Preskas DM
Preskas DM
DIABETES MELITUS
Pembimbing:
dr. Deden Djatnika, Sp.PD
Disusun oleh:
Puteri Kemala Indah Fedina
1102015179
0
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Rohyanti
Usia : 48 tahun
Tanggal Lahir : 21 Juni 1971
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tambun selatan
Agama : Islam
Tanggal masuk Rumah Sakit : 18 September 2019
II. ANAMNESA
A. Keluhan utama : Lemas
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan lemas sejak 2 hari SMRS. Keluhan lemas
tidak membaik setelah istirahat dan hingga tidak kuat untuk bangun.
Keluhan ini disertai dengan mual sejak 2 hari SMRS. Mual muncul tiba- tiba dan
tidak dipicu oleh makanan. Pasien mengaku nafsu makan bertambah namun berat badan
menurun dalam 2 minggu. Berat badan pasien sebelumnya adalah 66 kg menjadi 55 kg.
Pasien mengeluh sering buang air kecil (BAK) sejak 4 hari SMRS. Setiap pasien BAK
lama dan banyak. Pasien buang air kecil pada malam hari sebanyak 3x dan siang hari 3x.
Pasien juga mengeluhkan ingin minum terus karena sangat haus sejak ± 1 minggu SMRS.
Pasien mengaku dapat minum 4 gelas es the manis dalam 1 hari untuk melepas dahaga.
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, dan
diabetes melitus sebelumnya. Pasien berobat diklinik dan diberi obat paracetamol,
antibiotik dan obat magh.
C. Riwayat penyakit dahulu : Pasien belum pernah mengalami gejala seperti ini
sebelumnya.
D. Riwayat penyakit keluarga : Ibu pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes
melitus selama 18 tahun.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis (GCS E4 M6 V5)
1
Tanda Vital
Tekanan Darah:100/70 mmHg
Nadi : 75x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5 C
Status Gizi :
Berat badan : 75kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 75kg/ 1,6m x 1,6m = 75 kg/2,56 m2
: 29,3 (Overweight)
STATUS GENERALIS
Kepala : normocephale, rambut tidak mudah dicabut
Mata : Conjunctiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), pupil isokor
Telinga : Normal, Nyeri Tekan tragus (-)
Hidung : Pernapasan Cuping Hidung (-/-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), uvula ditengah, tonsil T1/T1
Mulut : Peri oral sianosis (-), lidah normal
Leher : Jugular Vein Pressure (JVP) normal (5+2), Kelenjar Getah Bening dan
tiroid tidak membesar, trakea tidak deviasi
Thorax
Paru
Inspeksi : Pergerakan Hemithoraks simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal simetris kanan kiri, Massa (-)
Perkusi : Sonor (+/+) seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS IV,
kuat angkat
Perkusi :
Batas jantung kiri : Linea midklavikularis sinistra ICS V
2
Batas jantung kanan : Linea parasternalis kanan ICS IV
Batas pinggang jantung : Linea parasternalis sinistra ICS II
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Normal, asites (-), Caput Medusa (-), Spider nevi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time <2 detik, edema (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,0 13 – 18 g/dL
Hematokrit L 35 40 – 54%
Eritrosit 4,61 4.60 – 6.20 juta/uL
Leukosit 7800 5000 – 10.000/uL
Trombosit 397.000 150.000 – 450.000/uL
MCV L 77 80 – 96 fL
MCH 28 28 – 33 pg
MCHC H 37 33 – 36 g/dL
Hitung Jenis :
Basofil 0 0–1%
Eosinofil 2 1–6%
Neutrofil 66 50 – 70 %
Limfosit 25 20 – 40 %
Monosit 7 2–9%
Laju endap darah H 58 <10 mm/jam
Kimia klinik
Natrium (Na) L 129 135 – 145 mmol/L
Kalium (K) 5 3.5 – 5.0 mmol/L
3
Klorida (Cl) 100 98 – 106 mmol/L
Ureum Keatinin
Ureum H 69 15 – 40mg/dL
Kreatinin H 1,1 0,51 – 0.95mg/dL
eGFR L 59,5 >60mL/Min/1,73m2
V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 2 hari SMRS. Keluhan ini disertai
dengan mual, nafsu makan bertambah namun berat badan menurun dalam 2 minggu. Pasien
mengeluh sering buang air kecil (BAK). Pasien buang air kecil pada malam hari sebanyak
3x dan siang hari 3x. Pasien juga mengeluhkan ingin minum terus karena sangat haus sejak
± 1 minggu SMRS. Pasien mengaku dapat minum 4 gelas es teh manis dalam 1 hari untuk
melepas dahaga. Pada pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan hiperglikemia, peningkatan ureum kreatinin, dan penurunan eGFR.
VI. RENCANA PEMERIKSAAN
HbA1C
VII. DIAGNOSIS KERJA
Diabetes melitus
VIII. TERAPI
Terapi di IGD Terapi di Ruang Inap
Loading Nacl 0.9% 2 kolf IVFD Nacl 0,9%
Nacl 0,9% 20 tpm Inj. Ranitidine 2x50mg
Inj. Ondansentron 3x4mg
Glimepirid 1x2mg
Metformin 3x 500mg
Acarbose 3x100mg
4
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
X. FOLLOW UP
Jumat, 20 September 2019
S/ Lemas (-) sudah bisa kekamar mandi, Bak 1x pagi dan 1x malam
O/ Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Composmentis
Tekanan darah: 100/70, Nadi 80x/menit, Respiratory rate 20x/menit, suhu 36,5C
GDS Pagi 197
Hb 12,3 g/dL Ht 34% Eritrosit 4,28 x 106 juta/uL Trombosit 385.000 /uL
5
DISKUSI KASUS
1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien sudah benar?
KRITERIA DIAGNOSIS DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200mg/dL 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
6
Gambar 1. Langkah – langkah diagnostik DM dan toleransi glukosa terganggu
Sumber:
Pada kasus ini, pasien mengalami gejala mengeluh sering buang air kecil (BAK),
ingin minum terus, nafsu makan bertambah yang merupakan gejala khas dari DM yaitu 3P
(Poliuria, Polidipsia, dan Polifagia) dengan penurunan berat badan pasien yaitu 66 kg
menjadi 55 kg. Pasien juga mengalami keluhan lemas yang merupakan salah satu gejala
tidak khas pada penyakit DM.
7
2. Apakah penyebab keluhan pada pasien ini?
Resistensi Insulin
Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya Diabetes Melitus tipe 2 secara
genetic adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin
merupakan kondisi umum bagi orang – orang dengan berat badan overweight atau obesitas.
Insulin tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa
pancreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi
insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi
insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia
kronik. Resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari normal
yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia. Pada tingkat seluler, resistensi
insulin menunjukan kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai dari pre
reseptor, reseptor, dan post reseptor.
Pada perjalanan penyakit DM terjadi penurunan fungsi sel beta pankreas dan
peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia kronik dengan
segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak memperburuk disfungsi sel beta
pankreas. Sebelum diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat memproduksi
insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin. Pada tahap
lanjur dari perjalanan DM tipe 2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan amyloid,
akibatnya produksi insulin mengalami penurunan sedemikian rupa, sehingga secara klinis
DM tipe 2 mnjadi kekurangan insulin secara absolut.
Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik.
8
• Materi tentang perjalanan penyakit DM
• Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan
• Penyulit DM dan risikonya.
• Perilaku hidup sehat bagi penyandang diabetes melitus
9
dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. Anjuran konsumsi serat
adalah 20 – 35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber bahan makanan.
B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25 –
30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain – lain.
Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:
Cara perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
90% x (TB dalam cm – 100) x 1kg
Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita dibawah 150 cm,
rumus dimodifikasikan menjadi:
(TB dalam cm – 100) x 1 kg
BB Normal: BB ideal ± 10%
Kurus : Kurang dari BBI - 10%
Gemuk : Lebih dari BBI + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT = BB (kg)/TB (m2)
Klasifikasi IMT:
- BB kurang <18,5
- BB normal 18,5 – 22,9
- BB lebih ≥ 23,0
o Dengan risiko 23,0 – 24,9
o Obesitas I 25,0 – 29,9
o Obesitas II ≥ 30
Faktor – faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
a. Jenis kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan 25 kal/kgBB sedangkan untuk
pria sebesar 30 kal/kgBB.
10
b. Umur
Pasien 40 – 59 tahun dikurangi 5%, 60 – 69 tahun dikurangi 10% dan pasien diatas
70 tahun dikurangi 20%.
c. Aktivitas fisik atau pekerjaan
- Penambahan 10% pada keadaan istirahat
- Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga.
- Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai industri ringan,
mahasiswa, militer yang sedang tidak perang
- Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet, militer
dalam keadaan latihan.
- Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang becak, tukang
gali.
d. Stress metabolik
Pada stress metabolik terdapat penambahan 10 – 30% tergantung dari beratnya
stress metabolic (sepsis, operasi, trauma).
e. Berat badan
- Bila kegemukan dikurangi sekitar 20 – 30% tergantung kepada tingkat
kegemukan
- Bila kurus ditambah sekitar 20 – 30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB.
Latihan Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan Diabetes Melitus
tipe 2 apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan
jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3 – 5 kali perminggu selama sekitar 30 – 45
menit, dengan total 150 menit per minggu
b) Terapi farmakologis
11
• Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Efek hipoglikemia sulfonylurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pancreas.
Berdasarkan lama kerjanya, SU dibagi menjadi tiga golongan yaitu generasi
pertama (acetohexamide, tolbutamide dan chlorpropamide), generasi kedua
(glibenclamide, glipizide dan gliclazide) dan generasi ketiga (glimepiride).
• Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam benzoate) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsrobsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan dieksresi secara cepat melalui hati.
• Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM. Dois
metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30 –
60 ml/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan
seperti: GFR<30mL/menit/1,73m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien –
pasien dengan kencenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung). Efek samping yang
mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dyspepsia.
• Tiazolidindion
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR – gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara
lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
12
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung karena dapat memperberat edema/retensi cairan.
a. Insulin
13
- Krisis hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makanan
14
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan
glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral
maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
15
Kriteria pengendalian DM didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa, kadar
HbA1c, dan profil lipid. Definisi DM yang terkendali baik adalah kadar glukosa darah,
kadar lipid, dan HbA1c mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun tekanan
darah sesuai target yang ditentukan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Decroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam. P 1 – 4
Djoko Widodo. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing; P 2315 – 2336
Kasper, A Fauci, S Hauser et al. 2016. Harrison’s Manual of Medicine, 19th Edition.
USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. p. 801
Perkeni, 2015, Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2015.
17