Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri adalah kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul,
2008). Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007). Penyebab terjadinya Nyeri terdapat trauma (kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua,
penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olahraga),
Gangguan fungsi anggota gerak.
Trauma antara lain kekerasan langsung, kekerasan tidak langsung
dan kekerasan akibat tarikan otot, nyeri pembengkakan, Terdapat trauma
(kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi
pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja,
trauma olahraga), Gangguan fungsi anggota gerak yaitu Fraktur. Fraktur
adalah terputusnya continuitas tulang , tulang rawan sendi , tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial (Chairudin , 2007).
Fraktur pada tempat khusus menurut brunner & suddart (2005) salah
satunya adalah fraktur Pelvis, Fraktur pelvis yaitu putusnya kontinuitas
tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi dan gangguan
struktur tulang dari pelvis (Chairudin , 2007). Pada klien dengan trauma
pelvis dapat menimbulkan komplikasi yang menyertai berupa perdarahan
besar, rupture kandung kemih, cidera uretra dan nyeri akut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pre Operasi Klien dengan
Gangguan pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman nyeri akibat
patologis system musculoskeletal.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui pengkajian Pre Operasi Klien dengan Gangguan
pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman nyeri akibat patologis
system musculoskeletal.
b. Untuk mengetahui diagnosa Pre Operasi Klien dengan Gangguan
pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman nyeri akibat patologis
system musculoskeletal.
c. Untuk mengetahui intervensi Pre Operasi Klien dengan Gangguan
pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman nyeri akibat patologis
sistem muskuloskeletal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. GANGGUAN RASA AMAN NYAMAN NYERI


1. Pengertian
Nyeri adalah kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya
(Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial. (Judith M. Wilkinson 2012).

2. Etiologi
Etiologi nyeri menurut Tamsuri (2007) dibagi menjadi beberapa factor
yaitu :
a. Mekanik
Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat
ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri
akibat trauma mekanik ini adalah akibat adanya benturan,
gesekan, luka dan lain-lain.

b. Thermis
Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air
c. Khemis

3
Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia
yang bersifat asam atau pun basa kuat
d. Elektrik
Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik
yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan
kekejangan otot dan luka bakar.
e. Neoplasma
Neoplasma dibai dua macam yaitu neoplasma jinak dan
neoplasma ganas
f. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
Pasien dengan infark miokard akut atau pun angina pektoris yang
Peradangan
Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung
saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh
pembengkakan. Contohnya adalah nyeri karena abses.
g. Trauma psikologis

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut Tamsuri (2007) :
a. Klien melaporkan nyeri baik secara verbal atau non verbal
b. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang, mengeluh)
c. Menunjukkan kerusakan pada bagian tubuhnya.
d. Posisi untuk mengurangi nyeri.
e. Ada gerakan untuk melindungi.
f. Tingkah laku berhati-hati.
g. Fokus pada diri sendiri dan penurunan interaksi dengan
lingkungan.
h. Perubahan dalam nafsu makan dan minum.

4. Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka
terbentuklah zat-zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim
proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan merusak ujung
saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan
dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan
ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor

4
mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan
atau mengalami nyeri (Mubarak dan Chayatin, 2008).

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Aziz (2008) :
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di
abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah
yang pecah di otak

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan :
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Monitor tanda – tanda vital
2) Kaji adanya infeksi atau peradangan
3) Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri)
4) Kompres hangat
5) Mengajarkan tekhnik relaksasi
b. Penatalaksanaan medis
1) Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien
merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh
nyeri
2) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen
obat analgesik seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau
air. Terapi ini dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena
faktor persepsi kepercayaan pasien.

7. Pengkajian Fokus
Pengkajian Fokus :
a. Perilaku non verbal
Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara lain
ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll
b. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
c. Factor presipitasi

5
Beberapa factor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara lain
lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
d. Intensitas
Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau
dapat menggunakan skala dari 0-10.
e. Waktu dan lama
Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa
lama, bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri
terakhir timbul.
f. Hal uang perlu dikaji lainnya adalah karakteristik nyeri (PQRST)
1) P (provokatif) : Factor yang mempengaruhi gawat dan
ringannya nyeri
2) Q (quality) : Seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau
tersayat)
3) R (region) : Daerah perjalanan nyeri
4) S (Skala nyeri) : keparahan/ intensitas nyeri
5) T (time) : lama/waktu serangan/ frekuensi nyeri.

8. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang sering muncul berdasarkan
Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) menurut Herdman (2012) adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri akut b.d cidera fisik
b. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
c. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyaman fisik.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang.
e. Defisit perawatan diri b.d gangguan mobilitas fisik

6
B. DIAGNOSA MEDIS (FRAKTUR PELVIS)
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan
(Black, 2014). Menurut Price & Wilson (2008) fraktur adalah patah
tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Mansjoer, 2007). Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis (Arif, 2011).
Fraktur pelvis yaitu putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi dan gangguan struktur tulang dari
pelvis (Chairudin , 2007).

2. Etiologi
Etiologi menurut Muttaqin (2008) adalah :
Trauma biasanya terjadi secara langsug pada panggul karena
tekanan yang besar setelah jatuh dari ketinggian. Orang tua yang
terkena osteoporosis atau osteomalasia dapat mengalami fraktur stres
pada ramus pubis. Karena ragiditas panggul, keretakan pada salah satu
bagian cincin akan disertai robekan pada titik lain, kecuali pada trauma
langsung. Sering titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau mungkin
terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada sakro-iliaka.
Mekanisme trauma pada cincin panggul adalah sebagai berikut :
a. Kompresi anteroposterior. Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan
antara seorang pejalan kaki dan kendaraan. Ramus pubis
mengalami fraktur. Tulang inominata terbelah dan mengalami
rotasi eksterna disertai robekan imfisis. Keadaan ini disebut
sebagai open book injury. Bagian posterior ligamen sakro-iliaka

7
mengalami robekan parsial atau dapat disertai fraktur bagian
belakang ilium.
b. Kompresi lateral. Kompresi dari samping akan menyebabkan
cincin mengalami keretakan. Hal ini terjadi apabila ada trauma
samping karena kecelakan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
Pada keadaan ini kedua sisi ramus pubis bagian depan mengalami
fraktur, bagian belakang terdapat strain dari sendi sakro-iliaka),
fraktur ilium, atau dapat pula terjadi fraktur ramus pubis pada sisi
yang sama.
c. Trauma vertikal. Tulang inominata pada satu sisi mengalami
pergerakan secara vertikal disertai fraktur ramus pubis dan
gangguan sendi sakro-iliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi
apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.
d. Trauma kombinasi. Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi
kombinasi antar kelainan di atas.

3. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik menurut Muttaqin (2008) :
Adanya riwayat trauma yang mengenai panggul akibat dari
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti
jatuh dari pohon atau bangunan. Pengkajian yang didapat, meliputi
nyeri, paralisis ekstremitas bawah, perdarahan sampaisampai syok,
kerusakaan alat kelamin dan rektum, ileus paralitik, retensiurine, dan
pada keadaan tertentu pasien sudah masuk pada Adult Respiratory
Distress Syndrome (ARDS). Pasien mungkin datang dalam keadaan
anemia dan syok karena perdarahan dalam hebat.
Pemeriksaan fisik pasien yang mengalami fraktur pelvis dapat
menyebabkan gangguan pada berbagai sistem. Perubahan pada sistem
pernapasan terutama pasien trauma panggul berat disertai
perdarahanbanyak dan syok pasien biasanya akan jatuh pada kondisi
ARDS atau gagal napas akut. Pengkajian pada sistem kardiovaskuler
didapatkan renjatan (syok hipovolemik atau syok hamoragi) yang
sering terjadi pada pasien cedera panggul sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskuler cedera panggul pada beberapa keadaan

8
dapat ditemukan tekanan darah menurun, nadi bradikardi, berdebar-
debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, serta bradikardia
ekstremitas dingin atau pucat. Nadi bradikardi merupakan tanda dari
perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menandakan
adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi
menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal
dari suatu renjatan. Tingkat kesadaran bisa berubah sesuai komplikasi
yang dapat mengganggu organ-organ vital. Lesi saraf skiatrik: dapat
terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Lesi pleksus
lumbosakralis: biasanya terjadinya pada fraktur sakrum yang bersifat
vertikal disertai pergeseran, terjadi gangguan fungsi seksual apabila
mengenai pusat saraf. Pada pasien dengan trauma punggul
anterolateral yang mengenai kandung kemih akan didapatkan
hematuria, nyeri berkemih, deformitas pada pubis sampai kelainan
pada alat kelamin sangat mengganggu proses miksi. Pada pemeriksaan
urine output kadang tidak ditemukan, disini perawat harus waspada
dengan adanya ruptur kandung kemih dan ruptur uretra sehingga urine
keluar ke rongga peritoneum.
Look : sering dijumpai kondisi pasien sangat parah dengan
penurunan kesadaran umum. Pada status lokal terlihat adanya memar
yang luas pada area panggul. Inspeksi skrotum dan perineum bisanya
didapatkan adanya perdarahan, pembengkakan, serta deformitas pada
panggul dan alat kelamin luar.
Feel : didapatkan adanya nyeri tekan pada panggul. Terdapat
derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan
simfisis pubis.
Move : Hambatan dalam melakukan aktivitas duduk. Disfungsi
motor paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada
ekstremitas bawah.

4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Lukman (2009) :

9
a. Penatalaksanaan kegawat daruratan, ditunjukkan pada fase awal,
meliputi hal-hal sebagai berikut.
a) penanganan kestabilan jalan napas dan ventilasi.
b) penangananan perdarahan dan sirkulasi.
c) penangananan uretra dan kandung kemih.
d) pencegahan open book injury dan menurunkan nyeri. Fiksasi
panggul merupakan intervensi penting untuk menurunkan
respon nyeri dan mencegah cedera open book injury.
b. Terapi fraktur pelvis, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Konservatif. Penatalaksanaan imobilisasi denganpemasangan
pelvik sling dilakukan untuk menurunkan nyeri dan mencegah
pergerakan fragmen.
b) Pembedahan dengan ORIF dan OREF. Intervensi bedah
ortopedi dilakukan untuk imobilisasi dan reduksi fraktur pelvis.
Pengaturan posisi dengan traksi pelvic sling untuk
menurunkan respons nyeri pada pasien dengan fraktur pelvis.
Pada kondisi klinik orang dewasa dengan berat badan 60 kg,
maka pemberian bebab traksi sebesar 10 kg dan bisa dinaikkan
sampai 15 kg pada kedua pemberat sehingga dapat menaikkan
tubuh pasien dari tempat tidur sekitar 3 cm. Pemasangan traksi
pelvic sling ini dilakukan sampai pasien dapat dilakukan bedah
perbaikan atau pemasangan fiksasi interna/eksterna. Oleh
karena itu, perawat perlu selalu memonitor adanya komplikasi
dari adanya kondisi syok, ketidakmampuan eliminasi urine, dan
respons penekanan pada bagian posterior.
c. Persiapan Operasi
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum operasi Adapun hal-hal
yang perlu diperisapkan sebelm menjalani operasi baik secara fisik
ataupun mental adalah sebagai berikut :
1) Menjalani hidup sehat
Pasien yang akan menjali operasi, sebisa mungkin harus segera
mengubah gaya hidup jadi lebih sehat. Dirangkum dari
berbagai penelitian, orang yang menjalani gaya hidup sehat
punya peluang keberhasilan operasi lebih besar dan waktu
pemulihan lebih cepat. Cukup tidur, mengonsumsi makanan

10
bergizi seimbang, dan aktif bergerak. Penting juga untuk
berhenti merokok dan minum alkohol sampai pasien sembuh
total
2) Puasa sebelum operasi
Beberapa hari sebelum operasi dokter akan memberi tahu
apakah pasien perlu puasa dulu sebelum operasi. Pasalnya,
perut yang kosong akan membantu kerja bius selama pasien
dibedah. Konsultasikan secara rinci makanan apa saja yang tak
boleh dikonsumsi dan kapan puasa harus dimulai. Termasuk
apakah pasien masih harus melanjutkan minum obat yang
sudah diresepkan sebelumnya.
3) Pemeriksaan kesehatan sebelum operasi
Pemeriksaan ini meliputi riwayat penyakit, riwayat minum
obat, atau cek darah.
4) Jangan membawa atau memakai aksesori apapun
Pasien diminta menanggalkan semua perhiasan seperti kalung,
cincin, dan anting sebelum operasi. Pasien juga sebaiknya
tidak memakai cat kuku atau riasan wajah apapun. Gunanya
adalah mencegah infeksi bakteri atau kontaminasi dari partikel-
partikel asing selama operasi berlangsung.
5) Gunakan sabun antiseptik untuk mandi
Tujuannya untuk mengurangi risiko infeksi oleh bakteri jahat
yang menempel di tubuh.
6) Minta pasien perbanyak minum air putih
Jangan sampai tubuh pasien mengalami dehidrasi, sebab
distribusi oksigen ke jaringan akan terhambat sehingga
penyembuhan luka menjadi lebih lama
d. Jenis operasi pada fraktur
Umumnya penanganan fraktur dibagi 2 macam, yaitu; secara
konservatif (penanganan tanpa pembedahan) dan operatif meliputi
operasi ORIF dan OREF.
1) Operasi ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi)
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. ORIF
(Open Reduksi Internal Fiksasi), open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen

11
tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti
letak asalnya. Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan
plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk
mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2) Operasi OREF (Open Reduksi Eksternal Fiksasi)
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana
prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur
, sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal
kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang
lain. Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur
terbuka dengan kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan
dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif ( hancur atau
remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga
posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini
memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami
kerusakan fragmen tulang.

5. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Muttaqin (2012) :
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada punggul karena
tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua
dengan oesteoporosis atau osteomalasia dapat terjadi fraktur stres pada
ramus pubis. Oleh karena rigiditas panggul, maka keretakan pada salh
satu bagian cincin akan isertai robekam pada ttik lain, kecuali pada
trauma langsung. Sering kali titik kedua tidak terlihat dengan jelas atau
mungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada
sendi sakro-iliaka.
Trauma pada pelvis akan menyebabkan kerusakan pada :
a) Kerusakan pada tulang pelvis
b) Kerusakan jaringan lunak pada panggul
c) Kerusakan pada organ bagian dalam panggul

12
Kerusakan atau komplikasi dari cedera pelvis meliputi
komplikasi segera dan lanjut. Pada komplikasi segera, meliputi hal-hal
berikut.

a) Trombosis vena ilio-femoral (komplikasi ini sering ditemukan


dan sangat berbahaya. Apabila ada keraguan sebaiknya
diberikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik).
b) Robekam kandung kemih (robekan dapat terjadi apabila ada
diserupai simfisi pubis atau rusukam dari bagian tulang panggul
yang tajam).
c) Robekam uretra (robekan uretra terjadi karena adanya disrupsi
pubis pada daerah uretra pars membranosa).
d) Trauma rektum dan vagina.
e) Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan
perdarahan masif sampai syok.
f) Trauma pada saraf: lesi saraf skiatik (lesi saraf skiatik dapat
terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi). Lesi pleksus
lumbosakralis(biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang
bersifat vertikal disertai pergeseran. Terjadi gangguan fungsi
seksual apabila mengenai saraf pusat)

13
6. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Tek ssm tulang >


Pergeseran frag tulang Laserasi kulit Spasme otot tinggi dr kapiler

Putus Pening. Tek Reaksi stress


Kerusakan vena/arteri kapiler klien
deformitas integritas
kulit

Pelepasan Melepaskan
gg. fungsi
Resiko infeksi pendarahan histamin katekolamin
tubuh

Protein plasma Memobilisasi


Kehilangan volume hilang
cairan asam lemak
Gg. Mobilitas
fisik angan volume cairan
edema
Bergabung dg
trombosit
Syok
hipovelemik
Penekanan
pem. darah emboli

Menyumbat
Penurunan per.
Gambar 1.1 Pathway Fraktur Pelvis pem. darah
jaringan
Sumber : Musliha (2010)

gg. perfusi jaringan


C. ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERASI
1. Pengkajian Di Bangsal
Pengkajian menurut Suratun, dkk (2008) :
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur adalah nyeri.Nyeri bisa
akut maupun kronik, tergantung lamanya serangan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri saat bergerak, adanya
deformitas atau gerakan abnormal setelah terjadi trauma langsung
yang mengenai tulang.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami fraktur sebelumnya, apakah
klien mempunyai penyakit tulang seperti osteoporosis, kanker
tulang, atau penyakit penyerta lainnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga ada yang mengalami hal serupa dengan pasien,
dan apakah keluarga memiliki penyakit tulang / penyakit lainnya
yang diturunkan.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon dan
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing ( B1 )
Bagaimana pernafasannya, reguler/tidak, bagaimana
kesimetrisannya, bagaimana suaranya apakah terdapat suara
tambahan. Apakah terdapat pergerakan otot antar rusuk,
bagaimana gerakan dada, bagaimana suaranya apakah ada
pembesaran dada.
2) Blood ( B2 )
Tanda :
a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat senbagai respon
terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)

15
b) Takikardi ( respon stress, hipovolemi )
c) Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler, lambat, pusat bagian yang terkena.
d) Pembengkakan jaringan atau masa hematon pada sisi
cedera.
3) Brain ( B3 )
Gejala :
a) Hilang gerakan/sensori, spasme otot
b) Kesemutan

Tanda :
a) Deformitas local angurasi abnormal, pemendekan, rotasi
krepitasi (bunyi berdent) spasme otot, terlihat kelemahan
atau hilang fungsi.
b) Agitasi (mungkin badan nyeri/ansietas/trauma lain)
4) Bowel ( B4 )
Bagaimana bentuk/kesimetrisnya, turgor kulit abdomen apakah
suara tambahan dan bagaimana peristaltik ususnya.
5) Bladder ( B5 )
Bagaimana bentuk/kesimetrisannya, apakah terdapat lesi,
apakah terjadi inkontinensia urun.
6) Bone ( B6 )
Tanda :
a) Laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan, perubahan
warna.
b) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba)
c) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Lingkungan cedera memerlukan bantuan dengan


transplantasi, aktivitas perawatan diri dan tugas pemeliharaan /
perawatan rumah.

2. Pengkajian Sebelum Operasi


Pre operasi (pre bedah) merupakan masa sebelum dilakukannya
tindakan pembedahan, dimulai sejak persiapan pembedahan dan
berakhir sampai pasien di meja bedah.
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap pra oprasi adalah pegetahuan
tentang persiapan pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada

16
prosedur pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu
pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidak tahuan klien tentang
prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta
petugas kesehatan dari klien dan keluarganya mengenai tindakan
tersebut.
a. Rencana tindakan :
1) Pemberian pendidikan kesehatan pre operasi.
Pendidikan kesehatan yang perlu diberikan mencangkup
penjelasan mengenai berbagai informasi dalam tindakan
pembedahan. Informasi tersebut diantaranya tentang jenis
pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat khusus
yang di perlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang
pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah.

2) Persiapan diet
Sehari sebelum bedah, pasien boleh menerima makanan
biasa. Namun, 8 jam sebelum bedah tersebut dilakukan, pasien
tidak diperbolehkan makan. Sedangkan cairan tidak
diperbolehkan 4 jam sebelum operasi, sebab makanan dan
cairan dalam lambung dapat menyebabkan aspirasi.
3) Persiapan kulit
Dilakukan dengan cara membebaskan daerah yang akan
dibedah dari mikroorganisme dengan cara menyiram kulit
dengan sabun heksakloforin atau sejenisnya yang sesuai
dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut,
maka harus di cukur.
4) Latihan nafas dan latihan batuk
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
pengembangan paru-paru. Pernapasan yang dianjurkan adalah
pernapasan diafragma, dengan cara berikut:
a) Atur posisi tidur semifowler, lutut dilipat untuk
mengembangkan toraks.

17
b) Tempatkan tangan diatas perut.
c) Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada
mengembang.
d) Tahan napas 3 detik.
e) Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan.
f) Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama
hingga tiga kali setelah napas terakhir, batukkan untuk
mengeluarkan lendir.
g) Istirahat.
5) Latihan kaki
Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak
tromboflebitis. Latihan kaki yang dianjurkan antara lain latihan
memompa otot, latihan quadrisep, dan latihan mengencangkan
glutea. Latihan memompa otot dapat dilakukan dengan
mengontraksi otot betis dan paha, kemudian istirahatkan otot
kaki, dan ulangi hingga sepuluh kaki. Latihan quadrisep dapat
dilakukan dengan membengkokkan lutut kaki rata pada tempat
tidur, kemudian meluruskan kaki pada tempat tidur,
mengangkat tumit, melipat lutut rata pada tempat tidur, dan
ulangi hingga lima kali. Latihan mengencangkan glutea dapat
dilakukan dengan menekan otot pantat, kemudian coba
gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat, dan ulangi
hingga lima kali.
6) Latihan mobilitas
Latihan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi,
mencegah dekubitus, merangsang peristaltik, serta mengurangi
adanya nyeri. Melalui latihan mobilitas, pasien harus mampu
menggunakan alat di tempat tidur, seperti menggunakan
penghalang agar bsa memutar badan, melatih duduk di sisi
tempat tidur, atau dengan menggeser pasiem ke sisi tempat
tidur. Melatih duduk diawali dengan tidur fowler, kemudian
duduk tegak dengan kaki menggantung di sisi tempat tidur.
7) Pencegahan cedera
Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang
perlu dilakukan sebelum pelaksanaan bedah adalah:

18
a) Cek identitas pasien.
b) Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu,
misalnya cincin, gelang, dan lain-lain.
c) Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.
d) Lepaskan kontak lensa.
e) Lepaskan protesis.
f) Alat bantu pendengaran dapat dapat digunakan jika pasien
tidak dapat mendengar.
g) Anjurkan pasien untukmengosongkan kandung kemih.
h) Gunakan kaos kaki anti emboli jika pasien berisiko terjadi
tromboflebitis.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul berdasarkan
Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) 2015 menurut Hardman (2012) adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri Akut b.d agen cidera fisik
b. Gangguan mobilitas fisik b.d diskontinuitas jaringan tulang
c. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik (imobilitas fisik)
d. Resiko infeksi b.d gangguan integritas kulit

4. Tujuan Keperawatan
Tujuan keperawatan menurut NOC (Nursing Outcomes Classification)
a. Nyeri Akut b.d agen cidera fisik
Definisi : sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial. Kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Study
Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya
dari ringan sampai berat yang dapat di antisipasi dengan akhir yang
dapat diprediksi dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan kebutuhan rasa nyaman pasien terpenuhi dengan
kriteria hasil :
1) Ekspresi wajah tidak tegang atau rileks
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)

19
4) Mampu melakukan teknik non farmakologi untuk mengurangi
nyeri
5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
b. Gangguan mobilitas fisik b.d diskontinuitas jaringan tulang
Definisi : keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik
tertentu pada bagian tubuh atau satu lebih ekstremitas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan pasien meningkat dalam aktifitas fisik dengan
kriteria hasil :
1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat
paling tinggi.
2) Mempertahankan posisi fungsional
3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan
mengkonpensasi bagian tubuh
4) Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktifitas
c. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik (imobilitas fisik)
Definisi : kerusakan pada epidermis dan atau dermis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan pasien mampu :
1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
2) Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah
kulit yang mengalami gangguan
3) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera berulang
4) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami
d. Resiko infeksi b.d gangguan integritas kulit
Definisi : peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan pasien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi
dalam intervensi untuk mencegah atau mengurangi resiko infeksi
dengan kriteria hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3) Jumlah leukosit dalam batas normal
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat

5. Perencanaan Keperawatan

20
Intervensi keperawatan menurut NIC (Nursing Intervention
Classification) Bulechek (2015) :
a. Nyeri Akut b.d agen cidera fisik

Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda 1. Kenaikan tanda- tanda vital
vital mengindikasikan adanya
nyeri
2. Membantu mengevaluasi
2. Kaji nyeri secara
derajat ketidaknyamanan
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,durasi,
frekuensi, kualitas, dan
faktor presipitasi
3. Observasi reaksi non 3. Ketidaknyamanan
verbal dari menurunkan ketegangan
ketidaknyamanan. otot, meningkatkan
relaksasi, dan meningkatkan
kemampuyan koping.
4. Membantu pasien untuk
4. Kontrol lingkungan yang
istirahat lebih efektif adan
dapat mempengaruhi
memfokuskan kembali
nyeri seperti suhu
sehingga mengurangi nyeri
ruangan, pencahayaan,
dan ketidaknyamanan
dan kebisingan
5. Mengurangoi nyeri,
5. Ajarkan teknik non
meningkatkan kenyamanan
farmakologi
6. Diduga inflamasi peritoneal,
6. Berikan analgetik untuk
yang memerlukan intervensi
mengurangi nyeri
medik cepat

b. Gangguan mobilitas fisik b.d diskontinuitas jaringan tulang

Intervensi Rasional
1. Kaji derajat imobilitas 1. Pasien mungkin dibatasi

21
yang dihasilakan oleh oleh pandangan diri atau
cidera atau pengobatan persepsi diri tentang
dan perhatikan persepsi keterbatasan fisik aktual,
pasien terhadap imobilitas memerlukan informasi atau
intervensi untuk
meningkatkan kemajuan
kesehatan

2. Meningkatkan aliran darah


2. Instruksikan pasien untuk
ke otot dan tulang untuk
atau bantu dalam rentang
meningkatkan tonus otot,
gerak pasien atau aktif
mempertahankan gerak
pada ekstremitas yang
sendi, mencegah kontraktur
sakit dan yang tidak sakit
atau atrofi dan resobsi
kalsium karena tidak
digunakan
3. Hipotesi postural adalah
3. Awasi tekanan darah masalah umum menyertai
dengan melakukan tirah baring lama dan dapat
aktivitas, perhatikan memerlukan intervensi
keluhan pusing khusus (contoh kemiringan
meja dengan peninggian
secara bertahap sampai
posisi tegak)
4. Mencegah atau
menurunkan insiden
4. Ubah posisi secara
komplikasi kulit atau
periodik dan dorong
pernafasan (dekubitus,
untuk latiahan batuk atau
atelektasis, pneumonia)
nafas dalam
5. Berguna dalam membuat
aktivitas individual atau
5. Konsul dengan ahli terapi
program latihan
fisik atau okpasi dan atau 6. Untuk membantu pasien

22
rehabilitasi spesialis dalam aktivitas diatas
6. Bantu dalam ambulasi
tempat tidur

23
c. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik (imobilitas fisik)

Intervensi Rasional
1. Monitor kulit akan adanya 1. mengetahui keadaan kulit
kemerahan
2. Anjurkan pasien untuk
2. mengurangi gesekan luka
menggunakan pakaian
pada kulit
yang longgar
3. Jaga kebersihan kulit agar 3. mencegah terjadinya
tetap bersih dan kering infeksi dan mencegah kulit
agar tidak lembab
4. Mobilisasi pasien (ubah
4. mencegah terjadinya
posisi pasien setiap 2 jam
dekubitus
sekali)
5. monitor aktivitas dan 5. mengetahui rentang gerak
mobilisasi pasien pasien

d. Resiko infeksi b.d gangguan integritas kulit

Intervensi Rasional
1. Monitor tanda dan gejala 1. Digunakan untuk
infeksi mengidentifikasi infeksi
2. Cuci tangan setiap 2. Lindungi pasien dari
sebelum dan sesudah sumber-sumber infeksi
tindakan keperawatan

3. Pertahankan teknik aseptik


pada pasien yang beresiko 3. Membantu potensial
sumber infeksi dan atau
4. Lakukan perawatan luka pertumbuhan sekunder

24
4. Melindungi pasien dari
kontaminasi selama
5. Instruksikan pasien untuk penggantian balutan
5. Mungkin digunakan untuk
minum antibiotik sesuai
mengidentifikasi infeksi
resep
atau diberikan secara
profilaktik

25

Anda mungkin juga menyukai