat kurang lebih 220.900 kasus baru ditemukan, dimana
sejumlah 29.000 kasus diantaranya berada di tahap membunuh (A.K. Abbas,
2005) . Seperti BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50.
Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005,
2

insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang,
dan menduduki peringkat keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran
pencernaan dan hati .

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengkajian pada pasien dengan masalah Benigna Prostat
Hyperplasia ?
1) Apa saja Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan masalah Benigna
Prostat Hyperplasia ?
2) Bagaimana intervensi keperawatan pada pasien dengan masalah Benigna
Prostat Hyperplasia ?
3) Bagaimana Implementasi keperawatan pada pasien dengan masalahBenigna
Prostat Hyperplasia ?
4) Bagaimana Evaluasi Keperawatan pada pasien dengan masalah Benigna
Prostat Hyperplasia ?

1.3 Tujuan Studi Kasus


1.3.1 Tujuan Umum
Diperoleh kemampuan dalam menerapkan dan menyajikan laporan studi
kasus serta pengalaman nyata dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan pada kasus Benigna Prostat
Hyperplasia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah Benigna Prostat
Hyperplasia.
2) Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan masalah Benigna
Prostat Hyperplasia.
3) Menyusun intervensi Keperawatan pada pasien dengan masalah Benigna
Prostat Hyperplasia
4) Melakukan implementasi Keperawatan pada pasien dengan masalah
Benigna Prostat Hyperplasia
5) Melakukan Evaluasi Keperawatan pada pasien dengan masalah Benigna
Prostat Hyperplasia
3

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan dari Laporan Studi Kasus ini adalah :
1.4.1 Teoritis
Laporan Studi Kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
acuan dalam peningkatan kualitas pelayanan Asuhan Keperawatan dengan
masalah Benigna Prostat Hyperplasia.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Hasil studi ini dapat membuka wawasan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu keperawatan dan kesehatan pada umumnya
dalam hal ini berkaitan dengan penyakit Benigna Prostat Hyperplasia.
1.4.2.2 Bagi Mahasiswa
Memberikan pengetahuan tentang ilmu keperawatan khususnya Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostat Hyperplasia
1.4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Benigna Prostat Hyperplasia meningkatkan mutu pelayanan
perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan Benigna Prostat
Hperplasia melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komphensif.
1.4.2.4 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Benigna Prostat Hyperplasia Asuhan
Keperawatannya.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar BPH


2.1.1. Pengertian
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar prostat,
memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare, 2002).
BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian periuretral
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra parsprostatika yang
menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price dan Wilson, 2006).
BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun
atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu prostat
mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa bagian kelenjar
ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat
Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh
proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang
mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat pengosongan
kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.

4
5

2.1.2. Anatomi Fisiologi


Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang
tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini
masih belum pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah,
sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua
bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang
sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat
membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan
bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan
koagulase serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar
prostat akan berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan
prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan
70% volume cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan
menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret
vagina sangat asam (pH: 3,5-4).
Cairan ini dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat.
Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan dapat melanjutkan
perjalanan menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma tidak dapat
bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya
mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut
setelah ejakulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma (
Wibowo dan Paryana, 2009)
6

2.1.2.1.Anatomi

Benigna prostat hyperplasia

2.1.2.2.Fisiologi

Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan


cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan
cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah
pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

2.1.3. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab
terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat
kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua.
Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya
sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun
sekiatr 100% (Purnomo, 2011)
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut
Purnomo (2011) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon
7

(ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), factor interaksi stroma dan


epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi
testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor
terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada
RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT
pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja
pada BPH, aktivitas enzim 5alfa –reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
2. Teori hormone ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)
Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan
kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen
dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki
peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel
prostat (apoptosis). Meskipun rangsanganterbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.

3. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.


Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor.
Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
8

stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun
sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma
dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan
pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma
karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
4. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme
fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis
terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami
apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi
sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada
prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam
keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan
menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.
5. Teori sel stem
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen
kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
2.1.4. Klasifikasi

Benigna Prostat Hyperplasia dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu :


2.1.4.1 Derajat Rektal
Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar
prostat ke arah rektum. Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba
konsistensi elastis, dapat digerakan, tidak ada nyeri bila ditekan dan
9

permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas
atas teraba menonjol lebih dari 1 cm dan berat prostat diatas 35 gram.
Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal
yaitu sebagai berikut :
1). Derajat O : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm
2). Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm
3). Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm
4). Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm
5). Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm
Gejala BPH tidak selalu sesuai dengan derajat rectal, kadang-kadang
dengan rectal toucher tidak teraba menonjol tetapi telah ada gejala, hal ini dapat
terjadi bila bagian yang membesar adalah lobus medialis dan lobus lateralis. Pada
derajat ini klien mengeluh jika BAK tidak sampai tuntas dan puas, pancaran urine
lemah, harus mengedan saat BAK, nocturia tetapi belum ada sisa urine.
2.2.4.2 Derajat Klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien
disuruh BAK sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang
keluar dari kateter disebut sisa urine atau residual urine. Residual urine dibagi
beberapa derajat yaitu sebagai berikut :

1). Normal sisa urine adalah nol


2). Derajat I sisa urine 0-50 ml
3). Derajat II sisa urine 50-100 ml
4). Derajat III sisa urine 100-150 ml
5). Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama
sekali.
Bila kandung kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine
akan keluar secara menetes dan periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia.
Pada derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat terjadi infeksi atau
cystitis, nocturia semakin bertambah
dan kadang-kadang terjadi hematuria.
2.3.4.3 Derajat Intra Vesikal
10

Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau


cystogram, panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra, berarti
telah sampai pada stadium tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada
stadium ini adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi
infeksi semakin hebat ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, menggigil dan
nyeri di daerah pinggang serta kemungkinan telah terjadi pyelitis dan trabekulasi
bertambah.
2.4.4.4 Derajat Intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat
sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium
ini telah terjadi retensio urine total

2.1.4. Patofisiologi
Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa
majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral
sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal
yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma
fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad
terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi
secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher
buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor
disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin.
Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri ( Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan
dapat mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin
yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka
11

pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi


juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang
tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya
tidak menjadi kosongsetelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap
berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi
pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter
dan obstruksi,akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan
refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagalginjal. Proses kerusakan
ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktumiksi penderita harus mengejan
sehingga lama kelamaan menyebabkanhernia atau hemoroid. Karena selalu
terdapat sisa urin, dapatmenyebabkan terbentuknya batu endapan didalam
kandung kemih. Batuini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batutersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk
akan mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

2.1.5. Manifestasi Klinis


Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi
lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah
miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan
12

tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau
urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi
sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain
yang tampak padanpasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,
kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa
tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis
dan volume residual yang besar.

