Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan
antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan
Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian
pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa indeks
pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998) dan ke-109
(1999). Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu
pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah
diperbandingkan dengan Negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang
dalam meningkatkan SDM Indonesia untuk pembangunan bangsa.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia salah satunya adalah
standardisasi pengajaran, metode pengajaran, serta teorinya. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi biomedik, dan penerapannya dalam praktek kedokteran,
membangkitkan kecemasan di antara masyarakat umum dan menghadapkan
masyarakat terhadap masalah-masalah etik. Masyarakat mengekspresikan
keprihatinan tentang apa yang ditakutkan akan merupakan penyalahgunaan dalam
penyelidikan ilmiah dan teknologi biomedik. Hal ini dapat dipahami mengingat
metodologi penelitian eksperimental biomedik. Penelitian berawal dengan penetapan
hipotesis dan ini kemudian diuji dalam laboratorium serta pada hewan-hewan
percobaan. Agar hasil-hasil temuan dapat bermanfaat secara klinis, percobaan harus
dilakukan pada subyek manusia, dan meskipun dirancang secara hati-hati, penelitian
demikian membawa resiko pada subyek-subyek tersebut. Resiko ini dibenarkan tidak
karena manfaat pribadi bagi sang peneliti atau lembaga penelitian, tetapi lebih karena
manfaatnya bagi subyek manusia yang terlibat, serta kemungkinan sumbangannya
pada pengetahuan manusia, hilangnya penderitaan atau bertambahnya usia.
Perubahan fundamental dalam kehidupan manusia menyebabkan perubahan
peran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Iptek yang sebelumnya merupakan
sarana penunjang berubah peran dan memberi landasan pada keseluruhan upaya
manusia. Khususnya dalam bidang ilmu kedokteran. Penelitian kesehatan atau
biomedical research oleh World Health Organization (WHO) meliputi penelitian
tentang farmasetik, peralatan kesehatan, radiasi medik dan imaging, prosedur bedah,
catatan medik, sampel biologik, penelitian epidemiologi, ilmu sosial dan psikologi.
Dibutuhkannya sampel biologik untuk penelitian, sehingga kode etik penelitian
kesehatan ada untuk menghargai martabat manusia dan hak asasi nya sebagai sesama
ciptaan. Etika adalah prinsip-prinsip yang secara moral mengatur tindakan suatu
individu atau kelompok profesional atau filosofi yang mendasari prinsip-prinsip.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian riset dan teori dalam ilmu pengetahuan ?
2. Apa contoh hasil riset dan teori yang punya kontribusi pada teknologi
pendidikan ?
3. Apa manfaat riset dalam perkembangan teknologi pendidikan ?
4. Bagaimana prinsip suatu penelitian kesehatan ?
5. Bagaimana prinsip uji klinik yang baik ?
6. Bagaimana fungsi Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Riset dan Teori
Riset atau penelitian sering dideskripsikan sebagai suatu proses investigasi
yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis, yang bertujuan untuk
menemukan, menginterpretasikan, dan merevisi fakta-fakta. Penyelidikan
intelektual ini menghasilkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai
suatu peristiwa, tingkah laku, teori, dan hukum, serta membuka peluang bagi
penerapan praktis dari pengetahuan tersebut. Istilah ini juga digunakan untuk
menjelaskan suatu koleksi informasi menyeluruh mengenai suatu subyek tertentu,
dan biasanya dihubungkan dengan hasil dari suatu ilmu atau metode ilmiah. Kata
ini diserap dari kata bahasa Inggris research yang diturunkan dari bahasa Perancis
yang memiliki arti harfiah "menyelidiki secara tuntas".
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau
kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu.
Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori
juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia
membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena
tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah
laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan
(misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori
membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang
koheren dan saling berkaitan. Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan
sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terobservasi.
Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan
sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum
pernah teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah
teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain
tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi
hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan
hukum akan tetap menjadi hukum.
