Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

(ADHD)

Pembimbing:
dr. Glorio Immanuel, Sp.Kj

Disusun Oleh:
A. A. Sg. Kuntya Sareta
Ismiyati Farhatin

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

RSUD DR. SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL

PERIODE 09 DESEMBER – 11 JANUARI 2019


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul “ADHD” sebagai salah satu
tugas dalam kepaniteraan klinik di Departemen Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soeselo Slawi, Kabupaten Tegal.

Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Glorio Immanuel, Sp.KJ,
selaku pembimbing referat ini yang telah memberikan bimbingan dan nasihat dalam
penyusunan ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan
masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu penulis mengharapkan
bantuan dari dokter pembimbing untuk memberikan saran dan masukan yang berguna
bagi penulis. Penulis berharap semoga referat ini membawa manfaat bagi kita semua.

Slawi, 25 Desember 2019

Penulis

.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3
A. Definisi ................................................................................................ 3
B. Etiologi dan faktor risiko ....................................................................
C. Patofisiologi ........................................................................................
D. Diagnosis .............................................................................................
E. Penatalaksanaan ..................................................................................
BAB III KESIMPULAN ..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder,
suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (sulit
memusatkan perhatian). Diperkirakan jenis gangguan ini sudah ada sejak
lama, bahkan ciri gangguan ini mirip sekali seperti yang pernah digambarkan
oleh Hippocrates (460-370 SM). Istilah Attention Deficit Disorder (ADD)
pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1980an dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) III edisi ketiga yang menjadi
panduan psikiatris. Pada tahun 1994 istilah tersebut diganti Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan perilaku yang paling
banyak didiagnosis pada anak-anak dan remaja. Gejala intinya meliputi
tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta
kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu (Konofal et al., 2008).
Prevalensi ADHD pada anak usia sekolah adalah 8-10%, hal tersebut
menjadikan ADHD sebagai salah satu gangguan yang paling umum pada
masa kanak-kanak (Pliszka, 2007). Gejala inti ADHD meliputi tingkat
aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta kemampuan
mengumpulkan perhatian yang terganggu (Reiff et al., 2003). Berdasarkan
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Edisi ke-4, awitan
terjadinya GPPH ini di bawah usia 7 tahun. Gejala mulai timbul sejak usia
dini dengan usia awitan rata – rata 3 – 4 tahun. Gangguan ini dijumpai 2 – 4
kali lebih besar pada anak laki – laki dibandingkan anak perempuan. Angka
prevalensi GPPH ini bervariasi tergantung dari instrumen skrining, kriteria
diagnosis, serta karakteristik populasi yang diteliti. Di Indonesia, cara untuk
mendiagnosis gangguan ini didasarkan pada kriteria diagnosis menurut
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III atau
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi IV. Sesuai
dengan kriteria DSM IV, prevalensi penderita gangguan ini pada anak usia
sekolah sebesar 15,8% di antara 3006 anak berusia 3 – 18 tahun. Pineda