2.1.6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :
 Stasis urin
 Infeksi saluran kencing (ISK)
 Batu ginjal
 Dinding kandung kemih trabeculation
 Otot detrusor hipertrofi
 Kandung kemih divertikula dan saccules
 Stenosis uretra
 Hidronefrosis
 Paradoks (overflow) inkontinensia
 Gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis
 Akut postobstructive diuresis.

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna
untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap
beberapa antimikroba.
13

b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit


yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit kadar ureum dan kreatinin
darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA
<4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
hitunglah prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15
maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA > 10
ng/ml.
2. Radiologis/pencitraan
a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang
penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis
akbibat kegagalan ginjal.
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau
ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran
ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya
trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum
buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli,
dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

2.1.8. Penatalaksanaan Medis


Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis :
a. Stadium I
14

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan


pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor
alfa sepertialfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
b. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
c. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakuka
Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive
dengan TURP atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak
memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan
konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang
menekan produksi LH.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita
BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/
dehidrotestosteron (DHT).
15

Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut


Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5
alfa reduktase, fitofarmaka
1. Penghambat adrenergenik alfa
Obat-obat yang sering dipakai
adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa
(Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4
mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif dapat
mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat
ini menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di
trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi
didaerah prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan
laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika
sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien
mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai
memakai obat.
Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan di hidung
dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan,
obatobat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.
2. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari.
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa
bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih
diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit 28 % dari
keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal
ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek samping dari obat
ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3. Fitofarmaka/fitoterapi
16

Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya


misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoa repeus. Efeknya diharapkan
terjadi setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.

2.2. Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1) Anamnese
1. Identitas
BPH merupakan pembesaran progresif dari kelenjar prostat (
secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai de
rajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (
Marilynn, E.D, 2000 ). Hiperplasia prostat atau BPH adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia
beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra
pars prostatika (Muttaqin : 2012).
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa
nyeri. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. Hesitansi yaitu memulai kencing
yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena
otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya-
upaya yang telah dilakukan.
4. Riwayat Personal dan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
pernah menderita penyakit BPH atau tidak.
17

2) Pola Fungsi Kesehatan


(1) Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga
kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
(2) Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
(3) Pola Aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri
luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu
lamanya setelah pembedahan.

(4) Pola hubungan dan peran


Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi
yang tidak stabil.
(5) Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang
tua, waktu dan tempat.
(6) Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
(7) Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien
mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
3) Pemeriksaan Fisik
(1) Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa
sakit ada tidaknya kelemahan.
(2) Integumen
18

Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada


abdomen sebelah kanan bawah.
(3) Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.
(4) Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan
cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal
(16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.
(5) Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus
ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing
spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine
cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter
periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan
baik.
(6) Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat,
juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.( Dermawan, dkk. 2010)

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Pre Operasi :
1. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder dari pembesaran
prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
2. Kecemasan atau ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
atau menghadapi prosedur bedah
b. Post Operasi
1.Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
post operasi.
2.2.3 Intervensi
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas
masalah keperawatan.
19

Diagnosa 1 : Retensi urin berhubungan dengan obstruksi uretra sekunder dari


pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
Tujuan : Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam pola
eliminasi optimal sesuai kondisi klien
Kriteria hasil : Frekuensi miksi dalam batas 5-8x/jam, tidak teraba distensi
kandung kemih.
Intervensi :
1.Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
2.Observasi aliran urin perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urin.
3.Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih.
4.Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
5.Berkolaborasi dalam pemberia obat sesuai indikasi (antispamodik)
Rasional :
1. Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih.
2. Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi.

3. Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang


dapat mempengaruhi fungsi ginjal.
4. Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta
membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
5. Mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

Diagnosa 2 : Kecemasan/ ancietas berhubungan dengan perubahan status


kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
kecemasan klien berkurang.
Kriteria hasil : Klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya,
dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya, kooperatif
terhadap tindakan, wajah tenang..
Intervensi :
1.Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya.
20

2.Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.


3.Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau
perasaan.
4.Beri lingkungan yang tenang dan suasana istirahat.
Rasional :
1.Menunjukkan perhatian, hubungan saling percaya dapat membantu klien
kooperatif terhadap tindakan medis.
2.Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
3.Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan
masalah.
4.Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

Diagnosa 3 : Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi


sekunder pada post operasi.
Tujuan: Setelah di lakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam nyeri
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang, Ekspresi wajah klien
tenang, TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, RR:16-24 x/mnt,N:80-
100x/mnt,T:36’C)
Intervensi :
1. Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.
2. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi
dan non-infasif
3. Lakukan manajemen nyeri keperawatan
a. Atur posisi fisiologi
b. Istirahatkan klien
c. Manajemen lingkungan : ciptakan suasana yang nyaman.
d. Ajarkan tehnik relaksasi pernapasan dala
e. Tingkatkan pengetahuan tentang nyeri dan menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung.
f. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
4. Kolaborasi Pemberian obat analgesic
Rasional :
21

1.Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang


diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen
nyeri keperawatan.
2.Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmalogi lainnya
telah menunjukkan Keefektifan dalam mengurangi nyeri.
3.Dengan manajemen nyeri dapat mengurangi nyeri.
a. Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan O2ke jaringan yang
mengalami iskemia.
b. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer dan
meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
c. Lingkungan yang nyaman akan menurunkan stimulasi eksternal.
d. Meningkatkan asupan O2sehingga akan menurunkan nyeri.
e. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyeri dan dapat
mengembangkan kepatuhan klien terhadap recana terapiutik.
f. Distraksi dapat menurunkan stimulus iinternal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri.
4. Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil
yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien post TURP. Pada pelaksanaan ini
perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan
yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan
dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan
maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang
dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
22

2.2.5 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapat intervensi keperawatan pada
pasien dengan masalah Benihna Prostat Hyperplasia adalah sebagai berikut :
1) Kontraksi kandung kemih dapat kembali berfungsi normal
2) Tidak adanya perasaan cemas lagi
3) Nyeri pos operasi teratasi
2.3.KONSEP DASAR KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

2.3.1. Definisi Personal Hygiene

Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya
perorangan dan hygiene berarti sehat. Jadi personal hygiene merupakan suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia dalam memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupannya,
kesehatan, kesejahteraan, sesuai dengan kondisi kesehatan, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri. Ukuran
kebersihan atau penampilan seseorang dalam pemenuhan kebutuhan Personal
Hygiene berbeda pada setiap orang sakit karena terjadi gangguan pemenuhan
kebutuhan. Perawat dapat memberikan informasi-informasi tentang personal
hygiene yang lebih baik terkait dengan waktu atau frekuensi aktifitas, dan cara
yang benar dalam melakukan perawatan diri.