Dorin, Demmin, dan Gabel (1990) menjelaskan beberapa pengertian teori
yang meliputi :
a. Suatu teori menyajikan penjelasan umum berdasarkan pengalaman yang
dilakukan dalam jangka lama
b. Suatu teori menjelaskan dan meramalkan sesuatu
c. Suatu teori tidak dibangun dalam keraguan
d. Suatu teori dapat dimodifikasi
e. Kebanyakan teori tidak dapat dibuang seluruhnya bila diuji kembali, tetapi
teori dapat diterima dalam waktu yang lama kemudian menjadi usang dan
tidak dapat dibuktikan kebenarannya sehingga tidak diterima lagi.
2. Contoh Hasil Riset Dan Teori Yang Punya Kontribusi Pada Teknologi Pendidikan
Contoh Riset
Dasar Terapan
ü Penelitian tentang tingkat-tingkat
ü Penelitian tentang hambatan-hambatan
perkembangan berfikir anak dalam dalam melaksanakan sistem SKS di
berbagai periode usia perrguruan tinggi
ü Penelitian tentang faktor-faktor yang
ü Penelitian tentang penggunaan berbagai
menyebabkan timbulnya kesulitan bentuk media dalam mata kuliah di
belajar perguruan tinggi
ü Penelitian tentang pengaruh berbagai
ü Penelitian tentang laju pertumbuhan
metode mengajar terhadap prestasi mahasiswa selam setahun terakhir di
belajar perguruan tinggi

3. Manfaat Riset Dalam Perkembangan Teknologi Pendidikan


a. Memecahkan masalah, meningkatkan kemampuan untuk menginterprestasikan
fenomena-fenomena dari suatu masalah yang kompleks dan saling
berhubungan
b. Memberikan jawaban atas pertanyaan dalam bidang yang diajukan,
meningkatkan kemampuan untuk menjelaskan/ menggambarkan fenomena-
fenomena dari masalah tersebut
c. Mendapatkan pengetahuan ilmu baru.
d. penelitian kesehatan
Perubahan fundamental dalam kehidupan manusia, antara lain perubahan
peran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang sebelumnya merupakan sarana
penunjang berubah peran dan memberi landasan pada keseluruhan upaya manusia.
Dari sini berkembanglah konsep-konsep baru, seperti pembangunan berdasarkan
pengetahuan (knowledge based development) dan diakui bahwa mutu pengelolaan
pengetahuan strategik menentukan keberlangsungan hidup suatu upaya/organisasi.
Ini dapat dilihat dari daya saing dan kemampuannya beradaptasi pada perubahan
lingkungan. Berdasarkan konsep baru upaya kesehatan dilaksanakan dengan sistem
kesehatan berdasarkan pengetahuan (knowledge based health systems). Akibat
perubahan fundamental tersebut, maka pemanfaatan, pengembangan, dan
penguasaan iptek memegang peran, yang makin menentukan dalam penyusunan
kebijakan dalam pembangunan kesehatan dan implementasinya.
Penelitian kesehatan atau biomedical research oleh World Health Organization
(WHO) meliputi penelitian tentang farmasetik, peralatan kesehatan, radiasi medik
dan imaging, prosedur bedah, catatan medik, sampel biologik, penelitian
epidemiologi, ilmu sosial dan psikologi.
4. LANDASAN HUKUM
Beberapa landasan hukum yang mendasari kode etik penelitian kesehatan
diantaranya:
a. Nuremberg Code (1947) Nuremberg Code adalah instrumen internasional
pertama mengenai etik penelitian kesehatan dan berasal dari keputusan
Pengadilan para Dokter (the Doctor’s Trial) di kota Nuremberg tahun
1947. The Doctor’s Trial adalah bagian dari Nuremberg Military Tribunal
yang mengadili kejahatan perang yang dilakukan rezim Nazi Jerman. Para
dokter yang diadili disalahkan melaksanakan penelitian kesehatan tanpa
tujuan ilmiah yang rasional. Penelitian dilakukan secara paksa pada
tawanan kamp konsentrasi oleh personel yang tidak memenuhi
persyaratan. Nuremberg Code meletakkan dasar perdana untuk
pengembangan etik penelitian kesehatan. Code disusun untuk melindungi
integritas subjek penelitian, menentukan persyaratan-persyaratan untuk
melaksanakan penelitian kesehatan secara etis dan secara khusus memberi
tekanan pada persetujuan sukarela (voluntary consent) oleh manusia yang
diikutsertakan sebagai subjek penelitian.
b. Universal Declaration of Human Rights (United Nations, 1948), The
General Assembly of the United Nations pada tahun 1948 mengadopsi the
Universal Declaration of Human Rights. Guna mem-beri kekuatan hukum
dan moral pada Deklarasi tersebut pada tahun 1966 the General Assembly
menetapkan the International Convenant on Civil and Political Rights,
yang dalam Artikelnya ke-7 disebut No one shall be subjected to torture
or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. In partcular,
no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific
experimentation. Artikel ke-7 ini menegaskan perlindungan hak asasi
manusia dan kesejahteraan setiap relawan manusia yang ikut serta sebagai
subjek dalam penelitian kesehatan.
c. The Declaration of Helsinki. Ethical Principles for Medical Research
Involving Human Subjects (World Medical Assembly, 2000). Dalam riset
biomedik pada manusia terdapat panduan yang tercantum dalam
Deklarasi Helsinki ( 1964) dari World Medical Association (WMA), yang
direvisi di Tokyo (1975), di Venesia ( 1983), di Hongkong ( 1989), serta
International Ethical Guidelines for Biomedical Resesrch Involving
Human Subject oleh Council for International Organization of Medical
Sciences ( CIOMS) dan WHO ( 1993).
Dalam Deklarasi Helsinki tercantum prinsip- prinsip dasar riset, etik riset
kedokteran yang dikombinasi dengan pengobatan (riset klinik) dan riset biomedik
non klinik yang berbunyi sebagai berikut:
1. Riset biomedik pada subjek manusia harus memenuhi prinsip-prinsip
ilmiah dan berdasarkan eksperimen laboratorium hewan percobaan dan
pengetahuan yang adekuat dan literatur ilmiah.
2. Disain dan pelaksanaan eksperimen pada manusia harus dituangkan
dalam suatu protokol untuk kemudian diajukan kepada suatu komisi
independen yang ditugaskan untuk mempertimbangkan, memberi
komentar dan bimbingan.
3. Riset biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang
dengan kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medik
yang kompeten. Tanggung jawab atas manusia yang diteliti terletak pada
tenaga medik yang kompeten dan bukan pada manusia yang diteliti
walaupun subjek telah memberikan persetujuan.
4. Riset biomedik pada manusia tidak boleh dikerjakan kecuali bila
kepentingan tujuan penelitian tersebut sepadan dengan resiko yang akan
dihadapi subjek.
5. Setiap peneliti pada subjek harus diketahui oleh peneliti secara seksama
mengenai resiko yang mungkin timbul dan manfaat potensial baik bagi
subjek maupun bagi orang lain. Kepentingan subjek harus lebih
diutamakan daripada kepentingan ilmu pengetahuan maupun masyarakat.
6. Dalam penelitian, hak seseorang untuk melindungi integritas dirinya
harus selalu dihormati. Peneliti harus berusaha menekan sekecil mungkin
dampak penelitian terhadap integritas mental, fisik dan kepribadian
subjek.
7. Seorang dokter tidak diperbolehkan ikut dalam proyek riset dengan
subjek manusia jika ia tidak dapat memperkirakan bahaya apa yang
mungkin timbul. Dokter juga harus menghentikan penelitian bila bahaya
apa yang mungkin timbul. Dokter juga harus menghentikan penelitian
bila bahaya yang dijumpai ternyata melampaui manfaat yang diharapkan.
8. Dalam mempublikasikan hasil penemuannya, maka harus dilaporkan
hasil yang akurat. Eksperimen yang dilakukan tanpa mengindahkan
prinsip-prinsip yang digariskan dalam deklarasi helsinki tidak boleh
diterima untuk publikasi.
9. Dalam riset manusia, maka kebanyakan subjek harus diberitahu tentang
tujuan, metode, manfaat serta kerugian yang bisa dialami.
10. Dalam meminta persetujuan setelah penjelasan ini, dokter harus berhati-
hati bilamana ada kemungkinan pasien merasa tergantung kepada dokter
atau keadaan dimana subjek memberi persetujuan dibawah paksaan,
11. Untuk penderita yang tidak kompeten secara hukum, maka persetujuan
setelah penjelasan harus diminta dari pelindungnya yang sah menurut
hukum setempat.
12. Dalam protokol riset, selalu harus dicantumkan pernyataan tentang
norma-norma etik yang dilaksanakan telah sesuai dengan deklarasi
helsinki.
5. Operational Guidelines for Ethics Committees that Review Biomedical Research
(WHO 2000)
Dokumen membahas secara rinci tujuan dan cara pembentukan komisi etik
penelitian serta pengadaan sistem penilaian etik. Selain itu juga dibahas masalah
keanggotaan dan prosedur kerja, termasuk aplikasi protokol penelitian dan proses
pengambilan keputusan. Dokumen tersebut merupakan pedoman kunci untuk
membentuk KEPK dan menentukan prosedur kerjanya. Dokumen ini telah
diterjemahkan dan diadaptasi untuk Indonesia oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes.
6. International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human
Subjects (CIOMS 2002)
Council of International Organizations of Medical Sciences (CIOMS)
adalah organisasi internasional non-pemerintah yang berafiliasi resmi dengan
WHO. Dokumen tersebut adalah dokumen mutakhir hasil penyempurnaan
keempat yang paling lengkap tentang etik penelitian kesehatan yang
mengikutsertakan relawan manusia sebagai subjek penelitian. Pedoman CIOMS
memberi perhatian khusus pada penerapan Deklarasi Helsinki di negara-negara
sedang berkembang untuk digunakan bagi perumusan kebijakan penerapan
standar etik penelitian kesehatan sesuai keadaan setempat. KEPK memakai
dokumen tersebut, sebagai bahan referensi utama, dan sangat menganjurkan untuk
membaca keseluruhan buku CIOMS tersebut.
Selain 5 (lima) dokumen tersebut, masih terdapat banyak dokumen lain
tentang etik penelitian kesehatan berkaitan dengan permasalahan khusus atau
bidang khusus penelitian kesehatan. Misalnya International Guidelines for Ethical
Review of Epidemiological Studies (CIOMS 1991), Guidelines for Good Clinical
Practice for Trials on Pharmaceutical Products (WHO, 1995), Ethical Guidelines
in HIV Preventive Vaccine Research (UNAIDS, 2000) dan Directive on Clinical
Trials yang diadopt oleh Council of Ministers of the European Union yang telah
diberlakukan mulai tahun 2004.
7. Prinsip etika umum
Masalah di negara sedang berkembang yang sekarang sudah makin sedikit
dipertentangkan adalah sampai seberapa jauh prinsip etik dianggap universal atau
pluralistik, berkaitan dengan budaya setempat (culturally relative). Sebenarnya,
tantangan yang sekarang dihadapi etik penelitian kesehatan universal adalah
penerapan prinsip-prinsip etik penelitian kesehatan universal di dunia
multikultural yang menggunakan beraneka-ragam sistem pelayanan kesehatan.
KEPK berpendirian bahwa penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia
sebagai subjek penelitian tidak boleh melanggar standar etik universal. Tetapi,
pada aspek tertentu (seperti otonomi perorangan dan Persetujuan Sesudah
Penjelasan (PSP, Informed Consent) harus memperhitungkan nilai budaya
setempat.
Semua penelitian kesehatan yang mengikutsertakan relawan manusia
sebagai subjek penelitian wajib didasarkan pada 3 (tiga) prinsip etik umum, yaitu
menghormati harkat martabat manusia (respect for persons), berbuat baik
(beneficence, dalam bahasa Latin bene artinya baik dan fecere artinya membuat),
dan keadilan (justice). Secara universal, ketiga prinsip tersebut telah disepakati
dan diakui sebagai prinsip dasar etik penelitian yang memiliki kekuatan moral.
Sehingga suatu penelitian dapat dipertanggung-jawabkan baik menurut pandangan
etik maupun hukum. Ketiga prinsip etik umum tersebut adalah sebagai berikut :
8. Prinsip Menghormati Harkat Martabat Manusia
Prinsip ini merupakan bentuk penghormatan terhadap martabat manusia
sebagai pribadi (persona) yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih
dan sekaligus bertanggungjawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri.
Secara mendasar prinsip ini bertujuan:
1. menghormati otonomi, yang mempersyaratkan bahwa manusia yang
mampu menalar pilihan pribadinya harus diperlakukan dengan
menghormati kemampuannya untuk mengambil keputusan mandiri
(self-determination), dan
2. melindungi manusia yang otonominya terganggu atau kurang,
mempersyaratkan bahwa manusia yang berketergantungan
(dependent) atau rentan (vulnerable) perlu diberikan perlindungan
terhadap kerugian atau penyalahgunaan (harm and abuse).
9. Prinsip Etik Berbuat Baik (Beneficence)
Prinsip etik berbuat baik menyangkut kewajiban membantu orang lain
dilakukan dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian minimal.
Diikutsertakannya subyek manusia dalam penelitian kesehatan dimaksudkan
untuk membantu tercapainya tujuan penelitian yang dilakukan. Prinsip etik
berbuat baik, mempersyaratkan bahwa :
1. risiko penelitian harus wajar (reasonable) dibanding manfaat yang
diharapkan,
2. desain penelitian harus memenuhi persyaratan ilmiah (scientifically
sound),
3. para peneliti mampu melaksanakan penelitian dan sekaligus mampu
menjaga kesejahteraan subjek penelitian, dan
4. diikuti prinsip do no harm (non maleficence-tidak merugikan), yang
menentang sengaja merugikan subjek penelitian.
Prinsip tidak merugikan, menyatakan bahwa jika orang tidak dapat
melakukan hal-hal yang bermanfaat, maka setidak-tidaknya jangan merugikan
orang lain. Prinsip tidak merugikan bertujuan agar subyek penelitian tidak
diperlakukan sebagai sarana dan memberikan perlindungan terhadap tindakan
penyalahgunaan.
10. Prinsip Etik Keadilan (Justice)
Prinsip etik keadilan mengacu pada kewajiban etik untuk memperlakukan
setiap orang (sebagai pribadi otonom) sama dengan moral yang benar dan layak
dalam memperoleh haknya. Prinsip etik keadilan terutama menyangkut keadilan
distributif (distributive justice) yang mempersyaratkan pembagian seimbang
(equitable), dalam hal beban dan manfaat yang diperoleh subyek dari
keikutsertaan dalam penelitian. Ini dilakukan dengan memperhatikan, distribusi
usia dan gender, status ekonomi, budaya dan konsiderasi etnik. Perbedaan dalam
distribusi beban dan manfaat hanya dapat dibenarkan dan dapat
dipertanggungjawabkan, jika didasarkan pada perbedaan yang relevan secara
moral antara orang orang yang diikutsertakan. Salah satu perbedaan perlakuan
tersebut adalah kerentanan (vulnerability). Kerentanan adalah ketidakmampuan
untuk melindungi kepentingan sendiri dan kesulitan memberi PSP, kurangnya
kemampuan menentukan pilihan untuk memperoleh pelayanan kesehatan atau
keperluan lain yang mahal, atau karena tergolong yang muda atau berkedudukan
rendah pada hirarki kelompoknya. Untuk itu, diperlukan ketentuan khusus untuk
melindungi hak dan kesejahteraan subjek yang rentan.
Sponsor dan peneliti pada umumnya tidak bertanggung jawab atas
perlakuan yang kurang adil di tempat penelitian dilaksanakan. Kegiatan yang
dapat memperburuk keadaan, menambah kekurangadilan, atau membantu
terciptanya ketidakseimbangan baru harus dihindarkan. Sponsor dan peneliti juga
tidak boleh mengambil keuntungan/kesempatan dari ketidakmampuan negara-
negara atau daerah penghasilan rendah atau masyarakat yang rentan untuk
kepentingan sendiri dengan melaksanakan penelitian yang lebih murah.
Penelitian obat/produk baru tanpa mengikutsertakan negara sedang
berkembang akan mengakibatkan tidak diketahuinya profil keamanan dan
efektivitas obat/produk tersebut di berbagai populasi/kelompok etnik di negara
sedang berkembang. Penyalahgunaan keadaan tertentu dari negara bwerkembang
tempat penelitian dilakukan, semata-mata untuk menghindari sistem pengaturan
yang rumit di negara industri guna menghasilkan produk yang menguntungkan di
pasar negara industri, tidaklah etis.
Pada umumnya, proyek penelitian harus menguntungkan negara-negara
dengan penghasilan rendah, atau paling sedikit tidak memperburuk keadaannya.
Penelitian harus memperhatikan kebutuhan dan prioritas kesehatan masyarakat,
serta setiap produk yang dihasilkan harus dapat tersedia secara wajar guna
memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat tempat penelitian dilaksanakan
sedapat mungkin memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan
melindungi kesehatannya sendiri.
Keadilan mempersyaratkan bahwa penelitian harus peka terhadap keadaan
kesehatan dan kebutuhan subjek yang rentan. Risiko untuk subjek yang rentan
paling mudah dapat dipertanggungjawabkan, jika tindakan atau prosedur
membawa kemungkinan manfaat langsung untuk kesehatannya. Jika tidak ada
keuntungan langsung untuk subjek maka penelitian masih dapat dibenarkan;
melihat manfaat yang akan diterima oleh masyarakat dari mana subjek berasal.
11. Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
Peran ilmu pengetahuan yang makin menentukan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia telah tampak dalam
peningkatan jumlah dan juga mutu penelitian kesehatan di Indonesia. Sebagian
penelitian kesehatan dapat diselesaikan di laboratorium dengan menggunakan
model in-vitro, tetapi sering juga diperlukan model in-vivo dengan menggunakan
hewan percobaan dan/atau mengikutsertakan relawan manusia sebagai subjek
penelitian. Sebagai bangsa yang beradab, kesediaan dan pengorbanan relawan
manusia wajib dihargai dan dihormati. Dalam hal ini perlu dikembangkan
mekanisme, struktur, dan prosedur yang selalu melindungi kehidupan, kesehatan,
kesejahteraan (welfare), keleluasaan pribadi (privacy), dan martabat (dignity)
relawan manusia. Untuk keperluan tersebut perlu dibentuk Komisi Etik Penelitian
Kesehatan (KEPK) di setiap lembaga yang banyak/sering melaksanakan
penelitian kesehatan, dengan mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian
atau menggunakan hewan percobaan. KEPK sesudah melakukan penilaian
protokol penelitian dengan hasil yang memuaskan harus memberikan persetujuan
etik (ethical clearance). Penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek
penelitian atau menggunakan hewan percobaan, yang dilaksanakan tanpa
persetujuan etik adalah pelanggaran berat etik penelitian.
1. Peran dan fungsi KEPK
a. Menyampaikan atas permintaan atau atas prakarsa sendiri nasehat dan
pandangannya mengenai permasalahan etik penelitian kesehatan kepada
pimpinan lembaga.
b. Menjamin bahwa penelitian kesehatan yang dilaksanakan oleh, di, atau
bersama lembaga memenuhi kriteria etik penelitian.
c. Menjamin bahwa relawan manusia yang diikutsertakan sebagai subjek
penelitian dihormati dan dilindungi martabat (dignity), keleluasaan
pribadi (privacy), hak-hak, kesehatan, keselamatan, dan
kesejahteraannya.
d. Menjamin bahwa keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan subjek
penelitian tidak pernah akan dikalahkan (override) oleh upaya
pencapaian tujuan penelitian bagaimanapun pentingnya.
e. Menjamin kesejahteraan dan penanganan manusiawi hewan percobaan
yang digunakan dalam penelitian kesehatan.
f. Menegaskan bahwa etik penelitian akan dilaksanakan atas tiga prinsip
etik umum, yaitu menghormati harkat martabat manusia, berbuat baik,
dan keadilan.
g. Dalam pelaksanaan peran dan fungsinya KEPK memakai sebagai dasar
Deklarasi Helsinki dan buku Pedoman Nasional Etik Penelitian
Kesehatan.
h. KEPK melaksanakan fungsinya dengan memberi persetujuan etik (ethical
clearance) sesudah melakukan penilaian protokol penelitian yang
diketahui pimpinan lembaga.
i. KEPK tidak berwenang memberi sanksi, tetapi dapat mengusulkan
pemberian sanksi kepada pimpinan lembaga. KEPK berhak menarik
kembali/membatalkan persetujuan etik yang telah diberikan kalau di
kemudian ditemukan pelanggaran selama pelaksanaan penelitian. Pada
prinsipnya KEPK menganggap bahwa pemberian sanksi kurang pantas
dan lebih mengutamakan mengembangkan suasana keterbukaan dan
saling percaya (mutual trust) untuk melakukan pembinaan.
j. KEPK bukan komisi penguji atau penilai ilmiah (akademis), tetapi
merupakan komisi penilai dan pengambil keputusan tentang kelayakan
etis suatu penelitian kesehatan guna mendukung terlaksananya penelitian
kesehatan bermutu.
2. Persetujuan setelah Penjelasan (PSP/Informed Consent)
Pada semua penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia
sebagai subjek penelitian, peneliti harus memperoleh Persetujuan setelah
Penjelasan (PSP) sukarela dari calon subjek penelitian. Jika subjek penelitian
tidak mampu memberi PSP maka persetujuan harus diperoleh dari seorang
yang menurut hukum yang berlaku berhak mewakilinya. Tidak diperlukannya
PSP (waiver) hanya dibenarkan pada suatu keadaan khusus, dan merupakan
suatu perkecualian yang harus disetujui lebih dahulu oleh KEPK.
Izin atau persetujaun dari subyek penelitian untuk turut berpartisipasi
dalam penelitian, dalam bentuk tulisan yang ditandatangani atau tidak
ditandatangani oleh subyek dan saksinya, disebut informed consent.[1]
Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu informed consent adalah
sebagai berikut :
a. Kesediaan subyek untuk secara sukarela bersedia berpartisipasi
dalam penelitian itu, termasuk penelitian eksperimen.
b. Penjelasan tentang penelitian.
c. Pernyataan tentang berapa lama subyek penelitian perlu
berpartisipasi dalam penelitian
d. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan terhadap subyek
penelitian, sebagai peserta sukarela penelitian. Setiap prosedur
eksperimental perlu dijelaskan.
e. Gambaran mengenai resiko dan rasa tidak enak yang mungkin
dialami subyek, jika subyek berpartisipasi dalam enelitian.
f. Gambaran tentang keuntungan atau ganti rugi bagi subyek, jika
subyek berpartisipasi dalam penelitian ini.
g. Informasi mengenai pengobatan dan alternatif lain yang akan
diberikan kepada subyek, jika subyek mengalami resiko dalam
penelitian.
h. Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dan hasil
pemeriksaan medis sunyek.
i. Penjelasan mengenai pengobatan medis dan ganti rugi yang akan
diberikan kepada subyek, jika subyek mengalami masalah yang
berhubungan dengan penelitian.
j. Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap,
kepada siapa calon subyek dapat menanyakan tentang masalah
kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan penelitian
tersebut.
k. Pengertian partisipasi dalam penelitian haruslah sukarela, bahwa
subyek dapat memutuskan untuk meninggalkan penelitian tanpa
dirugikan, bahwa apabila ia bersedia berpartisipasi kemudian
sesudah jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia
bebas pergi tanpa ada sanksinya.
l. Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian
dan lokasi penelitian akan dilaksanakan.
m. Subyek akan diberitahukan jika terjadi problem yang
membahayakan subyek dalam penelitian tersebut
12. PRINSIP UJI KLINIK
Adapun prinsip uji klinik yang baik, yaitu :
1. Sesuai prinsip etik deklarasi Helsinki
2. Pertimbangan resiko atau ketidaknyamanan dan manfaat (manfaat lebih
besar daripada resiko)
3. Hak, keamanan, kesejahteraan untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau
masyarakat
4. Informasi non-klinik memadai
5. Berlandaskan ilmiah yang kuat dan diuraikan dalam protokol dengan rinci
atau jelas
6. Sesuai dengan protokol yang telah mendapat ethical cleareance
7. Pelayanan medik
8. Tanggung jawab dokter atau dokter gigi
9. Peneliti memenuhi syarat
 Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman
10. Ethical clearence (Bebas dari tekanan)
11. Informasi direkam, ditangani dan disimpan dilaporkan atau diinterpretasi,
diverifikasi secara akurat
12. Lindungi kerahasiaan subjek
13. Produk yang diteliti dibuat, ditangani, disimpan sesuai GMP atau CPOB
dandigunakan sesuai dengan protokol yang disetujui
14. Sistem penjaminan mutu
15.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Riset atau penelitian adalah suatu proses investigasi yang dilakukan
dengan aktif, tekun, dan sistematis, yang bertujuan untuk menemukan,
menginterpretasikan, dan merevisi fakta-fakta, sedangkan teori dalam ilmu
pengetahuan, berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan
fenomena alami atau fenomena sosial tertentu.
Berdasarkan konsep baru upaya kesehatan dilaksanakan dengan
sistem kesehatan berdasarkan pengetahuan (knowledge based health
systems). Perubahan fundamental tersebut mengakibatkan pemanfaatan,
pengembangan, dan penguasaan iptek memegang peran, yang makin
menentukan dalam penyusunan kebijakan dalam pembangunan kesehatan dan
implementasinya. Agar suatu penelitian kesehatan tersebut sesuai dengan
kaidah etik yang berlaku maka diperlukannya suatu aturan yang mencegah
pelanggaran hak-hak asasi manusia yang digunakan sebagai subjek
penelitian.
Pada kasus ini, pengambilan organ di Inggris merupakan tindakan
yang menyimpang dari bioetik, medikolegal, dan etik islam. Dalam aspek
bioetik, kasus ini telah menyimpang dari beberapa deklatasi Internasional,
diantaranya : Nuremberg Code (1947), Universal Declaration of Human
Rights (1948), dan Deklarasi Helsinki (1964).
Dalam pandangan islam, pengambilan organ manusia yang telah
meninggal hukumnya mubah (boleh) dilakukan jika keadaan terdesak karena
kepentingan orang meninggal lebih diutamakan dibandingkan orang yang
masih hidup.
Pengambilan organ ini seharusnya sesuai dengan bioetik dan
berdasarkan prosedur yang berlaku. Semua penelitian kesehatan yang
mengikutsertakan relawan manusia atau dalam kasus ini berupa organ
manusia sebagai subjek penelitian wajib didasarkan pada 3 (tiga) prinsip etik
umum, yaitu menghormati harkat martabat manusia (respect for persons),
berbuat baik (beneficence), dan keadilan (justice). Peneliti harus memberikan
informed concern kepada calon subjek penelitian (atau wali, dalam kasus ini
orang tuanya) tentang penelitian yang akan dilakukan pada organ dimaksud,
setelah sebelumnya diberikan etnical clereance atau izin etik dari Komisi Etik
Penelitian Kesehatan (KEPK). Komisi ini akan memberikan pertimbangan,
komentar dan pengarahan (consideration, comments and guidance) terhadap
prosedur penelitian yang akan dilaksanakan. Hasil dari penelitian ini harus
bermanfaat bagi masyarakat luas dan mendatangkan resiko yang jauh lebih
sedikit dari manfaatnya, sehingga suatu penelitian dapat dipertanggung-
jawabkan baik menurut pandangan etik maupun hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Andrich, D. (1988). Rasch Model for Measurement. (series: Quantitative


Application in the Socials Sciences). Newburry Park, California: Sage
Publication.
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
London: Sage, 2003, hal. 42 Bond, T.G. and Fox, C.M. (2015). Applying The Rasch
Model, Fundamentals Measurement in the Human Sciences. 3rd edition. New
York: Routledge.
W.L Neuman, Social Research Methods: Qualitative & Quantitative Approach,
Yulaelawati, Ella, Kurikulum Dan Pembelajaran, Bandung: Pakar Raya, 2004

Anda mungkin juga menyukai