Combus Alpi Revisi
Combus Alpi Revisi
LUKA BAKAR
Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medical Bedah
Ruang R. 16 RS dr. Saiful Anwar Malang
Di susun oleh:
ALFIATUS SULAMAH
(14401.16.17002)
PROBOLINGGO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR
Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medical Bedah
Ruang R. 16 RS dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh :
ALFIATUS SULAMAH
14401.16.17002
Kelompok 04
PembimbingAkademik Pembimbing CI
............................................. .............................................
LEMBAR KONSULTASI
C. Subkutis/Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan sel elmak dan diantara gerombolan ini
benjolan serabut-serabut jaringan dermis, sel-sel lemak ini bentuknya bulat
dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposis. Kegunaan penikulus adiposis
adalah sebagai pegas bila tekanan trauma yang menimpa pada kulit. Isolator
panas untuk mempertahankan suhu tubuh.
front =
18%
Perinium = 1%
Front Front
= 18% = 18%
Total: 100%
Total: 100%
Usia 5-15 tahun
Usia 1-5 tahun
Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulan
Terdiri dari jairngan yang mati membentuk sisa-sisa luka bakar yang
berlokasi pada pusat luka bakar yang berhubungan langsung dengan
sumber panas
b. Zona statis
Terdiri dari jaringan yang berbatasan dengan luka yang nekrosis dan
masih tetap hidup tetapi ada risiko berupa defisiensi darahg yang terus
menerus selama penurunan perfusi
c. Zona hiperemia
Terdiri dari kulit normal yang mengalami vasodilatasi dan mengisi aliran
pembuluh darah akibat respon luka
4. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Luka berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi
dua yaitu akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala
jenis luka yang tidak ada tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari
4–6 minggu.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses
peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak,
kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungsi. Proses penyembuhannya
mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini terjadi sejak terjadi luka sewaktu hari ke 5. Fase ini terjadi respon
vaskuler dan seluler yang terjadi akibat luka/cedera pada jaringan yang
bertujuan untuk menghentikan pendarahan, membersihan darah luka,
benda asing, sel-sel mati dan bakteri. Pada fase ini terputusnya pembuluh
darah akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha untuk
menghentikannya (hemostatis) dimana dalam proses itu terjadi:
a. Kontruksi pembuluh darah (vasokontriksi)
b. Agregasi (pelengketan) platelet/trombosit dan pembentukan
jala=jala fibrin
c. Aktivitas serangkaian reaksi pembuluh darah
Proses tersebut berlengsung beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
permeabilitas kapiler sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh
darah, penyuburan sel radang disertai vasodilatasi (pelebrana pembuluh
darah) selain itu juga terjadi rangsangan terhadap ujung saraf sensorik
pada daerah luka sehingga pada fase ini ditemukan tanda-tanda inflamasi
yaitu seperti kemerahan, teraba hangay, edema dan nyeri.
2. Fase proliferasi
Disebut juga fase fibroplasia yang berlangsung sejak akhir fase inflamasi
sampai dengan akhir minggu. Pada fase ini sel fibroplos berpoliferasi,
fibroblas menghasilkan mukopolisakarida asam amino dan protein yang
merupakan bahan dasar kolagen yang akan mempertemukan tepi luka.
Fase ini dipengaruhi oleh substansi yang disebabkan growth factors. Pada
fase ini terjadi proses:
1. Angiogenesis: proses pembentukan kapiler baru untuk
menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka. Angiogenesis di
stimulasi oleh suatu growth factors (Tnf αβ)
2. Granulasi: pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka dan permukaan yang bersisi jaringan halus
3. Kontraksi: pada fase ini terpi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah
luka yang disebabkan oleh kerja miofibrinoblas sehingga mengurangi
luas luka, proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF α.
3. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas terus
mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas
dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka
yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan
kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka. Terbentuknya
kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat pengurangan secara bertahap
pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang mengalami
perbaikan (Sjamsuhidajat, 2005).
Terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka antara
lain usia, nutrisi, oksigenasi, kadar gula darah, status imunologi,
antibiotik, dan keadaan luka (DeLaune & Ladner, 2002).
5. FASE LUKA BAKAR
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72
jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau
organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
6. MANIFESTASI LUKA BAKAR
Manifestasi awal menurut Betz (2009)
- Takikardia
- Tekanan darah menurun
- Ekdtremitas dingin dan perfusi buruk
- Perubahan tingkat kesadaran
- Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunanurine, lidah dan kulit
kering)
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat (tidak terjadi pada luka bakar derajat II dan III)
Menurut Grace (2007) menifestasi kronis adalah:
1. Umum :
- Nyeri
- Edema dan bula
2. Khusus:
- Inhalasi asap (gejala pada hidung/sputum, suara serak, luka bakar
dalam mulut)
- Luka bakar pada mata/alis mata
- Luka bakar sirkum tersiol
Kedalaman Jaringan Penyebabya Karakteristik Nyeri Penyembuhan
yang nglazim
terkena
Ketebalan Epidermis, Kilat : cairan Basah : pink atau Nyeri : Sekitar 21 hari,
partial dermis merah, lepuh jaringan parut
(derajat minimal hangat sebagian hiperestetik minimal
IIA) memutih
Ketebalan Semua yang Nyala api Kulit terkelupas Sedikit Tidak dapat
penuh di atas dan berkepanjan vascular, pucat nyeri beregenerasi
(derajat III) bagian gan, listrik, kuning sampai sendiri :
lemak kimia, dan coklat membutuhkan
subkutan uap panas tandur kulit
dapat
mengenai
jaringan
ikat, otot,
tulang
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari
15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang
meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun
dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas
terhadap pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan
cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan
luka bakar.
8. PENATALAKSANAAN
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1. Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
2. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.
3. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar,
dapat diberikan dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya
dalam 16 jam berikutnya.
4. Obat - obatan:
a. Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam
sejak kejadian.
b. Analgetik: Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.
5. Rehabilitasi Cairan
Protokol pemberian cairan
Formula Cairan 24 jam pertama Kristaloid 24 jam Koloid 24 jam
kedua ketiga
Broke RL = 1,5ml/kg/%LLB -
Koloid =
0,5ml/1/%LLB
200ml DSW
Modified RL = 2ml/kg/%LLB -
broke
4ml/kg/%LLB