Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBROVASKULER ACCIDENT (CVA) + EMBOLI


DI RUANG 26 SARAF
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

PERIODE TANGGAL 11 NOVEMBER -17 NOVEMBER 2019

Oleh :

NAMA : TANTI INDRA NUR CAHYANI

NIM : 172303101029

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN INI TELAH DISAHKAN PADA

TANGGAL ................................. 2019

PEMBIMBING KLINIK MAHASISWA

....................................................... ..................................................
NIP. .............................................. NIM. .....................

PEMBIMBING AKADEMI

.......................................................
NIP. ..............................................

LAPORAN PENDAHULUAN
I. KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI

Cerebrovaskular accident atau stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan
karena berkurangnya atau terhentinya suplay darah secara tiba-tiba. (Meikhana Dwi
Handika. 2016).

Cerebrovaskular accident atau stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya
mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal, dan global, yang berlangsung
24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic. (M. Clevo Rendi. 2012).

Stroke emboli adalah terjadi ketika bekuan darah terbentuk di organ tubuh yang yang
letaknya jauh dari otak, biasanya dalam organ jantung. Jenis bekuan darah ini disebut
dengan istilah embolus.

B. ETIOLOGI
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu kejadian di bawah ini diantaranya:
a. Trombus
Serebral Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehinnga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya (Muttaqin, 2008). Beberapa keadaan di bawah ini yanga dapat
menyebabkan trombus otak:
1) Aterosklerosis
2) Hiperkoagulasi pada polisitema
3) Arteritris (radang pada arteri)
4) Emboli (Muttaqin, 2008).

b. Hemoragi
Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaracnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembulu darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat menyebabkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga menjadi infark otak, edema dan
mungkin herniasi otak (Muttaqin, 2008).
c. Iskemia
Penurunan aliran darah ke area otak
C. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi stroke berdasarkan keadaan patologis

a. Stroke iskemik

Iskemik terjadi akibat suplay darah ke jaringan otak berkurang, disebabkan karena
obstruksi total atau sebagian pembuluh darah otak. Mekanisme terjadinya iskemik
secara umum dibagi menjadi 5 kategori yaitu:

1) Trombosis
Merupakan pembentukan bekuan atau gumpalan di arteri yang menyebabkan
penyumbatan sehingga mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otak.
Faktor lain terjadinya thrombosis adalah adanya lipohialinosis, invasi vaskuler
oleh tumor, penyakit gangguan pembekuan darah seperti Diseminated
Intravasculer Coagulasi (DIC) dan Trombotic Trombositopenia Purpura (TTP).
2) Emboli
Merupakan benda asing yang berada pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan konklusi atau penyumbatan pada pembuluh darah otak. Sumber
emboli diantaranya adalah udara, tumor, lemak, dan bakteri.
3) Hipoperfusi sistemik
Disebabkan menurunnya tekanan arteri misalnya karena cardiac arrest, emboli
pulmonal, miokardiak infark, aritmia, syok hipovolemik.
4) Penyempitan lumen arteri, dapat terjadi karena infeksi atau proses peradangan,
spasme atau karena kompresi massa dari luar.

b. Stroke Hemorogik

Angka kejadian stroke hemorogik sekitar 15% dari stroke secara keseluruhan.
Stroke ini terjadi karena perdarahan atau pecahnya pembuluh darah otak baik di
subarachnoid, intraserebral maupun karena aneurisma. Angka kematian pasien
dengan stroke hemoragik sekitar 25 – 60% (Black, 2009).

1) Perdarahan intraserebral
Terjadi karena pecahnya arteri-arteri serebral. Kira kira 2/3 pasien dengan
perdarahan serebral terjadi akibat tidak terkontrolnya tekanan darah yang tinggi
atau adanya riwayat hipertensi, penyakit diabetes melitus dan arterisklerosis.
Pasien dengan stroke hemorogik karena perdarahan intraserebral kejadiannya
akut, dengan nyeri kepala berat dan penurunan kesadaran.
2) Perdarahan subarachnoid
Akibat aneurisma atau malformasi vaskuler. Kerusakan otak terjadi karena
adanya darah yang keluar dan mengumpal sehingga mendorong ke area otak dan
pembuluh darah. Gejala klinik yang terjadi adalah perubahan kesadaran, mual,
muntah kerusakan intelektual dan kejang.
3) Aneurima
Merupakan dilatasi pada pembuluh darah arteri otak yang kemudian menjadi
kelemahan pada dinding pembuluh darahnya. Penyebab aneurima belum
diketahui namun diduga karena arterioskelosis, keturunan, hipertensi, trauma
kepala maupun karena bertambahnya umur.

2. Klasifikasi stroke berdasarkan perjalanan penyakit.

a. Transient iskemik attack (TIA).

Merupakan gangguan neurologi fokal yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang
dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Gejala yang muncul akan hilang
secara spontan dalam waktu kurang dari 24 jam. Penyebab terjadinya TIA adalah
aliran darah keotak karena stenosis arteri karotis dan embolus.

b. Progresif (stroke in evolution).

Perkembangan stroke terjadi berlahan-lahan sampai akut, munculnya gejala makin


memburuk.proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.

c. Stroke lengkap (stroke complete).

Gangguan neurologik yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal sejak
awal serangan dan sedikit memperlihatkan perbaikan.

(Tarwoto. 2013).

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


1. Patofisiologi
a. Perdarahan intra serebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa atau hematoma yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema disekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra serebral sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, sub kortikal,
nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisme paling sering
didapat pada percabangann pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan piameter dan ventrikel otak, ataupun di
dalam ventrikel otak dan ruang sub arachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke
ruang sub arachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan inta kranial yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatan tekanan intra kranial yang mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan sub arachnoid dapat mengakibatkan vaso
spasme pembuluh darah serebral. Vaso spasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya pada hari ke 5-9, dan dapat menghilang
setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vaso spasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan
pembuluh arteri di ruang sub arachnoid. Vaso spasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,
gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan
oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme
otak, tidak boleh kekurangan dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % maka akan terjadi gejala disfungsi
serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses
metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
(Price & Wilson, 2006)

Pathway

Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik/ iskemik

Peningkatan tekanan Thrombus/Emboli di


sistemik serebral

Aneurisma./APM Suplai darah ke


jaringan serebral tidak
adekuat
Perdarahan
arachnoid/ventrikel
Perfusi jaringan
Vasospasme arteri serebral tidak
Hematoma serebral serebral/saraf serebral efektif

PTIK/Herniosis serebral
Iskemik/infork

Penurunan Penekanan saluran


kesadaran pernafasan Defisit neurologi

Pola nafas Hemifer kanan Hemifer kiri


tidak efektif
Hemiparase/plegi kiri Hemiparase/plegi kanan
Area brocca

Kerusakan fungsi nervous Defisit perawatan Hambatan.


VII dan nervous XII diri mobilitas fisik

Kerusakan
integritas
Kerusakan kulit
kemunikasi verbal

Nutrisi Resiko Kurang pengetahuan


Kurang dari jatuh
kebutuhan
tubuh
(Nurarif & Kusuma, 2013)

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda khas dalam mengenali gelaja stroke : (FAST)
a. F: Face (wajah) seperti wajah tertetuk sebelah atau perot
b. A: Arm (tangan) seperti kelemahan pada tangan
c. S: Speack (berbicara) seperti kesulitan bebicara / pelo
d. T: Time (waktu) seperti memanggil panggilan 118 dengan cepat agar dapat di
tolong.
2. Monoparesis : kelemahan satu kaki / satu tangan
3. Parapariesis: kelemahan pada kedua kaki
4. Hemiparesis: kelemahan satu tangan dan satu kaki di kedua sisi tubuh
5. Tetraparesis / quadriparasis : keempat anggota tubuh
(Jusuf Misbach ,2011)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Agiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau
sumbatan arteri
2. Skan tomografi komputer (computer tomography scan)
Mengetahui tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekana
intra kranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya perdarahan subaraknoid dan pendarahan intracranial. Kadar
protein total meningkat, beberapa kasus Thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Maknetic resonance imaging (MRI)
Menunjukkan daerah infark, perdarahan , mal formasi, arteri ovena (MAV)
4. Ultrasonografi doppler (USG doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis aliran darah
atau timbulnya plak) dan arterios klerosis.
5. Elektroensefalogram (electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
6. Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pinal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral ;
Klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perubahan subarkhnoid. (Batticaca,
2012)
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi
Pemeriksaan likour merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likour masih normal
(xantokhom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai 250 mg
didalam serum dan kemudian berangsur-ansur turun kembali.
c. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Muttaqin, 2008)

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
a. Terapi antikoagulan.
Kontraindikasi terapi antikoagulan pada klien dengan riwayat ulkus, uremia dan
kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan secara subkutan atau melalui IV drip.
b. Phenytonin (Dilantin)
Dapat digunakan untuk mencegah kejang.
c. Enteris-coated, misalnya aspirin
Dapat digunakan untuk lebih dulu untuk menghancurkan trombotik dan emboli.
d. Epsilon-aminocaproicacid (Amicar)
Dapat digunakan untuk stabilkan bekuan di atas aneurisma yang ruptur.
e. Caciumchannelblocker (nimodipine)
Dapat diberikan untuk mengatasi vasospasme pembuluh darah.
f. Stroke iskemia
1) Pemberian trombolisis dengan rt-PA ( recombinant tissue plasminogen )
2) Pemberian obat – obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau alfa
beta , kaptropil , antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
g. Stroke haemoragik
1) Antihipertensi : Katropil , antagonis kalsium
2) Diuretik : Manitol 20 % , furosemide
3) Antikonvulsan : Fenitoin.(Tarwoto. 2013).

2. Pembedahan
a. Karotidendarterektomi untuk mengangkat plaqueatherosclerosis.
b. Superior temporal arteri middle serebral arteri anastomosis dengan melalui daerah
yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang
dipengaruhi.
3. Pencegahan
a. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
b. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).
c. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
d. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya).
e. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran).
f. Olahraga yang teratur.
g. Penanganan dan Perawatan Stroke di Rumah
1) Berobat secara teratur ke dokter.
2) Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk
dokter.
3) Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh
yang lemah atau lumpuh.
4) Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
5) Bantu kebutuhan klien.
6) Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
7) Periksa tekanan darah secara teratur.
8) Segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) dalam Ariani (2012) adalah sebagai
berikut.
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
2. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari pertama).
a. Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
b. Infark miokard.
c. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada saat penderita
mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular perifer.
4. Menurut Smeltzer (2001) dalam Ariani (2012), komplikasi yang terjadi pada pasien
stroke yaitu sebagai berikut.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.
b. Penurunan darah serebral.
c. Embolisme serebral

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial
(Muttaqin, 2012).
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua, jenis kelamin, pendidikan,
laamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsive, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obatan anti koagulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat Pengkajian Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderits hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. 11 Pola pola fungsi kesehatan


1) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan kontrasepsi
oral
2) Pola nutrisi dan metabolik
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut
3) Pola eliminasi
Biasanya terjadi gangguan eliminasi urine dan pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori, mudah
lelah
5) Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang/nyeri otot
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kerusakan
komunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, mudah marah, tidak kooperatif
8) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan pengelihatan kekaburran pandangan,
perabaan/sentuhan menurun padaa muka dan ektremitas yang sakit. Pada pola
kogitif biasanya terjadi penurunanmemori dan proses berfikir
9) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan cva
(stoke) seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis, histamin.
10) Pola penanggulanagn stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berfikir dan kesulitan berkomunikasi
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasnya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

g. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul dari
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola
penanganan stress, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguam proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalampola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini memberi
dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawata dan oengobatan memerlukan
dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat memengaruhi keuangan keluarga
sehingga faktor biasa ini dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan
keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah keterbatasan yang diakibatkan oleh
deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan
yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan
individu.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem. (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan denga
keluhan-keluhan dari klien (Muttaqin, 2012).

1) Keadaan umum
Umumnaya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda – tanda vital tekanan
darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang
sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
5) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
7) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN (Upper Motor Neuron) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada salah satu sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit jika klien kekurangan O 2, kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan, maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
8) Pengkajian Tingkat Kesadaran.
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, maka penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
9) Pengkajian Fungsi Serebral.
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal, dan hemisfer.

C. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN (SESUAI DENGAN PATHWAY)


1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intra cranial.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
3. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
4. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
5. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek batuk dan
menelan, immobilisasi.
6. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.
7. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
menelan.
8. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC
Gangguan perfusi jaringan serebral b.d Tujuan Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
gangguan aliran darah sekunder akibat Setelah dilakukan tindakan 3 X 24 jam (Monitor tekanan intrakranial)
peningkatan tekanan intra cranial. diharapkan gangguan perfusi jaringan a. Berikan informasi kepada keluarga
Definisi membaik dengan : b. Set alarm
Penurunan pemberian oksigen dalam kegagalan Kriteria hasil c. Monitor tekanan perfusi serebral
memberi makan jaringan pada tingkat kapiler a. Mendemonstrasikan status d. Catat respon pasien terhadap stimuli
Batasan karakteristik sirkulasi yang ditandai dengan : e. Monitor tekanan intrakranial pasien dan
Renal - Tekanan systole dan diastole respon neurology terhadap aktivitas
1. Perubahan tekanan darah di luar batas dalam rentang yang diharapkan f. Monitor jumlah drainage cairan
parameter - Tidak ada ortostatikhipertensi serebrospinal
2. Hematuria - Tidak ada tanda tanda g. Monitor intake dan output cairan
3. Oliguri/anuria peningkatan tekanan intrakranial h. Restrain pasien jika perlu
4. Elevasi/penurunan BUN/rasio kreatinin (tidak lebih dari 15 mmHg) i. Monitor suhu dan angka WBC
Gastro Intestinal b. Mendemonstrasikan kemampuan j. Kolaborasi pemberian antibiotik
1. Secara usus hipoaktif atau tidak ada kognitif yang ditandai dengan: k. Posisikan pasien pada posisi semifowler
2. Nausea - berkomunikasi dengan jelas l. Minimalkan stimuli dari lingkungan
3. Distensi abdomen dan sesuai dengan kemampuan
4. Nyeri abdomen atau tidak terasa lunak - menunjukkan perhatian, Peripheral Sensation Management
(tenderness) konsentrasi dan orientasi (Manajemen sensasi perifer)
Peripheral - memproses informasi a. Monitor adanya daerah tertentu yang
1. Edema - membuat keputusan dengan hanya peka terhadap
2. Tanda Homan positif benar panas/dingin/tajam/tumpul
3. Perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, c. Menunjukkan fungsi sensori b. Monitor adanya paretese
air/kelembaban) motori cranial yang utuh : tingkat c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
4. Denyut nadi lemah atau tidak ada kesadaran mambaik, tidak ada kulit jika ada lsi atau laserasi
5. Diskolorisasi kulit gerakan gerakan involunter d. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
6. Perubahan suhu kulit e. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
7. Perubahan sensasi punggung
8. Kebiru-biruan f. Monitor kemampuan BAB
9. Perubahan tekanan darah di ekstremitas g. Kolaborasi pemberian analgetik
10. Bruit h. Monitor adanya tromboplebitis
11. Terlambat sembuh i. Diskusikan mengenai penyebab perubahan
12. Pulsasi arterial berkurang sensasi
13. Warna kulit pucat pada elevasi, warna tidak
kembali pada penurunan kaki
Cerebral
1. Abnormalitas bicara
2. Kelemahan ekstremitas atau paralis
3. Perubahan status mental
4. Perubahan pada respon motorik
5. Perubahan reaksi pupil
6. Kesulitan untuk menelan
7. Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
1. Perubahan frekuensi respirasi di luar batas
parameter
2. Penggunaan otot pernafasan tambahan
3. Balikkan kapiler > 3 detik (Capillary refill)
4. Abnormal gas darah arteri
5. Perasaan ”Impending Doom” (Takdir
terancam)
6. Bronkospasme
7. Dyspnea
8. Aritmia
9. Hidung kemerahan
10. Retraksi dada
11. Nyeri dada

Faktor yang berhubungan


1. Hipovolemia
2. Hipervolemia
3. Aliran arteri terputus
4. Exchange problems
5. Aliran vena terputus
6. Hipoventilasi
7. Reduksi mekanik pada vena dan atau aliran
darah arteri
8. Kerusakan transport oksigen melalui
alveolar dan atau membran kapiler
9. Tidak sebanding antara ventilasi dengan
aliran darah
10. Keracunan enzim
11. Perubahan afinitas/ikatan O2 dengan Hb
12. Penurunan konsentrasi Hb dalam darah

Hambatan mobilitas fisik berhubungan Tujuan Pemberian posisi:


dengan kerusakan neuromuscular, penurunan Setelah dilakukan tindakan 3 X 24 Independen
kekuatan/ kontrol otot, penurunan daya tahan. jam, klien diharapkan mampu: a. Kaji kemampuan fungsi dan luas hambatan
(sebutkan tingkat dan skalanya) Kriteria hasil pada saat pertama kali dan secara teratur.
Tingkat 0 : Mandiri total Konsekuensi imobilitas: fisiologis Klasifikasi sesuai dengan skala 0-4. Ubah
Tingkat 1 : Memerlukan penggunaan peralatan a. Mempertahankan atau posisi minimal setiap 2 jam (terlentang,
atau alat bantu meningkatkan kekuatan dan fungsi miring) dan kemungkinan lebih sering jika
Tingkat 2 : Memerlukan bantuan dari orang bagian tubuh yang terganggu atau klien diposisikan miring kesisi bagian tubuh
lain untuk pertolongan, pengawasan atau yang terpengaruh. yang terganggu.
pengajaran b. Mempertahankan posisi fungsi b. Posisikan tengkurap satua atau dua kali sehari
Tingkat 3 : Membutuhkan bantuan dari orang yang optimal sebagaimana jika klien dapat menoleransinya.
lain dan peralatan atau alat bantu dibuktikan dengan tidak terjadi c. Sangga ekstremitas dalam posisi fungsional,
Tingkat 4 : Ketergantungan, tidak kontraktur dan footdrop. gunakan papan kaki selama periode paralisis
berpartisipasi dalam aktivitas c. Mendemonstrasikan teknik dan flaksit. Pertahankan posisi kepala netral.
Definisi perilaku yang memampukan d. Gunakan mitela lengan ketiaka klien berada
Keterbatasan dalam pergerakan fisik mandiri pelaksanaan kembali aktivitas. dalam posisi duduk tegap, sesuai indikasi.
dan terarah pada tubuh atau satu ektermitas atau d. Mempertahankan integritasi kulit e. Evaluasi pengguanaan dan perlunya bantuan
lebih e. Pasien mampu memenuhi ADL posisi dan beban selama paralisis spatik:
Batasan karakteristik 1) Letakkan bantal dibawah aksila untuk
1. Penurunan waktu reaksi mengapduksi lengan.
2. Kesulitan membolak balik posisi tubuh 2) Elavasikan lengan dan tangan.
3. Asik dengan aktivitas lain sebagai pengganti 3) Letakkan gulungan tangan yang keras
pergerakan dalam telapak tangan dengan jari dan ibu
4. Dispnea saat beraktivitas jari berhadapan.
5. Perubahan cara berjalan 4) Letakkan lutut dan pinggul dalam posisi
6. Pergerakan menyentak ekstensi.
7. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan 5) Pertahankan tungakai dalam posisi netral
ketrampilan motorik halus dengan trokanter roll.
8. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan 6) Hentikan pengguanaan papan kaki, jika
ketrampilan motorik kasar tepat.
9. Keterbatasan rentang pergerakan sendi f. Observasi warna, edema, atau tanda lain dari
10. Tremor yang diinduksi oleh pergerakan perburukan sirkulasi pada sisi yang terganggu.
11. Ketidakstabilan postur tubuh g. Inspeksi kulit secara teratur, terutama diatas
12. Melambatnya pergerakan tonjolan tulang, secara berlahan masaase
13. Gerakan tidak teratur atau tidak setiap area kemerahan dan beri bantuan
terkoordinasi
Faktor yang berhubungan Terapi latihan: kontrol otot
1. Intoleransi aktivitas Independen
2. Perubahan metabolisme sel a. Mulai latihan rentang gerak aktif atau pasif
3. Ansietas kesemua ekstemitas.
4. Gangguan kognitif b. Bantu klien mengembangkan keseimbangan
5. Kelemahan saat duduk
6. Penurunan daya tahan c. Dudukkan klien dikursi segera setelah tanda
7. Penurunan kekuatan , kendali, atau massa vital stabil.
otot d. Bantali alas duduk kursi dengan busa, jel, atau
8. Defisiensi pengetahuan tentangnilai aktifitas bantal berisi air dan bantu klien memindahkan
fisik berat badannya secara sering.
9. Ketidaknyamanan e. Tetapkan tujuan dengan klien atau orang dekat
10. Kaku sendi atau kontraktur untuk meningkatkan partisipasi dalam
11. Ganguan muskuloskleletal aktivitas dalam, latiahan, perubahan posisi.
12. Gangguan Neuromuskular f. Dorong klien untuk membantu pergerakan dan
13. Nyeri latihan menggunakan ekstremitas yang tidak
14. Gaya hidup kurang gerak terpengaruh untuk menopang dan
menggerakkan sisi yang lemah.
Kolaboratif:
a. Konsultasi dengan ahli terapi fisik mengenai
latihan aktif, resistif dan ambulasi klien.

Hambatan komunikasi verbal Tujuan Peningkatan komunikasi: defisit bicara


Setelah dilakukan tindakan 3 X 24 Independen
Definisi jam, klien diharapkan mampu: a. Kaji tipe dan derajat disfungsi, seperti afasia
Penurunan, pelambatan, atau ketiadaan Kriteria hasil reseptif-klien tampaknya tidak memahami
kemampuan untuk menerima, memproses, Komunikasi: kata-kata atau afasia ekspretif-klien
mengiring, dan atau menggunakan sistem a. Mengidikasikan pemahaman mengalami kesulitan berbicara atau membuat
simbol. tentang masalah komunikasi. paham diri sendiri.
b. Menetapkan metode komunikasi a. Bedakan afasia dari disartria.
Batasan karakteristik yang dapat mengekspresikan b. Dengarkan kesalahan dalam percakapan dan
Objektif kebutuhan. berikan umpan balik.
1. Tidak ada kontak mata atau kesulitan dalam c. Menggunakan sumber dengan c. Minta klien mengikuti perintah sederhana,
kehadiran tertentu tepat. seperti “tutup mata anda”, tunjuk kepintu”,
2. Kesulitan mengungkapkan pikiran secara ulangi kata-kata atau kalimat sederhana.
verbal (mis., afasia, disfasia, apraksia, dan d. Tunjuk benda-benda dan minta klien
disleksia) menyebutkan nama benda tersebut.
3. Kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat e. Minta klien menghasilkan suara sederhana,
(ms., afonia, dislalia, dan disartria) seperti “sh”, “ket”.
4. Ketidakmampuan atau kesulitan dalam f. Minta klien menuliskan nama dan atau
menggunakan ekspresi tubuh atau wajah kalimat pendek. Jika tidak mampu menulis,
5. Kesulitan dalam berbicara atau minta klien membaca sebuah kalimat pendek.
mengungkapkan dengan kata-kata b. Beri catatan diruang jaga perawat dan kamar
6. Disorientasi klien tentang gangguan bicara. Beri bel
7. Tidak dapat berbicara panggilan khusus jika perlu.
8. Bicara pelo c. Beri metode komunikasi alternatif, seperti
menulis atau merasakan papan dan gambar.
Faktor yang berhubungan: Beri isarat visual-gestur, gambar-daftar
1. Kelemahan sistem musculos skeletal “kebutuhan”, dan demonstrasi.
2. Penurunan sirkulasi keotak, perubahan d. Antisipasi dan berikan kebutuhan klien.
sistem saraf pusat (SSP) e. Bicara secara langsung dengan klien, bicara
secara berlahan dan jelas. Gunakan pertanyaan
tertutup dengan jawaban YA atau TIDAK di
awal, berlanjut kepertanyaan kompleks sesuai
dengan respon klien.
f. Bicara dengan volume normal dan hindari
berbicara terlalu cepat. Beri waktu yang cukup
untuk klien berespon. Bicara tanpa memberi
tekanan untuk mendapat respon.
g. Dorong orang dekat dengan yang menjenguk
klien untuk tetap berupaya berkomunikasi
dengan klien, seperti membaca surat dan
mendiskusikan apa saja yang terjadi dalam
keluarga bahkan jika klien tidak mampu
berespon dengan tepat.
h. Diskusikan topik yang familier-pekerjaan,
keluarga, hobi, dan peristiwa terbaru.
i. Hargai kemampuan klien sebelum cedera;
hindari berbicara merendahkan klien atau
membuat komentar yang menunjukkan
superioritas.

Kolaboratif
Konsultasi atau rujuk klien keahli terapi bicara

Defisit perawatan diri (mandi berpakaian , Tujuan Bantuan perawatan diri:


makan, eliminasi) Setelah dilakukan tindakan 3 X 24 Independen
jam, klien diharapkan mampu: a. Kaji kemampuan dan tingkat defisit (skala 0
Definisi: Kriteria hasil sampai 4) untuk melaksanakan tugas sek
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau Perawatan diri: status mencapai tugas sehari-hari
menyelesaikan aktifitas mandi, berpakaian, a. Mendemonstrasikan perubahan b. Hindari melakukan hal-hal untuk klien yang
makan, eliminasi mandiri. teknik dan gaya hidup untuk dapat klien lakukan sendiri, beri bantuan
memenuhi kebutuhan perawatan sesuai kebutuhan
Batasan karakteristik: diri. c. Waspadai perilaku impulsif atau tindakan
1. Ketidakmampuan untuk mandi b. Melaksanakan aktivitas perawatan yang menunjukkan gangguan penilaian
2. Hambatan kemampuan untuk berpakaian diri dalam tingkat kemampuan d. Pertahankan sikap suportif yang tegas. Beri
3. Ketidakmampuan untuk berpakaian sendiri. waktu yang cukup kepada klien untuk
4. Ketidakmampuan untuk makan c. Mengidentifikasi sumber personal mencapai tugas
5. Ketidakmampuan untuk melakukan higiene dan komunitas yang dapat e. Beri umpan balik positif untuk upaya dan
eliminasi memberikan bantuan sesuai pencapaian.
6. Ketidakmampuan untuk melakukan kebutuhan. f. Buat rencana untuk defisit visual yang ada
eliminasi di toilet seperti berikut:
1) Letakkan makanan dan perlengkapan
Faktor yang berhubungan: makan pada nampan di sisi tubuh klien
1. Kerusakan neuromuskular, kelemahan, yang tidak terganggu.
status mobilitas 2) Atur tempat tidur sehingga sisi tubuh klien
2. Kerusakan persepsi atau kognitif yang tidak terganggu menghadap ruangan
3. Nyeri ketidak nyamanan dengan sisi tubuh klien yang terganggu
pada dinding.
3) Posisikan furnitur menempel pada dinding,
diluar dari alur lalu-lalang.
g. Beri alat swabantu, seperti kancing atau kaitan
racleting, kombinasi pisau-garpu, sikat
berganggang panjang, alat
penyambung/ekstensi untuk mengambil
barang-barang dari lantai, peninggi toilet, tas
tungkai untuk kateter, dan kursi sower. Bantu
dan dorong pakaian yang baik dan kebiasaan
berias.
h. Dorong orang dekat untuk membiarkan klien
melakukan tindakan sebanyak mungkin untuk
dirinya sendiri.
i. Kaji kemampuan klien untuk
mengkomunikasikan kebutuhan untuk
berkemih dan kemampuan menggunakan
pispot berkemih atau pispot berdefekasi. Bawa
klien ke kamar mandi dengan sering dan
jadwalkan interval untuk berkemih jika tepat.
j. Indentifikasi kebiasaan usus sebelumnya dan
tetap kembali regimen yang normal.
Tingkatkan serap dalam diet. Dorong asupan
cairan dan tingkatkan aktivitas.

Kolaboratif

a. Beri supositoria dan pelunak feses


b. Konsultasi dengan tim rehabilitasi, seperti ahli
terapi fisik atau okupasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, T.A., 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika.

Batticaca, F.B., 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Esther, 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Indonesia, D.K.M.B., 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Jusuf Misbach, 2011. Guideline Stroke Tahun 2011 Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi). Jakarta: Fakultas Kedokteran UR
Muttaqin, A., 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Nina, 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Wilkinson, J.M., 2016. Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA-I, Intervensi


NIC, Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai