Anda di halaman 1dari 39

Menurut Hamzah (2014:138) belajar adalah uatu proses yang

menghasilkan perubahan prilaku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh

pengetahuan, ke-cakapan, dan pengalaman baru kearah yang lebih baik. berusaha mengetahui

sesuatu.

Belajar merupakan sebuah proses yang menghasilkan suatu perubahan perilaku secara sengaja

untuk mendapatkan pengetahuan, kecakapan, serta pengalaman baru menuju ke arah yang lebih

baik (Hamzah, 2014)

Dan menurut Zainal Aqib (2014:66) belajar menurut pandangan teori kognitif

diartikan proses untuk membangun persepsi seseorang dari sebuah obyek yang dilihat.

Menurut teori kognitf, belajar merupakan proses membangun persepsi seseorang dari sebuah

obyek yang dilihat (Aqib, 2014)

Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tetapi juga mengistirahatkan otak

khususnya serebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi yang

digunakan untuk

mengigat, memvisualkan serta membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu. Karena

suatu zat yang disebut GABA (Gamma Aminobutryric Acid) merupakan asam amino yang
berfungsi sebagai nuerotransmiter (pengantar sinyal saraf) (Pandue,2009) Selain itu kualitas dan

kuantitas tidur juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang

menunjukkan adanya kemampuan individu

untuk tidur dan memperoleh jumlah tidur

sesuai dengan kebutuhannya. Faktor – faktor

yang dapat mempengaruhi kualitas dan

kuantitas tidur antara lain penyakit,

lingkungan, kelelahan, gaya hidup, tingkat

kecemasan, motivasi, dan obat – obatan

(Tarwono, 2006).

Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran terhadap suatu hal yang akan terjadi karena penyebab

yang tidak jelas dan dikaitkan dengan perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati,

2012). Cemas merupakan suatu keadaan tidak nyaman akibat aktivitas sistem nerus otonom

terhadap respon ancaman non spesifik. Carpenito (2010) mengatakan bahwa kecemasan

merupakan respon seseorang pada suatu situasi yang tidak menyenangkan atau menurunkan rasa

nyaman (Carpenito, 2010).

Menurut Untari (2014) dampak

kecemasan pada respon fisologis pada

kecemasan ringan dan sedang adalah

meningkatnya kapasitas seseorang. Pada

kecemasan berat dan panic akan melemahkan


atau meningkatkan kapasitas yang berlebihan.

Respon fisiologis yang berhubungan dengan

kecemasan diatur oleh otak melalui system

saraf autonomik, dimana reaksi autonomik ini

mempunyai 2 jenis respon, yaitu respon

parasimpatis yang akan menghemat respon

tubuh dan respon simpatis yang akan

mengaktifkan respon tubuh. pada respon

parasimpatis, seseorang akan menjadi

pendiam atau banyak mengurangi aktifitasnya

sedangkan respon kedua adalah sebaliknya,

dimana seseorang akan menjadi lebih aktif

atau yang disebut dengan hiperaktif. Keadaan

keduanya tidak menguntungkan tubuh, hal ini

dapat dilihat secara nyata pada seseorang

dengan kecemasan, dapat menimbulkan

berupa gangguan baik secara kognitif, afektif

maupun psikomotor. Salah satu contoh pada

bagian kognitif, orang tidak dapat

berkonsentrasi yang baik. Apabila itu terjadi

dalam menghadapi ujian atau tes maka

tentulah hasil prestasi suatu tes tidak akan

mendapatkan nilai yang maksimal. Akibat


dari pikiran yang tidak dapat berpusat dan

tidak dapat berpikir nyata, menyebabkan hasil

prestasi belajar mahasiswa tidak maksimal.

Masalah yang mungkin terjadi yang disebabkan oleh kecemasan adalah pasien susah untuk

berkonsentrasi, pasien merasa kurang diperhatikan terhadap hal yang kecil atau susah untuk

memfokuskan fikiran dan gangguan Kualitas tidur (Hidayat, A.A, 2006).

Kecemasan tidak hanya menimbulkan seseorang susah untuk berkonsentrasi tetapi juga dapat

menimbulkan gangguan kualitas tidur (Hidayat, 2006)\

Gangguan kualitas tidur adalah kondisi saat seseorang mengalami suatu perubahan dalam

kuantitas maupun kualitas pola istirahat yang mengakibatkan rasa tidak nyaman atau

mengganggu fungsi hidup seseorang (Sumanto, R., Marsito., & Ernawati, 2011).

Kualitas tidur adalah kemampuan seseorang untuk dapat tidur dan memperolah jumlah istirahat

sesuai dengan kebutuhan tiap individu (Sulistyani, 2012). Menurut Khasanah (2012) kualitas

tidur adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan kondisi tidur dan mendapatkan tahap

REM serta NREM yang sesuai. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif tidur seperti durasi tidur,

latensi, serta aspek subjektif dari tidur.


Tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tetapi juga mengistirahatkan otak khususnya

serebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi yang digunakan untuk

mengigat, memvisualkan serta membayangkan, menilai dan memberikanalasan sesuatu.Karena

suatu zat yang disebut GABA (Gamma Aminobutryric Acid) merupakan asam amino yang

berfungsi sebagai nuerotransmiter (pengantar sinyal saraf) (Widaryati.2011).

Tidur tidak hanya mengistirahatkan tubuh, tapi juga mengistirahatkan otak terutama bagian

serebral korteks, yaitu bagian otak yang memiliki fungsi mental tertinggi yang berfungsi untuk

mengingat, visualisasi, serta membayangkan, menilai.

Tidur yang cukup dapat memulihkan tenaga.Tidur dapat memberikan waktu untuk perbaikan dan

penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya.

Baik dan buruknya kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penyakit,

lingkungan, kelelahan, gaya hidup, tingkat kecemasan, motivasi, dan obat-obatan (RISKESDAS,

2013).

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan mental dan fisik bagi

manusia, karena pada saat tidur akan memberikan waktu untuk otot beristirahat. Saat tidur segala

pengalaman dan kejadian yang dialami manusia setiap harinya akan diproses dan diintegrasikan

oleh pikiran. Hal ini sangat berpengaruh pada pikiran seseorang namun tergantung seberapa

nyenyak seseorang itu tidur (Arikunto, S. 2012).


Kualitas tidur adalah sebuah kondisi tidur yang dijalani seseorang yang mengakibatkan

kesegaran dan kebugaran setelah terbangun, kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga

seseorang tersebut tidak emnunjukkan rasa lelah dan cemas (Khasanah & Khusnul, 2012).

Gangguan kualitas tidur adalah kondisi saat seseorang mengalami suatu perubahan dalam

kuantitas maupun kualitas pola istirahat yang mengakibatkan rasa tidak nyaman atau

mengganggu fungsi hidup seseorang (Sumanto, R., Marsito., & Ernawati, 2011).

