Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

DIABETES MELITUS

Pembimbing:
dr. Deden Djatnika, Sp.PD

Disusun oleh:
Puteri Kemala Indah Fedina
1102015179

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB. BEKASI
PERIODE SEPTEMBER – NOVEMBER 2019

0
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Rohyanti
Usia : 48 tahun
Tanggal Lahir : 21 Juni 1971
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tambun selatan
Agama : Islam
Tanggal masuk Rumah Sakit : 18 September 2019

II. ANAMNESA
A. Keluhan utama : Lemas
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan lemas sejak 2 hari SMRS. Keluhan lemas
tidak membaik setelah istirahat dan hingga tidak kuat untuk bangun.
Keluhan ini disertai dengan mual sejak 2 hari SMRS. Mual muncul tiba- tiba dan
tidak dipicu oleh makanan. Pasien mengaku nafsu makan bertambah namun berat badan
menurun dalam 2 minggu. Berat badan pasien sebelumnya adalah 66 kg menjadi 55 kg.
Pasien mengeluh sering buang air kecil (BAK) sejak 4 hari SMRS. Setiap pasien BAK
lama dan banyak. Pasien buang air kecil pada malam hari sebanyak 3x dan siang hari 3x.
Pasien juga mengeluhkan ingin minum terus karena sangat haus sejak ± 1 minggu SMRS.
Pasien mengaku dapat minum 4 gelas es the manis dalam 1 hari untuk melepas dahaga.
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, dan
diabetes melitus sebelumnya. Pasien berobat diklinik dan diberi obat paracetamol,
antibiotik dan obat magh.
C. Riwayat penyakit dahulu : Pasien belum pernah mengalami gejala seperti ini
sebelumnya.
D. Riwayat penyakit keluarga : Ibu pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes
melitus selama 18 tahun.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis (GCS E4 M6 V5)

1
Tanda Vital
Tekanan Darah:100/70 mmHg
Nadi : 75x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5 C
Status Gizi :
Berat badan : 75kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 75kg/ 1,6m x 1,6m = 75 kg/2,56 m2
: 29,3 (Overweight)

STATUS GENERALIS
Kepala : normocephale, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Conjunctiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), pupil isokor
Telinga : Normal, Nyeri Tekan tragus (-)
Hidung : Pernapasan Cuping Hidung (-/-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), uvula ditengah, tonsil T1/T1
Mulut : Peri oral sianosis (-), lidah normal
Leher : Jugular Vein Pressure (JVP) normal (5+2), Kelenjar Getah Bening dan
tiroid tidak membesar, trakea tidak deviasi
Thorax
Paru
Inspeksi : Pergerakan Hemithoraks simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris kanan kiri, Massa (-)
Perkusi : Sonor (+/+) seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS IV,
kuat angkat
Perkusi :
Batas jantung kiri : Linea midklavikularis sinistra ICS V

2
Batas jantung kanan : Linea parasternalis kanan ICS IV
Batas pinggang jantung : Linea parasternalis sinistra ICS II
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Normal, asites (-), Caput Medusa (-), Spider nevi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time <2 detik, edema (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,0 13 – 18 g/dL
Hematokrit L 35 40 – 54%
Eritrosit 4,61 4.60 – 6.20 juta/uL
Leukosit 7800 5000 – 10.000/uL
Trombosit 397.000 150.000 – 450.000/uL
MCV L 77 80 – 96 fL
MCH 28 28 – 33 pg
MCHC H 37 33 – 36 g/dL
Hitung Jenis :
Basofil 0 0–1%
Eosinofil 2 1–6%
Neutrofil 66 50 – 70 %
Limfosit 25 20 – 40 %
Monosit 7 2–9%
Laju endap darah H 58 <10 mm/jam

Kimia klinik
Natrium (Na) L 129 135 – 145 mmol/L
Kalium (K) 5 3.5 – 5.0 mmol/L

3
Klorida (Cl) 100 98 – 106 mmol/L

Ureum Keatinin
Ureum H 69 15 – 40mg/dL
Kreatinin H 1,1 0,51 – 0.95mg/dL
eGFR L 59,5 >60mL/Min/1,73m2