2.3.1.1.Faktor predisposisi

Menurut Potter dan Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal


hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain:
a. Citra Tubuh
Penampilan umum klien dapat menggambarkan pentingnya hygiene pada
orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang
penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat sering berubah. Citra tubuh
mempengaruhi cara mempertahankan hygiene.
b. Praktik sosial.
23

Kelompok-kelompok sosial wadah seorang klien berhubungan dapat


mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Selama masa kanak-kanak, kanak-kanak
mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka.
c. Status sosio-ekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik
kebersihan yang digunakan. Perawat harus menentukan apakah klien dapat
menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi dan
kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika penggunaan produk-produk ini
merupakan bagian dari kebiasaan sosial yang dipraktikkan oleh kelompok sosial
klien.
d. Pengetahuan
Pengtahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan
mempengaruhi praktik hygiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri
tidaklah cukup. Klien juga harus termotivasi untuk memelihara perawatan-diri.
Seringkali, pembelajaran tentang penyakit atau kondisi mendorong klien untuk
meningkatkan hygiene. Pembelajaran praktik tertentu yang diharapkan dan
menguntungkan dalam mengurangi resiko kesehatan dapat memotifasi seseorang
untuk memenuhi perawatan yang perlu.
e. Kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan
hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik
keperawatan diri yang berbeda pula. Di asia kebersihan dipandang penting bagi
kesehatan.
f. Pilihan pribadi
Setiap klien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk
mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut . klien memilih produk yang
berbeda (mis. Sabun, sampo, deodorant, dan pasta gigi) menurut pilihan pribadi.
g. Kondisi Fisik.
Orang yang menderita penyakit tertentu (mis. Kanker tahap lanjut) atau
menjalani operasi sering kali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk
melakukan hygiene pribadi.
24

2.3.2. Pengkajian Keperawatan

Kaji faktor -faktor yang berhubungan dengan sistem sensori komunikasi

(halusinasi, gangguan proses pikir, kelesuan, ilusi, kurang konsentrasi, kurang

koordinasi dan keseimbangan). Kaji juga faktor risiko yang berhubungan dengan

keadaan klien (kesadaran menurun, kelemahan fisik, imobilisasi, penggunaan alat

bantu).

2.3.3. Diagnosa keperawatan

Menurut nanda 2003, diagnosis keperawatan umum untuk klien dengan masalah
perawatan hygiene adalah Defisit Perawatan Diri. Lebih lanjut diagnosa tersebut
terbagi menjadi empat (kozier, 2004), yaitu :

1. Defisit perawatan diri : mandi/hygiene

2. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

2.3.4. Perencanaan keperawatan

a) observasi keadaan pasien secara rutin.

b) Lakukan tindakan personal hygiene

c) dampingi keluarga pasien dalam melakukan personal hygiene

2.3.5. Kebutuhan Rasa Nyaman

2.3.5.1. Definisi rasa nyaman

Definisi/deskripsi kebutuhan aman dan nyaman Potter & Perry, 2006

mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah

terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu

kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari). Ketidaknyamanan adalah

keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam

berespon terhadap suatu ransangan. Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik
25

dan psikologis. Pemenuhan kebutuhan keamanan dilakukan untuk menjaga tubuh

bebas dari kecelakaan baik pasien, perawat atau petugas lainnya yang bekerja

untuk pemenuhan kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008). Perubahan kenyamanan

adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan

dan berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, 2006) 2.

Fisiologi sistem/fungsi normal sistem rasa aman dan nyaman Pada saat

impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menuju kebatang otak dan

thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon

stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan

respon fisiologi

a) Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga

keadaan aman dan tentram yang merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia yang harus dipenuhi. Lingkungan pelayanan kesehatan dan komunitas

yang aman merupakan hal yang penting untuk kelangsungan hidup klien.

(Potter&Perry edisi 4 volume 2, 2006)

b) Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari

ancaman bahaya/kecelakaan. Pemenuhan kebutuhan keamanan dan

keselamatan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada

pasien, perawat, atau petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan

kebutuhan tersebut. (Potter & Perry, 2006).

2.3.5.2. Etiologi

1. Gangguan kognitif
2. Penurunan motivasi
3. Kendala lingkungan ( ketidak sediaan sarana dan prasarana )
26

4. Ketidaknyamanan ( perubahan rasa pada kondisi yang baru )


5. Keletihan ( ketidakmampuan untuk bergerak )
6. Nyeri
7. Pos operasi

2.3.5.3 Manifestasi klinis


1. Fisik
a. Kulit kepala kotor dan rambut kusam, acak-acakan.
b. Hidung kotor telinga juga kotor
c. Gigi kotor disertai mulut bau
d. Kuku panjang dan tidak terawatt
e. Badan kotor dan pakaian kotor
f. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi
c. Merasa tidak berdaya, rendah diri dan hina

3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma, missal : cara makan berantakan,
buang air besar/kecil sembarangan, tidak dapat mandi/siakt gigi, tidak dapat
berpakaian sendiri

2.3.5.4 Fisiologi Personal Hygiene

1. Kulit
Kulit merupakan pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan, baik itu cuaca, polusi, temperatur udara dan sinar matahari.
Kulit terbagi menjadi 3 lapisan utama, yaitu epidermis yang tersusun dari
stratum korneurn, stratum lusidurn, stratum granulosus, stratum germinativum,
dan stratumbasle.Dermis yang terdiri dari kelenjar keringat, Kelenjar minyak,
27

rambut, Jaringan lemak,ujung saraf dan kapiler darah. Pada kulit terdapat ujung-uj
ung syaraf yang berfungsisebagai reseptor yaitu:
a. RasaDingin : Organ dari krause
b. Rasa Panas : Organ dari ruffini
c. Rasa Raba : Benda-benda dari meissners
d. Rasa Tekan : Benda-benda dari pacini
e. Rasa Nyeri : Ujung saraf bebas
Fungsi Kulit yaitu:
a. Melindungi tubuh
b. Pengaturan suhu tubuh
c. Indera peraba
d. Sebagai alat ekresi
e. Pengatur keseimbangan
Masalah-masalah pada kulit
a. Kulit Kering
b. Acne
c. Hirsutism (Pertumbuhan rambut yang abnormal)
d. Luka lecet
e. Skin rushes

2. Mata
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan
mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan
sekitarnya terang atau gelap. Mata yang lebih komplek dipergunakan untuk
memberikan pengertian visual. Mata memiliki berbagai organ seperti
a Superior rectusmuscle adalah otot mata bagian atas yang berfungsi
menggerakan mata kita keatas.
b Sclera adalah bagian pelindung mata yang berwarna putih di bagian luar
bola mata.
c Iris adalah pigmen yang kita bisa melihat warna cokelat atau hitam atau
warna biru jika orang Eropa.
d Lens adalah media refraksi untuk bisa kita melihat.
28

e Kornea adalah bagian paling depan dari fungsi melihat kita. Kornea tidak
ada pembuluh darah dan mempunyai kekuatan yang besar untuk membiaskan
sinar yang masuk ke mata.