Kondisi ini banyak dijumpai pada anak sekolahan, mahasiswa, dan pekerja yang mempunyai jam

terbang yang tinggi, dimana kelompok yang paling tinggi risikonya untuk terkena gangguan tidur

adalah mahasiswa terutama para mahasiswa di fakultas kedokteran. Hal tersebut dibuktikan dari

penelitian-penelitian sebelumnya yang dilaksanakan di berbagai negara dan didapatkan laporan

bahwa tingkat distres psikologis, ansietas, dan depresi yang tinggi, terdapat pada mahasiswa

fakultas kedokteran.5 Oleh karena itu, mahasiswa fakultas kedokteran rentan untuk mempunyai

kualitas dan kuantitas tidur yang buruk.

Kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego yang memberitahukan adanya suatu dorongan yang

tidak dapat diterima dan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan

dari dalam tersebut. Idealnya penggunaan represi sudah cukup untuk memulihkan keseimbangan

psikologis tanpa menyebabkan gejala karena represi yang efektif dapat menahan dorongan yang

dibawah sadar. Namun jika represi tidak berhasil sebagai pertahanan, mekanisme pertahanan lain

(seperti konversi, pengalihan dan regresi) mungkin menyebabkan pembentukan gejala dan
menghasilkan gambaran gangguan neurotic yang klasik (seperti histeria, fobia, neurosis obsesif-

kompulsif).

Ansietas merupakan sinyal pada ego untuk memberitahukan adanya dorongan yang tidak bisa

diterima dan mengambil tindakan pertahanan pada tekanan tersebut.

Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan disebabkan oleh stimuli lingkungan spesifik. Pola

berpikir yang salah, terdistorsi atau tidak produktif dapat mendahului atau menyertai perilaku

maladaptif dan ganggguan emosional. Penderita gangguan cemas cenderung menilai lebih

terhadap derajat bahaya dalam situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya untuk

mengatasi ancaman.

Teori perilaku mengatakan bahwa ansietas disebabkan oleh stimulasi lingkungan yang spesifik.

Pola pikir yang terdistorsi bisa menyertai atau mendahului perilaku maladaptif dan gangguan

emosi. Seseorang dengan ansietas cenderung memberi penilaian berlebihan terhadap suatu

bahaya dan menilai terlalu rendah terhadapa kemampuan diri sendiri dalam mengatasi suatu

ancaman.

Teori eksistensial kecemasan memberikan model untuk kecemasan menyeluruh, dimana tidak

terdapat stimulus yang dapat diidentifikasikan secara spesifik untuk perasaan cemas.

Teori ini menjelaskan general ansietas (kecemasan menyeluruh), dimana diketahui secara pasti

asal dari perasaan cemas yang dirasa.


Teori biologis juga telah berkembang untuk mencerminkan timbulnya kecemasan (Sadock,

Benjamin.J, Sadock, Virginia.A, 2010). Faktor biologis mencakup masalah biochemical yang

ada di otak, salah satunya gangguan neurotransmitter. Tiga neurotransmitter utama yang terkait

dengan munculnya kecemasan yaitu, NE (Norepinephrine), Serotonin, Gamma-Aminobutyric

Acid (GABA).

Teori biologis telah dikembangkan untuk menggambarkan munculnya ansietas oleh Sadock, et

al., (2010) yang meliputi masalah biokimia yang ada di otak. Salah satunya adalah gangguan

neurotransmitter yang berhubungan dengan ansietas yaitu norephinephrine, serotonin, Gamma-

Aminobutyric Acid (GABA).

Norephinephrine adalah respon dari “fight or flight”, regulasi tidur, suasana hati, serta tekanan

darah. Saat seseorang mengalami stress akut mungkin akan mengalami regulasi noradrenergik

yang buruk dan terjadi pelepasan norephinephrine dan memungkinkan untuk terjadi adanya

peningkatan. Pusat dari pengaturan norephinephrine berada di locus ceruleus di pons pars

rostralis dan badan selnya menjulurkan aksonnya ke korteks serebri, sistem limbik, batang otak

serta medula spinalis (Sadock, et al., 2010). Beberapa penelitian bahwa pelepasan

norephinephrine memegang peranan penting dalam rasa takut dan ansietas. Pelepasan dari

norephinephrine akan menimbulkan gejala fisik ansietas seperti berkeringat dan palpitasi

(Davis,Kenneth.L,et al., 2012).


Badan sel pada sebagian besar neurn serotonergic berlokasi di nucleus raphe di batang otak

rostral dan berjalan ke korteks serebral, sistem limbic, dan hipotalamus. Pemeberian obat

serotonergic pada binatang dilaporkan menyebabkan perilaku yang mengarah pada ansietas.

GABA dapat ditinjau peranannya melalui manfaat dari benzodiazepine yang merupaka salah satu

obat dari ansietas. Benzodiazepine bertugas untuk meningkatkan aktivittas GABA pada reseptor

dan terbukti dapat mengatasi gejala umum ansietas bahkan panik. Diduga pada pasien ansietas

memiliki aktivitas GABA yang abnormal.

Seseorang cenderung memiliki ansietas jika memiliki keluarga yang juga ansietas. Dalam

sebuah penelitian juga ditegaskan bahwa faktor genetik berperan dalam berkembangnya ansietas

pada seseorang (Neil, et al., 2011).

Saraf otonom yang terstimulasi dapat menunjukkan gejala tertentu yang dikarenakan adanya

pelepasan epinefrin dari adrenal. Hal ini akan mempengaruhi berbagai sistem organ dan

menimbulkan gejala tertentu seperti pada kardiovaskular akan menimbulkan takikardi,

gastrointestinal akan menimbulkan diare, dan pernapasan akan terjadi takipnea.

(Davis,Kenneth.L,et al., 2012).


Tidur berasal dari bahasa latin Somus yang artinya alami periode pemulihan, fisiologis dari

istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur adalah keadaan dimana persepsi dan reaksi seseorang

terhadap lingkungan mengalami penurunan (Mubarak, et all. 2015).

Tidur adalah suatu keadaan tidak sadar dimana seseorang dapat dibangunkan dengan stimulus

tertentu. Kondisi tidur dicirikan dengan adanya aktivitas yang minimal, kesadaran bervariasi,

perubahan proses fisiologis, penurunan respon terhadap stimulasi dari luar (Uliyah, 2011).

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang melibatkan hubungan mekanisme

serebal secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan

bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis. Sistem tersebut

mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk pengaturan kewaspadaan dan

tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons (Uliyah, 2011). Dalam keadaan sadar,

neuron dalam reticular activating system (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti

norepineprin. Selain itu, RAS yang dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri,

dan perabaan, juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi

dan proses pikir. Demikian juga pada saat tidur, terdapat pelepasan serum serotonin dari sel

khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR).

Sedangkan saat bangun bergantung dari keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan
sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan

dalam tidur adalah RAS dan BSR (Uliyah, 2011).

Fisiologi tidur adalah pengaturan kondisi tidur yang meliputi hubungan mekanisme serebral

secara bergantian agar dapat mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun

(terjaga). Salah satu sistem yang mengatur aktivitas tidur adalah sistem pengaktivasi retikularis

yang berada di mesensefalon dan bagian atas pons. Sistem tersebut mengatur kewaspadaan dan

tidur. Fisiologi tidur juga diatur oleh Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar

Synchronizing Region (BSR). Saat kondisi sadar neuron pada RAS akan melepaskan

katekolamin seperti norepinefrin. Tidak hanya itu, RAS dapat memberikan rangsangan visual,

pendengaran, nyeri, perabaan, serta menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk stimuli

emosi dan proses berpikir. Saat kondisi tidur, terdapat pelepasan serotonin dari sel khusus yang

ada di pons dan batang otak tengan, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR) (Uliyah, 2011).

