Anda di halaman 1dari 14

Presentasi Kasus

MASTITIS

Disusun Oleh
dr. Al Trisularifni

Pembimbing
dr. Yohana Ika Karolina
dr. Desi Andriani

Program Internsip Dokter Indonesia Angkatan II Tahun 2019


RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban
Provinsi Kepulauan Riau
2020
BAB I
STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : An. D
Usia : 42 tahun
Alamat : Alamanda
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal/Jam Masuk : juli 2019/Jam 20.41

A. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri payudara sebelah kiri atas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Terdapat benjolan di payudara kiri atas tidak berbatas tegas dengan ukuran ± 2 cm. Nyeri
dirasakan sebelah kiri atas payudara hingga sejak 2 hari yang lalu dan memberat hari ini.
Terasa panas dan menjalar hingga ke kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tumor mamae (april 2019)
Riwayat Alergi
Tidak ada.
Riwayat Obat-obatan Sebelumnya
Na. diclofenac, omeprazole, metronidazole, cefexime, captopril (malam), amlodipine (pagi).
B. STATUS GENERALIS (11/08/2019)
1. Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Tekanan darah : 160/100mmHg
4. Nadi : 93x/menit
5. Suhu : 37,8 C

1
6. Pernapasan : 22x/menit

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
1. Bentuk : normochepal
2. Posisi : simetris

Mata
1. Palpebra : dalam batas normal
2. Konjungtiva anemi : -/-
3. Sklera ikterik : -/-
4. Lain-lain : dalam batas normal

Telinga
1. Pendengaran : Baik
2. Darah & cairan : Tidak ditemukan

Hidung dan Sinus Paranasal


Napas cuping hidung : tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada
Sekret : tidak ada

Mulut
1. Bau pernapasan : Tidak ada
2. Faring : Dalam batas normal
3. Tonsil : T1-T1
4. Lidah : Tidak deviasi
5. Uvula : Letak ditengah, tidak deviasi

Leher
1. Trakea : Tidak deviasi
2. Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Kelenjar lymphonodi : Tidak ada pembesaran
4. Lain-lain : Tidak ada
2
Payudara
Status Lokalis
Pemeriksaan mammae
1. Lokasi: mammae sinistra, kuadran medial atas
2. Inspeksi: benjolan tidak tampak
3. Palpasi:
- Permukaan: benjolan tidak berbatas tegas diameter ± 2cm, teraba hangat
- Kosistensi: keras
- Massa tumor: Nyeri tekan, benjolan tidak rata

Paru
1. Inspeksi : Simetris kanan-kiri
2. Palpasi : Stemfremitus kanan sama dengan kiri
3. Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
4. Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-).
Jantung
1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
3. Perkusi : Jantung dalam batas normal
4. Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
1. Inspeksi : Datar, Jejas tidak ada.
3
2. Palpasi : Nyeri tekan tidak ada.
3. Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
4. Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas
Akral hangat, capillary refill time <2 detik.

C. DIAGNOSA AWAL
Tumor mammae sinitra

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
HEMATOLOGI HASIL SATUAN NILAI NORMAL KETERANGAN
Leukosit 8.92 10^3 /uL 3.6-11 Normal
Eritrosit 4.21 10^3 /uL 3.8-5.2 Normal
Hemoglobin 9.9 gr/dL 11.7-15.5 Low
Hematokrit 31.2 % 35-47 Low
MCV 74.1 fL 80-100 Low
MCH 23.5 Pg 26-34 Low
MCHC 31.7 gr/dL 32-36 Low
Trombosit 354 10^3/ uL 150-440 Normal
Basofil 0.3 % 0-1 Normal
Eosinofil 1.3 % 2-4 Low
Netrofil 75.8 % 50-75 High
Limfosit 24.1 % 25-40 Low
Monosit 4.9 % 2-8 Normal

