Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Konseling

1. Pengertian Konseling

Konseling adalah pertemuan tatap muka antara dua pihak, dimana

satu pihak membantu pihak lain untuk mengambil keputusan yang tepat

bagi dirinya dan kemudian bertindak sesuai keputusannya (Noviawati,

2011). Konseling mengindikasikan hubungan profesional antara konselor

terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individu ke individu,

walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu orang. Konseling di desain

untuk menolong klien untuk memahami dan menjelaskan pandangan

mereka terhadap kehidupan, dan untuk membantu mencapai tujuan

penentuan diri (self determination) mereka melalui pilihan yang telah

diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka, dan melalui

pemecahan maslaah emosional atau karakter interpersonal (Mcleod, 2006)

Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan

KB. Melalui konseling petugas membantu klien dalam memilih dan

memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakannya dan sesuai dengan

keinginannya, membuat klien merasa lebih puas, meningkatkan hubungan

dan kepercayaan yang sudah ada antara petugas dan klien, membantu

klien dalam menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan

keberhasilan KB (Pinem, 2009).

8
9

Konseling KB adalah percakapan yang bertujuan untuk membantu

calon peserta KB agar memahami norma keluarga kecil bahagia dan

sejahtera (NKKBS). Dengan memahami NKKBS, diharapkan mereka

memiliki keinginan untuk memiliki keluarga kecil bahagia sejahtera

(NKKBS), agar tujuan ini tercapai, maka mereka akan merasa perlu

memakai alat KB (Sulystiawati, 2014). Berdasarkan teori tersebut dapat

disimpulkan bahwa pengertian konseling adalah interaksi antara seorang

pemberi nasihat (konselor) dengan seorang penerima nasihat (konseli)

terkait dengan masalah yang tak bisa diatasi, dan masalah pengambilan

keputusan yang tepat terutama dalam pemilihan alat kontrasepsi yang baik

pasca persalinan.

2. Tujuan Konseling

Tujuan umum dilaksanakannya konseling adalah agar tercapai

peningkatan kualitas pelayanan kontrasepsi. Dari penelitian-penelitian

yang pernah diadakan, seseorang yang memilih sendiri cara kontrasepsi

yang akan digunakannya akan menggunakan kontrasepsi yang dipilih

tersebut dalam jangka waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, perlu

dilakukan konseling pada pelayanan Keluarga Berencana, walaupun

keputusan untuk menentukan pilihan berada pada individu itu sendiri.

Konselor memberikan informasi yang jelas, tepat, dan benar sesuai

dengan kebutuhan klien setelah mendengar apa yang diungkapkan oleh

klien. Konselor harus tau bahwa sebelum menentukan pilihan klien harus
10

memahami manfaat maupun kekurangan serta efek samping dari cara

kontrasepsi yang dipilihnya (Sulistyawati, 2014).

Secara detail, tujuan pemberian konseling yaitu: 1) memberikan

informasi yang tepat, lengkap, serta objektif mengenai berbagai metode

kontrasepsi sehingga klien mengetahui manfaat penggunaan kontrasepsi

bagi diri sendiri maupun keluarganya, 2) mengidentifikasi dan

menampung perasaan-perasaan negatif, misalnya keraguan maupun

ketakutan-ketakutan yang dialami klien sehubungan dengan pelayanan

KB atau metode-metode kontrasepsi sehingga konselor dapat membantu

klien dalam menanggulanginya, 3) membantu klien untuk memilih

metode kontrasepsi terbaik bagi mereka. “Terbaik” disini berati metode

yang ingin digunakan klien atau metode yang secara mantap dipilih oleh

klien, 4) membantu klien agar dapat menggunakan cara kontrasepsi yang

mereka pilih secara aman dan efektif, 5) memberi informasi tentang cara

mendapatkan bantuan dan tempat pelayanan KB, 6) menyeleksi calon

akseptor dengan risiko tinggi, khususnya untuk kontrasepsi mantap, dan

membantu mereka memilih metode kontrasepsi alternatif yang lebih

sesuai (Sulistyawati, 2014).

3. Jenis Konseling

Kenyataan yang ada di lapangan adalah tidak semua sarana

kesehatan dapat dijangkau oleh masyarakat, oleh karena itu tempat

pelayanan konseling untuk melayani masyarakat yang membutuhkan

dapat dilakukan pada dua jenis tempat pelayanan konseling berikut.


11

a. Konseling KB di lapangan (nonklinik)

Dilaksanakan oleh petugas di lapangan yaitu petugas penyuluh

lapangan keluarga berencana (PPLKB), pembina keluarga berencana

(PKB), pos pembina KB desa (PPKBD), sub-PPKBD, dan kader yang

sudah mendapatkan pelatihan konseling standar. Tugas utama

dipusatkan pada pemberian informasi KB, baik dalam kelompok kecil

maupun secara perorangan. Adapun informasi yang diberikan yaitu

pengertian dan manfaat perencanaan keluarga, proses terjadinya

kehamilan, informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap

(cara kerja, manfaat, kemungkinan efek samping, komplikasi,

kegagalan, kontraindikasi, tempat kontrasepsi yang bisa dituju,

rujukan, serta biaya).

b. Konseling KB di klinik

Dilaksanakan oleh petugas medis dan paramedis terlatih di klinik

seperti dokter, bidan, perawat, serta bidan di desa. Pelayanan

konseling yang dilakukan di klinik diupayakan agar diberikan secara

perorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di klinik

dilakukan untuk melengkapi dan sebagai pemantapan hasil konseling

di lapangan, yang mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu:

memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan

klien, memastikan bahwa pilihan klien telah sesuai dengan kondisi

kesehatannya, membantu klien memilih kontrasepsi lain apabila


12

kontrasepsi yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi

kesehatannya, merujuk klien apabila kontrasepsi yang dipilih tidak

tersedia di klinik atau membutuhkan bantuan dari ahli medis jika

ditemui masalah kesehatan lain, memberikan konseling pada

kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien tidak mengalami

keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya (Sulistyawati,

2014).

4. Metode Konseling KB

a. Bentuk Percakapan Konseling KB

Percakapan konseling KB bersifat terbuka dan terjadi dua arah.

Tujuannya untuk membantu calon atau peserta KB dalam memenuhi

kebutuhannya memilih cara KB dan mengatasi kesulitan dalam

pemakaian alat KB, misalnya karena mengalami efek samping. Tidak

ada beban target pencapaian peserta KB atau target pemakaian alat

KB. Bentuk percakapan konseling KB adalah percakapan dua arah.

Bentuk percakapan ini sangat bermanfaat untuk tujuan membantu

orang yang diberi konseling. Untuk bisa membantunya, bidan harus

bicara dengan klien dan klien juga berbicara kepada bidan. Dalam

percakapan ini bidan menyampaikan informasi kepada klien, dan klien

juga menyampaikan informasi yang mungkin diperlukan oleh bidan

untuk menolongnya.

b. Metode penyampaian konseling KB yang baik yaitu memberi

perhatian dan memahami klien, memberi penjelasan yang jelas dan


13

mudah dimengerti oleh klien, menghindari untuk terus berbicara

sendiri, memberikan kesempatan kepada klien untuk bertanya dan

menjawab pertanyaan, ketika menyebutkan bagian-bagian tubuh

tunjukkan atau gunakan gambar agar persepsi sama, mengulang

beberapa penjelasan yang bersifat petunjuk dan pesan-pesan serta

untuk pesan khusus yang diharapkan klien dapat mengingatnya maka

minta klien untuk mengulanginya.

c. Persyaratan Petugas Konseling KB

Petugas konseling KB harus memenuhi beberapa persyaratan

untuk melaksanakan tugasnya yaitu: tahu dan mengerti tentang

NKKBS, yakin terhadap manfaat KB dan tujuannya, ingin menolong

calon peserta KB agar mereka bisa mengikutinya dengan aman dan

nyaman, mau dan berusaha memahami perasaan calon peserta KB

dalam melaksanakan KB, tahu dan mengerti informasi yang benar

untuk disampaikan kepada calon peserta KB, dan sesuai dengan

tujuan itu petugas konseling KB diharapkan mempunyai komunikasi

dan hubungan yang baik dengan klien (Sulistyawati, 2014).

5. Langkah-langkah dalam konseling

Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon peserta KB

yang baru, hendaknya menerapkan enam langkah yang sudah dikenal

dengan kata kunci “SATU TUJU”. Penerapan “SATU TUJU” tersebut

tidak perlu dilakukan secara berurutan karena petugas harus

menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Beberapa klien


14

membutuhkan lebih banyak perhatian pada langkah yang satu dibanding

dengan langkah yang lainnya. Menurut Sulystiawati (2014) adapun

penjelasan mengenai kata kunci “SATU TUJU” adalah sebagai berikut.

SA: SAlam

T :Tanyakan

U : Uraikan

TU: BanTU

J : Jelaskan lebih rinci

U : Ulangan

Adapun uraian mengenai “SATU TUJU” dapat dilihat pada penjelasan

berikut:

a. SA: Sapa dan SAlam kepada klien secara sopan dan terbuka. Berikan

perhatian sepenuhnya, tanyakan apa yang perlu dibantu serta

jelaskan pelayanan yang akan diperolehnya. Usahakan berbicara di

tempat yang nyaman serta terjamin privasinya dan yakinkan klien

untuk membangun rasa percaya diri.

b. T: Tanya klien untuk mendapatkan informasi tentang dirinya, bantu

klien untuk berbicara mengenai pengalaman ber-KB, tentang

kesehatan reproduksi, tujuan, harapannya dan tentang kontrasepsi

yang diinginkannya.

c. U: Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa

pilihan reproduksi yang paling mungkin, termasuk pilihan beberapa


15

jenis kontrasepsi. Uraikan juga mengenai risiko penularan

HIV/AIDS.

d. TU: BanTUlah klien menentukan pilihannya. Bantu klien berfikir

mengenai kontrasepsi yang paling sesuai dengan keadaan dan

kebutuhannya dan dorong klien untuk mengajukan pertanyaan.

Tanggapi klien secara terbuka, dan bantu klien untuk

mempertimbangkan kriteria dan keinginan klien terhadap setiap jenis

kontrasepsi. Tanyakan juga apakah pasangannya memberi dukungan

terhadap kontrasepsi yang dipilihnya. Pada akhirnya yakinkan klien

bahwa ia telah membuat suatu keputusan yang tepat dan kemudian

petugas dapat menanyakan “apakah anda memutuskan pilihan

terhadap jenis kontrasepsi yang ingin anda gunakan?”

e. J: Jelaskan secara lengkap tentang kontrasepsi pilihannya setelah

klien memilih kontrasepsinya, jika perlu tunjukkan dan perlihatkan

alat kontrasepsi yang dimaksud, bagaimana cara penggunaannya dan

kemudian cara kerjanya. Dorong klien untuk bertanya dan petugas

menjawab secara lengkap dan terbuka. Berikan juga penjelasan

tentang manfaat ganda metode kontrasepsi. Misalnya, kondom selain

sebagai alat kontrasepsi juga dapat mencegah infeksi menular

seksual.

f. U: perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buat

perjanjian kapan klien perlu kembali untuk melakukan pemeriksaan

lanjutan atau permintaan kontrasepsi jika dibutuhkan. Perlu juga


16

selalu mengingatkan agar kembali bila terjadi suatu masalah

(Sulystiawati, 2014).

6. Fase-Fase Proses Konseling

Dalam pelaksanaan konseling diberbagai situasi akan timbul

bermacam-macam variasi. Hal ini terjadi karena konselor menghadapi

klien yang punya temperamen, watak, dan kepribadian yang berbeda-

beda. Hanya saja, keseluruhan proses konseling yang dilakukan oleh

konselor memiliki kemiripan pola yang dapat dikenali. Pola yang

dimaksud adalah fase-fase dalam proses konseling yang terdiri atas

beberapa unsur berikut ini:

a. Persiapan (Preparation), proses konseling sebenarnya sudah dimulai

sebelum konselor dan klien bertemu. Klien sering kali belajar terlebih

dahulu untuk menyampaikan apa yang seharusnya dikatakan kepada

konselor. Klien tidak saja memiliki keinginan-keinginan terhadap

proses konseling, melainkan juga menginginkan adanya pengertian

dari konselor. Sering kali klien merasa berat untuk datang dan

melakukan pertemuan konseling. Hal ini dikarenakan adanya rasa

takut pada diri klien untuk menyampaikan masalahnya kepada

konselor.

b. Pembukaan (Preamble), kata preamble dapat diartikan sebagai proses

pembukaan dalam keseluruhan proses konseling. Pertemuan awal

dalam proses konseling menjadi saat yang sangat penting dan

menentukan. Klien akan mengamati sikap dan perilaku konselor, pada


17

saat inilah klien menilai konselor. Klien akan menentukan sikap,

apakah proses konseling bisa dilanjutkan atau tidak. Di saat ini pula

konselor diharapkan mampu menciptakan hubungan yang baik

(rapport) dengan klien.

c. Memulai proses (Getting Started), jika fase preamble dapat dilewati

dengan baik maka permulaan proses konseling dapat dimulai.

Kesiapan klien untuk memulai proses konseling ditandai dengan sikap

duduknya yang santai, tidak menunjukkan kegugupan dalam berbicara

bahkan tidak menunjukkan kecemasan atau ekspresi yang tegang.

Untuk mengawali proses konseling, konselor dapat memulainya

dengan menanyakan perasaan klien saat ini. Hal ini penting dilakukan

guna mengetahui bagaimana perasaan klien sebenarnya sehingga hal

tersebut akan memudahkan proses konseling. Selain itu dapat

menimbulkan perasaan merasa dipahami pada diri klien.

d. Mendengarkan dengan aktif (Active Listening), mendengarkan

mungkin sesuatu yang sangat sulit atau bahkan membosankan, apalagi

jika yang disampaikan adalah suatu masalah yang perlu pemecahan.

Mendengarkan yang dimaksud bukan asal mendengarkan saja, akan

tetapi konselor harus dapat menjadi pendengar yang aktif, yang berarti

konselor selalu merespons apa yang disampaikan oleh klien.

e. Mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah (Problem

Identification and Clarification), konselor sebaiknya mencoba untuk

mengidentifikasi dan mengklarifikasi permasalahan yang telah


18

disampaikan oleh klien setelah melalui fase-fase tersebut. Pada fase

ini konselor meringkas apa yang menjadi permasalahan klien dan

kemudian mencocokkan atau mengklarifikasi dengan apa yang telah

diringkasnya kepada klien. Apabila klien telah membenarkan apa

yang telah diringkas konselor, maka konseling bisa memasuki fase

proses konseling selanjutnya.

f. Memfasilitasi Perubahan Perilaku (Facilitating Attitude Change),

pada fase proses konseling ini, konselor harus menjajaki apakah klien

telah memahami tentang perasaannya dan permasalahannya. Jika

memang sudah memahami, konselor harus mempermudah klien untuk

melakukan perubahan sikap. Konselor mengajak klien untuk lebih

bersikap positif dan konstruktif terhadap permasalahan yang

dihadapinya.

g. Mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan dan memfasilitasi

tindakan (Eksploring Options and Facilitating Action), dalam fase ini

tugas konselor adalah membantu klien untuk mengeksplorasi dirinya

sendiri. Konselor mengajak klien untuk menggali kemungkinan-

kemungkinan positif yang dimilikinya dalam menyelesaikan

permasalahannya sendiri. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya

yang bisa menyelesaikan masalah klien adalah diri klien sendiri.

h. Terminasi (Termination), fase yang terakhir pada proses konseling

adalah mengakhiri pertemuan konseling. Sebelum proses konseling

diakhiri seharusnya konselor menyampaikan ringkasan dari


19

keseluruhan proses konseling yang telah dilakukannya. Hal ini perlu

dilakukan agar klien merasa memiliki keputusan dan klien merasa

sadar bahwa ia telah mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

Usaha dalam mengakhiri proses konseling ini diambil bila klien telah

mengambil keputusan untuk mengatasi permasalahannya (Priyanto,

2006).

B. Konsep Kontrasepsi

1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau

melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang

matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari

kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai

akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel spermisida

(Sukarni, 2013). Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh

sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah

dibuahi ke dinding rahim (Nugroho & Utama, 2014).

Pemilihan jenis kontrasepsi didasarkan pada tujuan penggunaan,

yaitu: menunda kehamilan pasangan dengan istri berusia dibawah 20

tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya, menjarangkan/mengatur

kehamilan, dan mengakhiri kesuburan (Sukarni, 2013). Metode dalam

kontrasepsi tidak ada satupun yang efektif secara menyeluruh. Meskipun

begitu, beberapa metode dapat lebih efektif dibandingkan metode lainnya.


20

Efektifitas metode kontrasepsi yang digunakan bergantung pada

kesesuaian pengguna dengan instruksi. Perbedaan keberhasilan metode

juga tergantung pada tipikal pengguna (yang terkadang tidak konsisten)

dan pengguna sempurna (mengikuti semua instruksi dengan benar dan

tepat). Perbedaan efektifitas antara penggunaan tipikal dengan

penggunaan sempurna menjadi sangat bervariasi antara suatu metode

dengan metode kontrasepsi yang lain (Pinem, 2009).

Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan untuk menunda kehamilan

jika PUS dengan usia istri kurang dari 20 tahun yaitu reversibilitas tinggi

artinya kembalinya kesuburan dapat terjadi 100% karena pasangan belum

mempunyai anak dan efektifitas tinggi, karena kegagalan akan

menyebabkan kehamilan dengan risiko tinggi dan kegagalan ini

merupakan kegagalan program. Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan

untuk menjarangkan kehamilan biasanya usia istri 20-30/35 tahun yaitu

reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih berharap punya anak lagi,

efektifitas cukup tinggi, dapat dipakai 2-4 tahun sesuai dengan jarak

kehamilan anak yang direncanakan, dan tidak menghambat ASI. Ciri-ciri

kontrasepsi yang diperlukan untuk menghentikan/mengakhiri kehamilan

yaitu efektifitas sangat tinggi karena kegagalan dapat menyebabkan

kehamilan risiko tinggi bagi ibu dan bayi sedangkan akseptor tidak

berharap punya anak lagi, dapat dipakai untuk jangka panjang, dan tidak

menambah kelainan yang sudah ada (Pinem, 2009).


21

2. Jenis-Jenis Kontrasepsi

a. Kontrasepsi Alamiah

Dalam menggunakan kontrasepsi alamiah, dianjurkan untuk tidak

menggunakan salah satu metode, tetapi dengan mengkombinasikan

keduanya.

Kontrasepsi alamiah (KBA) tanpa alat terdiri dari:

1. Metode Kalender

Metode ini memperhitungkan masa subur wanita yang

berkaitan erat dengan siklus menstruasi. Prinsipnya adalah

pasangan tidak melakukan hubungan suami istri saat masa subur

istri sehingga tidak terjadi kehamilan. Untuk meningkatkan

keefektifan metode pantang berkala diperlukan kerjasama suami

istri yang ketat, siklus menstruasi yang teratur, dan perhitungan

yang cermat. Secara kasar masa subur istri dapat diperhitungkan

dengan menghitung masa subur sekitar pertengahan siklus

menstruasi dengan interval 28 hari. Masa subur mulai hari ke-14

sampai ke-20 menstruasi. Keuntungan metode ini adalah hubungan

seks yang alami dan kepuasan seks yang tidak terganggu.

Gambar 2.1 Metode Kalender


22

2. Suhu Basal Tubuh

Suhu basal tubuh seorang wanita berbeda ketika sedang

dalam masa ovulasi dengan suhu tubuh sehari-hari. Basal tubuh

pada masa ovulasi ini mengalami kenaikan sebesar 0,05 derajat.

Peninggian suhu basal tubuh ini mulai 1-2 hari setelah ovulasi, dan

disebabkan oleh peninggian kadar hormone progesterone.

Teknik metode ini adalah :

a. Umumnya digunakan termometer khusus dengan kalibrasi

yang diperbesar (basal termometer), meskipun termometer

yang biasa dapat juga untuk dipakai.

b. Waktu pengukuran harus pada saat yang sama setiap pagi dan

setelah tidur nyenyak sedikitnya 3-5 jam serta masih dalam

keadaan istirahat mutlak.

c. Pengukuran dilakukan secara oral (3 menit), rectal (1 menit),

dan vaginal.

Gambar 2.2 Metode Suhu Basal Tubuh


23

3. Metode Lender Serviks

Dalam metode kontrasepsi ini, sebelumnya tingkat dan

volume lender serviks diukur dalam kaitannya dengan ovulasi.

Lender serviks dapat diperiksa dengan jari pada vagina untuk

mengetahui hari-hari kering dan basah. Ketika sedang subur,

vagina wanita akan basah oleh lender serviks selama berhari-hari.

Metode ini tergantung dari pengamatan perubahan konsistensi dan

volume.

Ada 10 hari basah dalam siklus menstruasi 28 hari. Hari

basah dimulai dar 2-3 hari setelah menstruasi yang ditandai dengan

lender putih yang lengket, dan diikuti oleh 3-5 hari lendir

berlimpah dan licin. Dan tahap terakhir adalah ketika ada lendir

lengket selama 3 hari setelah masa subur berakhir.

Gambar 2.3 Metode Lender Serviks

4. Senggama Terputus (Koitus Interuptus)

Prinsip dari metode ini adalah mengeluarkan penis

(kemaluan pria) menjelang ejakulasi sehingga spermatozoa

ditumpahkan diluar liang senggama. Metode ini kurang efektif

karena sering terjadi keterlambatan menarik penis, terdapat


24

ejakulasi ringan sehingga spermatozoa sudah keluar dan dapat

menimbulkan kehamilan. Kepuasan dalam hubungan seksual tidak

normal dan menimbulkan tekanan kejiwaan.

Kontrasepsi alamiah (KBA) dengan alat terdiri dari:

1. Kondom

Kondom merupakan alat kontrasepsi yang bisa melindungi

pemakainya dari penyakit menular seksual (misalnya AIDS) dan

dapat mencegah perubahan prekanker tertentu pada sel-sel leher

rahim. Ada kondom yang ujungnya memiliki penampung semen;

jika tidak ada penampung semen, sebaiknya kondom disisakan

sekitar 1 cm di depan penis. Kondom harus dilepaskan secara

perlahan karena jika semen tumpah maka sperma bisa masuk ke

vagina sehingga terjadi kehamilan.

Gambar 2.4 Kondom

2. Diafragma

Diafragma merupakan plastik berbentuk kubah dengan

sabuk yang lentur, dipasang pada serviks dan menjaga agar sperma

tidak masuk ke dalam rahim. Ukurannya bervariasi dan harus

dicocokkan oleh dokter atau perawat. Pemakaiannya harus selalu


25

bersamaan dengan krim atau jeli. Diafragma dipasang sebelum

melakukan hubungan seksual dan tetap terpasang sampai minimal

8 jam tetapi tidak boleh lebih dari 24 jam. Ukuran diafragma harus

diganti jika: terjadi penambahan atau penurunan berat badan

sebanyak lebih dari 5 kg, diafragma telah dipakai selama lebih dari

1 tahun, dan baru melahirkan anak atau mengalami aborsi karena

ukuran dan bentuk vagina mungkin mengalami perubahan.

3. Spermaticid

Spermaticid merupakan alat kontrasepsi yang dimasukkan

kedalam vagina dengan tujuan yaitu untuk membunuh sebagian

besar spermatozoa sebelum dapat masuk melalui mulut rahim

sehingga tidak cukup jumlah dan kemampuan untuk dapat

melakukan pertemuan (konsepsi) dengan sel telur (ovum). Bentuk

spermaticida ini biasanya berupa tablet vaginal, jeli, tisu dan

sebagainya. Penggunaan ini biasanya sekitar setengah jam

sebelum melakukan hubungan seks dan dipasang sedalam

mungkin sekitar mulut rahim.

Kelebihan alat kontrasepsi ini adalah penggunaannya

hanya saat hubungan seks dan tidak berbahaya karena tidak

menimbulkan efek samping apapun. Kekurangannya mungkin

dapat menurunkan keinginan seks, pada spermaticida bentuk jeli

efek licin, dan menimbulkan iritasi langsung liang senggama bagi


26

mereka yang alergi, dan kemampuannya sebagai alat untuk

mencegah kehamilan hanya sekitar 20-25%.

b. Kontrasepsi Mekanis (AKDR/IUD)

IUD adalah alat kecil yang terdiri dari bahan plastik yang lentur

yang dimasukkan kedalam rongga rahim, yang harus diganti jika

sudah digunakan selama periode tertentu. IUD merupakan cara

kontrasepsi jangka panjang. Nama populernya adalah spiral. Menurut

Nugroho dan Utama (2014) IUD adalah alat kontrasepsi kecil yang

terbuat dari sejenis plastik yang dimasukkan oleh tenaga ahli ke dalam

rahim melalui vagina.

IUD mencegah kehamilan dengan berbagai cara yaitu membunuh

maupun mengimobilisasi sperma, mecegah sperma membuahi telur

dan mencegah telur yang terbuahi menempel di rahim.

Jenis-jenis IUD di Indonesia yaitu :

1. Copper-T

IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelene dimana pada

bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan

kawat tembaga halus ini mempunyai efek antifertilisasi (anti

pembuahan) yang cukup baik. IUD ini melepaskan

lenovorgegestrel dengan konsentrasi yang rendah selama minimal

lima tahun. Dari hasil penelitian menunjukkan efektifitas yang

tinggi dalam mencegah kehamilan yang tidak direncanakan


27

maupun perdarahan menstruasi. Kerugian metode ini adalah

tambahan terjadinya efek samping hormonal dan amenorhea.

2. Copper-7

IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan

pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal

32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang

mempunyai luas permukaan 200 mm2 , fungsinya sama seperti

halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T.

3. Multi Load

IUD ini terbuat dari bahan plastik (polyethelene) dengan dua

tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya

dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan

kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2

untuk menambah efektifitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu

standar,small (kecil), dan mini.

4. Lippes Loop

IUD ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral

atau huruf S besambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang

benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang

berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A

berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam),

tipe C berukuran 30 mm (benang kuning), dan 30 mm (tebal,

benang putih) untuk tipe D. Lippes Loop mempunyai angka


28

kegagalan yang rendah. Keuntungan lain dari pemakaian spiral

jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau

penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik. Yang banyak

dipergunakan dalam program KB nasional adalah IUD jenis ini.

Cara Kerja IUD: menghambat kemampuan sperma untuk masuk

ke tuba falopii, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai

kavum uteri, dan IUD bekerja terutama mencegah sperma dan

ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke

dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk

fertilisasi.

Gambar 2.5 Jenis-Jenis IUD

c. Kontrasepsi Hormonal

1. Pil

Pil kontrasepsi mencakup pil kombinasi yang berisi

hormone estrogen dan progesterone yang biasa oleh wanita

disebut dengan “pil” sedangkan yang hanya berisi progestin biasa

disebut dengan “pil mini”. Semua pil kontrasepsi ini disingkat

dengan COC dan POP oleh tenaga kesehatan.

Jenis-jenisnya yaitu :
29

a) Pil Kombinasi

Pil Kombinasi (combinated oral contraceptive/COC)

berisi hormone estrogen dan progesterone. Pil ini mencegah

kehamilan dengan cara: menghambat ovulasi, membuat

endometrium tidak mendukung untuk implantasi, dan

membuat serviks tidak dapat ditembus oleh sperma.

Kerugian mengkonsumsi pil kombinasi yaitu perlu

diminum secara teratur, cermat dan konsisten, tidak ada

perlindungan terhadap penyakit menular seksual dan HIV,

peningkatan risiko gangguan sirkulasi seperti hipertensi,

penyakit arteri dan tromboembolisme vena, peningkatan risiko

adenoma hati, efek COC pada kanker payudara, dan tidak

cocok untuk perokok berusia diatas 35 tahun. Keuntungan

mengkonsumsi pil kombinasi yaitu dapat diandalkan dan

reversible, meredakan dismenorea dan menoragi, mengurangi

risiko anemia, mengurangi risiko penyakit payudara jinak,

meredakan gejala pramenstruasi, kehamilan ektopik lebih

sedikit, menurunkan kista ovarium, penyakit radang panggul

lebih sedikit, melindungi terhadap kanker endometrium dan

ovarium.
30

Gambar 2.6 Pil KB Kombinasi

b) Pil Mini

Mini pil merupakan alat kontrasepsi oral yang kurang

digunakan secara luas karena hanya mengandung progesterone

saja dan tidak mengandung estrogen dan sedikit kurang efektif

jika dibandingkan dengan pil kombinasi. Efektifitas mini pil

tergantung pada kemampuan wanita minum satu pil setiap hari,

mini pil yang terlupa lebih besar kemungkinannya

menyebabkan kehamilan dari pada pil kombinasi yang terlupa.

Keuntungan mini pil yaitu dapat diberikan pada wanita

yang menderita keadaan tromboembolik, dapat diberikan pada

wanita yang sedang menyusui, cocok untuk wanita dengan

keluhan efek samping yang disebabkan oleh estrogen (sakit

kepala, hipertensi, nyeri tungkai bawah, chlosma, BB

bertambah dan mual). Kerugian mini pil yaitu mini pil kurang

efektif dalam mencegah kehamilan dibandingkan pil

kombinasi, karena tidak mengandung estrogen, mini pil

menambah insidens dari perdarahan bercak, perdarahan

menyerupai haid, variasi dalam panjang siklus haid, kadang-


31

kadang amenorhea, mini pil seperti IUD yaitu kurang efektif

dalam mencegah kehamilan ektopik dibandingkan dengan

mencegah kehamilan intrauterine, lupa minum 1 atau 2 tablet

mini pil, atau kegagalan dalam absorbs mini pil oleh sebab

muntah atau diare sudah cukup untuk meniadakan proteksi

kontraseptifnya.

Gambar 2.7 Pil KB Mini

2. Suntik

Tersedia 2 tipe injeksi. Tipe yang pertama adalah yang

disuntikkan ke jaringan otot di lengan maupun bokong, dan tipe

kedua yaitu disuntikkan di bawah kulit. Masing-masing tipe

sangat efektif. Progestin mengganggu siklus menstruasi (Nugroho

& Utama, 2014). Kontrasepsi suntik adalah bentuk kontrasepsi

yang sangat efektif karena angka kegagalan penggunaannya lebih

kecil. Hal ini karena wanita tidak perlu mengingat untuk

meminum pil dan tidak ada penurunan efektifitas yang

disebabkan oleh diare dan muntah.

Jenis-jenis suntikan yaitu Depoprofera dan Noristerat.

Depoprovera berisi Depot Medoksi Progesteron Asetat (DMPA)

dan diberikan dalam suntikan tunggal 150 mg secara

intramuscular setiap 12 minggu. Injeksi DMPA jangan diberikan


32

kurang dari 11 minggu atau lebih dari 14 minggu setelah

penyuntikan sebelumnya, DMPA menimbulkan amenorea pada

banyak pemakai, efek ini dipandang sebagai kekurangan oleh

banyak wanita yang menganggap bahwa perdarahan yang teratur

merupakan suatu tanda kesehatan dan menggunakan haid sebagai

indikator bahwa mereka tidak hamil. Noristerat merupakan

sebuah progestin yang berasal dari testosterone yang dibuat dalam

larutan minyak. Larutan minyak tidak mempunyai ukuran partikel

yang tetap dengan akibat pelepasan obat dari tempat suntikan

kedalam sirkulasi darah. Noristerat lebih cepat dimetabolisir dan

kembalinya kesuburan lebih cepat dibandingkan dengan DMPA.

Kadar puncak dalam serum tercapai dalam 7 hari setelah

penyuntikan, kemudian menurun secara tetap dan tidak ditemukan

lagi dalam waktu 2,5-4 bulan setelah di suntikkan.

Kerugian kontrasepsi suntik yaitu amenorhea,

keterlambatan kembali subur sampai satu tahun, depresi, BB

meningkat, dan menurunnya kepadatan tulang. Efek samping

gangguan haid, sakit kepala dan gangguan pada sistem

kardiovaskular (seperti peningkaatn kadar insulin dan penurunan

HDL-kolesterol). Keuntungan kontrasepsi suntik yaitu efektifitas

tinggi, bertahan sampai 8-12 minggu, anemia berkurang,

penurunan gejala pramenstruasi. WHO menganjurkan untuk tidak

menggunakan kontrasepsi suntikan pada kehamilan, karsinoma


33

payudara, karsinoma traktus genetalia dan perdarahan abnormal

uterus.

Gambar 2.8 Kontrasepsi Suntik

3. Implan

Kontrasepsi implan merupakan kontrasepsi yang berbentuk

batang kecil yang mengandung hormon progestin. Setelah dokter

mematikan rasa di kulit dengan menggunakan anastetik,

kemudian alat seperti jarum digunakan untuk menempatkan

implan dibawah kulit pada lengan bagian atas. Pemasangan

implan tidak memerlukan jahitan pada kulit. Secara perlahan,

implan akan melepaskan progestin ke dalam aliran darah. Implan

efektif digunakan selama 3 tahun (Nugroho & Utama. 2014).

Jenis-jenis implan yaitu Norplan, implanon, dan Jadena.

Indikasi pemasangan implan yaitu pemakaian KB dalam

jangka waktu lama, masih berkeinginan punya anak lagi dengan

jarak kelahiran yang tidak terlalu dekat, dan tidak dapat memakai

jenis KB yang lain. Kontra indikasinya yaitu hamil atau diduga

hamil, wanita dalam usia reproduksi, telah atau belum memiliki

anak, menginginkan kontrasepsi jangka panjang, menyusui dan

membutuhkan kontrasepsi, pasca persalinan dan tidak menyusui,


34

pasca keguguran, tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak

kontrasepsi mantap, riwayat kehamilan ektopik, TD <180/110

mmHg, tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang

mengandung estrogen, sering lupa menggunakan pil, perdarahan

pervaginam yang belum diketahui penyebabnya, benjolan/kanker

payudara, tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi,

miom uterus, dan gangguan toleransi glukosa. Efek sampingnya

yaitu nyeri atau gatal pada tempat pemasangan, sakit kepala,

mual, muntah, perubahan mood, perubahan berat badan, jerawat,

nyeri tekan pada payudara, rambut rontok dan vaginitis.

Gambar 2.9 Implan

d. Kontap (Kontrasepsi Mantap)

Kontrasepsi mantap merupakan salah satu metode kontrasepsi

yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur

(pada perempuan) dan saluran sperma (pada laki-laki). Dengan cara

ini, proses reproduksi tidak lagi terjadi dan kehamilan akan terhindar

untuk selamanya. Karena sifatnya yang permanen, kontrasepsi ini

hanya diperkenankan bagi mereka yang sudah mantap memutuskan

untuk tidak lagi mempunyai anak. Itulah sebabnya kontrasepsi ini


35

disebut kontrasepsi mantap. Kontrasepsi Mantap dijalankan dengan

melakukan operasi kecil pada organ reproduksi (Nina & Mega, 2013).

Teknik kontap ada 2 yaitu:

1) Tubektomi

Tubektomi adalah salah satu cara kontrasepsi dengan

tindakan pembedahan yaitu memotong tuba fallopii/tuba uterine

yang mengakibatkan pasangan yang bersangkutan tidak akan

memperoleh keturunan lagi dan bersifat permanen. Sebelum

melakukan tubektomi harus dilakukan konseling terlebih dahulu

yaitu tim medis atau konselor harus menyampaikan informasi

lengkap dan objektif tentang keuntungan dan keterbatasan

berbagai metode kontrasepsi tersebut, jangka waktu efektifitas

kontrasepsi, angka kegagalan, komplikasi dan efek samping,

kesesuaian kerja kontrasepsi dengan karakteristik dan keinginan

pasien (Nina & Mega, 2013).

Gambar 2.10 Tubektomi

2) Vasektomi

Vasektomi adalah istilah dalam ilmu bedah yang terbentuk

dari dua kata yaitu vas dan ektomi. Vas atau vasa deferensia
36

artinya adalah saluran benih yaitu saluran yang menyalurkan

spermatozoa keluar dari testis yang berfungsi sebagai tempat

penampungan sel benih jantan sebelum dipancarkan pada saat

puncak ejakulasi. Jadi vasektomi artinya adalah pemotongan

sebagian (0,5 cm-1 cm) pada vasa deferensia atau tindakan operasi

ringan dengan cara mengikat dan memotong saluran sperma

sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak mengandung

spermatozoa, dengan demikian tidak terjadi pembuahan, operasi

berlangsung kurang lebih 15 menit dan pasien tidak perlu dirawat

(Nina & Mega, 2013).

Gambar 2.11 Vasektomi


37

DAFTAR PUSTAKA

Budijanto, D. (2013). Determinan “4 terlalu” masalah kesehatan reproduksi


hubungannya dengan penggunaan alat KB saat ini di Indonesia dalam
buletin jendela data & informasi kesehatan volume 2.

BKKBN. (2012). Pedoman pelayanan keluarga berencana pasca persalinan di


fasilitas kesehatan. Diakses 08 Februari 2017 pukul 20.48 dari
http://www.bkkbn.go.id.

Depkes RI. (2009). Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: Depertemen Republik


Indonesia

Dwi, A. (2012). Pengaruh Konseling Terhadap Rencana Pemilihan Metode


Kontrasepsi Efektif Terpilih Pada Ibu Hamil Trimester III di BP/RB
Amalia Bantu. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Profil kesehatan Indonesia tahun 2013.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Profil kesehatan Indonesia tahun 2016.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Mulyani, H. (2018). Pengaruh Konseling Kontrasepsi Terhadap Minat Pemilihan


MKJP IUD di Puskesmas Gamping I Sleman. Yogyakarta: Universitas
‘Aisyiyah.

Nugroho & Utama. (2014). Masalah kesehatan reproduksi wanita. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Sulistyawati, A. (2014). Pelayanan keluarga berencana. Jakarta: Salemba


Medika.

Anda mungkin juga menyukai