Tidur adalah irama biologis yang kompleks (Kozier, 2008). Tidur adalah proses fisiologis yang

bersiklus dan bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan (Potter & Perry, 2010).

Tidur ditandai dengan aktifitas fisik yang minimal, perubahan proses fisiologis tubuh, dan

penurunan respon terhadap rangsangan eksternal (Kozier, 2008).

Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi dan

perkiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormone, kemampuan sensorik, dan

suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam. Irama sirkadian dipengaruhi
oleh cahayaa dan suhu, selain factor eksternal seperti aktivitas social dan rutinitas pekerjaan.

Perubahan dalam suhu tubuh juga berhubungan dengan pola tidur individu. (Saryono &

Widianti, 2010). Individu akan bangun ketika mencapai suhu tubuh tertinggi dan akan tertidur

ketika mencapai suhu tubuh terendah (Kozier, 2008).

Fisiologis tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral

yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak suatu aktifitas yang

melibatkan system saraf pusat, saraf perifer, endokrin kardiovaskular, dan respirasi

muskulokeletal. Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular

activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang

otak (Mubarak, 2015). Tidur merupakan suatu irama biologis yang kompleks. Tidur merupakan

suatu proses fisiologis yang bersiklus dari periode terjaga menuju periode yang lebih lama

(Potter & Perry, 2010). Fisiologi tidur adalah pengaturan aktivitas tidur karena terdapat

hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktivasi dan menekan pusat otak

yang melibatkan sistem saraf pusat, sistem saraf perifer, endokrin, kardiovaskular, respirasi, dan

musculoskeletal. Sistem yng berperan dalam hal ini adalah reticular activating system (RAS)

yang berada di batang otak teratas dan bulbar synchronizing region (BSR) yang berada di batang

otak (Mubarak, 2015). RAS berpern dalam mempertahankan kewaspadaan dan kondisi terjaga.

SAR menerima stimuli sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Selain itu korteks serebral juga

dapat menstimuli SAR ketik teraktivasi (proses emosi maupun berpikir). Keadaan siaga atu

terjaga dalam waktu yang lama sering dikaitkan dengan gangguan proses berpikir dan emosi

yang progresif (Guyton & Hall, 2007).


System aktivasi reticular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercaya terdiri atas sel

yang mempertahankan kewaspadaan dan terjag. SAR menerima stimulus sensori visual, auditori,

nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral (missal, proses emosi atau pikiran) juga menstimulasi

SAR. Keadaan terjaga atau siaga yang berkepanjangan sering dihubungkan dengan gangguan

proses berpikir yang progresif dan terkadang dapat menyebabkan aktivitas perilaku yang

abnormal (Guyton & Hall, 2007).

Para peneliti meyakini bahwa kenaikan sistem yang mengaktifkan retikular (Reticular Activating

Sistem/RAS) yang terletak di bagian atas batang otak memuat sel-sel khusus yang

mempertahankan kondisi sadar dan terjaga. RAS menerima stimulus indra penglihatan,

pendengaran, nyeri, dan peraba. Aktivitas dari korteks serebral (misal:emosi dan proses berpikir)

juga menstimulasi RAS.

Gairah, keadaan terjaga, dan keadaan tetap sadar dihasilkan dari saraf di dalam RAS yang

melepaskan katekolamin seperti norepinefrin (Izac, 2006 dalam Perry & Potter, 2010).

Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dalam sistem tidur raphe pada pons dan otak

depan bagian tengah. Daerah juga disebut bulbar synchronizing region (BSR). Ketika individu

mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam keadaan rileks. Stimulus ke

SAR menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, aktivasi SAR selanjutnya akan menurun. BSR

mengambil alih yang kemudian menyebabkan tidur (Mubarak, et. All, 2015).
Gambaran tidur dan bangun digambarkan demikian, pada saat pusat tidur tidak diaktifkan, nuklei

pengaktivasi retikular di mesensefalon dan pons bagian atas terbebas dari hambatan sehingga

memungkinkan nuklei pengaktivasi retikular menjadi aktif secara spontan. Hal ini akan

merangsang korteks serebri dan sistem saraf perifer dan keduanya kemudian mengirimkan

banyak sinyal feedback positif kembali ke nuklei pengaktivasi retikular yang sama agar sistem

ini tetap aktif. Oleh karena itu, adanya kecenderungan secara alami untuk mempertahankan

keadaan ini dan timbullah keadaan terjaga (Guyton, 2012). Sesudah otak aktif selama beberapa

jam, neuron dalam sistem aktivasi menjadi letih sehingga siklus feedback positif antara nuklei

retikular mesensefalon dan korteks akan melemah dan pengaruh perangsang tidur dari pusat tidur

akan mengambil alih sehingga timbul peralihan yang cepat dari keadaan jaga menjadi keadaan

tidur (Guyton, 2012).

Keadaan bergairah, kondisi terjaga, dan keadaan tetap sadar diatur oleh saraf dalam RAS yang

melepaskan katekolamin seperti norepinefrin (Izac, 2006 dalam Perry & Potter, 2010).

Sedangkan kondisi tidur dihasilkan dari pengaturan oleh BSR karena adanya pelepasan serotonin

dari raphe pada pons dan otak depan bagian tengah (letak dari BSR). Dalam kondisi tidur stimuli

SAR menurun karena disebabkan beberapa faktor diantaranya kondisi ruangan gelap dan tenang

(Mubarak, et all., 2015).

Kondisi tidur digambarkan demikian, saat pusat tidur tidur tidak diaktifkan, nuklei RAS di

mesensefalon dan pons bagian atas terbebas dari hambatan sehingga memungkinkan nuklei RAS

teraktivasi secara spontan. Kondisi ini merangsang korteks serebri dan sistem saraf perifer untuk

memberi feedback positif pada nuklei RAS agar tetap aktif (Guyton, 2012). Setelah otak

teraktifasi dalam beberapa jam, neuron dalam sisem aktivasi mnjadi lelah sehingga feedback
positif antara nuklei reticular mesensefalon dan korteks serebri akan melemah dan terjadi

peralihan pengaruh stimuli perangsang tidur dari pusat tidur yang mengambil alih sehingga

timbul peralihan kondisi menjadi keadaan tidur (Guyton, 2012).

a. Tidur NREM

NREM (nonrapid eye movement atau pergerakan mata yang tidak cepat) adalah

jenis tidur yang dikenal dengan tidur yang dalam, istirahat penuh, dengan

gelombang otak yang lebih lambat, atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Ciriciri

tidur nyenyak adalah menyegarkan, tanpa mimpi atau tidur dengan gelombang

delta. Ciri lainnya adalah individu berada dalam keadaan istirahat penuh, tekanan

darah menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, dan

metabolisme turun (Uliyah, 2011). Tubuh membutuhkan tidur secara rutin untuk memulihkan

proses biologis tubuh. Selama tidur, gelombang lambat dan dalam (NREM tahap 4), tubuh

melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk perbaikan dan pembaruan sel epitel dan sel-sel

yang khusus seperti sel-sel otak (Jones, 2005 dalam potter & perry 2010). Sintesis protein dan

pembelahan sel untuk peremajaan jaringan seperti kulit, tulang, mukosa lambung, atau otak

terjadi selama istirahat dan tidur. Tidur NREM sangat penitng bagi anak-anak, yang mengalami

tahap 4 tidur yang lebih lama.