KIMIA DARAH HASIL SATUAN NILAI NORMAL KETERANGAN


Gula Darah Sewaktu 140 mg/dL 70-140 Normal

4
USG Mammae (02/04/2019)

Kesan: area slight hiperechoic batas tak tegas dikuadran superomedial mammae sinistra,
sugestif dd/ focal chronic mastitis
Mammografi (16/04/2019)

Kesan: tidak tampak kelainan


FNAB (30/7/2019)
Kesan: suatu benign epitelial lesion (FAM) dengan Mastitis
E. DIAGNOSIS KERJA
Mastitis sinistra

5
F. TATALAKSANA
Tatalaksana di IGD
Advice dr. Ika, SpB
 Inj. Ketorolac 30mg (extra)
 Ketesse 3x25mg po
 Rawat jalan
Lanjutkan obat poli
Cefexime 2x200mg
Metronidazole 3x500mg
Sodium diclofernac 2x50mg
Omeprazole 2x20mg

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui. Diperkirakan
sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua hal penting yang
mendasari kita memperhatikan kasus ini. Pertama, karena mastitis biasanya menurunkan
produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti menyusui. Kedua, karena mastitis
berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa penyakit (terutama AIDS).

Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling sering
pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang masa menyusui bahkan
pada wanita yang sementara tidak menyusui.

Mastitis ialah suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang
mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI,
mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu
payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI.
Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut
mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi.

2. Diagnosis

Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:

 Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC


 Menggigil
 Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
 Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
 Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu
karena ASI terasa asin
 Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

7
3. Patofisiologi

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI)
akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang
berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan,
sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein
kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan
sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan
kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi,
melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran
hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus,
Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa
kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.

Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:

1. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.


2. Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
3. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum
sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.
4. Pengosongan payudara yang tidak sempurna
5. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting
(tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir
sehingga aliran ASI tidak sempurna.
6. Ibu atau bayi sakit.
7. Frenulum pendek.
8. Produksi ASI yang terlalu banyak.
9. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.

8
10. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman
pada mobil.
11. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan
kulit, dan lain-lain.
12. Penggunaan krim pada puting.
13. Ibu stres atau kelelahan.
14. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.

4. Pencegahan

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor


risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit
melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk
mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa
ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat
merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri
berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan
kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan
menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk
mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat
dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila
teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat,
meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta
melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.

Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa
ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat
diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke
jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan
mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan
mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya.

9
Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus
selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga
lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.

Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus


aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun
masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali
menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik. Alat pompa
ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air
panas setelah digunakan.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu
diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji
sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:

 Pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang baik dalam 2


hari
 Terjadi mastitis berulang
 Mastitis terjadi di rumah sakit
 Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan
bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari
kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa
penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.

6. Tata laksana

6.1 Tata laksana suportif

Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang
baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah
yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui

10
dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai
menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara
bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan
bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang
mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut.

Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat
terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir
terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang
terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan
menyusui harus memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian
menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses
dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari
yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting
juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan
yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah
agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu
mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk
mengurangi nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang
membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih
nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada
kenyamanan ibu.

Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat
membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar
proses menyusui terus berlangsung.

6.2 Penggunaan obat-obatan

Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis
dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.

6.2.1 Analgesik

11
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna
dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis.
Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif
dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol
atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga
direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.

6.2.2 Antibiotik

Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan
konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak
terlihat perbaikan gejala dalam 12 - 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus
segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin
500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat
dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian
per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan peradangan
pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin
tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin.

Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 - 14 hari. Biasanya ibu menghentikan


antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko
terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup
lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.

Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik


disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila
dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk.
memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri
mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat
antibiotik.

7. Komplikasi

7.1 Penghentian menyusui dini

12
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu
memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat
meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka
konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang efektif,
informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini.

7.2 Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat
atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun
ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3%
dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk
mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi
jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah.
Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses
juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

7.3 Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat.
Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta
mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis
rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui

7.4 Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida
albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur
biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak
nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem
yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga
harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

13

Anda mungkin juga menyukai