Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

perusahaan penyedia energi melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya

energi yang berasal dari dalam Bumi, salah satunya adalah eksplorasi dan

eksploitasi energi fosil yaitu minyak dan gas Bumi. Beberapa negara berkembang

seperti Indonesia, masih menjadikan energi fosil sebagai sumber utama untuk

pembangunan negara. Dengan tingkat konsumsi energi yang terus mengalami

peningkatan, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan produksi minyak dan gas

bumi domestik melalui eksplorasi sumur minyak dan gas yang baru. Selain itu

diperlukan pula adanya langkah optimalisasi serta pengembangan sumur-sumur

produksi yang dimiliki dan dikelola oleh perusahaan minyak dan gas baik swasta

maupun nasional sehingga dapat berproduksi dengan optimal guna mengimbangi

permintaan akan energi fosil yang tiap tahun mengalami peningkatan permintaan.

Di dalam melakukan optimalisasi serta pengembangan reservoar produksi

guna mendukung permintaan akan energi fosil yang terus meningkat, maka

diperlukan studi yang baik mengenai kondisi reservoar bawah permukaan. Salah

satu langkah optimalisasi awal dari suatu cekungan hidrokarbon produktif yaitu

dengan melakukan evaluasi formasi baik secara kualitatif meliputi analisis fasies

batuan inti dan lingkungan pengendapan, maupun analisis kuantitatif yang meliputi
perhitungan kadar volume serpih, porositas efektif, permeabilitas dan saturasi air

dari batuan.

Pada penelitian ini, objek studi yang diteliti adalah lapangan “WR” yang

terletak di Cekungan Jawa Barat Utara. Sumur “WR-01” merupakan sumur

eksplorasi pertama pada lapangan tersebut yang berhasil menemukan adanya

cadangan hidrokarbon berupa minyak dan gas. Temuan tersebut didapatkan oleh

PT.Pertamina DOH JBB pada tahun 2003/2004.

Pada lapangan ini salah satu batuan reservoar yang dijadikan sebagai target

eksplorasi dan eksploitasi adalah Batupasir pada Formasi Talang Akar.

Berdasarkan hasil uji DST pada sumur eksplorasi tersebut, dapat diketahui bahwa

pada reservoar Batupasir di Formasi Talangakar dapat menghasilkan hingga 460

Bopd dengan kadar air 27 % dengan kandungan gas sebesar 5.35 Mmscfd.

(Pertamina, 2006). Pemilihan reservoar Talang Akar sebagai objek penelitian

karena reservoar ini memiliki pelamparan lateral yang cukup baik, dan dijumpai di

hampir semua sumur penelitian.

Melihat potensi hidrokarbon di cekungan tersebut cukup baik, maka

diperlukan studi yang lebih mendalam sehingga dapat mengembangkan potensi

yang dimiliki oleh reservoar di lapangan tersebut secara lebih optimal. Salah satu

cara untuk mengoptimalkan reservoar produksi tersebut adalah dengan melakukan

evaluasi formasi guna mengetahui secara lebih pasti karakteristik fisik dari batuan

reservoar pada lapangan “WR” tersebut, dengan mengkombinasikan hasil

pengamatan petrofisika dari log sumur dengan data hasil analisis batuan inti.
I.2. Rumusan Masalah

Masalah yang dapat diangkat pada penelitian ini yaitu:

1. Apakah pengaruh fasies dan lingkungan pengendapan terhadap persebaran

reservoar pada Formasi Talang Akar?

2. Apakah batuan pada Formasi Talang Akar memiliki nilai porositas dan

saturasi air yang baik?

3. Apakah terdapat zona prospek hidrokarbon pada Formasi Talang Akar?

I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di sumur WR-01 – WR-13, Lapangan “WR”

memiliki maksud agar peneliti dapat memahami karakteristik batuan penyusun

reservoar pada Formasi Talang Akar.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui fasies dan lingkungan pengendapan dari batuan pada Formasi

Talang Akar.

2. Mendapatkan nilai porositas, dan saturasi air reservoar melalui perhitungan

petrofisika.

3. Mendapatkan zona prospek hidrokarbon pada Formasi Talang Akar.

I.4. Lokasi Penelitian

Secara geografis lokasi penelitian berada di Provinsi Jawa Barat bagian Utara,

dan terletak di kompleks lapangan “WR”. Terletak ±16 km dari kota Pamanukan,

dan berada ±2.5 km di sebelah selatan dari Lapangan Minyak “WBB”. Sedangkan

proses pengolahan data bertempat di kantor PT. Pertamina EP Asset 3, Kota


Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Secara lebih detil, lokasi penelitian dapat dilihat pada

Gambar 1.1 berikut ini:

WR

WR-1

Gambar 1.1. Lokasi penelitian

I.5. Batasan Masalah

Pada penelitian ini, penulis berpedoman pada batasan-batasan masalah

penelitian yang telah ditetapkan, yaitu:

1. Pokok bahasan utama penelitian yaitu tentang Evaluasi Formasi dan

penentuan zona prospek reservoar pada Formasi Talang Akar, lapangan

“WR”, Cekungan Jawa Barat Utara.

2. Karakterisasi reservoar pada sumur WR-01, WR-11, WR-12, WR-13

terbatas pada reservoar di interval Formasi Talang Akar yang memiliki data

produksi.
3. Karakterisasi reservoar didasarkan pada analisis wireline log, hasil analisis

RCAL (Routine Core Analysis), dan analisis data SCAL (Special Core

Analysis).

4. Analisis batuan inti menggunakan data sekunder, penyusun hanya

melakukan review ulang dan penambahan analisis terhadap struktur

sedimen dan lingkungan pengendapan.

5. Analisis petrofisika yang dilakukan meliputi perhitungan volume serpih,

porositas efektif, saturasi air, dan permeabilitas.

6. Metode perhitungan saturasi air pada Formasi Talang Akar adalah

Simandoux, dikarenakan salinitasi air formasi yang tinggi.

7. Perangkat lunak yang digunakan di dalam penelitian adalah Paradigm

2014.1 Geolog 7. Copyright © 1998-2012 Paradigm Ltd.

I.6 Peneliti Terdahulu

Studi bawah permukaan dan eksplorasi hidrokarbon di daerah Cekungan Jawa

Barat Utara telah dimulai sejak kemerdekaan Indonesia, dan informasi mengenai

eksplorasi tersebut dirangkum dengan cukup lengkap oleh Suyono et al., (2005).

Eksplorasi hidrokarbon di lapangan ini telah menggunakan konsep play

hidrokarbon mulai dari konvensional sampai non-konvensional. Salah satu konsep

yang dipakai untuk menemukan cadangan pada Formasi Talangakar adalah konsep

cekungan dalam atau sub-cekungan, di mana fokus eksplorasi adalah untuk

mengidentifikasi prospek yang terdapat di sub-cekungan, salah satunya digunakan

di Rendahan Cipunegara. Konsep ini telah diaplikasikan sejak 1995 dan telah

menemukan beberapa sumur antara lain sumur Melandong-1 dan Karangbaru-1.


Keberhasilan tersebut berlanjut hingga pada tahun 2000 dilakukan survei

seismic seluas 560km2 dan menghasilkan beberapa zona prospek pengeboran.

Hasilnya antara lain dapat ditemukan di salah satu lapangan penelitian, di mana

pada tahun 2004 berhasil ditemukan adanya hidrokarbon yang ekonomis, di mana

di Formasi Talang Akar dapat mengalirkan hidrokarbon hingga 225 BOPD +

1.5MMCFGPD, sedangkan di Formasi Baturaja dapat mengalirkan hidrokarbon

hingga 1510 BOPD + 5.6 MMCFGPD (Suyono et al., 2005). Penemuan cadangan

hidrokarbon di Cekungan ini terus berlanjut seperti yang terlihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Grafik penemuan cadangan hidrokarbon di Cekungan Jawa Barat Utara dari
tahun ke tahun (Suyono et al., 2005)

Selain studi eksplorasi dan bawah permukaan, peneliti lainnya yaitu

Clements dan Hall (2007) berhasil membangun konsep paleogeografi yang

berkembang di Cekungan Jawa Barat Utara. Terjadi evolusi yang kompleks pada

cekungan tersebut sejak Kapur Akhir hingga Miosen Akhir. Pada Kapur Akhir,

fragmen kerak benua dari Gondwana bertumbukan dengan paparan selatan dari
Sundaland menyebabkan terbentuknya zona subduksi Meratus. Rekonstruksi

paloegeografi dari Kapur Akhir terdapat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Rekonstruksi paleogeografi dari Asia Tenggara pada Kapur Akhir (Clement
dan Hall, 2007)

Pada Eosen Tengah subduksi masih terus berlangsung di sebelah selatan

dari Paparan Sunda, yang kemudian membentuk Formasi Ciletuh. Formasi Ciletuh

tersusun oleh Breksi polimik kasar, debris turbidit volkanogenik. Formasi tersebut

diinterpretasikan terendapkan pada laut dalam, pada setting tektonik fore arc.

Selain terbentuk Formasi Ciletuh, terbentuk pula Formasi Ciemas di sebelah

utara dari Formasi Ciletuh. Formasi Ciemas tersusun oleh batupasir kuarsa,

batupasir kerikilan, dan konglomerat. Formasi ini terdeposisi pada perairan

dangkal, disekitar narrow shelf edge, terbentuk mulai dari Eosen Tengah – Eosen

Akhir. Formasi Ciemas ini juga setara dengan Formasi Bayah, yang terlampar

mulai dari Sukabumi Barat hingga Timur. Formasi ini memiliki kadar kuarsa tinggi

yang diduga berasal dari sungai teranyam yang memiliki aliran hingga ke narrow
shelf (Clement dan Hall, 2007). Rekonstruksi paleogeografi dari Eosen Tengah-

Akhir terdapat pada Gambar 1.4.

: Lokasi penelitian

: Lokasi penelitian

Gambar 1.4. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Eosen Tengah-Akhir
(Clement dan Hall, 2007)
Sedimen pada Eosen Akhir memiliki ketebalan yang lebih tinggi

dibandingkan Eosen Tengah, hal ini disebabkan karena ruang akomodasi yang

terbentuk pada Eosen Akhir lebih besar dibandingkan dengan Eosen Tengah.

Kondisi tersebut disebabkan oleh aktifnya patahan-patahan dengan orientasi N-S


dan E-W pada bagian Utara dari Cekungan Jawa Barat Utara (Yulianto et al di

dalam Clement dan Hall, 2007)

Selain itu pada Eosen Akhir-Oligosen Akhir juga terjadi pemekaran

berorientasi E-W di Laut Jawa Barat Utara. Pemekaran tersebut berasosiasi dengan

aktivitas vulkanik yang berpusat di Jatibarang. Material hasil erupsi vulkanik

tersebut mengisi rendahan-rendahan yang memiliki orientasi N-S yang berasosiasi

dengan endapan lacustrine. Rekonstruksi paleogeografi dari Oligosen Awal

terdapat pada Gambar 1.5.

: Lokasi penelitian

Gambar 1.5. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Oligosen Awal
(Clement dan Hall, 2007)

Pada Oligosen Akhir, ekstensi dari Laut Jawa Utara perlahan berhenti,

disertai dengan berakhirnya aktivitas vulkanik disekitar Jatibarang. Bersama

dengan berakhirnya aktivitas vulkanik, maka cekungan yang telah terbentuk

kemudian terisi oleh sedimen-sedimen darat yaitu fluvial dan lacustrine dari

Formasi Talang Akar. Meski Formasi Talang Akar didominasi oleh sedimen darat,
namun sempat pula muncul sisipan sedimen laut yang berasal dari area Arjuna

(Pertamina, 1996 di dalam Clement dan Hall, 2007).

Selain itu di bagian Selatan dari Jawa Barat Utara terjadi kenaikan muka air

laut yang menyebabkan terendapkannya batugamping Rajamandala. Rekonstruksi

paleogeografi pada Oligosen Akhir terdapat pada Gambar 1.6.

: Lokasi penelitian

Gambar 1.6. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Oligosen Akhir
(Clement dan Hall, 2007)

Pada Miosen Awal terjadi penurunan (subsidence) pada Jawa Barat bagian

Utara sehingga terbentuk Batugamping Formasi Baturaja dan terlampar secara luas.

Karbonat reef dan platform terbentuk pada bagian tinggian pada blok patahan,

sedangkan endapan lumpur karbonat terbentuk pada daerah rendahan (Pertamina,

1996 dalam Clement dan Hall, 2007). Rekonstruksi paleogeografi pada Oligosen

Akhir terdapat pada Gambar 1.7.


: Lokasi penelitian

Gambar 1.7. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Miosen Awal
(Clement dan Hall, 2007)

Pada Miosen Tengah terendapkan Formasi Cibulakan Atas di Laut Jawa

Utara, dimana Formasi Cibulakan Atas tersebut terderi atas Anggota Sedimen

Klastik Massive, serta Karbonat Mid Main dan Pre Parigi (Pertamina, 1996 dalam

Clement dan Hall, 2007). Sedangkan pada Miosen Akhir kembali terjadi kenaikan

muka air laut di Jawa Barat Utara, sehingga menyebabkan terdeposisinya Formasi

Parigi yang melampar luas di hampir seluruh area Jawa Barat bagian Utara.

Rekonstruksi paleogeografi pada Miosen Tengah dan Akhir terdapat pada Gambar

1.8 dan Gambar 1.9.


Gambar 1.8. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Miosen Tengah
(Clement dan Hall, 2007)

Gambar 1.9. Rekonstruksi paleogeografi dari Jawa Barat Utara pada Miosen Akhir
(Clement dan Hall, 2007)

Porositas rata-rata yang dijumpai pada lapangan ini umumnya berada pada

kisaran angka 10-15% dengan tingkat saturasi air berada pada angka 40-50%,

dengan tebal reservoar berkisar pada angka 12-50 ft, selain itu Formasi Talang Akar
ini juga dapat dibagi kedalam beberapa zona prospek hidrokarbon, yaitu Zona

TAF1- Zona TAF6 (Pertamina, 2006).

Dengan prospek yang baik tersebut, maka pemahaman lebih mendalam

akan karakterisitik fisik dari batuan penyusun reservoar diperlukan sebagai data

pendukung untuk pengembangan lapangan di Rendahan Cipunegara ini di masa

yang akan datang.

I.7. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapakan dapat diperoleh zona-zona yang memiliki

prospek sebagai reservoar hidrokarbon. Selain itu dapat diketahui pula karakteristik

dari interval yang memiliki prospek sebagai reservoar hidrokarbon. Hal tersebut

dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis potensi sumur eksplorasi

baru ataupun mengembangkan sumur yang sudah ada, sehingga dapat diketahui

lebih dahulu karakteristik dari reservoar yang kemungkinan akan ditemukan dalam

eksplorasi. Data hasil analisis petrofisika juga dapat digunakan sebagai data

pendukung dalam penelitian selanjutnya, seperti analisis konektivitas reservoar,

analisis EOR (Enhanced Oil Resevoir), dan analisis reservoar resistivitas rendah.

Anda mungkin juga menyukai