SGOT (AST) 24 < 32 U/L


SGPT (ALT) H 33 <31U/L
Glukosa Sewaktu Stik H 393 80 – 170

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 2 hari SMRS. Keluhan ini disertai
dengan mual, nafsu makan bertambah namun berat badan menurun dalam 2 minggu. Pasien
mengeluh sering buang air kecil (BAK). Pasien buang air kecil pada malam hari sebanyak
3x dan siang hari 3x. Pasien juga mengeluhkan ingin minum terus karena sangat haus sejak
± 1 minggu SMRS. Pasien mengaku dapat minum 4 gelas es teh manis dalam 1 hari untuk
melepas dahaga. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan hiperglikemia, peningkatan ureum kreatinin, dan penurunan eGFR.
VI. RENCANA PEMERIKSAAN
HbA1C
VII. DIAGNOSIS KERJA
Diabetes melitus
VIII. TERAPI
Terapi di IGD Terapi di Ruang Inap
Loading Nacl 0.9% 2 kolf IVFD Nacl 0,9%
Nacl 0,9% 20 tpm Inj. Ranitidine 2x50mg
Inj. Ondansentron 3x4mg
Glimepirid 1x2mg
Metformin 3x 500mg
Acarbose 3x100mg

4
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
X. FOLLOW UP
Jumat, 20 September 2019
S/ Lemas (-) sudah bisa kekamar mandi, Bak 1x pagi dan 1x malam
O/ Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Composmentis
Tekanan darah: 100/70, Nadi 80x/menit, Respiratory rate 20x/menit, suhu 36,5C
GDS Pagi 197
Hb 12,3 g/dL Ht 34% Eritrosit 4,28 x 106 juta/uL Trombosit 385.000 /uL

5
DISKUSI KASUS
1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien sudah benar?

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin.
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada
tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari 3P (poliuria, polidipsia, dan
polifagia) dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Gejala yang tidak khas DM
diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
dan pruritus vulva.

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam


menentukan DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan
yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

KRITERIA DIAGNOSIS DM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.

Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200mg/dL 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200mg/dL dengan keluhan klasik

Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 %

6
Gambar 1. Langkah – langkah diagnostik DM dan toleransi glukosa terganggu
Sumber:
Pada kasus ini, pasien mengalami gejala mengeluh sering buang air kecil (BAK),
ingin minum terus, nafsu makan bertambah yang merupakan gejala khas dari DM yaitu 3P
(Poliuria, Polidipsia, dan Polifagia) dengan penurunan berat badan pasien yaitu 66 kg
menjadi 55 kg. Pasien juga mengalami keluhan lemas yang merupakan salah satu gejala
tidak khas pada penyakit DM.

Hiperglikemia merupakan suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa


dalam darah melebihi batas normal. Pada pemeriksaan penunjang kasus ini didapatkan
hiperglikemia yaitu Glukosa Sewaktu Stik 393 mg/dL. Menurut langkah – langkah
diagnostik DM, pasien mempunya gejala khas pada DM dengan hasil glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dL dapat didiagnosis penyakit Diabetes Melitus.

7
2. Apakah penyebab keluhan pada pasien ini?

Resistensi Insulin

Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya Diabetes Melitus tipe 2 secara
genetic adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin
merupakan kondisi umum bagi orang – orang dengan berat badan overweight atau obesitas.
Insulin tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa
pancreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi
insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi
insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia
kronik. Resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari normal
yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia. Pada tingkat seluler, resistensi
insulin menunjukan kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai dari pre
reseptor, reseptor, dan post reseptor.

Disfungsi Sel Beta Pankreas

Pada perjalanan penyakit DM terjadi penurunan fungsi sel beta pankreas dan
peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia kronik dengan
segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak memperburuk disfungsi sel beta
pankreas. Sebelum diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat memproduksi
insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin. Pada tahap
lanjur dari perjalanan DM tipe 2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan amyloid,
akibatnya produksi insulin mengalami penurunan sedemikian rupa, sehingga secara klinis
DM tipe 2 mnjadi kekurangan insulin secara absolut.

3. Bagaimana tatalaksana pada pasien tersebut?

a) Terapi non – farmakologis

Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik.

8
• Materi tentang perjalanan penyakit DM
• Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan
• Penyulit DM dan risikonya.
• Perilaku hidup sehat bagi penyandang diabetes melitus

Terapi Gizi Medis


Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing – masing individu.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
1. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 46 – 65% total asupan energi. Pembatasan
karbohidrat total <130g/hari tidak dianjurkan. Dianjurkan makan tiga kali sehari
dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 – 25 % kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Konsumsi kolesterol dianjurkan
<200 mg/hari.
3. Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang
baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang – kacangan, tahu dan tempe.
4. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu
<2300 mg perhari. Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual. Sumber natrium antara lain adalah garam
dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoate dan natrium
nitrit.
5. Serat
Penyandang DM dianjurkan mengkonsumsi serat dari kacang – kacangan, buah

9
dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. Anjuran konsumsi serat
adalah 20 – 35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber bahan makanan.

