Anda di halaman 1dari 15

REVIEW INTERAKSI OBAT PADA OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :

MA’RUF ALGIFARIE : 1731015310015


FEBRINA SUSILAWATI : 1731015320007
SAFIRA EVANI RIZKI ANWAR : 1731015320032

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018
I. PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit kardivaskuler yang menyebabkan 4,5%
dari beban penyakit di dunia, sedangkan prevalensinya sama antara negara
berkembang dan negara maju. Hipertensi adalah salah satu faktor resiko
utama gangguang jantung, dapat berakibat terjadinya gagal ginjal dan
penyakit serebrovaskuler. Hipertensi menjadikan salah satu alasan tertinggi
angka kunjungan pasien ke perawatan kesehatan karena penggunaan obat
hipertensi yang membutuhkan waktu panjang (Depkes, 2006).
Hipertensi disebut juga sebagai Silent Killer karena biasanya hipertensi
terdeteksi ketika dilakukan pemeriksaan fisik karena ada penyakit tertentu.
Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital
seperti jantung, otak maupun ginjal. Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti
pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala, seringkali terjadi pada saat
hipertensi sudah lanjut disaat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu
yang bermakna. Penderita dikatakan mengalami hipertensi jika terjadi
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang
(Depkes,2006).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011, menunjukan
bahwa satu Milyar orang di dunia mengalami Hipertensihipertensi maruf, 2/3
diantaranya dialami oleh negara berkembang berpenghasilan rendah sampai
sedang. Prevalensi Hipertensi hipertensi maruf akan terus meningkat tajam
dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia
terkena Hipertensi. Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta
orang setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara yang
1/3 populasinya menderita Hipertensi sehingga dapat menyebabkan
peningkatan beban biaya kesehatan (Kemenkes, 2017). Hipertensi jangan
huruf kapital, ganti semuanyamaruf
Berdasarkan Riskesdas 2013, Prevalensi Hipertensi nasional sebesar
25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah

1
di Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang
mengalami hipertensi hanya 1/3 yang tediagnosis, sisanya 2/3 tidak
terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan
darah tinggi minum obat Hipertensi (Infodatin, 2016).
Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan
komplikasi sepert stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan
Kebutaan. stroke (51%) dan penyakit Jantung Koroner (45%) merupakan
penyebab kematian tertinggi. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung
dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada
ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak
(menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
penggobatan yang memadai (Yonata, 2016).
Kujungan pasien yang menderita hipertensi kebanyakan adalah pasien
yang berusia lanjut. Adanya perubahan fisiologis, farmakokinetika,
farmakodinamika, adanya komplikasi dan berkembangnya polifarmasi
menyebabkan rentannya terjadinya permasalahan terkait penggunaan obat
(drug related problem, DRP)maruf sehingga dapat menurunkan efektifitas
pengobatan serta munculnya efek samping yang tidak diinginkan. Semakin
banyak pasien menerima obat semakin tinggi terjadinya DRP maupun
interaksi obat.
Interaksi obat merupakan suatu kejadian yang dapat terjadi bila
penggunaan bersama dua macam obat atau lebih. Pemberian obat
antihipertensi lebih dari satu dapat menimbulkan interaksi obat, begitu pula
interaksi obat antihipertensi dengan obat lain. Interaksi obat adalah Drug
Related Problem yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap
pengobatan. Hasil dari interaksi obat adalah berupa peningkatan maupun
penurunan efek yang dapat mempengaruhi outcome terapi pada pasien
(Mahamudu et al.,2017). Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk
mereview jurnal tentang interaksi obat pada obat-obat antihipertensi.

2
II. METODE PENELITIAN
Pada review artikel ini digunakan literatur online dan offline. Literatur
online didapat dari jurnal publikasi lokal maupun internasional yang diperoleh
dari penyedia jurnal di internet. Literatur offline yang digunakan yaitu buku
dan e-book.

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

3
Sumber Tahun Judul Karakteristik Metode Hasil End Point
sampel
(Interaksi Obat ACEI)
Fiqrianty, A., 2014 Kajian Potensi Pasien GGK yang Rancangan deskriptif Berdasarkan penelitian Captopril - Calcium
et al Interaksi tidak menjalani yang bersifat yang sudah dilakukan Carbonat (CaCO3)
Obata hemodialisa retrospektif dengan dengan menggunakan
Antihipertensi (nonhemodialisa) menggunakan data metode analisis deskriptif Captopril-Spiranolakton
pada Pasien dengan pasien yakni data yang bersifat retrospektif
Penderita menggunakan data rekam medik pasien di ruang rawat inap RSUD Captopril - Furosemid
Gagal Ginjal pasien yakni data penderita GGK Ulin Banjarmasin
Kronik rekam medik stadium V di ruang diperoleh 204 pasien yang Lisinopril - Furosemid
Stadium V di pasien penderita rawat inap periode mengalami GGK stadium
Ruang Rawat GGK stadium V Januari 2013 - Juni V dan mengalami Captopril - Clobazam
Inap Penyakit diruang rawat inap 2014 hipertensi.
Dalam di penyakit dalam Ramipril - Furosemid
RSUD Ulin pada periode Diperoleh 390 kasus
Banjarmasin Januari 2013 - Juni berpotensi terjadi interaksi
2014 obat berdasarkan
parameter sofware online.

Interaksi Obat yang terjadi


adalah sebagai berikut :
1. Captopril dan
Calcium Carbonate
(CaCO3) yaitu
sebanyak 42,6 %.
2. Captopril dan
spiranolakton yaitu

4
sebesar 66,7%
Diperoleh 112 kasus
berpotensi terjadi interaksi
obat berdasarkan Drug
Interaction Facts: The
authority on drug
interaction (Tatro, 2008).
Interaksi Obat yang terjadi
adalah sebagai berikut :
1. Captopril dan
Furosemid yaitu
sebesar 53 kasus dari
112 kasus
2. Lisinopril dan
Furosemid yaitu 15
kasus dari 112 kasus
3. Captopril dan
Clobazam yaitu
sebesar 1 kasus dari
112 kasus
4. Ramipril dan
Furosemid yaitu 1
kasus dari 112 kasus

5
Pahlawan, 2013 Penggunaan Penderita Metode deskriptif Dari 170 sampel ACEI Inhbitor- obat
M.K, et al Obat Anti- hipertensi di berupa studi didapatkan hasil interaksi antihipertensi golongan
hipertensi pada bagian rawat jalan penggunaan obat, obat hipertensi golongan lain
Pasien RSMP periode Juli dan pendataan ACEI Inhibitor
Hipertensi di 2011-Juni 2012. melalui rekam a. Sinergistik
Bagian Rawat medik. 1. ACE Inhibitor+
Jalan RS Antagonis Kalsium :
Muhammdiyah Captopril + Amlodi-
Palembang pine (13,5%),
Periode Juli captopril+Diltiazem
2011–Juni (0,6%) Captopril
2012 +Nifedipine (17,1%).
2. ACE Inhibitor +Beta
Blocker : Captopril +
Alprenolol (0,6%),
Captopril + Bisoprolol
(4,1%)
3. ACE Inhibitor +
Diuretik : Captopril +
Furosemid (3,5%),
Captopril + HCT
(4,1%)
4. ACE Inhibitor +
Antagonis Kalsium +
Beta Blocker :
Captopril +Amlodipine
+Bisoprolol (1,2%),
Captopril +Nifedipine
+Propanolol (0,6%)
5. ACE Inhibitor +
Antagonis Kalsium +

6
Diuretik : Captopril
+Amlodipine +HCT
(1,8%), Captopril
+Nifedipine+
Furosemid (1,2%)
6. ACE Inhibitor +Beta
Blocker +Diuretik :
Captopril +Bisoprolol
+HCT (0,6%)
b. Antagonistik
1. ACE Inhibitor
+Adrenolitik
Sentral :
captopril+klonidin
(0,6%)
2. ACE Inhibitor
+Diuretik Hemat
Kalium : Captopril
+Spironalactone
(0,6%).

7
Mahamudu, 2017 Kajian Potensi Karakteristik penelitian non Obat yang berinteraksi yaitu ACE Inhibitor
et al Interaksi Obat eksperimental : Furosemid dan Ramipril Ramipril - Furosemid
pasien, meliputi :
Antihipertensi dengan
Pada Jenis kelamin yaitu pendekatan deskriptif
Pasien laki-laki berjumlah dengan pengambilan
Hipertensi 29 pasien dan data diambil secara
Primer Di perempuan retrospektif yang
Instalasi berjumlah 15 didasarkan pada
Rawat Jalan pasien data rekam medik
Rsud Luwuk rawat.
Periode Umur Pasien yaitu
Januari – 20-39 tahun
Maret 2016 berjumlah 2 orang,
40-59 tahun
berjumlah 26
orang dan lebih
dari 60 tahun
berjumlah 16
orang

8
Berdasarkan penelitian oleh Fiqrianty, A., et al (2014), Obat-obatan yang
berpotensi mengalami kejadian interaksi obat dengan tingkat keparahan minor
pada penelitian ini paling banyak terjadi pada penggunaan captopril dan Calcium
Carbonate (CaCO3) yaitu sebanyak 42,6 %. Potensi interaksi major yang paling
banyak terjadi adalah pada penggunaan captopril dan spironolakton (66,7 %).
Interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas yang
tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut
nyawa pasien dan dapat terjadinya kerusakan permanen pada organ (Bailie, 2004).
ACE inhibitor yang dikombinasikan dengan spironolakton dapat menyebabkan
hiperkalemia klinis yang relevan atau berat (Stockley, 2008).
Dari 112 kasus potensi interaksi obat, diperoleh 70 potensi interaksi obat
yang termasuk ke dalam tingkat signifikansi 3, yaitu penggunaan kaptopril-
furosemid (53 kasus), furosemide-lisinopril (15 kasus), kaptopril-klobazam (1
kasus), dan furosemide-ramipril (1 kasus). Interaksi dengan taraf signifikansi 3
merupakan interaksi obat yang memiliki tingkat keparahan minor (tidak
berbahaya), dengan onset tertunda (tidak langsung terjadi), dan mempunyai level
kejadian interaksi obat suspected (interaksi obat diduga terjadi). Akibat dari
interaksi ini mungkin mengganggu atau tidak disadari, tetapi tidak mempengaruhi
secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan. Penggunaan kombinasi
antara ACE inhibitor dan loop diuretic dapat menyebabkan terjadinya hipotensi
dan hipovolemia (Stockley, 2010). Sedangkan pemberian klobazam bersama
antihipertensi, dapat mengakibatkan efek aditif pada tekanan darah dan hipotensi
orthostasis (Feder, 1991).
Penelitian Pahlawan, M.K., et al (2013) didapatkan hasil bahwa interaksi
obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain yang bersifat sinergistik paling
banyak digunakan pada pasien hipertensi yaitu golongan obat ACE Inhibitor
dengan antagonis kalsium berupa captopril dengan amlodipin serta captopril
dengan nifedipine dengan masing-masing 23 pasien (13,5%) dan 29 pasien
(17,1%). Beri penjelasan bagaimana mekanisme kerja sehingga sampai terjadi
interaksi tersebut era

10
Selain itu golongan obat ACE Inhibitor dengan diuretik juga memiliki
efek sinergistik dengan 13 pasien (7,6%). Interaksi obat antihipertensi yang
bersifat antagonistik yaitu kombinasi antara golongan obat ACE Inhibitor dan
adrenolitik sentral berupa captopril dengan klonidin dan kombinasi antara
golongan obat ACE Inhibitor dan diuretik hemat kalium berupa captopril dan
spironalactone masing-masing 1 pasien (0,6%). Selain itu terdapat pula interaksi
obat yang tidak jelas dapat meningkatkan efek antihipertensi juga ditemukan yaitu
kombinasi antara diuretik dan antagonis kalsium. Beri penjelasan bagimana
mekanisme diuretic dan antagonis kalsium ini era ACE Inhibitor efektif untuk
hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan beberapa diantaranya dapat
digunakan pada krisis hipertensi seperti captopril. Obat ini efektif pada sekitar
70% pasien. Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergistik (sekitar 85%
tekanan darahnya terkendali dengan kombinasi ini),sedangkan efek hipokalemia
diuretik dapat dicegah. Kenapa efek hypokalemia dapat dicegah, beri penjelasan
rina. (Dari skema kerja sistem RAAS, jika angiotensin II berikatan dengan
reseptornya, maka akan menghasilkan efek vasodilatasi, sekresi aldosteron
dimana aldosteron menimbulkan efek retensi natrium dan cairan serta ekskresi
kalium, dan meningkatkan aktivitas saraf simpatis. Efek tersebut dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat. ACE Inhibitor menghambat angiotensin
converting enzym sehingga angiotensin I tidak dirubah menjadi angiotensin II.
Akibatnya efek yang ditimbulkan ACEI Inhibior adalah vasodilatasi,
penghambatan sekresi aldosteron, sehingga menghambat terjadinya retensi cairan,
meningkatkan eksresi natrium dan penahan kalium serta menurunkan aktivitas
saraf simpatis. Berdasarkan kinerja ACE Inhibitor, maka efek samping dari obat
ini adalah hiperkalemia atas dasar penghambatan sekresi aldosteron. Diuretik
bekerja meningkatkan ekskresi natrium dan air dan meretensi atau menahan
kalium. Apabila dalam terapi, ACEI inhibitor dan diuretik digunakan secara
bersamaan, maka harus tetap dipantau kadar kaliumnya.
Antagonis kalsium telah menjadi salah satu golongan antihipertensi tahap
pertama, antagonis kalsium memberikan efektivitas yang sama dengan obat
antihipertensi lain. Kombinasi ACE Inhibitor dengan beta blocker dan antagonis

11
kalsium memberikan efek aditif. Jelasakan kenapa sampai memberi efek aditif,
tinjau dari sisi farmakologi ataupun sisi lain seperti farmakokinetika rina. (Beta
blocker bekerja menghalangi norepineprhrin dan epinephrin (adrenalin) dari
pengikatan pada reseptor-reseptor beta pada saraf-saraf. Antagonis kalsium
bekerja mendepresi fungsi nodus SA dan AV, juga vasodiltasi arteri dan arteriol
koroner serta perifer. Efek bradikardia dari beta blocker dapat aditif dengan
keterlambatan dalam konduksi melalui node atrioventrikular (AV node). Hal ini
menguntungkan karena meningkatkan efek antianginal pada kebanyakan pasien,
tetapi beberapa efek ini dapat memperburuk kelainan jantung. Kombinasi dengan
vasodilator lain, termasuk prazosin memberi efek yang baik. Antagonis kalsium
terbukti sangat efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti
pada usia lanjut. Mengapa sangat efektif pada kadar renin yang rendah, beri
penjelasan ? maruf Kombinasi dengan ACE Inhibitor memberikan efek yang
aditif, kombinasi dengan diuretik tidak jelas meningkatkan efek antihipertensi
antagonis kalsium.
Penelitian Mahamudu, et al (2017), dilakukan pengkajian potensi interaksi
obat antihipertensi pada pasien hipertensi primer dengan 714 kasus di RSUD
Luwuk. Metode penelitian yaitu non eksperimental dengan pendekatan deskriptif
dengan pengambilan data diambil secara retrospektif yang didasarkan pada
data rekam medik rawat. Populasi dalam penelitian ini merupakan 78 pasien
rawat jalan yang didiagnosis hipertensi primer periode Januari-Maret 2016 yang
telah memenuhi kriteria Inklusi yaitu sebagai berikut :
1. Usia minimal 20 tahun dan maksimal 75 tahun.
2. Pasien dengan diagnosa tunggal hipertensi primer dan/tanpa penyakit
penyerta.
3. Pasien rawat jalan di RSUD Luwuk pada bulan Januari – Maret 2016.
4. Pasien mendapat terapi 2 jenis obat atau lebih.
5. mempunyai data rekam medik dengan kelengkapan data: nomor rekam
medik, jenis kelamin, umur, dagnosis, tekanan darah, dan terapi
pengobatan.

Disimpulkan dari 78 populasi dengan menggunaan rumus Slovin jumlah sampel


yang diambil adalah 44 rekam medik.

12
Kemudian dilakukan penganalisisan data dengan metode deskriptif non
analitik untuk memperoleh gambaran mengenai kemunkinan adanya interaksi obat
menggunakan literatur Stckley’s Drug Interaction Eighth Edition dan Drug
Interaction Facts. Data diolah dengan melihat karakteristik pasien (jenis
kelamin, umur), jumlah kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah pasien,
jumlah interaksi obat berdasarkan jumlah kasus, jumlah interaksi obat berdasarkan
signifikan.
Hasil yang diperoleh yaitu ditemukan interaksi obat ACEI dengan obat lain
yaitu interaksi obat ramipril (ACEI) dan furosemid (Diuretik) pada fase
farmakodinamik yang bersifat sinergis yaitu efek kedua obat memiliki efek terapi
yang sama sehingga menguatkan efek terapi obat. Umumnya kombinasi ramipril
dan furosemid aman dan efektif namun terdapat efek samping yaitu hipotensi
(pusing hingga pingsan) apabila kedua obat tersebut digunakan secara bersamaan,
dikarenakan obat tersebut sama-sama menguatkan penurunan tekanan darah.
Sehingga jangan diawal kalimat untuk sehingga maruf sebaiknya apabila pasien
mengkonsumsi diuretik, maka obat ACEI harus dimulai dengan dosis yang sangat
rendah. Interaksi antara furosemid dan ramipril juga dapat menyebabkan
hipokalemia. Penyebab hipokalemia akibat dari efek diuretik yang bekerja
memperbanyak pengeluaran kalium dan air. Beri penjelasan tentang ini maruf!
Menurut Tatro, tingkat keparahan interaksi furosemid dan ramipril yaitu
minor atau hanya menimbulkan efek yang ringan, atau mungkin tidak timbul dan
biasanya tidak mempengaruhi outcome terapi. Tingkat kepercayaan dikategorikan
suspected (diduga adanya interaksi obat tapi harus dilakukan penelitian lebih
lanjut) dan interaksi obat memiliki onset delay dalam beberapa hari/minggu.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan tiga penelitian yang dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa :
1. Obat antihipertensi golongan ACE Inhhibitor berpotensi mengakibatkan
interaksi jika digunakan dengan obat antihipertensi golongan lain, baik
efek sinergisme maupun efek antagonis. Oleh karena itu penggunaan obat

13
antihipertensi secara kombinasi harus diperhatikan, agar tidak
menimbulkan potensi interaksi obat yang merugikan atau berefek
antagonis sehingga mengakibatkan obat tidak bekerja maksimal atau
berakibat fatal terhadap pasien.
2. Penelitian Fiqrianty, A. et al (2014) didapatkan bahwa potensi interaksi
antagonis major yang paling banyak terjadi adalah pada penggunaan
captopril dan spironolakton.
3. Penelitian Pahlawan, M.K., et al (2013) mendapatkan potensi interaksi
obat antihipertensi golongan ACEI terbesar adalah interaksi sinergisme
obat golongan ACEI dengan Antagonis Kalsium, yaitu
captopril+amlodipine dan captopril+nifedipine.

4. Penelitian Mahamudu, et al (2017) didapatkan efek interaksi sinergisme


antara Ramipril dan furosemide ketika digunakan secara bersamaan

14
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Fiqrianty,A. et al. 2014. Kajian Potensi Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien
Penderita Gagal Ginjal Kronik Stadium V Di Ruang Rawat Inap Penyakit
Dalam RSUD Ulin Banjarmasin Periode Januari 2013 – Juni 2014. Jurnal
Pharmascience, Vol 1, No. 2, Oktober 2014, hal: 9 - 15

Kemenkes RI. 2017. Sebagian Besar Penderita Hipertensi Tidak Menyadarinya.


www.depkes.go.id, (Diakses April 2018).

Mahamudu et al. 2017. Kajian Potensi Interaksi Obat Antihipertensi Pada pasien
Hipertensi Primer Di Instalasi Rawat Jalan RSUD Luwuk Periode Januari
– Maret 2016. Pharmacon. Vol.6. No.3

Pahlawan,M.K., et al. 2013. Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien


Hipertensi di Bagian Rawat Jalan RS Muhammadiyah Palembang Periode
Juli 2011–Juni 2012. Syifa’MEDIKA, Vol. 4 (No.1), September 2013.

Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Infodatin


Hipertensi. Kementerian Kesehatan RI.

Yonata, A., Satria, A. 2016. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya


Stroke. Majority. Vol. 5 No. 3.

12

Anda mungkin juga menyukai