Nonrapid Eye Movement (NREM) atau pergerakan mata yang tidak epat adalah jenis tidur yang

dikenal dengan nama lain tidur dalam (deep sleep), istirahat penuh, yang memiliki gelombang
otak lebih lambat, atau dengan kata lain tidur nyenyak. Ciri-ciri dari tidur yang nyenyak adalah

merasa segar saat bangun, tidak adanya mimpi atau tidur dengan gelombang delta, tekanan darah

menurun, pergerakan bola mata melambat, dan penurunan metabolisme (Uliyah, 2011). Tubuh

memiliki kebutuhan untuk tidur secara rutin untuk memulihkan fungsi biologis tubuh. Selama

tidur berlangsung terjadi gelombang lambat dan dalam (NREM tahap 4), pelepasan hormone

tubuh untuk pertumbuhan, perbaikan dan pembaharuan sel epitel dan sel khusus seperti sel pada

otak (Izac, 2006 dalam Perry & Potter, 2010).

b. Tidur REM

REM (rapid eye movement atau pergerakan mata yang cepat) adalah tidur yang

dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5-20 menit, rata-rata

timbul 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100 menit. Namun apabila

kondisi orang sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini

tidak ada (Uliyah, 2011). Tidur REM sangat penting untuk jaringan otak dan pemulihan kognitif

(Bussye dalam potter & Perry 2011). Pada orang dewasa penyimpanan ingatan lebih besar terjadi

pada keadaaan tidur disbanding dalam keadaan terjaga (Scullin, 2012). Tidur REM diperlukan

untuk menjaga jaringan otak dan tampaknya menjadi penting bagi pemulihan kognitif (Buysse,

2005 dalam potter & Perry 2010). Tidur REM berhubungan dengan perubahan aliran darah otak,

peningkatan aktivitas korteks, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan epinefrin.

Gabungan kegiatan ini membantu penyimpanan memori dan proses belajar (McCance dan

Huether, 2006 potter & Perry 2010). Selama tidur, otak menyaring informasi yang tersimpan

tentang kegiatan hari itu.


Rapid Eye Movement (REM) atau pergerakan mata cepat merupakan kondisi tidur yang

berlangsung pada tidur malam selama 5 – 20 menit, rata – rata terjadi selama 90 menit. Periode

pertama berlangsung selama 80 – 100 menit. Namun apabila seseorang dalam kondisi sangat

lelah, maka periode REM ini akan berpotensi tidak ada (Uliyah, 2011). Tidur REM berperan

penting pada jaringan otak dan pemulihan fungsi kognitif (Bussye dalam potter & Perry 2011).

Pada orang dewasa penyimpanan ingatan lebih banyak terjadi pada keadaan tidur daripada

terjaga (Scullin, 2012). Tidur REM berkaitan dengan perubahan aliran darah otaj, peningkatan

aktivitas korteks serebri, peningkatan penggunaan oksigen, dan pelepasan epinefrin. Seluruh

kegiatan ini membantu proses penyimpanan memori dan proses belajar. Selama tidur, otak

memproses informasi yang tersimpan tentang kegiatan hari itu (McCance dan Huether, 2006

potter & Perry 2010).

Siklus tidur yang umum terjadi terdiri atas tahap 1 NREM, diikuti oleh tahap 2,3, dan 4 NREM

dengan kemungkinan kembali lagi ke tahap sebelumnya, yaitu tahap 3 dan 2 NREM, sebelum

dimulainya tahap REM. Fase NREM terjadi sekitar 75% sampai 80% dari waktu tidur total.

Tidur REM terjadi selama 20% sampai 25% waktu tidur dalam. Tahap REM dimulai kurang

lebih 60 menit dalam siklus tidur, dan umumnya empat sampai enam siklus tidur NREM sampai

siklus tidur NREM terjadi setiap malam (Maas, 2011).

Siklus tidur umumnya terdiri atas 4 tahap NREM dengan memungkinkan kembali lagi ke tahap 3

dan 2 NREM untuk mencapai tahap REM. Pada fase NREM terjadi sekitar 75% - 80% dariwaktu

total tidur, sedangkan REM terjadi 20% - 25% dalam satu waktu tidur (Maas, 2011).
Tahap 1 NREM merupakan periode transisi menuju saatnya tidur, saat individu dapat dengan

mudah terbangun (Maas, 2011). Pada tahap ini terjadi pengurangan aktivitas fisiologis, seperti

pengurangan tanda-tanda vital dan metabolism (Saryono & Widianti, 2010). Tahap 1 NREM

adalah periode peralihan menuju kondisi tidur, saat seseorang masih mudah untuk dibangunkn

lagi (Maas, 2011). Pada tahap ini terjadi penurunan aktivitas fisiologis seperti penurunan tanda-

tanda vital dan metabolism (Saryono & Widianti, 2010).

Tahap 2 NREM dianggap sebagai periode tidur ringan dengan fase relaksasi yang sangat besar

(Maas, 2011). Tahap ini disebut sebagai tahap tidur bersuara. Tahap ini berakhir 10-20 menit.

Fungsi tubuh dalam tahap ini menjadi lambat (Saryono & Widianti, 2010). Tahap 2 NREM

dianggap sebagai periode tidur ringan dengan fase relaksasi yang besar (Maas, 2011). Tahap ini

memiliki nama lain tahap tidur bersuara. Tahap ini berlangsung selama 10 – 20 menit. Fungsi

tubuh alam tahap ini menjadi lambat (Saryono & Widianti, 2010).

Tahap 3 NREM merupakan fase pertama tidur dalam. Otot-otot menjadi rileks sehingga sulit

dibangunkan. Tanda-tanda vital menurun namun tetap teratur. Tahap ini berakhir dalam 15-30

menit. Tahap 3 NREM adalah fase pertama dari tidur dalam (deep sleep). Otot menjadi relaksasi

sehingga sulit untuk dibangunkan. Tanda-taanda vital menurun namun tetap teratur. Tahap ini

berlangsung selama 15 – 30 menit.

Tahap 4 NREM merupakan periode tidur palingdalam. Tahap ini merupakan tahap terbesar

terjadinya pemulihan. Tanda-tanda vital menurun secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur

sambil berjalan dan enuresis. Tahap 3 dan 4 NREM seringkali disebut sebagai “tidur gelombang-

lambat” karena pada fase ini gelombang lambat ditunjukkan dalam aktivitas elektroenselografi
(EEG) (Saryono & Widianti, 2010; Maas, 2011). Tahap 4 NREM adalah periode tidur paling

dalam. Tahap ini adalah tahap terbesar adanya pemulihan. Tanda-tanda vital menurun secara

bermakna. Pda tahap ini dapat ditemui kondisi tidur sambil berjalan. Tahap 3 dan 4 NREM

sering disebut sebagai “tidur gelombang-lambat” karena pada fase ini gelombang lambat yang

ditunjukkan dalam elektroensefalografi (EEG) (Saryono & Widianti, 2010; Maas, 2011).

