Anda di halaman 1dari 6

Karakteristik Usia

Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai, baik
pada anak-anak maupun dewasa. Pada umur 5 tahun, asma mulai terjadi pada anak laki-
laki. Perkembangan asma kemudian dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan keluarga,
seperti apakah tempat tinggal individu, apakah orangtua merokok, dan apakah
keseringan keluar rumah atau tidak. Namun, setelah pubertas, asma besar kemungkinan
terjadi pada perempuan, karena pada perempuan, hormon progesteron dan estrogen
akan berpengaruh sehingga dinding dan saluran bronkial akan menyempit. Dan asma
akan berkurang setelah usia menopause.

Usia pada kelompok intervensi paling banyak adalah usia 46 – 60. Secara teoritis
kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru akan menurun sesuai pertambahan usia, hal
ini disebabkan karena terjadi penurunan elastisitas dinding dada. Perubahan struktur
pernapasan di mulai awal dewasa pertengahan. Selama proses penuaan terjadi
penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronchial, penurunan kapasitas paru
dan peningkatan jumlah ruang rugi (Guyton & Hall, 2014).

Karakteristik Jenis Kelamin


Kecenderungan asma lebih sering terjadi pada perempuan dibanding pria
disebabkan oleh fluktuasi kadar hormon. Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan
perempuan mengalami gejala asma dalam minggu-minggu sekitar menstruasi dengan
puncak gejala umumnya terjadi pada tiga hari menjelang menstruasi.Asma yang terjadi
pada perempuan juga berkaitan dengan masa menopause dimana terjadi penurunan
level hormon estrogen yang menyebabkan menurunnya fungsi organ tubuh termasuk
paru, sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit pernapasan, salah satunya
adalah asma
Hasil penelitian Atmoko (2011) didapatkan bahwa perempuan memiliki
kecenderungan lebih besar untuk memiliki asma yang tidak terkontrol dibandingkan laki–
laki. Secara teori bahwa fungsi paru laki-laki lebih tinggi 20%-25% dibadingkan
perempuan, karena ukuran anatomi paru laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan.
Selain itu aktivitas laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga recoil dan
complience paru sudah terlatih (Guyton & Hall, 2011). S
Karakteristik Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang biasanya menjadi penyebab penyakit asma yaitu pekerjaan yang
berkaitan dengan bersih - bersih atau berhubungan dengan bahan-bahan pembersih
mempunyai hubungan paling kuat dengan penyakit asma. Sejalan dengan hasil
penelitian Ghosh (2006), dari Imperial College London, satu dari enam kasus penyakit
asma pada orang dewasa ada hubungannya dengan tempat kerja. Mereka mencatat
bahwa perkembangan penyakit asma sangat jelas berkaitan dengan 18 jenis pekerjaan,
khususnya pekerjaan cleaning yang membuat orang harus berhubungan dengan bahan
kimia. Pekerjan - pekerjaan lainnya yang terkait asma biasanya adalah pertanian,
penataan rambut dan percetakan. Hasil analisis peneliti menyimpulkan bahwa pada
pada penelitian ini yang paling banyak menderita asma adalah dengan pekerjaan
wiraswasta, sebagai pedagang dimana pedagang dengan aktifitas yang padat dipasar
dapat membuat stress pasien sehingga dapat menyebabkan kekambuhan penyakit
asma.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Perawat mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan
suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan
alat bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lender lengket dan posisi intirahat
klien.
B1 (Breathing)
b. Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan
serta penggunaan otot bantu pernapasa. Inspeksi dada untuk melihat postur
bentuk dan kesimetrisan, melihat adanya peningkatan diameter anteroposterior,
retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi
pernapasan.
c. Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan dada, ekspansi apakah bertambah dari segi
ukuran, dan taktil fremitus normal untuk mengetahui getaran atau suara napas.
d. Perkusi
Pada tahap ini biasanya didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah
e. Auskultasi
Saat auskultasi, biasanya terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai
dengan ekspirasi lebih dari empat detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan
bunyi napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dari dampak asma pada status kardiovaskuler yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT
B3 (Brain)
Saat inspeksi, tingkat kesadaran harus dikaji. Disamping itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah
composmentis, somnolen, atau koma.

B4 (Bladder)
Karena berkaitan dengan intake cairan maka perlu dilakukan pengukuran volume
output urine. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria
(penurunan pengeluaran urin).

B5 (Bowel)
Bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi harus dikaji karena hal tersebut juga
dapat merangsang serangan asma. Status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi,
dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya juga harus ada
pengkajiannya. Klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme,
serta kecemasan yang dialami klien.

B6 (Bone)
Pengkajian adanya edema ekstermitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas karena dapat merangsang serangan asma pada integumen perlu
dikaji untuk adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, pendarahan, pruritus, eksim, dan
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut dikaji warna
rambut, kelembapan dan kusam. Istirahat yang meliputi berapa lama klien tidur
dan istirahat serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien juga harus
dikaji. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan
istirahat klien. Perlu dikaji pula tentang aktifitas sehari-hari klien seperti olahraga
bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik juga dapat menadi faktor pencetus asma
yang disebut dengan exercise induced asma.

Pemeriksaan Diagnostik

1. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)


Pengukuran yang dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC lebih dari 20%
menunjukan diagnosis asma.
2. Tes Profokasi Bronkhus
Tes yang dilakukan pada spirometry internal. Penurunan FEV sebanyak 20%
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum
dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Dilakukan untuk menunjukan adanya antibody igE hipersensitif yang spesifik
dalam tubuh.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup)


Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada serangan asma berat, karena terdapat
hipoksemia, hiperkabnea, dan asidosis respiratorik.

2. Sputum
Adanya badan kreola merupakan karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan
gram sangat penting untuk melihat adanya bakteri kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap antibiotik.

3. Sel Eosinofil
Pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma
intrinsic maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinophil normal 100-
200/mm3. Bila perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel
eosinophil menunjukan pengobatan telah tepat.

4. Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia


Pada pasien yang memiliki jumlah leukosit lebih dari 1500/mm 3 terjadi karena
adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakan hati
akibat hipoksia atau hiperkapnea.

Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksaan klien dengan asma bronkial biasanya normal tetapi


prosedurnya harus tetap dilakukan dengan tujuan menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi diparu atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinium, atelectasis dan lain-lain

Penatalaksanaan Medis

Pengobatan non farmakologi


1. Penyuluhan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan klien
tentang penyakit asma, sehingga klien dapat menghindari faktor-
faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan
berkonsultasi pada tim kesehatan.
2. Menghindari faktor pencetus klien perlu dibantu cara untuk
mengidentifikasi pencetus serangana asma yang ada pada
lingkungannya lalu diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien
3. Fisioterapi digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukosa, dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi
dada.

Pengobatan Farmakologi
1. Agonis Beta: Metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4x semprot, dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4x sehari. Golongan ini
adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3. Kortikosteroid. Bila agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan obat ini. Steroid dalam bentuk aerosol
sdiberikan dengan dosis 4x semprot setiap hari. Pemberian
steroid jangka panjang mempunyai efeks samping, maka klien
yang mendapat steroid jangka panjang harus diawasi dengan
ketat.
4. Kromolin dan Iprutripioum bromide (atroven). Merupakan obat pencegah
asma untuk anak-anak. Dosis diberikan 1-2 kapsul 4x sehari.

Daftar Pustaka
Syahira, S., Yovi, I., & Azrin, M. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan Asma Dengan
Tingkat Kontrol Asma Di Poliklinik Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Jurnal Online
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, 2(2), 1-8.

Antoro, B. (2016). Pengaruh senam asma terstruktur terhadap peningkatan arus


puncak ekspirasi (APE) pada pasien asma. Jurnal Kesehatan, 6(1).

Anda mungkin juga menyukai