1
(2001) melaporkan prevalensi gangguan ini terhadap 540 anak berusia 4 – 17
tahun di Columbia sebesar 18,2% untuk anak usia prasekolah, 22,5% untuk
anak usia 6 – 11 tahun, dan 7,3% untuk anak usia 12 – 17 tahun. Meskipun
banyak penelitian melaporkan angka prevalensi yang berbeda – beda tetapi
secara kasar prevalensi untuk gangguan ini adalah sekitar 2% - 5% (Novriana,
2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-50% kasus ADHD menetap
pada masa remaja, bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja,
dapat memunculkan masalah lain seperti kenakalan remaja, gangguan
kepribadian anti- sosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Orang dewasa dengan ADHD
sering bertengkar dengan pimpinannya, sering pindah pekerjaan dan dalam
melaksanakan tugasnya seringkali terlihat tidak tekun (Plizska, 2007).
Diagnosis ADHD tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
atau alat kedokteran, sekalipun wawancara terhadap orang tua merupakan hal
penting. Selain itu, diperlukan laporan dari sekolah mengenai gangguan
tingkah laku, kesulitan belajar dan kurangnya prestasi akademis oleh gurunya
(Merikangas et al., 2010).
Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu
tim kerja yang terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis
saraf, psikolog, pendidik, dan pekerja sosial. Penanganan ADHD memerlukan
evaluasi jangka panjang dan berulang untuk dapat menilai keberhasilan
terapi. Penanganan ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi perilaku, dan
perbaikan lingkungan (Pliszka, 2007)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
ADHD merupkan kependekan dari Attention Deficit Hyperactivity
Disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity =
hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD
berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif.(1)
Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan dari Attention Deficit
Disorder yang berarti gangguan pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkan
'hiper-activity/hiper-aktif’ penulisan istilahnya menjadi beragam. Ada yang
ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H. Tetapi, sebenarnya
dari tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya sama. (1)
Jika didefinisikan, secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak
yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi,
hiperaktif,dan impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian
besar aktivitas hidup mereka.
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab gangguan ADHD tidak diketahui secara pasti. Sebagian besar
anak dengan ADHD tidak menunjukan tanda tanda cedera structural yang
besar pada sistem saraf pusat. Walaupun tidak adanya dasar neurofisiologis
atau neurokimiawi spesifik untuk gangguan, ganguan dapat diperkirakan
berhubungan dengan berbagai gangguan lain yang mempengaruhi fungsi
otak. Faktor penyumbang yang dianjurkan untuk ADHD adalah pemaparan
toksin prenatal, prematuritas, dsn kerusakan mekanis prenatal pada sisitem
saraf janin. Bukti awal menunjukkan bahwa stimulan jangka panjang
penggunaan obat mungkin berhubungan dengan lebih normal aktivasi di
berekor tepat selama domain perhatian (5, 6)
Faktor Genetik
Bukti-bukti dasar genetik untuk gangguan deficit-atensi/hiperaktivitas
adalah lebih besar angka kesesuaian dalam kembar monozigot dibandingkan
dengan kembar dizigotik. Juga, sanak saudara anak-anak hiperaktivitas
memiliki resiko dua kali menderita dibandingkan populasi pada umumnya.

3
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah tidak hanya sangat
menonjol, menetap dan merusak tetapi juga salah satu yang paling diwariskan
dari semua gangguan kejiwaan. Hasil studi genetik terbaru ditinjau dengan
gambar yang muncul dan tren masa depan. ADHD tampaknya menjadi
gangguan yang kompleks di mana beberapa genetic dan risiko lingkungan
(5, 7)
berkontribusi terhadap sifat kuantitatif
Cedera Otak
Telah lama diperkirakan bahwa anak yng terkena ADHD mendapatkan
cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem saraf pusat selama
periode janin dan perinatalnya atau cedera otak mungkin disebabkan oleh
efek sirkulasi, toksik, metabolic, mekanik, dan efek lain ynag merugikan dan
oleh stress dan kerusakan fisik pada otak selama bayi yng disebabkan oleh
infeksi, peradangan dan trauma. Pasien dengan ADHD memiliki konsisten
fungsional kelainan pada 2 berbeda domain-dipisahkan kanan hemispherik
jaringan ganglia fronto-basal, termasuk inferiorfrontalcortex,
supplementarymotorarea, dan anterior korteks cingulate untuk penghambatan
dan prefrontal dorsolateral korteks, parietal, dan daerah serebelum perhatian..
(5, 6)

Faktor Neurokimiawi
Banyak neurotransmitter yang telah dihubungkan dengan gejala ADHD.
Sebagaian, temuan adalah berasal dari pemakaian banyak medikasi yang
menimbulkan efek positif pada gangguan. Obat yang paling banyak diteliti
dalm terapi ADHD, stimulant, mempengaruhi dopamine maupun
norepineprin, yang menghasilkan hipotesis neurotansmiter yang menyatakan
bahwa kemungkinan disfungsi pada system adrenergic dan
dopaminergik.Pada Positron Emission Tomography menunjukan daerah
hypoperfusi di daerah lobus frontalis dan basal ganglia dan hypoperfusi
daerah striatal otak serta dengan hiperperfusi area sensoris dan
somatosensoris (5, 8)
Faktor Neurologis
Otak manusia normalnya menjalani kecepatan pertumbuhan utama pada
beberapa usia : usia 3 sampai 10 bulan, 2 sampai 4 tahun, 6-8 tahun, 10-12

4
tahun dan 14-16 tahun.beberapa anak mengalami maturasi pertumbuhan
secara berurutan dan menunjukan gejala ADHD yang tampaknya
sementara.(5)
Faktor Psikososial
Kejadian fisik yang menimbulakan stress, suatu gangguan dalam
keseimbangan keluarga, dan factor yang menyebabkan kecemasan berperan
dalam awal terbentuknya ADHD. Factor presdiposisi mungkin termasuk
temperamen anak, factor genetic familial, dan tuntutan social untuk mamatuhi
(5)
cara berkelakuan dan bertindak yang rutin.
C. Patofisiologi
D. Pedoman Diagnostik
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan ini dapat ditegakkan dengan
memenuhi kriteria umum mengenai gangguan hiperkinetik (F90).
F90. GANGGUAN HIPERKINETIK
Pedoman Diagnostik
 Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan.
Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata
ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik).

 Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya
tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-
anak ini seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya
kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu, karena perhatiannya
tertarik kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium pada
umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik atau
perseptual yang tidak biasa). Berkurangnya dalam ketekunan dan
perhatian ini seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi
anak dengan usia atau IQ yang sama. 

 Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung
dari situasinya, - mencakup anak itu berlari-lari atau berlompat-lompat
sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang

5
menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu banyak berbicara dan ribut,
atau kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar (berbelit- belit). Tolok
ukur untuk penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan
dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan
dengan anak- anak lain yang sama umur dan nilai IQ-nya. Ciri khas
perilaku ini paling nyata di dalam suatu situasi yang berstruktur dan
diatur yang menuntut suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi.
 Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu
diagnosis, namun demikian ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam
hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya
dan sikap yang secara impulsif melanggar tata tertib sosial (yang
diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan
orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya),
kesemuanya merupakan ciri khas dari anak-anak dengan gangguan ini.

 Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan
haruslah di catat secara terpisah (di bawah F80-F89) bila ada; namun
demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual mengenai
gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya. 

 Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria
eksklusi ataupun kriteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada
tidaknya gejala gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dan
gangguan tersebut (lihat di bawah) 


F90.0 Gangguan Aktivitas dan Perhatian 



 Kriteria umum mengenai gangguan hiperkinetik (F90) telah terpenuhi,
tetapi kriteria untuk gangguan tingkah laku (F91) hdak terpenuhi, 

 Termasuk: gangguan defisit perhatian dengan hiperaktivitas 

F90.1 Gangguan Tingkah Laku Hiperkinetik 

 Memenuhi kriteria menyeluruh mengenai gangguan hiperkinetik ,(F90)
dan juga kriteria menyeluruh mengenai gangguan tingkah laku (F91),

6

F90.8 Gangguan Hiperkinetik Lainnya 

F90.9 Gangguan Hiperkinetik YTT 

 Kategori sisa ini tidak dianjurkan dan hanyalah boleh digunakan bila
kurang dapat dibedakan antara F90.0 dan F90.1, tetapi memenuhi
keseluruhan kriteria untuk F90 (PPDGJ III, 1998).

Sedangkan menurut DSM IV kriteria diagnostik gangguan pemusatan


perhatian/ hiperaktivitas adalah sebagai berikut :
A. Salah satu dari (1) atau (2) :
1. enam (atau lebih) gejala inatensi berikut, telah menetap paling kurang
6 bulan hingga pada tingkat maladaptif dan tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan :
Inatensi
a. sering gagal untuk memberi perhatian pada detil atau membuat
kekeliruan yang tidak hati-hati dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan,
atau aktivitas lain
b. sering mengalami kesulitan mempertahankan perhatian pada
aktivitas tugas atau permainan
c. sering terlihat tidak mendengarkan ketika diajak berbicara langsung
d. sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah, tugas atau kewajiban di tempat kerja (tidak disebabkan
oleh perilaku menentang atau tidak mengerti instruksi)
e. sering mengalami kesulitan mengatur tugas dan aktivitas
f. sering menghindari, tidak menyukai, atau enggan terlibat dengan
tugas yang membutuhkan upaya mental yang terus menerus (seperti
pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah)
g. sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan untuk tugas atau
aktivitas (misalnya, mainan, tugas sekolah, pinsil, buku, atau
peralatan)
h. sering dengan mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulus
eksternal
i. sering lupa pada aktivitas sehari-hari

7
2. enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut, telah
menetap paling kurang 6 bulan hingga pada tingkat maladaptif dan
tidak sesuai dengan tingkat perkembangan :
Hiperaktivitas
a. sering gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat di tempat
duduk
b. sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas atau pada situasi
lain dimana diharapkan untuk tetap duduk
c. sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada situasi
yang tidak tepat (pada remaja atau orang dewasa, dapat terbatas
pada perasaan gelisah subyektif)
d. sering mengalami kesulitan bermain atau menikmati aktivitas di
waktu luang dengan tenang
e. sering “sibuk” atau sering bertindak seakan-akan “dikendalikan
oleh sebuah mesin"
f. sering bicara secara berlebihan
Impulsivitas
g. sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai
h. sering kesulitan menunggu giliran
i. sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya, memotong
percakapan atau permainan)
B. Beberapa gejala hiperaktivitas-impulsivitas atau inatensi menyebabkan
gangguan yang telah ada sebelum berumur 7 tahun.
C. Beberapa gangguan akibat gejala ditemukan dalam dua atau lebih situasi
(misalnya, di sekolah [atau pekerjaan] dan di rumah).
D. Harus terbukti dengan jelas adanya gangguan secara klinis yang
bermakna pada fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu Gangguan
Perkembangan Pervasif, Skizofrenia, atau Gangguan Psikotik lainnya dan
tidak lebih baik dijelaskan oleh suatu gangguan mental lainnya
(Gangguan Mood, Gangguan Kecemasan, Gangguan Disosiatif, atau
Gangguan Kepribadian).

8
Penulisan didasarkan pada tipe :
314.01 Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas, Tipe Campuran :
jika memenuhi baik Kriteria A1 dan A2 selama 6 bulan terakhir
314.00 Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas, Tipe Predominan
Inatensi : jika memenuhi Kriteria A1 tetapi tidak memenuhi Kriteria A2
selama 6 bulan terakhir
314.01 Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas, Tipe Predominan
Hiperaktivitas-Impulsivitas : jika memenuhi Kriteria A2 tetapi tidak
memenuhi Kriteria A1 selama 6 bulan terakhir
Catatan penulisan : Untuk individu (khususnya remaja dan dewasa) yang saat
ini memiliki gejala yang tidak lagi memenuhi kriteria lengkap, harus
dituliskan "Dalam Remisi Parsial " (DSM IV, 1994).
E. Diagnosis Banding
Gangguan medis atau neurologis yang sering menyerupai GPPH adalah:
Epilepsi, Sindroma Tourette’s, Gangguan gerak (movement disorders),
Sekuele dari trauma kepala, gangguan/kerusakan penglihatan atau
pendengaran, Pola nutrisi yang buruk, Kekurangan/gangguan tidur, Hipo atau
hipertiroidisme, dan Anemia.
Gangguan psikiatri yang sering menyerupai GPPH adalah Gangguan
penyesuaian, Gangguan cemas, Gangguan depresi/ distimik, Gangguan mood
bipolar, Retardasi mental, Penyalahgunaan zat, Gangguan psikotik, Ganguan
autistik (Kemenkes RI, 2015)
F. Penatalaksanaan
FARMAKOTERAPI
Obat lini pertama:

1) Obat golongan psikostimulan, yaitu: Metilfenidat Hidroklorida. Dosis:
dosis terapi : 0,3-0,7mg/KgBB/hari.
a) Jenis Immediate Release (IR): biasanya dimulai dengan 5

mg/hr pada pagi hari. Dosis maksimal adalah 60mg/hr 

b) Jenis Slow Release (SR), terdiri dari:
(1) Jenis osmotic Release Oral System (OROS): Concerta®

9
dalam sediaan 18 mg, 36 mg, 54 mg. 

(2) Jenis Spheroidal Oral Drug Absorption System 
(SODAS):
Ritalin LA ® dalam sediaan 10 mg dan 20 mg. Biasanya
dimulai dengan dosis 20 mg pagi hari, dapat ditingkatkan
sesuai dosis terapi.
Diberikan satu kali sehari di pagi hari sesuai dengan kebutuhan dan
indikasi klinis, serta memperhatikan efek samping.
2) Obat golongan non-stimulan, yaitu: Atomoxetine
Dosis yang dapat
digunakan: 10 – 80 mg satu sampai dengan dua kali sehari. Sediaan obat
yang saat ini terdapat di Indonesia adalah tablet 10 mg.
Obat lini kedua:
1) Golongan antidepresan:
a) Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) seperti
Fluoxetine dengan dosis 0.6 mg/KgBB 

b) Golongan Selective Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
seperti Venlafaxine, dosis 1,4 mg/kg/hari (25-100 mg/hari dosis
tunggal). 

c) Golongan antidepresan trisiklik seperti imipramin, amitriptilin dosis
0,7-3 mg/kgBB/hari (20-100 mg/ hari); klomipramin 25-100
mg/hari.
2) Golongan antipsikotik
. a) Antipsikotik atipikal, seperti:
. (1) risperidone 0,01-0,1 mg/kgBB/hari 

. (2) aripiprazole 0,2 mg/KgBB/hari 

. b) Antipsikotik tipikal, seperti: 

(1) loperidol 0,03- 0,075 mg/kg/hari (0,5-5 mg/hari)
3) Golongan antikonvulsan seperti golongan carbamazepin (300 –
1200mg/hari), asam valproat (250 – 1500 mg/hari).
4) Golongan α-agonis seperti klonodin dosis 0,002- 0,005mg/kgBB/hari
(0,05-0,3mg/hari).

10
TERAPI PSIKOSOSIAL
1) Pelatihan keterampilan sosial bagi anak dengan GPPH
2) Edukasi bagi orang tua

3) Modifikasi perilaku

4) Edukasi dan pelatihan pada guru
5) Kelompok dukungan keluarga (family support group) (Kemenkes RI,
2015)
1.6 Prognosis
Diantara anak-anak dengan ADHD, 15%-20% mempunyai gangguan
perassan, 20-25% dengan gangguan anxietas dan 6-20% ketidakmampuan dalam
belajar. Hasil sangat ditentukan oleh ada atau tidak adanya gangguan bersamaan,
seperti gangguan perilaku. Kegelisahan dan mengurangi rentang perhatian yang
rata-rata membaik dengan pembangunan, tetapi harga diri yang buruk sekunder
untuk kegagalan berulang-ulang dan hubungan keluarga terganggu, terutama jika
ada dikaitkan gangguan perilaku, tetap memberikan dampak negatif potensial
pada pengembangan kepribadian. ini menekankan kebutuhan semua masalah ini
dalam manajemen, bukan sekadar gejala hiperkinetik. beberapa individu
melanjutkan simtomatologi menjadi dewasa. tingkat cacat atau gangguan terkait
kurang karena kemungkinan untuk menemukan yang cocok, dan kemungkinan
besar atau pelatihan individu atau kelompok kecil. Attention-deficit hyperactivity
disorder merupakan faktor risiko serius bagi komorbiditas gangguan kejiwaan
(gangguan kepribadian antisosial, substansi penyalahgunaan dan gangguan
afektif) (8) (4) (13)
Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi dan menetap.
1) Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga
masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika
terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas
dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam
beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami
inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif
dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba,

11
kegagalan disekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran
hukum.
2) Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12
hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas
dan yang paling terakhir adalah distractibility.
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja
dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan
memiliki gejala sisa yang sedikit.
b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadi antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan
pekerjaan, mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan
menyalahgunakan alkohol dan narkoba.
Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi
psikopatologi komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta
faktor-faktor keluarga. Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara
memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi agresivitas anak, dan memperbaiki
keadaan keluarganya secepat mungkin(5)

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

12
Adapun kesimpulan referat ini adalah
1) Gejala inti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) meliputi
tingkat aktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai perkembangan serta
kemampuan mengumpulkan perhatian yang terganggu.
2) Penyebab ADHD dipahami sebagai disregulasi neurotransmiter tertentu
didalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk memiliki atau
mengatur stimulus-stimulus internal dan eksternal. Beberapa
neuorotransmiter, termasuk dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi
produksi, pemakaian, pengaturan neurotransmiter lain juga beberapa
struktur otak.
3) Gejala ADHD terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kurang perhatian,
hiperaktivitas dan perilaku impulsif.
4) Terapi standar anak dengan ADHD terdiri dari medikasi (farmakologi) dan
konseling (non farmakologi).

1.2 Saran
1) Perlunya pemahaman orang tua dan guru terhadap anak dengan Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
2) Pada petuga medis diharapakan memberikan terapi yang bersifat holistic
dan menyeluruh. Modifikasi perilaku merupakan pola penanganan yang
paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari
perasaan frustasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang
penuh percaya diri.

DAFTAR PUSTAKA
Novriana, Dita Eka, Amel Yanis, dan Machdawaty Masri. 2013. Jurnal
Prevalensi Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas Pada Siswa
dan Siswi Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang Timur Kota Padang.
Diakses pada 19 November 2015 (http://jurnal.fk.unand.ac.id).

13
Konofal E, Lecendreux M, Deron J, Marchand M, Cortese S, Zaim M, et al. 2008.
Effects of iron supplementation on attention deficit hyperactivity disorder in
children. Pediatric Neurology. 38(1):20-6.
Pliszka S. 2007. AACAP Work Group on Quality Issues. Practice parameter for
the assessment and treatment of children and adolescents with
attentiondeficit/hyperactivity disorder. J Am Acad Child Adolesc
Psychiatry. 46:894.
Merikangas KR, He JP, Brody D. 2010. Prevalence and treatment of mental
disorders among US children in the 2001-2004. NHANES Pediatrics.
125:75.
Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis
RI. Jakarta.
American Psychiatric Association. 1994. DSM IV. Washington DC : American
Psychiatric Association
Kementrian Kesehatan. 2015. Nomor HL.02.02/MENKES/73/2015 Tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa

1. Sugiarmin M. BAHAN AJAR ANAK DENGAN ADHD. Medan: USU;


2007.

2. Saputro D. Terapi dan Manajemen Anak Hiperaktif. JIWA 1987 4


desember 1987:1.

3. Karen J. Miller MaFXC, MD†. Attention Deficit/Hyperactivity Disorders.


American Academy of Pediatrics. 1998.

4. Vikto´ ria Simon PlC, Sa´ ra Ba´ lint, A´ gnes Me´ sza´ ros and Istva´ n
Bitter. Prevalence and correlates of adult attention-deficit hyperactivity disorder:
meta-analysis. The British Journal Of Psychiatri. 2009.

5. Harold Kaplan MD. Sinopsis Psikiatri. Wiguna DIM, editor. Jakarta:


Binarupa Aksara; 1997.

6. Heledd Hart PJR, MD; Tomohiro Nakao, MD, PhD; David Mataix-Cols,
PhD; Katya Rubia, PhD. Meta-analysis of Functional Magnetic Resonance
Imaging Studies of Inhibition and Attention in Attention-deficit/Hyperactivity
Disorder. Jama Psychiatry. 2013.

14
7. Schachar R. Genetics of Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD):
Recent Updates and Future Prospects. Springer International Publishing AG 2013.
2014.

8. Kay ATaJ. Psychiatry. Philadelphia: W.B Saunders Cmpany; 2000.

9. Maslim R. Buku Saku Diagnostik Gangguan Jiwa Rujukan dari PPDGJ.


Jakarta: EGC PENERBIT BUKU KEDOKTERAN; 2002.

10. Maslim R. PPDGJ III. Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa Atmajaya; 2003.

11. Diagnosa And Statical Manual Of Mental Disorders. Washintong:


American Psychiatric Association; 1987.

12. Maramis WF. Ilmu kedokteran jiwa. Malang: Airlangga University Press.

13. BasantK.puri PJLaIHT. Textbook Of Psychiatry. London: Churchill


Livingstone; 2002.

15

Anda mungkin juga menyukai