LP Cva + Emboli
LP Cva + Emboli
Oleh :
NIM : 172303101029
....................................................... ..................................................
NIP. .............................................. NIM. .....................
PEMBIMBING AKADEMI
.......................................................
NIP. ..............................................
LAPORAN PENDAHULUAN
I. KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
Cerebrovaskular accident atau stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan
karena berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. (Meikhana Dwi
Handika. 2016).
Cerebrovaskular accident atau stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal, dan global, yang berlangsung
24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic. (M. Clevo Rendi. 2012).
Stroke emboli adalah terjadi ketika bekuan darah terbentuk di organ tubuh yang yang
letaknya jauh dari otak, biasanya dalam organ jantung. Jenis bekuan darah ini disebut
dengan istilah embolus.
B. ETIOLOGI
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah ini diantaranya:
a. Trombus
Serebral Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehinnga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya (Muttaqin, 2008). Beberapa keadaan di bawah ini yanga dapat
menyebabkan trombus otak:
1) Aterosklerosis
2) Hiperkoagulasi pada polisitema
3) Arteritris (radang pada arteri)
4) Emboli (Muttaqin, 2008).
b. Hemoragi
Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaracnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembulu darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat menyebabkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga menjadi infark otak, edema dan
mungkin herniasi otak (Muttaqin, 2008).
c. Iskemia
Penurunan aliran darah ke area otak
C. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi stroke berdasarkan keadaan patologis
a. Stroke iskemik
Iskemik terjadi akibat suplay darah ke jaringan otak berkurang, disebabkan karena
obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak. Mekanisme terjadinya iskemik
secara umum dibagi menjadi 5 kategori yaitu:
1) Trombosis
Merupakan pembentukan bekuan atau gumpalan di arteri yang menyebabkan
penyumbatan sehingga mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otak.
Faktor lain terjadinya thrombosis adalah adanya lipohialinosis, invasi vaskuler
oleh tumor, penyakit gangguan pembekuan darah seperti Diseminated
Intravasculer Coagulasi (DIC) dan Trombotic Trombositopenia Purpura (TTP).
2) Emboli
Merupakan benda asing yang berada pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan konklusi atau penyumbatan pada pembuluh darah otak. Sumber
emboli diantaranya adalah udara, tumor, lemak, dan bakteri.
3) Hipoperfusi sistemik
Disebabkan menurunnya tekanan arteri misalnya karena cardiac arrest, emboli
pulmonal, miokardiak infark, aritmia, syok hipovolemik.
4) Penyempitan lumen arteri, dapat terjadi karena infeksi atau proses peradangan,
spasme atau karena kompresi massa dari luar.
b. Stroke Hemorogik
Angka kejadian stroke hemorogik sekitar 15% dari stroke secara keseluruhan.
Stroke ini terjadi karena perdarahan atau pecahnya pembuluh darah otak baik di
subarachnoid, intraserebral maupun karena aneurisma. Angka kematian pasien
dengan stroke hemoragik sekitar 25 – 60% (Black, 2009).
1) Perdarahan intraserebral
Terjadi karena pecahnya arteri-arteri serebral. Kira kira 2/3 pasien dengan
perdarahan serebral terjadi akibat tidak terkontrolnya tekanan darah yang tinggi
atau adanya riwayat hipertensi, penyakit diabetes melitus dan arterisklerosis.
Pasien dengan stroke hemorogik karena perdarahan intraserebral kejadiannya
akut, dengan nyeri kepala berat dan penurunan kesadaran.
2) Perdarahan subarachnoid
Akibat aneurisma atau malformasi vaskuler. Kerusakan otak terjadi karena
adanya darah yang keluar dan mengumpal sehingga mendorong ke area otak dan
pembuluh darah. Gejala klinik yang terjadi adalah perubahan kesadaran, mual,
muntah kerusakan intelektual dan kejang.
3) Aneurima
Merupakan dilatasi pada pembuluh darah arteri otak yang kemudian menjadi
kelemahan pada dinding pembuluh darahnya. Penyebab aneurima belum
diketahui namun diduga karena arterioskelosis, keturunan, hipertensi, trauma
kepala maupun karena bertambahnya umur.
Merupakan gangguan neurologi fokal yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang
dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang muncul akan hilang
secara spontan dalam waktu kurang dari 24 jam. Penyebab terjadinya TIA adalah
aliran darah keotak karena stenosis arteri karotis dan embolus.
Gangguan neurologik yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal sejak
awal serangan dan sedikit memperlihatkan perbaikan.
(Tarwoto. 2013).
Pathway
PTIK/Herniosis serebral
Iskemik/infork
Kerusakan
integritas
Kerusakan kulit
kemunikasi verbal
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda khas dalam mengenali gelaja stroke : (FAST)
a. F: Face (wajah) seperti wajah tertetuk sebelah atau perot
b. A: Arm (tangan) seperti kelemahan pada tangan
c. S: Speack (berbicara) seperti kesulitan bebicara / pelo
d. T: Time (waktu) seperti memanggil panggilan 118 dengan cepat agar dapat di
tolong.
2. Monoparesis : kelemahan satu kaki / satu tangan
3. Parapariesis: kelemahan pada kedua kaki
4. Hemiparesis: kelemahan satu tangan dan satu kaki di kedua sisi tubuh
5. Tetraparesis / quadriparasis : keempat anggota tubuh
(Jusuf Misbach ,2011)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Agiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau
sumbatan arteri
2. Skan tomografi komputer (computer tomography scan)
Mengetahui tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekana
intra kranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya perdarahan subaraknoid dan pendarahan intracranial. Kadar
protein total meningkat, beberapa kasus Thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Maknetic resonance imaging (MRI)
Menunjukkan daerah infark, perdarahan , mal formasi, arteri ovena (MAV)
4. Ultrasonografi doppler (USG doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis aliran darah
atau timbulnya plak) dan arterios klerosis.
5. Elektroensefalogram (electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
6. Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pinal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral ;
Klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perubahan subarkhnoid. (Batticaca,
2012)
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi
Pemeriksaan likour merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likour masih normal
(xantokhom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai 250 mg
didalam serum dan kemudian berangsur-ansur turun kembali.
c. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Muttaqin, 2008)
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
a. Terapi antikoagulan.
Kontraindikasi terapi antikoagulan pada klien dengan riwayat ulkus, uremia dan
kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan secara subkutan atau melalui IV drip.
b. Phenytonin (Dilantin)
Dapat digunakan untuk mencegah kejang.
c. Enteris-coated, misalnya aspirin
Dapat digunakan untuk lebih dulu untuk menghancurkan trombotik dan emboli.
d. Epsilon-aminocaproicacid (Amicar)
Dapat digunakan untuk stabilkan bekuan di atas aneurisma yang ruptur.
e. Caciumchannelblocker (nimodipine)
Dapat diberikan untuk mengatasi vasospasme pembuluh darah.
f. Stroke iskemia
1) Pemberian trombolisis dengan rt-PA ( recombinant tissue plasminogen )
2) Pemberian obat – obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau alfa
beta , kaptropil , antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
g. Stroke haemoragik
1) Antihipertensi : Katropil , antagonis kalsium
2) Diuretik : Manitol 20 % , furosemide
3) Antikonvulsan : Fenitoin.(Tarwoto. 2013).
2. Pembedahan
a. Karotidendarterektomi untuk mengangkat plaqueatherosclerosis.
b. Superior temporal arteri middle serebral arteri anastomosis dengan melalui daerah
yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang
dipengaruhi.
3. Pencegahan
a. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
b. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).
c. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
d. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya).
e. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran).
f. Olahraga yang teratur.
g. Penanganan dan Perawatan Stroke di Rumah
1) Berobat secara teratur ke dokter.
2) Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk
dokter.
3) Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh
yang lemah atau lumpuh.
4) Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
5) Bantu kebutuhan klien.
6) Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
7) Periksa tekanan darah secara teratur.
8) Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) dalam Ariani (2012) adalah sebagai
berikut.
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
2. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari pertama).
a. Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
b. Infark miokard.
c. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada saat penderita
mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular perifer.
4. Menurut Smeltzer (2001) dalam Ariani (2012), komplikasi yang terjadi pada pasien
stroke yaitu sebagai berikut.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.
b. Penurunan darah serebral.
c. Embolisme serebral
g. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul dari
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola
penanganan stress, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguam proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalampola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini memberi
dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawata dan oengobatan memerlukan
dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat memengaruhi keuangan keluarga
sehingga faktor biasa ini dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan
keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah keterbatasan yang diakibatkan oleh
deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan
yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan
individu.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem. (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan denga
keluhan-keluhan dari klien (Muttaqin, 2012).
1) Keadaan umum
Umumnaya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda – tanda vital tekanan
darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang
sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
5) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
7) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN (Upper Motor Neuron) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada salah satu sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit jika klien kekurangan O 2, kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan, maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
8) Pengkajian Tingkat Kesadaran.
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
9) Pengkajian Fungsi Serebral.
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal, dan hemisfer.
Kolaboratif
Konsultasi atau rujuk klien keahli terapi bicara
Kolaboratif
Esther, 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Indonesia, D.K.M.B., 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Jusuf Misbach, 2011. Guideline Stroke Tahun 2011 Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi). Jakarta: Fakultas Kedokteran UR
Muttaqin, A., 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Nina, 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agro Media Pustaka.