Pada tahap ini biasanya disertai dengan mimpi aktif, lebih sulit dibangunkan dari

pada selama tidur nyenyak NREM, tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, frekuensi

jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur. Pada otot

perifer, terjadi beberapa otot yang tidak teratur. Mata cepat tertutup dan terbuka,

nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat atau berfluktasi, sekresi gaster

meningkat dan metabolisme meningkat. Tidur ini penting untuk keseimbangan

mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori dan adaptasi (Uliyah, 2011).

Pada tahap REM biasanya disertai dengan adanya mimpi, sulit dibangunkan daripada NREM,

frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur, mata cepat tertutup dan terbuka, nadi

cepat dan irregular, tekanan darah meningkat dan fluktuatif, adanya peningkatan sekresi gaster

dan metabolism. Tidur dalam fase ini sangat berperan dalam penyeimbangan mental, emosi,

fungsi kognitif, memori dan adaptasi (Uliyah, 2011).

Kecemasan cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi

(Sadock & Shadock, 2007). Ansietas cenderung mengakibatkan kebingungan dan distorsi

persepsi (Sadock & Shadock, 2007).


Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran

dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi

tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang

untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang

pantas (Khasanah, 2012). Indikator atau ciri-ciri untuk mengetahui tidur yang berkualitas adalah

dengan merasakan apakah badan merasa segar dan fresh setelah terbangun dan tidur merasa lelap

(Hidayat, 2015).

Kualitas tidur merupakan suatu kondisi yang dialami seseorang ditandai dengan rasa segar dan

bugar ketika terbangun. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dari tidur (durasi tidur), latensi

tidur, serta aspek subjektif tidur. Kualitas tidur merupakan kemampuan untuk mempertahankan

keadaan tidur dan mendapatkan tahap tidur REM serta NREM yang sesuai (Khasanah, 2012).

Indicator untuk mengetahui kualitas tidur adalah dengan merasakan apakah badan terasa segar

dan bugar setelah terbangun dan kondisi tidur terasa lelap (Hidayat, 2015).

Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya

terpenuhu, ada pula yang mengalami gangguan. Menurut Mubarak (2015) seorang bisa tidur

ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:

1. Aktifitas Fisik
Aktivitas dan latihan fisik dapat meningkatkan kelelahan dan kebutuhan untuk tidur. Latihan

fisik yang melelahkan sebelum tidur membuat tubuh mendingin dan meningkatkan relaksasi.

Individu yang mengalami kelelahan menengah biasanya memperoleh tidur yang tenang terutama

setelah bekerja atau melakukan aktivitas yang menyenangkan. Pada kondisi yang semakin lelah,

semakin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan

kembali memanjang.

2. Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetapbangun dan

menahan tidur sehingga dapat menimbulkan gangguan proses tidur, sebab keinginan untuk tetap

terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. Sebaliknya perasaan bosan atau tidak

adanya motivasi untuk terjaga seringkali mendatangkan kantuk.

3. Stres Emosional

Ansietas dan depresi seringkali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat

meningkatkan norepinefrin darah melalui system saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan

berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.

4. Obat-obatan

obat tidur seringkali membawa efek samping. Dewasa muda dan dewasa tengah dapat

mengalami ketergantungan obat tidur untuk mengatasi stressor gaya hidup. Obat tidur juga

sering kali digunakan untuk mengontrol atau engatasi sakit kroniknya. Beberapa obat juga dapat

menimbulkan efek samping penurunan tidur REM.


5. Lingkungan

Lingkungan tempat seorang tidur berpengaruh pada kemampuan untuk tertidur. Ventilasi yang

baik memberikan kenyamananuntuk tidur tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur

mempengaruhi kualitas tidur. Suhu dan suara dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur.

Suhu yang panas atau dingin menyebabkan klien mengalami kegelisahan. Beberapa orang

menyukai kondisi tenang untuk tidur dan ada yang menyukai suara untuk membantu tidurnya

seperti music lembut dan televise.

6. Stimultan dan Alkohol

Kebiasaan mengkonsumsi kafein dan alcohol mempunyai efek insomnia. Makan dalam porsi

besar, bearat dan berbumbu pada makanan juga menyebabkan makanan sulit dicerna sehingga

dapat mengganggu tidur. Nikotin yang terkandung dalam rokok juga memiliki efek stimulasi

pada tubuh. Akibatnya perokok sering untuk tertidur dan sering terbangun di malam hari.

7. Diet dan Nutrisi

Diet dan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi mempercepat

proses tidur, karena adanya L-Tritofan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna.
Seperti yang telah diketahui tidur merupakan proses fisiologis yang sangat

penting untuk hidup. Kualitasnya berhubungan erat dengan psikologi dan

kesehatan fisik serta pengukuran-pengukuran lain dalam kehidupan seseorang.

Kuantitas daripada tidur juga amat penting karena berkaitan baik dengan

kesiagaan dan juga pemusatan perhatian (Lima, 2009). Salah satu efek akibat dari

kekurangan tidur adalah rasa mengantuk pada siang hari, rasa lelah dan kurang

tumpuan serta dapat mempengaruhi suasana hati (mood). Ini akhirnya menjadi

faktor utama penurunan prestasi belajar pada siswa (Eliasson, 2009). Oleh karena

itu dapat disimpulkan bahwa tidur sangat berpengaruh besar dalam hal

kewaspadaan, energi, suasana hati, berat badan, persepsi, daya ingat, daya pikir

dan lain sebagainya. Tidur adalah proses fisiologis yang penting bagi kehidupan. Kualitas tidur

berkaitan erat dengan psikologi dan kondisi fisik serta pengukuran lain dalam hidup seseorang.

Kuantitas tidur juga penting karena berhubungan dengna tingkat kesiagaan serta konsentrasi

(Lima, 2009). Dampak yang ditimbulkan akibat kualitas tidur yang buruk diantaranya

mengantuk di siang hari, lelah, turunnya konsentrasi, pengaruh terhadap suasana hati (mood).

Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab turunnya prestasi belajar seseorang (Eliasson, 2009).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidur memiliki pengaruh besar dalam hal kewaspadaan,

energi, suasana hati, berat badan, persepsi, daya ingat, konsentrasi, dan lain-lain.

Hasil penelitian yang mengkaji waktu tidur dan fungsi optimal anak remaja

pada siang harinya membuktikan adanya hubungan antara gangguan pada pola

tidur dengan prestasi belajar. Hal ini disebabkan hasil daripada penelitian tersebut

menunjukkan siswa yang memperoleh Indeks Prestasi (IP) yang tinggi


melaporkan masa tidur yang lebih panjang dan waktu tidur yang lebih awal pada

hari persekolahan berbanding siswa yang memperoleh IP yang lebih rendah

(Wolfson dkk, 1998). Berdasarkan hasil penelitian yang lain didapatkan masa

memulai tidur dan bangun pada tidur lebih memberi kesan kepada prestasi belajar

siswa berbanding jumlah masa tidur siswa itu sendiri. Hasil ini menunjukkan

siswa yang lebih berprestasi mempunyai kemampuan untuk mengubah waktu

tidur mereka menjadi lebih awal berbanding siswa yang kurang berprestasi

(Eliasson, 2009). Hasil penelitian mengakatakan waktu tidur dan fungsi optimal remaja pada

siang hari menunjukkan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan prestasi belajar. Hal ini

disebabkan hasil dari penelitian tersebut menunjukkan mahasiswa dengan indeks prestasi (IP)

tinggi mengatakan bahwa waktu tidurnya lebih lama

Sedangkan menurut satu lagi penelitian yang meneliti mengkaji hubungan

antara ritme sirkadian, waktu persekolahan dan tingkat kesukaran subjek yang

dipelajari mendapati bahwa pada subyek yang lebih sukar, masa optimal siswa

memberi pengaruh besar terhadap keputusan ujian mereka (McElroy dkk, 2006).

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarfriyanda (2015) pada mahasiswa

keperawatan didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan prestasi belajar.

Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Marpaung (2013) yang didapatkan 14%

responden yang memiliki kualitas tidur namun mempunyai prestasi belajar yang baik. Penelitian

yang dilakukan Rasyid (2011) pada mahasiswa kedokteran usia 17-22 tahun juga menunjukkan

hasil yang sama yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dan daya
ingat serta tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan tingkat

konsentrasi.

Hal ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa gangguan tidur meningkatkan beberapa

perubahan yang terjadi diantara sel-sel saraf di otak. Perubahan tersebut terjadi di bawah

kendali otak yang mengatur perilaku, belajar, dan mengingat. Kurang tidur berpengaruh buruk

bagi otak saat kita memerlukannya untuk melakukan tugas tingkat tinggi misalnya berfikir.

Sebagian dari otak akan bekerja berlebihan pada saat orang mengalami kurang tidur,

biasanya hanya satu yang masih aktif dari seluruh area otak. Ini merupakan fungsi yang rumit,

termasuk diantaranya memperbaharui kerja ingatan, merencanakan, memperhatikan, menentukan

waktu, menghadapi situasi yang tidak terduga, dan kemampuan verbal (Rafknowledge, 2004).

Perbedaan dengan teori tersebut bisa

dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya pengaruh keluarga dan

kebudayaan, peranan konsep diri,

pengakuan dan intelegensi (Rola, 2006).

Menurut Prasadja (2009) penurunan kualitas tidur dapat mempengaruhi kemampuan mental

seseorang, namun kemampuan untuk menghafal pada usia dewasa muda mungkin masih optimal.

Pada usia dewasa muda irama sirkadian tubuh akan berubah-ubah, dan tubuh akan menyesuaikan

jam tidur dengan aktifitas yang dilakukan setiap hari, pola tidur yang berubah-ubah

disebabkan oleh kesibukan dan tuntutan pekerjaan. Jam tidur yang berubah-ubah pada dewasa

muda tidak begitu mengganggu mental dan kemampuan dalam berkonsentrasi. Berbeda pada
anak-anak, tidur akan mempengaruhi perkembangan dan kemampuan otak anak, karena pada

saat tidur pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh anak-anak akan berkembang

dengan pesat (Prasadja, 2009).

Setiap orang memiliki jam biologis

yang berbeda-beda. Untuk mereka yang

memasuki usia 20 tahun, umumnya akan

sulit untuk bisa tidur jam 10 malam.

Karena pada usia remaja sampai dewasa

muda, mempunyai jam biologis yang

sangat khas. Remaja dan dewasa muda

ketika jam 10 malam, otak justru dalam

keadaan segar dan penuh kreativitas.

Inilah waktu yang tepat sebenarnya untuk

mereka bekarya dan belajar. Karena

sebenarnya dewasa muda akan

mengantuk setelah lewat tengah malam.

Artinya jika seorang dewasa muda tidur

lewat jam tengah malam hal ini adalah

normal (Prasadja, 2009).

Kualitas tidur dan kuantitas tidur pada

dewasa muda bukan faktor utama yang

mempengaruhi prestasi belajar yang

diperoleh mahasiswa. Menurut Sarwono


(2004) prestasi belajar juga dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu kualitas dari

pengalaman belajar (kurikulum, cara

penyampaian pelajaran dan hubungan

dengan guru), toleransi terhadap stress

dan keterampilan sosial.

Penelitian Taras (2005) bahwa

aktivitas fisik akan meningkatkan prestasi

belajar. Aktivitas fisik berhubungan

dengan peningkatan kesehatan secara

keseluruhan serta dapat meningkatkan

kemampuan sosialisasi dan kesehatan

mental. Soemanto (2006) juga

menambahkan faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar yaitu

konsep diri, locus of control, motivasi

hasil belajar. Penelitian yang dilakukan

oleh Daruyani (2013) bahwa jalur masuk,

pilihan jurusan, tempat tinggal, metode

belajar, hubungan mahasiswa dengan

teman, hubungan mahasiswa dengan

keluarga serta motivasi belajar sangat

mempengaruhi prestasi belajar


mahasiswa.

Selain faktor motivasi dan metode

belajar, kesiapan belajar mahasiswa,

kemandirian dan lingkungan belajar juga

sangat berpengaruh terhadap prestasi

belajar mahasiswa (Saputri, 2013).

Dalam hal ini mungkin metode belajar

dan lingkungan belajar yang

mempengaruhi prestasi belajar

mahasiswa walaupun kebanyakan

mahasiswa di PSIK UR memiliki kualitas

tidur dan kuantitas tidur yang buruk.

Namun hal ini perlu diteliti lebih lanjut

bagaimanakah pengaruh lingkungan

belajar dan metode belajar yang ada di

PSIK UR terhadap prestasi belajar

mahasiswa.

Ansietas tidak hanya menimbulkan seseorang susah untuk berkonsentrasi tetapi juga dapat

menimbulkan gangguan kualitas tidur (Hidayat, 2006).

dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (r= -0,086; sig 0,403>0.050) antara

kecemasan menghadapi ujian dengan hasil belajar mahasiswa program studi Pendidikan Biologi
Untirta. Keofesien korelasi yang menunjukkan minus artinya kedua variabel memiliki hubungan

yang berlawanan yang tidak signifikan. Jika kecemasan siswa tinggi maka hasil belajar akan

rendah dan sebaliknya jika kecemasan siswa rendah maka hasil belajar akan tinggi.

Berdasarkan koefisien determinasi, tingkat kecemasan menghadapi ujian berkontribusi terhadap

hasil belajar mahasiswa sebesar 0,8%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 99,2% hasil belajar

dipengaruhi oleh faktor lainnya. Tingkat kecemasan merupakan salah satu faktor psikologis

nonintelektual yang mempengaruhi hasil belajar. Hasil belajar mahasiswa dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang lainnya. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan

ekternal. Faktor internal yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri mahasiswa meliputi faktor

fisiologis (jasmani individu), psikologis (faktor intelektual dan kepribadian yang meliputi sikap,

minat, kebiasaan, motivasi, kebutuhan, emosional), kematangan fisik maupun psikis. Faktor

ekternal yaitu faktor-faktor yang berada di luar diri siswa meliputi faktor sosial (lingkungan

keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok), budaya, lingkungan fisik dan faktor spiritual

(Tim Pengembang MKDP, 2012).

Menurut Dimyati (dalam Biggs & Telfer, 1987: hlm. 141-163) adapun faktor internal dan

eksternal yang mempengaruhi belajar, yaitu:

a. Faktor Internal Belajar

1. Sikap terhadap belajar

Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang

membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu,


mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan

belajar tersebut.

2. Motivasi belajar

Motivasi belajr merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses

belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi,

atau tiadanya motivasi belajar akan melemaahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu

hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa

perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada

tempatnya diciptakan suasan belajar yang menggembirakan.

3. Konsentrasi belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memutuskan perhatian pada

pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses

memperolehnya.

b. Faktor Eksternal Belajar

1. Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar

Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang

sesuai dengan keahlinya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya.

Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya

berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud

emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengjar, ia bertugas mengelola kegiatan

belajarsiswa di sekolah

2. Prasarana dan Sarana Pembelajaran


Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah

raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran

meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan

berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran

merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya

prasarana dan sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik.

Justru di sinilah timbul msasalah “bagaimana mengelola prasarana dan sarana

pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil baik.”

3. Kebijakan penilaian

Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja

siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti

untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian ang dimaksud adalah

penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu dan bernilai.

Stresor

Korteks dan sistem limbuk

Hipotalamus

CRF

Hipofisis (pituitary) feedback

ACTH mechanism (-)

Korteks adrenal

Glukokortikoid (kortisol)

Kortisol
Memori adalah kemampuan untuk menyimpan, mempertahankan, dan mengingat

informasi dari pengalaman masa lalu pada otak manusia. Memori merupakan kumpulan apa yang

diingat sehingga memberikan kemampuan individu untuk belajar dan beradaptasi serta

memberikan kontrol dari penggunaan pengalaman masa lalu terhadap perilaku saat ini dan

pengolahan berpikir di masa yang akan dating (Costanzo, 2012). Memori merupakan salah satu

bagian dari fungsi kognitif sehingga sangat penting dalam proses belajar. Individu yang memiliki

fungsi memori yang baik maka pada umumnya memiliki kemampuan belajar yang baik pula.

Kognisi atau cognition merujuk kepada tindakan dan proses “mengetahui”, serta kesadaran dan

penilaian. Fungsi kognitif memuat kemampuan berpikir rasional termasuk proses belajar,

mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Hal ini meliputi: bagaimana

seseorang memperoleh informasi, bagaimana informasi itu kemudian direpresentasikan dan

ditransformasikan sebagai pengetahuan, bagaimana pengetahuan itu disimpan di dalam ingatan

kemudian dimunculkan kembali, dan bagaimana pengetahuan itu digunakan seseorang untuk

mengarahkan sikap-sikap dan perilaku-perilakunya.

Secara garis besar fungsi kognitif terdiri dari beberapa fungsi, antara lain:

a. Fungsi reseptif, yang melibatkan kemampuan untuk mendapatkan informasi.

b. Fungsi memori dan belajar, dimana informasi yang telah didapat disimpan dan apat dipanggil

kembali.

c. Fungsi berpikir, yaitu cara mengorganisasi informasi.


d. Fungsi ekspresif, dimana informasi yang telah diperoleh kemudian diinformasikan dan

digunakan.

Korteks serebri tersusun menjadi lapisan-lapisan dan kolom-kolom fungsional. Neuron-

neuron di dalam kolom tertentu berfungsi sebagai satu kesatuan misalnya berfungsi dalam

pemrosesan suatu persepsi rangsangan dari lokasi yang sama. Perbedaan fungsional dari berbagai

area korteks ditimbulkan oleh perbedaan pola pembentukan lapisan di dalam kolom dan

perbedaan koneksi masukan-keluaran. Bagian dari korteks yang berfungsi dalam memori adalah

neuron yang melapisinya. Tipe struktur dari neuron tersebut adalah:

a. Granuler (Stelata)

Berperan untuk mentransmisikan sinyal jarak pendek sehingga berperan dalam pemrosesan awal

masukan sensorik ke korteks.

b. Fusiform

Berperan dalam proses output, memiliki jaras yang panjang sehingga dapat menghubungkan ke

area serebri lain.

c. Piramidal

Berperan dalam proses output seperti halnya fusiform, menghubungkan dengan area serebri lain.

Neuron-neuron yang berperan dalam memori tersebar di seluruh daerah subkorteks dan korteks

sehingga jumlah dan luas kerusakan pada korteks serebri berhubungan dengan gangguan

memori. Selanjutnya diketahui bahwa lobus temporalis serebri dapat menyimpan dan

membangkitkan memori seseorang. Hal tersebut diketahui akibat rangsangan listrik yang

diberikan pada lobus temporalis dapat menimbulkan ingatan-ingatan yang hidup berbeda halnya

apabila rangsangan diberikan selain di lobus temporalis yang mana hal-hal seperti ini tidak dapat
ditemukan. Lobus frontalis yang merupakan suatu daerah korteks asosiasi yang luas menurut

penelitian berhubungan dengan memori tentang peristiwa yang bersifat baru. Pada area ini terjadi

proses elaborasi kumpulan pikiran yang masuk ke serebri yang nantinya akan menjadi memori

jangka pendek.

2.1.2.2 Area Asosiasi

Area asosiasi merupakan area pada korteks serebri yang menghubungkan setiap bagian struktur

otak satu sama lain. Area ini berfungsi untuk menerima dan menganalisis sinyal dari setiap regio

otak. Area asosiasi di otak diantaranya:

1. Area asosiasi parieto-oksipitotemporal

a. Area analisis keserasian spasial tubuh, dimulai dari korteks parietal bagian posterior kemudian

ke korteks oksipitalis superior.

b. Area pemahaman bahasa atau area Wernicke. Area ini terletak di belakang korteks auditorik

primer di lobus temporalis.

c. Area proses membaca. Area ini termasuk girus angularis yang mengartikan kata-kata yang

diterima secara visual yang diteruskan ke dalam area Wernicke.

d. Area penamaan objek, area ini terletak di bagian lateral lobus oksipitaslis anterior dan lobus

temporalis posterior.

2. Area asosiasi prefrontal, area ini berfungsi untuk merencanakan pola yang kompleks dan

berurutan dari gerakan motorik, melakukan proses berpikir, fungsi perluasan pikiran dan memori

kerja.

3. Area asosiasi limbik, area ini berfungsi dalam pengaturan emosi untuk mengaktifkan area otak

lain dan menghasilkan motivasi belajar.

2.1.2.3 Sistem Limbik


Sistem limbik merupakan suatu cincin struktur otak depan yang mengelilingi batang otak dan

saling berhubungan melalui jalur neuron rumit. Struktur ini mencakup lobus korteks serebri

(terutama korteks asosiasi limbik), nukleus basal, thalamus, dan hipothalamus. Sistem ini

berhubungan dengan emosi, mempertahankan kelangsungan hidup, pola perilaku sosioseksual,

motivasi, memori, dan belajar. Sistem limbik mencakup:

a. Mesokorteks/Korteks Paralimbik

b. Allokorteks/Korteks Limbik

c. Formatio Hippocampus yang terdiri dari Hippocampus, Gyrus Parahippocampalis, dan Gyrus

Dentatus dimana struktur ini penting untuk belajar dan memori.

d. Korteks Olfaktori primer

e. Area Kortikal

Sistem Limbik juga memiliki 2 fundamental koneksi, yaitu:

a. Jaras Intrakortikal yang digunakan untuk emosi, perhatian, dan memori.

b. Jaras Subkortikal yang melawati hipotalamus dan batang otak untuk mengatur homeostasis

dan tingkah laku sosial.

Secara singkat stimulus dari luar masuk ke dalam korteks asosiasi parietooksipitalis yang

berfungsi sebagai perseptuospasial. Kemudian informasi ini akan diarahkan ke korteks asosiasi

frontalis sebagai fungsi perencanaan dan akan memasuki sistem limbik. Jalan masuk sistem

limbik ini dapat melalui amigdala dan formatio hipokampus. Jaras dari sistem limbik atau Circuit

of Papez ini yaitu:

Nucleus amygdala Fornix Corpus mamilaris traktus mamilothalamikus thalamus

(nucleus anterior) traktus thalamocorticalis gyrus cinguli cingulum nucleus

amigdala.
Hipokampus dalam proses memori berperan dalam pengulangan, penyusunan, dan konsolidasi

ingatan sebelumnya. Seseorang yang kedua hipokampusnya mengalami kerusakan atau telah

diangkat tidak akan memiliki masalah untuk mengingat informasi sebelum kerusakan atau

pengangkatan hipokampusnya, namun orang tersebut tidak akan mampu untuk mengubah

memori jangka pendeknya untuk menjadi memori jangka panjang atau dengan kata lain orang

tersebut tidak dapat untuk mengadakan ingatan baru.

a. Memori Jangka Pendek atau Short-term Memory

Memori jangka pendek atau short term memory atau memori kerja (working memory)

merupakan ingatan tentang fakta, kata, bilangan, huruf, atau informasi kecil lainnya yang

bertahan selama beberapa detik sampai satu menit atau lebih pada suatu waktu. Contoh

penggunaan memori jangka pendek adalah ketika seseorang ingin mengingat nomor telepon

dalam jangka waktu yang singkat dari buku telepon. Namun memori jangka pendek biasanya

hanya terbatas pada tujuh informasi kecil, sehingga apabila beberapa informasi baru dimuat

ke dalam simpanan jangka pendek maka informasi lama akan tergantikan. Jadi setelah

seseorang mengingat nomor telepon untuk kedua kalinya, maka nomor yang pertama biasanya

sudah terlupakan. Pada memori jangka pendek informasi yang dibutuhkan langsung tersedia

sehingga seseorang tidak perlu mencari informasi tersebut di ingatannya seperti halnya

memori jangka panjang.

Memori jangka pendek merupakan suatu sistem memori yang digunakan untuk

menyimpan dan memproses informasi yang sedang dipikirkan seseorang.. Informasi dari

memori sensorik yang telah diterima kemudian akan ditransfer ke penyimpanan memori

selanjutnya. Berbeda dengan memori sensorik yang memiliki kapasitas yang sangat besar,
memori jangka pendek memiliki kapasitas yang lebih kecil. Seluruh informasi dari memori

sensorik baik yang ikonik maupun ekoik tidak seluruhnya menjadi memori jangka pendek,

namun informasi ini akan dipilah dan diproses untuk menjadi memori jangka pendek.

Karakteristik memori jangka pendek:

a. Informasi pada memori jangka pendek merupakan memori yang disadari.

b. Kapasitas memori jangka pendek kecil yaitu sekitar 7±2 item, nomor telepon,

password.

c. Informasi cepat diakses.

d. Durasi pada memori jangka pendek sangat singkat, tanpa adanya rangsangan tertentu

maka informasi akan hilang setelah 18 detik.

e. Kehilangan informasi dapat dicegah apabila dilakukan pengulangan.

f. Informasi biasanya disandikan dalam bentuk suara.

g. Informasi dapat dipotong atau diubah menjadi hal yang lebih familiar agar

meningkatkan kapasitas.

Tahapan pada memori jangka pendek, seperti memori pada umumnya terdiri dari

tiga tahapan yaitu encoding, storage, dan retrieval:

1. Encoding

Pada tahap ini informasi akan diseleksi dari memori sensorik, individu

akan memilih apa yang ingin diingat. Apabila informasi tersebut tidak

diperhatikan maka informasi tersebut tidak dapat diingat kembali.

a. phonological coding : sesuai dengan model Baddeley, informasi dibuat menjadi

kode dalam bentuk suara atau nama (vokal).


b. visual coding : informasi dibuat menjadi kode dalam bentuk gambar atau

visual. Hal ini sering disebut dengan memori fotografis.

2. Storage

Kapasitas memori jangka pendek terbatas sekitar 7±2 item namun

beberapa orang dapat mengingat 5-9 item. Tidak ada angka pasti untuk kapasitas

memori jangka pendek karena hal ini tergantung pada memori jangka panjang.

Memori jangka pendek yang tidak diberikan suatu perlakuan seperti pengulangan

terus menerus maka akan terhapus dalam jangka waktu tertentu.

3. Retrieval

Menurut penelitian, semakin banyak item yang disimpan maka semakin

banyak waktu yang dibutuhkan untuk mengingat kembali data tersebut. Memori

jangka pendek selain berfungsi untuk menyimpan informasi yang dibutuhkan

untuk waktu yang pendek dan berperan sebagai ruang kerja untuk perhitungan

mental juga berfungsi sebagai stasiun pemberhentian sebelum menjadi memori

jangka panjang. Salah satu teori yang membahas transfer memori dari memori

jangka pendek menjadi memori jangka panjang dinamakan dual memory model.

Hal ini menyatakan bahwa informasi pada memori jangka pendek dapat

dipertahankan dengan pengulangan atau hilang karena pergeseran atau peluruhan.

b. Memori Jangka Panjang atau Long-term Memory

Memori jangka panjang atau long term memory merupakan ingatan yang disimpan di

otak dan dapat diingat kembali di masa yang akan datang. Ingatan ini dibagi menjadi dua jenis

yaitu ingatan sekunder dan ingatan tersier. Ingatan sekunder disimpan dalam jejak ingatan yang

lemah sampai sedang sehingga mudah dilupakan dan kadang sulit untuk diingat kembali.
Sedangkan ingatan tersier merupakan suatu ingatan yang sangat melekat di dalam pikiran

sehingga dapat bertahan seumur hidup dan merupakan jenis ingatan yang memungkinkan

informasi dapat tersedia dalam sekejap.

Kualitas tidur buruk yang berkepanjangan dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikis. Dari

segi fisik, kurang tidur akan menyebabkan muka pucat, mata sembab, badan lemas, dan daya

tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit. Sedangkan dari segi psikis, kurang

tidur akan menyebabkan timbulnya perubahan suasana kejiwaan, sehingga penderita akan

menjadi lesu, lamban menghadapi rangsangan, dan sulit berkonsentrasi (Endang, 2011).

Anda mungkin juga menyukai