Anda di halaman 1dari 5

Obesitas dan aktivitas fisik menyebabkan resistensi insulin, yang bersama-sama dengan

predisposisi genetik, menempatkan tekanan pada sel-sel β, yang menyebabkan kegagalan β-sel fungsi
dan penurunan progresif dalam sekresi insulin. Resistensi insulin mendahului T2DM oleh banyak
orang tahun Resistensi insulin tidak hanya hadir di otot dan hati, dua jaringan bertanggung jawab atas
Mayoritas glukosa pembuangan karbohidrat berikut konsumsi, tetapi juga dalam adiposa , ginjal,
saluran cerna, pembuluh darah dan jaringan otak, dan sel β pankreas. Di otot, beberapa kelainan
ikatan berkontribusi terhadap resistensi insulin, termasuk kegagalan dalam pensinyalan insulin,
transportasi glukosa, fosforilasi glukosa, sintesis glikogen, piruvat dehidroksi aktivitas kompleks
genase dan oksidatif mitokondria aktivitas. Di hati, resistensi insulin, bersama dengan kekurangan
insulin, hyperglukagonaemia, ditingkatkan sensitivitas glukagon dan peningkatan substrat (asam
lemak, laktat, gliserol dan asam amino) pengiriman, yang menyebabkan untuk meningkatkan
glukoneogenesis, yang bertanggung jawab untuk peningkatan tingkat basal produksi glukosa dan
hiperglikemia puasa . Juga, resistensi insulin dalam ginjal dan glukoneogenesis ginjal lanjutan upeti
untuk hiperglikemia puasa. Gangguan ekspresi produksi glukosa hati, penurunan hati ambilan
glukosa, resistensi insulin otot, mengurangi noninulin-mediated ambilan glukosa dan berlebihan
reabsorpsi glukosa ginjal berkontribusi ke postprandial hiperglikemia pada diabetes melitus tipe 2.
Selain itu, resistensi insulin di endothelium vaskular merusak vasodilatasi efek insulin, sehingga
semakin mengurangi tidak hanya itu pengiriman sendiri tetapi juga pengiriman glukosa.

Mekanisme molekuler resistensi insulin.


Mengikat insulin ke reseptornya mengaktifkan reseptor insulin tyrosine kinase dan fosforilasi dari
Insulin Substrat Reseptor (IRS), terutama IRS1 dan IRS2 (Gambar 6). Protein IRS terfosforilasi ini
ikat dan aktifkan molekul sinyal intraseluler, yang paling penting adalah Phosphatidylinositol 3-
Kinase (PI3K). PI3K mempromosikan transporter glukosa translokasi tipe 4 (GLUT4) ke membran
plasma, menghasilkan ambilan glukosa ke otot rangka, dan memfosforilasi dan menonaktifkan
transkripsi faktor protein kotak forkhead O1 (FOXO1), berubah transkripsi gen hilir. Insulin juga
menstimulasi Jalur Protein Kinase RAS-Mitogen-Aktif (MAPK). Resistensi insulin pada obesitas dan
T2DM terutama telah dikaitkan dengan jalur PI3K. Insulin Menahan biasanya berhubungan dengan
peningkatan serin osforilasi protein IRS, yang menghambat fosforilasi tirosin, yang menyebabkan
resistensi insulin Dalam beberapa kasus, fosforilasi serin juga meningkatkan IRS degradasi, semakin
berkontribusi terhadap resistensi insulin. Penyebab peningkatan fosforilasi serin bersifat
multifaktorial, termasuk akumulasi lipid ektopik, disfungsi mitokondria, peradangan dan stres
retikulum endoplasma (ER).
Dalam adiposit, resistensi insulin (juga disebabkan oleh peningkatan reseptor
insulin substrat (IRS) serine fosforilasi) dan peradangan menyebabkan produksi
dan pelepasan asam lemak bebas (FFAs) dan sitokin pro-inflamasi
memprovokasi-resistensi insulin, seperti interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis
factor (TNF) dan resistin. Adipokin yang meningkatkan kepekaan insulin, seperti
adiponektin, sebaliknya, memperbaiki resistensi insulin. Juga, protein pengikat
retinol 4 (RBP4) meningkat dan mungkin berkontribusi terhadap resistensi
insulin. Inhibitor aktivator plasma 1 (PAI1) tidak mempengaruhi resistensi insulin
tetapi telah terlibat dalam komplikasi obesitas, termasuk percepatan
aterosklerosis dan diabetes tipe 2.
Diabetes melitus tipe II merupakan prototipe penyakit multifaktorial kompleks. Faktor
lingkungan, seperti gaya hidup yang banyak duduk, dan kebiasaan makan/diet. Dua defek metabolik
yang menjadi ciri khas diabetes tipe II adalah : penurunan kemampuan jaringan perifer untuk
berespons terhadap insulin (resistensi insulin), dan disfungsi sel beta yang bermanifestasi sebagai
sekresi insulin inadekuat pada keadaan resistensi insulin dan hiperglikemia. Resistensi insulin
mendahului berkembangnya hiperglikemia dan diikuti oleh hiperfungsi sel beta serta terjadi
hiperinsulinemia pada tahap awal terjadinya diabetes.

Resistensi insulin didefinisikan sebagai gagalnya jaringan sasaran untuk berespons secara
normal terhadap insulin. Hal ini menyebabkan berkurangnya uptake glukosa di otot, berkurangnya
glikolisis dan oksidasi asam lemak di hati, dan ketidakmampuan menekan glukoneogenesis di hepatik.
Hubungan obesitas dan diabetes tipe II ditemukan pada sebagian pasien obesitas viseral. Resistensi
insulin ditemukan pada obesitas sederhana tanpa disertai hiperglikemia. Hal ini menunjukkan adanya
suatu abnormalitas yang mendasar pada pengisyaratan insulin dalam keadaan kelebihan lemak.

Pada keadaan resistensi insulin, sel tidak dapat menerima glukosa darah. Hal ini
menyebabkan kadar glukosa pada darah meningkat. Kadar glukosa darah meningkat, salah satunya
akan meningkatkan kerja tubulus pada ginjal. Tubulus pada ginjal memiliki kemampuan untuk
mereabsorbsi zat-zat yang berguna bagi tubuh salah satunya glukosa. Namun, tubulus memiliki daya
absorbsi maksimum dimana semakin banyak kandungan glukosa pada darah, tidak semua glukosa
dapat direabsorbsi oleh tubulus. Maka glukosa yang tidak tereabsorbsi akan keluar bersama urine. Hal
lain yang dapat terjadi ketika kadar glukosa pada urine tinggi adalah terjadinya diuresis osmotik yang
mana, adanya daya osmotik larutan akan menyebabkan kandungan air pada darah mengalami osmosis
dan berpindah ke tubulus karena konsentrasi cairan di tubulus lebih tinggi daripada di darah. Hal ini
dapat menyebabkan poliuria dan juga kekurangan cairan pada tubuh (dehidrasi). Saat kadar air dalam
darah berkurang, reseptor rasa haus pada otak yaitu osmoreseptor pada hipotalamus akan merespons
dengan merangsang pusat rasa haus kelenjar pituitari posterior untuk mengeluarkan vasopresin atau
hormon antidiuretik. Vasopresin akan merangsang tubuh untuk meningkatkan intake cairan bersamaan
dengan meningkatkan reabsorbsi air ditubulus dan juga penghematan air.

Keadaan lain yang dapat terjadi saat resistensi insulin adalah penggunaan sumber energi
selain glukosa. Walaupun kadar glukosa darah tinggi, tetapi sel tidak dapat menggunakan glukosa
karena resistensi insulin. Sehingga sel akan mencari sumber energi lain salah satunya lemak. Lemak
akan mengalami lipolisis untuk membentuk energi dan produk sampingannya free fatty acid atau asam
lemak bebas. Semakin lama lemak digunakan sebagai sumber energi, maka jaringan lemak/adiposit
pun berkurang. Adiposit mengeluarkan beberapa hormon, secara kolektif disebut adipokin. Salah satu
hormon adipokin adalah leptin yang berperan penting dalam keseimbangan energi. Jumlah leptin
dalam darah adalah indikator yang baik jumlah total lemak trigliserida yang disimpan di jaringan
lemak. Tempat utama kerja leptin adalah pada nukleus arkuartus. Dimana penurunan simpanan lemak
dan sekresi leptin akan merangsang daerah LHA (Lateral Hyphotalamic AreaI). LHA akan mensekresi
caraka-caraka pesan kimiawi sebagai respons terhadap masukan dari neuron-neuron nukleus arkuatus.
Sitokin ini bekerja di sebelah hilir dari sinyal NPY(Neuropeptida Y) dan oreksin yang merupakan
stimulator kuat asupan makanan sehingga tubuh merespon dengan rasa lapar.

Kadar glukosa yang meningkat juga akan menyebabkan sel β pankreas merespon dengan
mensekresi insulin yang berlebih. Hal ini dapat menyebabkan hiperplasi dan hipertrofi sel β pankreas.
Awalnya hiperplasi sel β dapat dikompensasi dan hasilnya normoglikemia. Namun, lama-kelamaan
kegagalan sel β dapat mengganggu toleransi glukosa. Selain itu, kadar FFA yang meningkat pada
darah dapat mengganggu sel β pankreas. Dimana kadar FFA yang meningkat dapat meningkatkan
sekresi sitokin proinflamasi oleh sel β yang menimbulkan rekruitmen sel mononukleus (makrofag dan
sel T) ke dalam sel pulau langerhans, menyebabkan produksi sitokin yang lebih bersifat lokal. Akibat
dari lingkungan mikro inflamasi yang abnormal ini adalah disfungsi sel β pankreas dan akhirnya
apoptosis.

Sistem saraf pusat dan perifer tidak terlepas dari pengaruh diabetes. Pola keterlibatan yang
palin sering adalah berupa neuropati perifer yang simetris pada ekstremitas bawah, yang mengenai
fungsi motorik maupun sensorik, terutama sensorik. Bentuk lain adalah neuropati autonomik, yang
menybabkan gangguan pada fungsi usus dan kandung kemih dan kadang-kadang impotensi seksual,
dan mononeuropati diabetik yang bermanifestasi sebagai footdrop atau wristdrop yang tiba-tiba atau
juga kelumpuhan saraf kranial sendiri. Perubahan neurologik dapat merupakan akibat dari
mikroangiopati dan peningkatan permeabilitas kapiler yang memberi makan saraf dan juga oleh
kerusakan akson.

Sumber :
Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; alih Bahasa,
Brahm U, Pendt ;editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniah,
Nanda Wulandari.-ed.7-. Jakarta: EGC.
Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Diabetes Division, Department of Medicine, University of Texas Health Science Center, South Texas
Veterans Health Care System and Texas Diabetes Institute, 701S. Zarzamoro, San Antonio,
Texas 78207, USA. Published online 23 July 2015

Anda mungkin juga menyukai