f Arterior Chambers adalah bilik mata depan.


g Posterior Chambers adalah bilik mata belakang.
h Conjunctiva adalah lapisan tipis bening yang menghubungkan sklea dan
kornea.
i Inferior rectusmuscle adalah otot mata bagian bawah.
j Vitreous Chambers adalah aquos humor yang beruap seperti gel yang
mengisi bola mata kita.
k Retina adalah lapisan yang akan menerima sinar yang di terima oleh mata
kita.
l Foveacentralis adalah daerah di retina yang paling tinggi resolusinya untuk
mendapatkan sinar yang masuk ke mata.
m Opticnerve adalah saraf mata yang menghantarkan sinar ke otak untuk di
terjemahkan sebagai penglihatan yang kita lihat saat ini.

3. Telinga
Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi aau mengenal
suara dan juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Telinga
terdiri atas 3 bagian, yaitu
a TelingaLuar
1) Daun telinga (pinna), dan
2) Liang telinga (meatusauditoriuseksternus).

b. Telinga Tengah
1) Tulang landasan (incus),
2) Gendang telinga (membran timpani),
3) Malleus (tulang martil),
4) Tulang sanggurdi (stapes), dan
5) Saluran eustachius.
29

c. Telinga Dalam
1) Skala timpani,
2) Tingkap oval,
3) Tingkap bulat,
4) Rumah siput (koklea), dan
5) Labirin osea.

3. Hidung
Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi sebagai
indra pembau. Indra pembau berupa komoreseptor yang terdapat di permukaan
dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas.
1. Fungsi Hidung:
a. Menghangatkan udara
b. Sebagai penyaring udara yang masuk
c. Sebagai saluran udara pernapasan
d. Membunuh kuman-kuman oleh leukosit yang terdapat pada selaput lendir

4. Mulut dan gigi


Mulut merupakan organ pencernaan yang pertama bertugas dalam proses
perncernaan makanan. Fungsi utama mulut adalah untuk menghancurkan
makanan sehingga ukurannya cukup kecil untuk dapat ditelan ke dalam perut.
Mulut dapat menghaluskan makanan karena di dalam mulut terdapat gigi dan
lidah. Tanpa adanya gigi, manusia akan sulit memakan makanan yang
dimakannya. Gigi tumbuh di dalam lesung pada rahang memiliki jari ngan seperti
pada tulang, tapi gigi bukanlah bagian dari kerangka. Bagian-bagian gigi yaitu:
a. Mahkota gigi adalah bagian gigi yang tampak dari luar rahang,
b. Akar gigi adalah bagian gigi yang tertanam di dalam procesusal veolaris,
c. Leher gigi adalah bagian gigi antara puncak gigi dan akar gigi yang
ditutupi olehgusi,
d. Email : merupakan zat terkeras di dalam tubuh untuk melapisi mahkota,
30

e. Dentin : lekukan utama pada ujung gigi, menyerupai tulang,


f. Sementum : lapisan yang keras di sekelilingi akar, dan
g. Pulp : jaringan lembut berisi saraf dan pembuluh darah.
Fungsi gigi yaitu:
a. Mengunyah : Biasany agigi molar dan geraham
b. Memotong : Gigi Insisivus(seri)
c. Merobek : Gigi taring ( Caninus 1 premolar)

5. Genetalia
Genetalia merupakan proses menghasilkan individu barudari organisme
sebelumnya. Organisme bereproduksi melalui 2 cara, yaitu dengan reproduksi
aseksual atau vegetatif yang individunya terbentuk tanpa melakukan peleburan sel
kelamin dan dengan reproduksi seksual atau generatif yang individunya terbentuk
karena melibatkan persatuan sel kelamin atau gamet dari 2 individu yang berbeda
jenis kelaminnya.

1.Pria
Alat reproduksi pada pria terdiri atas sepasang testis, saluran kelamin,
kelenjar tambahan dan penis. Testis : kelenjar kelamin yang berfungsi sebagai
penghasil sperma dan hormon testosteron.
a. Saluran kelamin
1) Vasaeferentia merupakan bagian yang berfungsi menampung sperma untuk
disalurkan ke epidermis berjumlah antara 10 – 20 buah.
2) Epididimis merupakan saluran berkelok kelok dengan panjang antara 5-6
meter. Saluran ini berfungsi menyimpan sperma untuk sementara (minimal selama
3 minggu).
3) Vas diferens merupakan saluran lurus dengan panjang sekitar 40 cm.
Saluran ini berfungsi menghubungan epididimis dengan uretra pada penis dan
bagian ujungnya terdapat saluran ejakulasi.
b. Kelenjar tambahan
31

1) Vesika seminaris merupakan kantong semen (mani) yang dindingnya


menyekresi cairan lendir yang banyak mengandung fruktosa, sedikit asam
askorbat dan asam amino.
2) Kelenjar prostat merupakan bagian berbentuk bulat yang mengelilingi
bagian pangkal saluran uretra.
3) Kelenjar cowperi (bulboeretralis) merupakan kelenjar berukuran sebesar
butir kacang yang terletak di bagian proksimal atau pangkal uretra.

2. Wanita
Alat reproduksi pada wanita terdiri atas sepasang ovarium (indung telur)
yang terletak pada rongga perut, saluran telur (oviduk / tuba falopi), uterus atau
rahim, vagina dan organ kelamin bagian luar.
a. Organ kelamin luar
1) Kelentit ( klitoris ) struktur yang homolog dengan penis,
2) Moonpubis merupakan bagian yang ditumbuhi rambut,
3) Vulva yang terdiri dari labiamayora (bibir besar) dan labia minor (bibir
kecil),
4) Uretra merupakan saluran kemih,
5) Lubang vagina merupakan ujung keluar vagina, dan
6) Fundus merupakan bagian lipatan paha.

2.3.5.5Patofisiologi

1. Terjadinya gangguan integritas kulit


2. Memperbesar resiko penyakit lain yang timbul
3. Mengurangi kemampuan sistem imun alami di kulit
4. Dapat menimbulkan terjadinya proses luka akibat tirah baring

2.3.5.6 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penting dilakukan agar menegtahui bagian mana dari

tubuh pasin yang mengalami nyeri agar segera mendapatkan penanganan.

2.3.5.7 Pemeriksaan diagnostik/penunjang


32

Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui

apakah ada perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat

menyebabkan timbulnya rasa tidak nyaman seperti :

1. Melakukan pemeriksaan tingkat personal hygiene pasien

2. Mengobservasi keadaan umum pasien

2.3.5.8 Penatalaksanaan

Tindakan keperawatan dengan melakukan perawatan pada kulit yang


mengalami atau beresiko terjadi kerusakan jaringan lebih lanjut khususnya pada
daerah yang mengalami tekanan (tonjolan). Dengan tujuan mencegah dan
mengatasi terjadinya luka dekubitus akibat tekanan lama dan tidak hilang.
Tindakan keperawatan pada pasien dengan cara mencuci dan menyisir rambut.
Tujuannya adalah membersihkan kuman yang ada pada kulit kepala, menambah
rasa nyaman, membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada kulit dan
memperlancar sistem peredaran darah di bawah kulit. Tindakan keperawatan pada
pasien dengan cara membersihkan dan menyikat gigi dan mulut secara teratur.
Tujuan perawatan ini mencegah infeksi pada mulut akibat kerusakan pada daerah
gigi dan mulut, membantu menambah nafsu makan dan menjaga kebersihan gigi
dan mulut. Tindakan keperawatan pada pasien yang tidak mampu merawat kuku
secara sendiri. Tujuannya adalah menjaga kebersihan kuku dan mencegah
timbulnya luka atau infeksi akibat garukan dari kuku.

2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.4.5 Pengkajian

1. Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat pendidikan, agama,


pekerjaan, tanggal MRS, No registrasi, dll.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat penyakit terdahulu
33

5. Riwayat kesahatan keluarga


6. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
7. Pola nutrisi-metabolik
8. Pola eleminasi
9. Pola aktivitas dan latihan
10. Pola kognitif dan persepsi
11. Pola persepsi - konsep diri
12. Pola tidur dan istirahat
13. Pola peran – hubungan
14. Pola seksual – reproduksi
15. Pola toleransi stress – koping
16. Pola nilai – kepercayaan
17. Riwayat keperawatan
a. Faktor yang mempengaruhi personal hygine
b. Pola kebersihan tubuh
c. Kebiasaan personal hygine (mandi, oral care, perawatan kuku dan kaki,
perawatan rambut, mata, hidung dan telinga.
18. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda Vital
c. Catat perubahan-perubahan pada area membran mukosa, kulit, mulut,
hidung, telinga, kuku, kaki, dan rambut akibat terapi.
d. Lakukan inspeksi dan palpasi, catat adanya lesi dan kondisi lesi.
e. Observasi kondisi membran mukosa, kulit, mulut, hidung,
telinga, kuku,kaki, dan rambut : warna, tekstur, turgon.
19. Data
DS (data subyektif) :
a. Malas beraktivitas
b. Intraksi kurang
c. Kegiatan kurang
d. Pasien merasa lemah.
DO (data obyektif) :
34

a. Badan dan pakaian kotor


b. Rambut kotor
c. Mulut dan gigi bau
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku kotor

2.4.6 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Diagnosa Keperawatan yang mungkin akan muncul


Menurut NANDA 2013, diagnosa keperawatan umum untuk klien dengan
masalah personal hygiene adalah defisit perawatan diri. Diagnosa tersebut dibagi
menjadi 4 yaitu:
a. Defisit perawatan diri : maka
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Gangguan kognitif
2) Penurunan motivasi
3) Kendala lingkungan
4) Ketidaknyamanan

Ditandai dengan:
1) Ketidakmampuan mengambil makanan dan memasukan kemulut
2) Ketidakmampuan mengunyah makanan
3) Ketidakmampuan menghabiskan makanan
4) Ketidakmampuan menelan makanan
27

2.4.7 Rencana Tindakan Dan Rasionalis


No Diagnosa Intervensi Rasionalisasi
1 Defisit perawatan diri 1. Kaji keadaan umum pasien 1. Keadaan umum pasien cukup baik
b.d ketidaknyamanan
2. Lakukan tindakan personal hygiene 2. Agar pasien merasa nyaman

3. Ajarkan latihan keluarga cara personal 3. Agar keluarga tau cara melakukan personal
hygiene hygiene dengan mandiri

2.4.8 Implementasi
NO Dx Kep Implementasi Respon
1 Defisit 1. 1 Kaji keadaan umum pasien 1. Keadaan umum cukup rapid an bersih
perawatan diri
b.d 2. Pasien mengatakan terasa nyaman setelah dilakukan
ketidaknyama 2. Lakukan tindakan personal hygiene tindakan personal hygiene
nan
3. Keluarga pasien mengatakan sudah bisa melakukan
3. Ajarkan keluarga cara personal hygiene personal hygiene secara mandiri
28
29

2.4.9 Evaluasi
Evaluasi

S: Pasien mengatakan masih merasa nyaman

O: Pasien tampak rapi


Pasien tampak bersih
Pasien tmpak relaks

A: Masalah personal hygiene teratasi

P : Lanjutkan intervensi
a. Lakukan tindakan personal hygiene
30

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian Keperawatan


Nama Mahasiswa : Celly Kurniawan Susanto
NIM : 2019.NS.A.07.038
Ruang Praktek : Instalasi Bedah Sentral
Tanggal Praktek : 13 Januari 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 13 Januari 2020 jam 07.30 WIB
3.1.1. Identitas Pasien
Nama Tn. S, Umur 67 Tahun, Jenis Kelamin Laki-laki, Suku/Bangsa
Jawa/Indonesia, Agama Islam, Pekerjaan Petani, Tidak sekolah Status Perkawinan
Menikah, Alamat pangkuh, Tgl MRS 11 Januari 2020, Diagnosa medis Benigna
Prostat Hyperplasia.
3.1.2. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
3.1.2.1.Keluhan Utama :
Klien mengatakan Sebelum Pots OP, “Tidak bisa kencing klau tidak
terpasang kateter, dan pada saat kencing klien mengeluh sakit”.
3.1.2.2.Riwayat Penyakit Sekarang:
Klien mengatakan sebelum Post OP ’’ Kurang nyaman pada kemaluan,
kadang merasa nyeri pada saat kencing dan sering kencing sedikit-sedikit’’ klien
terpasang kateter dan infus sebelah kiri
3.1.2.3.Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien Mengatakan 2 tahun terakhir sulit untuk kencing dan merasa nyeri
saat akan buang air kecil, dank lien dibawa ke RS Doris Sylvanus untuk dilakukan
operasi, dan klien mengatakan ’’ ini pertama kali saya di operasi ’’
3.1.2.3.Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan, keluarga tidak memiliki penyakit keturunan.

30
31

3.1.2.4.Genogram Keluarga 3 Generasi

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien (Tn. S)
: Tinggal serumah
: Meninggal
: Hubunagan Keluarga

3.1.3. PEMERIKASAAN FISIK


3.1.3.1.Keadaan Umum:
Setelah post op pasien hanya berbaring di brankar dengan kesadaran
compos menthis, klien terpasang infus RL 0,9 % di tangan kiri, klien terpasang
kateter, klien terpasang infus NaCL 0,9 % 1000 cc untuk irigasi urine TTV. TD :
120/90 mmHg, N : 90 x/menit, S : 36,5 ⸰c, RR : 25 x/menit
3.2.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah meringis, bentuk
badan kurus, suasana hati baik, berbicara lancar, penampilan cukup rapi, fungsi
kognitif orientasi waktu klien dapat membedakan antara pagi, siang, malam,
orientasi orang klien dapat mengenali keluarga maupun petugas kesehatan,
orientasi tempat klien mengetahui bahwa sedang berada di rumah sakit. Insight
baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian tanda–tanda vital, tekanan darah 120/90 mmHg, Nadi
80x/menit, pernapasan 25 x/menit dan suhu 36,5 0C.
32

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok tidak ada, tidak nyeri dada, type
pernafasan dada dan perut, irama pernafasan teratur, suara nafas tambahan tidak
ada dan pernapasan 25 x/menit.
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tidak merasa pusing, tidak ada nyeri dada, klien tidak ada merasa
kepala sakit dan tidak ada pembengkakan pada ekstrimitas. Klien tidak mengalami
clubing finger ataupun kram pada kaki dan tidak terlihat pucat, capillary refill < 2
detik, tidak terdapat oedema ada asites, ictus cordis tidak terlihat, tidak terjadi
peningkatan vena jugularis dan suara jantung normal.
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS E: 4 (dengan spontan membuka mata), V: 5 (orientasi baik),
M 5 (bergerak sesuai perintah) dan total Nilai GCS: 14 (Comphos Mentis),
kesadaran Tn. W comphosmentis, pupil Tn. W isokor tidak ada kelainan, reflex
cahaya kanan dan kiri positif.
Uji Syaraf Kranial :
Penilaian fungsi saraf kranial: syaraf kranial I (olfaktoris): pada
pemeriksaan ini menggunakan kopi, Klien dapat mencium bau kopi. Syaraf
kranial II (optikus): Klien mampu melihat orang-orang disekitarnya dengan baik.
Syaraf Kranial III (okulomotorius): Klien mampu membuka mata dan menutup
mata. Syaraf kranial IV (trochlear): klien mampu menggerakaan bola mata
dengan baik. Syaraf kranial V (trigeminus): klien dapat merasakan sentuhan.
Syaraf VI (abdusen): klien mampu melihat ke segala arah. Syaraf kranial VII
(fasialis): klien mampu menggerutkan dahi. Syaraf kranial VIII
(vestibulokokhlearis): klien mampu mendengar dengan baik. Syaraf kranial IX
(glosofaringeus):reflek menelan klien menurun. Syaraf kranial X (vagus): fungsi
menelan menurun. Syaraf kranial XI (assesorius): klien mampu menggerakan
kepala dan bahu. Syaraf kranial XII (hipoglosus): pasien mampu menggerakkan
lidahnya dengan baik.
33

Uji Koordinasi: Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif. Uji
kestabilan tubuh Tn. S Refleks kanan dan kiri positif tidak ada yang mengalami
kekakuan, uji sensasi Tn. S tidak di kaji.
3.1.3.7 Eliminasi Urin (Bladder) :
Pada pemeriksaan sistem eliminasi urin (bladder) setelah di operasi 1 jam
yang lalu, hasil yaitu pasien terpasang infus Nacl 0.9% dan terpasang kateter
produksi urine dengan output urine ± 5x/hari, sekitar 1500 cc/ 24 jam warna urine
Kemerahan seperti darah, terkadang berwarna kuning, pasien mengeluh nyeri dan
susah untuk tidur.
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :
Pada pemeriksaan eliminasi alvi (bowel) ditemukan hasil yaitu, bibir
lembab, gigi tidak lengkap dan tidak terdapat caries, tidak ada peradangan dan
kemerahan pada gusi, tidak ada peradangan dan lesi pada lidah, mukosa bibir
lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak terdapat benjolan pada rektum,
tidak terdapat hemoroid, belum BAB selama 1 hari setelah operasi bising usus
menurun (10X/m), urine 500 ml 1x12 jam, warna kuning teh, bau amoniak.
Keluhan lainnya pasien merasa kurang nyaman memakai kateter. Masalah
keperawatan: Gangguan eliminasi urine.
3.1.3.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone):
Pada pemeriksaan tulang, otot, dan integumen (bone) ditemukan hasil yaitu,
kemampuan pergerakan sendi bebas, tidak ada parises, tidak ada nyeri, tidak ada
kakuan, serta ukuran otot simetris, tulang belakang normal dan uji kekuatan otot
ekstremitas atas 4 4 dan ekstremitas bawah 4 4 , tidak ada deformitas, tidak
ada peradangan, ada perlukaan pada perut kanan bawah dan tidak ada patah
tulang.
Masalah Keperawatan: tidak ada
3.1.3.10.Kulit-Kulit Rambut
Riwayat alergi pasien tidak ada mengalami alergi obat, alergi makanan.
Suhu kulit Tn. W hangat, warna kulit normal tidak ada kelainan, turgor kulit
cukup,tekstur tidak kasar, jaringan parut tidak ada, tekstur rambut lurus,
distribusi rambut merata, bentuk kuku simetris tidak ada kelainan tidak ada
masalah keperawatan.
34

3.1.3.11.Sistem Penginderaan :
1. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan Tn. W berkurang, gerakan bola mata normal, skera
normal/putih, konjungtiva merah muda, kornea bening, tidak ada keluhan dan
nyeri yang di rasakan klien, pasien juga tidak menggunakan alat bantu atau
kacamata.
2. Telinga / Pendengaran:
Fungsi pendengaran Tn. W baik
3. Hidung/penciuman
Fungsi penciuman pasien baik, hidung simetris tidak ada peradangan
maupun kelainanan yang di alami pasien.
3.1.3.12. Leher Dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba,
kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bergerak bebas tidak terbatas.
3.1.3.13.Sistem Reproduksi
Reproduksi tidak ada mengalami kemerahan, ada gatal-gatal, ada gangguan
pada uretra, glan penis tampak kotor, kebersihan kurang, Masalah Keperawatan:
Klien merasa kurang nyaman pada area kemaluan dan gatal-gatal.
3.1.4. POLA FUNGSI KESEHATAN
3.1.4.1.Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit:
Klien mengatakan apakah penyakitnya akan segera sembuh dan pasien ingin
cepat sembuh.
3.1.4.2.Nutrisida Metabolisme
Tinggi badan 170 cm, berat badan sebelum sakit 65 kg, berat badan saat
sakit 63 kg. Diet Lunak, Mual, kesukaran menelan. Keluhan lainnnya: klien
mengatakan tidak nafsu makan
35

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3 x sehari 3 x sehari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan nasi, sayur, lauk Nasi, lauk, sayur
Jenis Minuman Air putih Air putih, teh, kopi
Jumlah minuman/cc/24 jam 500 CC/ 24 jam 600 cc/ 24 jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, dan sore Pagi, siang, dan sore
Keluhan/masalah Mesih merasa kurang enak Tidak ada keluhan
saat makan
Table 3.1 Pola Makan Sehari-hari Tn. S di Ruang Dahlia
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

3.1.4.3. Pola istirahat dan tidur


Klien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 7-8 jam sedangkan
Saat sakit klien tidur 4-5 jam Masalah keperawatan : pola tidur terganggu
3.1.4.4. Kognitif :
Baik, pasien mengetahui apa yang sedang dialami. Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
3.1.4.5. Konsep diri (Gambarandiri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran ) :
Gambaran diri: Klien dibantu aktivitasnya dank lien mengalahkan peran
sesuai semestinya. Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.6. Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien bisa mandi sendiri. Saat sakit klien hanya di mandikan
saat sore hari. Masalah keperawatan: defisit perawatan diri
3.1.4.7. Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien dapat berdiskusi dengan istri dan keluarga dan perawat : Tidak ada
masalah keperawatan
3.1.4.8. Nilai-Pola Keyakinan
Kien mengatakan tidak ada pantangan dalam pengobatan. Masalah
Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
36

3.1.5. SOSIAL - SPIRITUAL


3.1.5.1. Kemampuan berkomunikasi, Klien mampu berkomunikasi dengan baik
3.1.5.2. Bahasa sehari-hari, Klien mengatakan sehari-hari klien menggunakan
bahasa jawa/indonesia
3.1.5.3. Hubungan dengan keluarga, Baik, dilihat dari perhatian keluarga dengan
klien
3.1.5.4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain, Klien dapat
berinteraksi dengan baik dan bekerja sama pada orang lain, baik itu dengan
lingkungan sekitar maupun dengan perawat dan dokter.
3.1.5.5. Orang berarti/terdekat, keluarga
3.1.5.6. Kebiasaan menggunakan waktu luang, bertani
3.1.5.7. Kegiatan beribadah, Setiap waktu untuk sholat

3.1.6. DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATO RIUM,


PENUNJANG LAINNYA)
Tanggal pemeriksaan: 13 Januari 2020
Parameter Hasil Nilai normal
Natrium 134 135-148
Kalium 4,3 3,5-5,3
Calcium 1.08 0,98- 1,2
SGPT/ALT 29 L<42. P,32
SGOT/AST 33 L<3137. P,

HB 13 g/dL 13,8-17,2 g/dL

Tabel 3.2 Data Penunjang Tn.S


37

3.1.7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tanggal 13 Januari 2020

No Nama Obat Dosis Rute Golongan


1. Infus NaCl 20 tpm Uretra
Indikasi: Merupakan garam yang
berperan dalam memelihara tekanan
osmosis darah dan jaringan.
2. Levofloxacine 2 x 500 intravena anatibiotik.
Indikasi: Berfungsi untuk mengobati ml
dan mencegah infeksi oleh bakteri
Kontraindikasi: tidak disarankan bagi
ibu hamil dan menyusui, bagi gangguan
hati, ginjal, serta gangguan pencernaan
seperti kolitis
Efek samping: lelah, sariawan, nyeri
tenggorokan, diare

3. Ketorolac 3 x 30 Intravena Golongan


Indikasi: berfungsi untuk mengatasi mg analgetik
nyeri sedang hingga berat.
Kontraindikasi: bagi penderita infeksi
mata, asma atau gangguan pernafasan
lainnya, penyakit jantung, hipertensi,
gangguan ginja, stroke
Efek samping: nyeri dada, lemas, sesak
nafas, masalah penglihatan atau
keseimbangan, bab hitam, mual, nyeri
perut.
4. Ranitidine 2x1amp intravenaa Ranitidine adalah
Indikasi: Berguna untuk mengurangi ul obat magg yang
produksi asam lambung. termasuk dalam
Kontraindikasi: lansia, ibu hamil, ibu golongan
menyusui, kanker lambung, penyakit antihitamin, lebih
ginjal, dan pada orang yang alergi obat tepatnya H2-
ranitidine atagonis.
Efek samping: kegelisahan, depresi,
alergi seperti ruam, gatal-gatal,
gangguan pernafasan, mual muntah,
pusing, sembelit/diare, sakit kepala.
Palangka Raya, 13 Januari 2020

Mahasiswa

( Celly Kurniawan Susanto)


38

3.2. ANALISIS DATA


DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASALAH
PENYEBAB
OBYEKTIF
PRE OP BPH
Ds : Pasien mengatakan “
saya takut dan cemas Perubahan mikroskopok
karena mau operasi” pada prostat
Do :- Pasien tampak
cemas dan gelisah Pembesaran Prostat
- Pasien tampak pucat
- Pasien tampak Otot destrusor menebal dan
ketakutan menegang
TD : 130/90 mmHg
N : 80 x/menit Timbul sakulasi atau
S : 36,5 ⸰C divertikel
RR : 18 x/ menit
Tidak mampu berkontraksi

Defungsi saluran kemih atas


Kencing berputus putus
Rencana Post OP

Cemas

POST OP Pembesaran Prostat Resiko infeksi


Ds : Pasien mengatakan
“sakit dibagian Lobus yang hipertropi
genetalianya” menyumbat kolom vesikal
Do : -Pasien tampak atau uretra prostatik
terbaring ditempat
tidur. Timbul sakulasi atau
- Pasien terpasang divertikal
infus RL 0,9 %
ditangan kanan Tidak mampu berkintraksi
- Terpasang Kateter
dan terpasang infus Retensi urin
Nacl 0,9 %
- Tampak urien Resiko infeksi
berwarna kemerahan
seperti darah
- TD : 120/90 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,5 ⸰C
RR : 18 x/ menit
39

POST OP Pembesaran Prostat Nyeri


Ds : Pasien mengatakan “
Nyeri dibagian Lobus yang hipertropi
genetalianya ” menyumbat kolom vesikal
Do : - Pasien tampak atau uretra prostatik
meringis kesakitan
PQRST: Timbul sakulasi atau
P : Pasien mengatakan divertikal
nyeri pada saat bergerak
Tidak mampu berkintraksi
Q : Pasien mengatakan
Defungsi saluran kemih atas
nyeri seperti tertusuk.
R : Lokasi nyeri yang Nyeri
dirasakan perut bagian
bawah bekas operasi.
S : Skala nyeri yang
dirasakan 6.
T: Pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan
kurang lebih 1 menit.
TD : 120/90 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,5 ⸰C
RR : 18 x/ menit

-
40

PRIORITAS MASALAH

1. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi


proses bedah.
2. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan setelah dioperasi
3. Nyeri b.d d injuri fisik ( insisi sekunder pada TURP )
42

PRE OP
3.3. RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. W


Ruang Rawat : Instalasi Bedah Sentral
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV Klien 1. Untuk mengetahui keadaan
dengan perubahan status keperawatan 1 x 1 jam 2. Pantau kecemasan pasien tanda-tanda vital pasien
kesehatan atau diharapkan pasien tidak cemas 3. Berikan pendidikan kesehatan 2. Untuk mengetahui kecemasan
dan takut lagi dengan kriteria BPH pasien
menghadapi proses
hasil : 4. Gunakan teknik relaksasi 3. Agar pasien mengerti tentang
bedah. - Pasien percaya diri 5. Dorong pasien agar berdoa penyakitnya
- Pasien tidak pucat bersama sebelum operasi 4. Agar pasien tidak gelisah
- Pasien tidak gelisah 6. Observasi dengan tim medis 5. Agar operasi berjalan dengan
- TTV dalam batas tentang pemberian obat lancar
Normal : TD :110/70 6. Untuk mengetahui obat yang
mmHg, N : 100 x/menit, akan diberikan
S : 36 ⸰c, RR, 18
x/menit
43

POS OP
3.4. RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. W


Ruang Rawat : Instalasi Bedah Sentral

Dx 2
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV Klien 1. Untuk mengetahui keadaan
kerusakan jaringan keperawatan 1 x 1 jam 2. Pantau keadaan urine pasien tanda-tanda vital pasien
setelah dioperasi diharapkan pasien tidak terjadi apakah ada perdarahan atau 2. Untuk mengetahui adanya
infeksi : tidak infeksi atau tidak
- Tidak ada tanda-tanda 3. Pantau apakah ada 3. Untuk mengetahui tanda-tanda
infeksi pembengkakkan atau tidak infeksi
- Tidak terjadi perdarahan 4. Berikan pendidikan kesehatan 4. Agar pasien dapat memahami
- Tidak ada tentang cara pencegahan infeksi cara mencegah terjadinya
pembengkakan 5. Observasi dengan tim medis infeksi
- Tidak terjadi kemerahan tentang pemberian obat 5. Untuk mengetahui obat yang
bekas luka akan diberikan
TTV dalam batas
Normal
44

POST OP
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. W
Ruang Rawat : Instalasi Bedah Sentral
Dx 3
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi keadaan klien 1. Untuk mengetahui keadaan
2. Nyeri b.d d injuri fisik keperawatan 1 x 1 jam di 2. Beri posisi senyaman mungkin atau umum klien.
( insisi sekunder pada harapkan skala nyeri menjadi posisi semi flowler
2. Agar klien rileks
TURP ) sedang 3 dengan kriteria hasil: 3. Berikan lingkungan yang tenang dan
1. Klien dapat ngeluh nyeri aktifitas untuk menurunkan rasa 3. Dapat membantu dalam
berkurang nyeri. Instruksikan klien untuk menurunkan tigkat nyeri dan
2. Klien tidak meringis menggunakan metode relaksasi karenanya mereduksi
kesakitan ketidaknyamanan.
misalnya nafas dalam, visualisasi
3. Klien mengeluh tidak sakit distraksi dan jelaskan prosedur. 4. Untuk mengetahui terapi onat
lagi di bekas operasi 4. Kolaborasi dengan tim medis dan yang diberikan
dokter dalam pemberian obat nyeri
45

3.5. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien: Tn. W
Ruang Rawat: Instalasi Bedah Sentral
Diagnosa 1
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Selasa, 13 Januari 2020 1. Observasi TTV Klien PRE OP
Jam 08.00 WIB 2. Pantau kecemasan pasien Ds : Pasien mengatakan “ saya masih Celly Kurniawan
3. Berikan pendidikan kesehatan BPH sedikit takut dan cemas karena mau
4. Gunakan teknik relaksasi operasi”
5. Dorong pasien agar berdoa bersama Do :- Pasien tampak tidak cemas dan
gelisah lagi
sebelum operasi
- Pasien tampak tidak pucat
6. Observasi dengan tim medis tentang - Pasien sudah mengerti tetang
pemberian obat penyakit yang dideritanya
- Pasien tampak tidak ketakutan
TD : 130/90 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,5 ⸰C
RR : 18 x/ menit
A : - Masalah terasasi sebagian
P: - Lanjut Intervensi. 1,2,4 dan 6
46

3.6. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien: Tn. S
Ruang Rawat: Instalasi Bedah Sentral
Diagnosa 2
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Selasa, 13 Januari 2020 1.Observasi TTV Klien S: Pasien mengatakan “ masih sakit
Jam 09.00 WIB 2. Pantau keadaan urine pasien apakah ada dibagian genetalianya” Celly Kurniawan
perdarahan atau tidak Do : -Pasien masih tampak terbaring
3. Pantau apakah ada pembengkakkan atau ditempat tidur.
tidak - Pasien masih kencing darah di
4. Berikan pendidikan kesehatan tentang kateter
TTV . TD : 120/90 mmHg
cara pencegahan infeksi
N : 80 x/menit
5. Observasi dengan tim medis tentang S : 36,5 ⸰C
pemberian obat RR : 18 x/ menit

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjut intervensi 1,2,3,4, dan 5
47

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien: Tn. W
Ruang Rawat: Instalasi Bedah Sentral
Diagnosa 2
Selasa, 13 Januari 2020 1. Observasi keadaan klien S: Pasien mengatakan “ Nyeri berkurang sedikit”
Jam 09.40 wib 2. Beri posisi senyaman mungkin D: - Masih terdapat luka operasi. Celly Kurniawan
atau posisi semi flowler - Klien masih tampak sakit
3. Berikan lingkungan yang tenang - Klien masih tampak terbaring ditempat tidur
PQRST :
dan aktifitas untuk menurunkan
P : Pasien mengatakan nyeri pada saat bergerak
rasa nyeri. Instruksikan klien untuk duduk
untuk menggunakan metode Q : Pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk.
relaksasi misalnya nafas dalam, R : Lokasi nyeri yang dirasakan di perut bagian
visualisasi distraksi dan jelaskan bawah bekas operasi.
prosedur. S : Skala nyeri yang dirasakan 6.
4. Kolaborasi dengan tim medis dan T: Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan kurang
lebih 30 detik
dokter dalam pemberian obat - Klien masih terpasang infus RL
nyeri . TD : 120/90 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,5 ⸰C
RR : 18 x/ menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjut intervens 1, 2, 3, 4, 5
50

Anda mungkin juga menyukai