S1 2016 319250 Introduction PDF
S1 2016 319250 Introduction PDF
PENDAHULUAN
energi yang berasal dari dalam Bumi, salah satunya adalah eksplorasi dan
eksploitasi energi fosil yaitu minyak dan gas Bumi. Beberapa negara berkembang
seperti Indonesia, masih menjadikan energi fosil sebagai sumber utama untuk
peningkatan, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan produksi minyak dan gas
bumi domestik melalui eksplorasi sumur minyak dan gas yang baru. Selain itu
produksi yang dimiliki dan dikelola oleh perusahaan minyak dan gas baik swasta
permintaan akan energi fosil yang tiap tahun mengalami peningkatan permintaan.
guna mendukung permintaan akan energi fosil yang terus meningkat, maka
diperlukan studi yang baik mengenai kondisi reservoar bawah permukaan. Salah
satu langkah optimalisasi awal dari suatu cekungan hidrokarbon produktif yaitu
dengan melakukan evaluasi formasi baik secara kualitatif meliputi analisis fasies
batuan inti dan lingkungan pengendapan, maupun analisis kuantitatif yang meliputi
perhitungan kadar volume serpih, porositas efektif, permeabilitas dan saturasi air
dari batuan.
Pada penelitian ini, objek studi yang diteliti adalah lapangan “WR” yang
cadangan hidrokarbon berupa minyak dan gas. Temuan tersebut didapatkan oleh
Pada lapangan ini salah satu batuan reservoar yang dijadikan sebagai target
Berdasarkan hasil uji DST pada sumur eksplorasi tersebut, dapat diketahui bahwa
Bopd dengan kadar air 27 % dengan kandungan gas sebesar 5.35 Mmscfd.
karena reservoar ini memiliki pelamparan lateral yang cukup baik, dan dijumpai di
yang dimiliki oleh reservoar di lapangan tersebut secara lebih optimal. Salah satu
evaluasi formasi guna mengetahui secara lebih pasti karakteristik fisik dari batuan
pengamatan petrofisika dari log sumur dengan data hasil analisis batuan inti.
I.2. Rumusan Masalah
2. Apakah batuan pada Formasi Talang Akar memiliki nilai porositas dan
Talang Akar.
petrofisika.
Secara geografis lokasi penelitian berada di Provinsi Jawa Barat bagian Utara,
dan terletak di kompleks lapangan “WR”. Terletak ±16 km dari kota Pamanukan,
dan berada ±2.5 km di sebelah selatan dari Lapangan Minyak “WBB”. Sedangkan
WR
WR-1
terbatas pada reservoar di interval Formasi Talang Akar yang memiliki data
produksi.
3. Karakterisasi reservoar didasarkan pada analisis wireline log, hasil analisis
RCAL (Routine Core Analysis), dan analisis data SCAL (Special Core
Analysis).
Barat Utara telah dimulai sejak kemerdekaan Indonesia, dan informasi mengenai
eksplorasi tersebut dirangkum dengan cukup lengkap oleh Suyono et al., (2005).
yang dipakai untuk menemukan cadangan pada Formasi Talangakar adalah konsep
di Rendahan Cipunegara. Konsep ini telah diaplikasikan sejak 1995 dan telah
Hasilnya antara lain dapat ditemukan di salah satu lapangan penelitian, di mana
pada tahun 2004 berhasil ditemukan adanya hidrokarbon yang ekonomis, di mana
hingga 1510 BOPD + 5.6 MMCFGPD (Suyono et al., 2005). Penemuan cadangan
hidrokarbon di Cekungan ini terus berlanjut seperti yang terlihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Grafik penemuan cadangan hidrokarbon di Cekungan Jawa Barat Utara dari
tahun ke tahun (Suyono et al., 2005)
berkembang di Cekungan Jawa Barat Utara. Terjadi evolusi yang kompleks pada
cekungan tersebut sejak Kapur Akhir hingga Miosen Akhir. Pada Kapur Akhir,
fragmen kerak benua dari Gondwana bertumbukan dengan paparan selatan dari
Sundaland menyebabkan terbentuknya zona subduksi Meratus. Rekonstruksi
Gambar 1.3. Rekonstruksi paleogeografi dari Asia Tenggara pada Kapur Akhir (Clement
dan Hall, 2007)
dari Paparan Sunda, yang kemudian membentuk Formasi Ciletuh. Formasi Ciletuh
tersusun oleh Breksi polimik kasar, debris turbidit volkanogenik. Formasi tersebut
diinterpretasikan terendapkan pada laut dalam, pada setting tektonik fore arc.
utara dari Formasi Ciletuh. Formasi Ciemas tersusun oleh batupasir kuarsa,
dangkal, disekitar narrow shelf edge, terbentuk mulai dari Eosen Tengah – Eosen
Akhir. Formasi Ciemas ini juga setara dengan Formasi Bayah, yang terlampar
mulai dari Sukabumi Barat hingga Timur. Formasi ini memiliki kadar kuarsa tinggi
yang diduga berasal dari sungai teranyam yang memiliki aliran hingga ke narrow
shelf (Clement dan Hall, 2007). Rekonstruksi paleogeografi dari Eosen Tengah-
: Lokasi penelitian
: Lokasi penelitian
Gambar 1.4. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Eosen Tengah-Akhir
(Clement dan Hall, 2007)
Sedimen pada Eosen Akhir memiliki ketebalan yang lebih tinggi
dibandingkan Eosen Tengah, hal ini disebabkan karena ruang akomodasi yang
terbentuk pada Eosen Akhir lebih besar dibandingkan dengan Eosen Tengah.
berorientasi E-W di Laut Jawa Barat Utara. Pemekaran tersebut berasosiasi dengan
: Lokasi penelitian
Gambar 1.5. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Oligosen Awal
(Clement dan Hall, 2007)
Pada Oligosen Akhir, ekstensi dari Laut Jawa Utara perlahan berhenti,
kemudian terisi oleh sedimen-sedimen darat yaitu fluvial dan lacustrine dari
Formasi Talang Akar. Meski Formasi Talang Akar didominasi oleh sedimen darat,
namun sempat pula muncul sisipan sedimen laut yang berasal dari area Arjuna
Selain itu di bagian Selatan dari Jawa Barat Utara terjadi kenaikan muka air
: Lokasi penelitian
Gambar 1.6. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Oligosen Akhir
(Clement dan Hall, 2007)
Pada Miosen Awal terjadi penurunan (subsidence) pada Jawa Barat bagian
Utara sehingga terbentuk Batugamping Formasi Baturaja dan terlampar secara luas.
Karbonat reef dan platform terbentuk pada bagian tinggian pada blok patahan,
1996 dalam Clement dan Hall, 2007). Rekonstruksi paleogeografi pada Oligosen
Gambar 1.7. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Miosen Awal
(Clement dan Hall, 2007)
Utara, dimana Formasi Cibulakan Atas tersebut terderi atas Anggota Sedimen
Klastik Massive, serta Karbonat Mid Main dan Pre Parigi (Pertamina, 1996 dalam
Clement dan Hall, 2007). Sedangkan pada Miosen Akhir kembali terjadi kenaikan
muka air laut di Jawa Barat Utara, sehingga menyebabkan terdeposisinya Formasi
Parigi yang melampar luas di hampir seluruh area Jawa Barat bagian Utara.
Rekonstruksi paleogeografi pada Miosen Tengah dan Akhir terdapat pada Gambar
Gambar 1.9. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Miosen Akhir
(Clement dan Hall, 2007)
Porositas rata-rata yang dijumpai pada lapangan ini umumnya berada pada
kisaran angka 10-15% dengan tingkat saturasi air berada pada angka 40-50%,
dengan tebal reservoar berkisar pada angka 12-50 ft, selain itu Formasi Talang Akar
ini juga dapat dibagi kedalam beberapa zona prospek hidrokarbon, yaitu Zona
akan karakterisitik fisik dari batuan penyusun reservoar diperlukan sebagai data
prospek sebagai reservoar hidrokarbon. Selain itu dapat diketahui pula karakteristik
dari interval yang memiliki prospek sebagai reservoar hidrokarbon. Hal tersebut
baru ataupun mengembangkan sumur yang sudah ada, sehingga dapat diketahui
lebih dahulu karakteristik dari reservoar yang kemungkinan akan ditemukan dalam
eksplorasi. Data hasil analisis petrofisika juga dapat digunakan sebagai data
analisis EOR (Enhanced Oil Resevoir), dan analisis reservoar resistivitas rendah.