PRAKTIKUM IV
ANALISIS CAMPURAN PARASETAMOL DAN KAFEIN DALAM
TABLET MENGGUNAKAN METODE HPLC
(HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGHRAPHY)
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VIII
DOSEN PENGAMPU : Iswandi, S. Si. M. Farm., Apt
I. TUJUAN
- Mahasiswa dapat menganalisis dan mengetahui cara analisis kadar
campuran Kafein dan Paracetamol menggunakan metode HPLC (High
Performance Liquid Chromatoghrapy)
2.3 Kafein
Kafein atau 1,3,7-trimetil xantin berbentuk anhidrat dengan
bobot molekul 194,19 atau hidrat dengan mengandung 1 molekul
air dengan bobot molekul 212,21 (Anonim, 1995).
Rumus bangun kafein dapat dilihat pada gambar 3.
Ada tiga variabel utama pada sistem KCKT yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Fase gerak
Kemampuan KCKT untuk memisahkan banyak senyawa terutama
tergantung pada keanekaragaman fase gerak. Fase gerak pada KCKT
sangat berpengaruh pada tambatan dan pemisahan senyawa (Munson,
1984).
Fase gerak untuk analisis secara KCKT harus bersifat murni, tanpa
cemaran, tidak bereaksi dengan kemasan, dapat melarutkan cuplikan
(solut), viskositas rendah, memungkinkan memperoleh kembali cuplikan
dengan mudah (jika diperlukan), dan harganya wajar (Johnson dan
Stevenson, 1978).
Fase gerak KCKT harus bebas dari gas terlarut karena dapat
mempengaruhi respondetektor, sehingga menghasilkan sinyal palsu, dan
mempengaruhi kolom (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1985).
Kepolaran pelarut merupakan ukuran kekuatan pelarut
untukmengelusi suatu senyawa. Kandungan utama fase gerak pada
kromatografifase terbalik adalah air. Kecenderungan air untuk
melarutkan sampel dapat diubah dengan menambahkan garam untuk
menimbulkan pengaruh penggaraman, asam, basa, dapar untuk
melarutkan atau mengendapkan asam atau basa, pereaksi pengompleks
untuk menimbulkan jenis pengaruh pelarutan yang khas untuk gugus
fungsi tertentu atau golongan senyawa tertentu, atau pelarut organik yang
dapat bercampur dengan air. Pemodifikasi organik yang banyak
digunakan adalah metanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran (Gritter et al.,
1985; Munson, 1984).
b. Fase diam
1) Kolom analitik, memiliki diameter pada bagian dalam 2-6 mm. Panjang
kolomnya bergantung pada jenis kemasan yaitu untuk kemasan
pelikelbiasanya 50-100 cm dan untuk kemasan mikropartikel berpori
biasanya 10-30 cm.
2) Kolom preparatif, dengan diameter 6 mm atau lebih dan panjang kolom
25-100 cm (Johnson dan Stevenson, 1978).
c. Detektor
Si OH + Cl Si(CH3)2R Si O Si(CH3)2R +H Cl
+H Cl
𝐭r − 𝐭o
=
𝐭o
𝑡𝑟 2
N = 16 ( )
𝑤
tr : waktu retensi analit
w : lebar puncak pada garis bawah (baseline)
Suatu ukuran alternatif yang tergantung pada panjang kolom
kromatografi adalah tinggi lempeng (H) atau biasa disebut HETP
(High Equivalent Theoritical Plate). Hubungan antara HETP dan
jumlah lempeng (N) serta panjang kolom, dengan persamaan :
L
N=
H
L : panjang kolom
H : tinggi lempeng teoritik yang efektif (HETP).
Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan
nilai HETP yang kecil akan mampu memisahkan komponen-
komponen dalam suatu campuran yang lebih baik yang berarti
bahwa efisiensi kolom adalah besar. Semakin besar harga N/L atau
makin kecil H, maka kolom yang dipakai untuk pemisahan semakin
efesien.
3. Resolusi
Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi
dua puncak yang saling berdekatan:
t2 − t1
R=2
w2 − w1
Ditimbang 100mg
Dilarutkan ad 100ml
Diencerkan ad 25ml
t2 − t1
R=2
w2 − w1
6,3 cm − 5,8 cm
R=2
5,8 cm − 0,7 cm
0,5 cm 1 cm
R=2 = = 0,8333
1,5 cm 1,2 cm
𝑅 >/= 1,5
VI. PEMBAHASAN
Kromatografi adalah prosedur pemisahan senyawa campuran
berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi, karena adanya perbedaan
koefisien distribusi masing-masing senyawa di antara dua fase yang saling
bersinggungan dan tidak saling campur, yang disebut sebagai fase gerak
(mobile phase) yang berupa zat cair atau zat gas, dan fase diam (stationary
phase) yang berupa zat cair atau zat padat (Noegrohati, 1994).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase geraknya
dialirkansecara cepat dengan bantuan tekanan, dan hasilnya dideteksi
denganinstrument. Metode HPLC digunakan untuk menentukan
konsentrasi dan pemisahan suatu senyawa dengan mudah,cepat, dan teliti,
dimana dalam sistem ini merupakan sistem kromatografi cair yang
jugamerupakan gabungan sistem antara High Speed Liquid
Chromatography, High Eficiency Liquid Chromatography, High
Pressuure Liquid Chromatography ( Soog dkk., 2004 )
Pada percobaan Analisis Campuran paracetamol dan kafein
dalam sediaan tablet dengan menggunakan metode High Performa Liquid
Chromatography (HPLC). Dengan tujuan untuk menentukan kadar
paracetamoldan kafein dalam sampel obat ( ) menggunakan instrumen
HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Pada metode
pemisahan cuplikan diantara dua fase. dengan menggunakan fasa gerak metanol
dan air dengan perbandingan 1 : 1 . Fasa gerak dalam HPLC ini selain berfungsi
sebagai pelarut, juga bersifat interaktif sehingga bisa berinteraksi dengan
komponen-komponen cuplikan. Fasa gerak dalam hal ini bertindak sebagai
pelarut sangat mempengaruhi waktu retensi, sehingga pelarut yang digunakan
harus benar-benar jernih dan murni. Oleh sebab itu, metanol dan air terlebih
dahulu disaring.
Prinsip dari metode ini pada umumnya sama dengan metode
kromatografi, yaitu didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi solut
yang dipengaruhi oleh perbedaan afinitas solut terhadap fase gerak dan
fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007). Metode HPLC ideal untuk
analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi, karena sederhana,
dan kepekaannya tinggi (Munson, 1984).
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
Parasetamol juga digunakan sebagai analgesik. Namun penggunaan
parasetamol untuk meredakan demam (antipiretik) tidak
seluaspenggunaannya sebagai analgesik. Sedangkan kafein sendiri
merupakan golongan xantin yang menyebabkan relaksasi otot polos,
terutama otot polos bronkus, merangsang sistem saraf pusat (SSP), otot
jantung, dan meningkatkan diuresis(Wilmana, 1995). Parasetamol ataupun
asetosal dikombinasikan dengan kafein untuk memperkuat daya
analgesiknya (Anonim, 2000).
Langkah pertama yaitu pembuatan larutan paracetamoldalam
percobaan ini yaitu menimbang sampel ……yang sudah digerus hingga
halus sebanyak 100 mg. Kemudian larutkan menggunakan aquabidest.
Digunakan aquabidest karena dalam analisis menggunakan HPLC
diperlukan pelarut dengan kemurnian yang tinggi, sebab larutan sampel
yang akan dianalisis jumlahnya sangat sedikit apabila digunakan pelarut
dengan kemurnian kurang akan dapat mengganggu hasil pemisahan.
sebelum pengenceran sampel sampai 10 ml, dilakukan sonikasi terlebih
dahulu agar semua komponen dalamsampel larut dan homogen. Setelah
diencerkan sampai 10 ml secara kuantitatif, larutan sampel disaring
sebanyak dua kali. Penyaringan pertama dilakukan menggunakan
kertassaring kasar. Hal tersebut dilakukan karena dalam obat tidak hanya
mengandung paracetamol dan kafein, namun terdapat zat penyusun lain
yang belum larut seluruhnya yang masih berupa partikel-partikel padat
dalam larutan. Selanjutnya filtrate disaring kembali menggunakan
membran selulosa nitrat agar diperoleh larutan sampel murni tanpaada
partikel-partikel pengganggu/pengotor yang dapat mempengaruhi hasil
pemisahan.) apabila langsung dilakukan penyaringan menggunakan
membran selulosa nitrat,dikhawatirkan partikel-partikel yang tidak larut
dalam larutan sampel akan menyumbat pori-pori membran sehingga
penyaringan akan membutuhkan waktu yang lama.
Langkah berikutnya yaitu pembuatan larutan standar. Pembuatan
larutan standar dilakukan untuk menentukan kurva kalibrasi parasetamol.
Kurva kalibrasi dibuat sebagai pembanding. Variasi konsentrasi yang
digunakan untuk parasetamol secara berturut-turut adalah 80 : 20 : 70 : 30
: 60 : 40 dan 50 : 50 ppm. Sementara untuk standar kafein berturut turut
adalah 80 : 20 : 70 : 30 : 60 : 40 dan 50 : 50 ppm. Pembuatan larutan
standar tersebut dilakukan secara kuantitatif. Oleh karena itu,
penimbangan larutan baku parasetamol harus tepat, pemipetan larutan
induk harus tepat, pengenceran larutan baku menjadi larutan standar harus
pas sampai tanda batas. Pembuatan masing– masing konsentrasi dan
pelabelan harus dilakukan secara teliti untuk mencegah terjadinya
kekeliruan. Larutan standar diinjeksikan secara berurutan dari konsentrasi
terendah sampai konsentrasi tertinggi.
Selanjutnya atur panjang gelombang 273 nm, laju alir 1,5
mL/menit. Pada saat memasukan larutan standar maupun larutan sampel
tidak terlalu banyak cukup dengan 20 mikoliter, karena jika terlalu banyak
dapat menyebabkan band broadening (pelebaran peak) dan pada saat
memasukan cuplikan pada syringe tidak ada gelembung udara agar
menghasilkan pemisahan yang baik. Sebelum digunakan, syringe harus
dibilas dengan mengunakan metanol agar terbebas dari kotoran.
Pada saat proses memasukan cuplikan kedalam alat HPLC
dilakukan dengan menggunakan alat injeksi syiringe. Syringe disuntikan
melaui septum (seal karet),cuplikannya yang masuk kemudian dialirkan
oleh fasa gerak dengan bantuanpompa. Dalam kolom terjadi pemisahan
komponen komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi
antara solutterhadap fase diam solut yang kuat interaksinya dengan fase
diam akan tertahan. Dalam hal ini paracetamol yang lebih polar
dibandingkan kafein tertahan lebih lama pada fase diam dalam kolom.
Sehingga setelah keluar kolom akan dideteksi oleh detector yang
kemudian direkam dalam bentuk kromatogram yang akan menghasilkan
puncak.
Waktu retensi merupakan waktu yang dibutuhkan oleh senyawa
untuk bergerak melalui kolom menuju detector. Pada analisis kualitatif
dilakukan dengan membandingkan waktu retensi sampel paracetamol dan
kafein dengan larutan standar untuk paracetamol adalah 2,24 menit
sedangkan waktu retensi sampel adalah 2,26 menit. Sementara waktu
retensi larutan standar untuk kafein adalah 2,86 menit dan 2,86 menit.
Sedangkan waktu retensi pada sampel adalah 2,89 menit. Waktu retensi
diukur berdasarkan waktu dimana sempel diinjeksikan sampai sampel
menunjukan ketinggian puncak maksimum grafik dari senyawa tersebut.
Hasil analisis yang didapatkan kadar paracetamol dan kafein
dalam sedian tablet adalah 80,65% dan 39,94%. Menurut farmakope
Indonesia edisi IV persyaratan kadar untuk tablet paracetamol adalah
mengandungparacetamol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
102,02%. Dapat disimpulkan bahwa tablet Panadol extra tidak memenuhi
persyaratan kadar yang telah ditetapkan oleh farmakope Indonesia IV.
Keuntungan HPLC suatu metode pemisahan yang menghasilkan
pemisahan yang sangat cepat, dapat memisahkan zat-zat yang tidak
mudah menguap ataupun yang tahan panas, banyak pilihan fase geraknya,
mudah untuk mendapatkan kembali cuplikan karena detecot pada HPLC
tidak merusak komponen zat yang dianalisis,dan dapat dirancang
menggunakan instrument lain untuk meningkatkan efisiensi pemisahan.
Sedangkan kekurangannya adalah larutan harus dicari fase diamnya
terlebih dahulu, hanya bias digunakan untuk asam organic,harus
mengetahui kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan gradient
elusi, harganya mahal sehingga penggunaanya dalam lingkup penelitian
terbatas. Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi
dua puncak yang saling berdekatan hasil yang didapat adalah 0,8333.
VII. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip kerja dari instrument HPLC adalah pemisahan komponen analit
berdasarkan kepolarannya
2. Pada analisis campuran paracetamol dan kafein menggunakan fase gerak
methanol air dan fase diamnya berupa silika gel
3. Kadar paracetamol dan kafein dalam sediaaan tablet sebesar dan
4. Pada sampel tidak memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan oleh
farmakopi edisi
5. Pada kombinasi Parasetamol ataupun asetosaldengan kafein yaitu untuk
memperkuat efek analgesiknya
6. Resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi dua
puncak yang saling berdekatan hasil yang didapat adalah 0,8333.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 4, 254, 649, 650, 753,999, 1009-
Anonim, 1998, Metode Analisa Obat 1997/1998, 41-46, Pusat Pemeriksaan Obat
Makanan, Jakarta.
Anonim, 2005, The United States Pharmacopeia, 28th ed.,20, 2459, 2711, United
Clarke, E.G.C., 1969, Isolation and Identification of Drugs, 234, 465, 538, The
Harris, D. C., 1999, Quantitative Chemical Analysis, 2nd ed., 643, 648, 661, 664,
Kromidas, S., 2000, Practical Problem Solving in HPLC, 1st ed., 2, Wiley-VCH,
Weinheim.
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 19-32, 164, Airlangga
Surabaya.
UGM, Yogyakarta.
Pescok, R. L., Shields, L. D., and Caims, T., 1976, Modern Methods of Chemical
Skoog, D.A., Holler, F.J., and Nieman, T.A., 1998, Principles of Instrumental
Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Glajch, J.L., 1997, Practical HPLC Method
Development, Second (2nd) Ed., 208-209,252, Wiley & Sons, Inc., New
York.
Yogyakarta.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, Edisi 5, 298-299, 350-
351, P.T. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Press, Yogyakarta.
Willard, H.H., Merritt, Jr., Dean, J.A., and Settle Jr, F.a., 1988, Instrumental
dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, E., (ed.), Farmakologi dan Terapi,