B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25 –
30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain – lain.
Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:
 Cara perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
90% x (TB dalam cm – 100) x 1kg
Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm,
rumus dimodifikasikan menjadi:
(TB dalam cm – 100) x 1 kg
BB Normal: BB ideal ± 10%
Kurus : Kurang dari BBI - 10%
Gemuk : Lebih dari BBI + 10%
 Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT = BB (kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT:
- BB kurang <18,5
- BB normal 18,5 – 22,9
- BB lebih ≥ 23,0
o Dengan risiko 23,0 – 24,9
o Obesitas I 25,0 – 29,9
o Obesitas II ≥ 30
Faktor – faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
a. Jenis kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan 25 kal/kgBB sedangkan untuk
pria sebesar 30 kal/kgBB.

10
b. Umur
Pasien 40 – 59 tahun dikurangi 5%, 60 – 69 tahun dikurangi 10% dan pasien diatas
70 tahun dikurangi 20%.
c. Aktivitas fisik atau pekerjaan
- Penambahan 10% pada keadaan istirahat
- Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga.
- Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai industri ringan,
mahasiswa, militer yang sedang tidak perang
- Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet, militer
dalam keadaan latihan.
- Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang becak, tukang
gali.
d. Stress metabolik
Pada stress metabolik terdapat penambahan 10 – 30% tergantung dari beratnya
stress metabolic (sepsis, operasi, trauma).
e. Berat badan
- Bila kegemukan dikurangi sekitar 20 – 30% tergantung kepada tingkat
kegemukan
- Bila kurus ditambah sekitar 20 – 30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB.

Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan Diabetes Melitus
tipe 2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan
jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3 – 5 kali perminggu selama sekitar 30 – 45
menit, dengan total 150 menit per minggu

b) Terapi farmakologis

1. Obat antihiperglikemia oral

a. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue)

11
• Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Efek hipoglikemia sulfonylurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pancreas.
Berdasarkan lama kerjanya, SU dibagi menjadi tiga golongan yaitu generasi
pertama (acetohexamide, tolbutamide dan chlorpropamide), generasi kedua
(glibenclamide, glipizide dan gliclazide) dan generasi ketiga (glimepiride).
• Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam benzoate) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsrobsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan dieksresi secara cepat melalui hati.

b. Peningkatan Sensitivitas terhadap insulin

• Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM. Dois
metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30 –
60 ml/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan
seperti: GFR<30mL/menit/1,73m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien –
pasien dengan kencenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung). Efek samping yang
mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dyspepsia.
• Tiazolidindion
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR – gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara
lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion

12
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung karena dapat memperberat edema/retensi cairan.

c. Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan


Penghambat Alfa Glukosidase merupakan obat yang bekerja dengan
memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini memperlambat dan
pemecahan dan penyerapan karbohidrat komplekk dengan menghambat enzim
alpha glucosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian
proksimal usus halus. Penghambat glucosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR ≤ 30ml/min/1,73m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.

d. Penghambatan DPP – IV (dipeptidyl peptidase IV)

Obat golongan penghambat DPP – IV menghambat kerja enzim DPP – IV


sehingga GLP – 1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas
GLP – 1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon
bergantung kadar glukosa darah. Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan
Linagliptin.

e. Penghambat SGLT – 2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

Obat golongan penghambat SGLT – 2 merupakan obat antidiabetes oral


jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk
goongan ini antara lain: Canaglifozin, Empagliflozin, Dapaglifozin, Ipraglifozin.

2. Obat antihiperglikemia suntik

a. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:


- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

13
- Krisis hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makanan

Gambar 2. Tabel Jenis Insulin berdasarkan waktu


Sumber: Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2di Indonesia

14
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan
glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral
maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).

b. Agonis GLP – 1 / Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP – 1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP – 1 dapat bekerja pada sel beta sehingga terjadi
peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan
menghambat pelepasan glucagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan
berat badan agonis GLP – 1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan
pada pasien DM dengan obesitas. Obat yang termasuk golongan ini adalah
Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.

Gambar 3. Algoritme Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia


Sumber: Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2di Indonesia

15
Kriteria pengendalian DM didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa, kadar
HbA1c, dan profil lipid. Definisi DM yang terkendali baik adalah kadar glukosa darah,
kadar lipid, dan HbA1c mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun tekanan
darah sesuai target yang ditentukan.

Gambar 4. Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus


Sumber: Ilmu penyakit dalam Jilid II

16
DAFTAR PUSTAKA

Decroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam. P 1 – 4
Djoko Widodo. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing; P 2315 – 2336
Kasper, A Fauci, S Hauser et al. 2016. Harrison’s Manual of Medicine, 19th Edition.
USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 801
Perkeni, 2015, Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai