Anda di halaman 1dari 5

1.

3 Persiapan Alat dan Ruangan


Persiapan Alat

1. Menghilangkan debris

Diperlukan ruangan atau tempat terpisah untuk mempersiapkan peralatan. Bak yang
dibuka untuk menyikat alat biasanya dianggap sudah terkontaminasi dan tidak boleh
digunakan untuk mencuci tangan. Apabila bak cuci tangan yang terpisah tidak ada, maka
bak
tersebut harus diguyur dan didekontaminasi dahulu dengan menggunakan desinfektan
yang
terdapat dalam EPA (US Environmental Protection Agency). Orang yang menyikat
peralatan
harus memakai sarung tangan yang tebal. Semua saliva, darah, atau sisa jaringan
dibersihkan
sebelum dilakukan sterilisasi dan desinfeksi. Dianjurkan memakai pembersih ultrasonic.

2. Pengemasan peralatan

Membungkus peralatan yang benar, baik menggunakan kain yang bisa dipakai ulang,
atau menggunakan bungkus sekali pakai ialah dengan dua lapis. Semua peralatan yang
berengsel harus dalam keadaan terbuka. Pengemasan ini dilengkapi dengan pita indikator
yang peka panas atau uap yang dengan perubahan warnanya bisa menunjukkan bahwa
bungkusan tersebut sudah diautoklaf. Sebaiknya alat dibungkus dalam plastik jernih
yang
diklip, diplester, atau direkat dengan pita indicator. Tanggal dilakukannya autoklaf dicatat
pada bagian luar setiap bungkusan. Peralatan yang dibungkus hanya satu lapis harus
diautoklaf lagi dalam 30 hari, sedangkan yang dibungkus rangkap dua dapat bertahan
sampai
enam bulan.

3. Peralatan siap pakai/disposable

Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan pada keadaan kritis alat-alat siap pakai.
Yang paling penting ialah jarum suntik yang digunakan untuk anestesi lokal atau bahan
yang
lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin
ketajaman
dan sterilitasnya. Pemasangan jarum pada selubungnya jangan dilakukan dengan tangan.
Apabila tidak ada alternatif lain untuk memasang selubung jarum, maka bisa digunakan
hemostat/needle holder . Benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk siap pakai.
Ini ialah yang disebutarmed suture yaitu jarum yang disatukan dengan benang jahitnya.
Bilah skapel dan kombinasi bilah tangkai juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali
pemakaian. Sarungtangan steril baik yang panjang maupun yang pendek menjamin
adanya asepsis dan
dibungkus rangkap dua untuk menjamin bahwa pada waktu pemakaian tidak
terkontaminasi.
Sebagian besar agen hemostatik, bahan pengganti tulang aloplastik, dan material untuk
implan tidak membutuhkan sterilisasi lagi.
Sponge dan bahan-bahan dressing biasanya tersedia dalam bungkusan steril yang
terpisah. Penutup yang steril, idealnya dengan pelindung plastic digunakan apabila
diperkirakan akan terjadi kontaminasi oleh darah atau saliva. Sebagian peralatan
dibungkus
dengan system peel down. Dibungkus rangkap dua sehingga memungkinkan orang yang
tidak menggunakan sarung tangan membuka dan menyerahkan isinya kepada orang lain
yang
sudah memakai sarung tangan atau menaruh isinya di atas tempat yang steril. Apabila
bungkusnya sobek, peralatan tersebut sebaiknya jangan digunakan. Meskipun bisa
diautoklaf, tidak ada peralatan disposable yang boleh digunakan ulang.

4. Meja tempat instrumen steril

a. Meja instrumen diatur oleh scrub nurse.


b. Terdiri dari alat-alat yang steril dan semua instrumen yang dapat digunakan
dalam bedah mulut.
c. Meja ini tidak boleh sampai terkontaminasi selama operasi sedang berjalan.
d. Meja instrumen sebaiknya di tutupi oleh kain steril.
e.Peralatan yang dibutuhkan di transfer ke rak mayo dengan penjepit instrument yang
steril.

Persiapan Ruangan

Ruangan operasi di rumah sakit umumnya dibuat dengan simple. Dinding dan furniture
dari bahan yang mudah dibersihkan dan peralatan sudah disusun rapi. Ruangan dengan
ventilasi dan suhu ruangan dijaga tetap 18o-21o C, tetapi ruangan juga jangan sampai
lembab. Ruangan operasi di rumah sakit harus menggunakan AC untuk mencegah
kontaminasi dari luar. Di sebelah ruang operasi seharusnya terdapat ruang perawatan
dengan staf perawat yang berpengalaman. Sinar yang digunakan menghasilkan dan
sinarnya mudah untuk diarahkan ketika menjalani tindakan operasi.

Dafpus :

Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis BEDAH MULUT. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC; 1996.
2.1.1 Menangani Jaringan

Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan kontaminasi oleh


mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi
dengan cara fisik dan kimiawi.

Beberapa cara yang dilakukan untuk dekontaminasi :

1. Cara aseptis
2. Membungkus yang sudah di steril dengan pembungkus berlapis.
3. Menjaga kondisi penyimpanan steril, biasanya dilakukan di ruang tertutup dengan
mengkondisikan ruangan sesuai dengan ketentuan.

Debridement

Debridement adalah pengangkatan jaringan nekrotik atau jaringan mati dari luka dan
sekitarnya agar jaringan sehat tidak tertutup. Jaringan nekrotik ini harus disingkirkan
dari luka karena dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka terhambat dan dapat
juga memberikan tempat yang bagus untuk pertumbuhan bakteri.

Debridement pada luka dapat memfasilitasi dan melepaskan abses dan jaringan
nekrotik. Ada beberapa metode debridement yang dikenal hingga saat ini, yaitu

1. Surgical debridement
Surgical debridement adalah melakukan tindakan eksisi jaringan nekrotik dan juga
jaringan disekitarnya. Tindakan ini sering dilakukan dibawah anastesi. Tindakan
debridement ini sangat cepat untuk mendebridement luka tetapi tidak semua orang
cocok dengan tindakan ini, misalnya kepada orang yang secara klinis tidak fit untuk
memperoleh anastesi.

2. Sharp debridement.
Sharp debridement dan surgical debridement dimasukkan dalam jenis yang sama.
Kedua debridemen ini dibedakan, karena surgical ini hanya bisa dilakukan oleh dokter
karena membutuhkan tindakan anastesi, sedangkan sharp debridement bisa dilakukan
oleh perawat yang sudah memiliki kualifikasi melakukannya. Secara garis besar
surgical dan sharp debridement hampir sama dalam prosedurnya. Pada sharp
debridement ini memiliki kontraindikasi yaitu iskemia digit, pasien dengan gangguan
pembekuan darah dan luka akibat keganasan. Selain itu nyeri merupakan masalah yang
sering muncul dari tindakan ini karena tindakan dilakukan tanpa menggunakan anastesi.

3. Chemical debridement.
Chemical debridement adalah tindakan debridement yang dilakukan dengan
menggunakan zat kimia seperti calcium atau sodium hypochlorite solution untuk
mengankat jaringan nekrotik. Penggu naan chemical debridement sangat susah.
Penggunaan debridement model ini tidak bisa digunakan secara luas karena dapat
menimbulkan nyeri dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang sehat.

4. Enzymatic debridement.
Kolagenase dapat digunakan dalam tindakan ini. Secara alamiah hadirnya enzim dapat
menonaktifkan kolagen. Enzim ini diperoleh dari fermentasi Clostridium bistolytieum
dan diaplikasikan ke jaringan yang ada di luka. Penggantian balutan mudah untuk
dilakukan dan minimal nyeri.

5. Mekanikal debridement.
Metode debridement mekanikal yang paling sederhana adalah balutan basah ke kering,
yang sudah umum digunakan. Proses pelaksanaannya adalah dengan menggunakan
balutan kasa yang basah menutupi seluruh luka kemudian dibiarkan hingga kering.
Jaringan nekrotik tersebut akan dengan sendirinya lepas dengan lengket ke kasa, maka
jaringan nekrotik secara mekanik terlepas dari luka. Metode ini kemungkinan akan
menyebabkan trauma pada jaringan yang sehat dan prosesnya juga dapat menimbulkan
nyeri terutama bila lukannya bukan karena neuropati

6. Biological debridement / larva therapy.


Larva Lucillia sericata adalah larva yang umum digunakan sebagai biological
debridement. Larva ini secara alami akan memakan jaringan nekrotik yang ada pada
luka tanpa memakan jaringan yang sehat. Selain itu sekresi dari larva ini memiliki efek
proteolitik dan pergerakan fisik dari larva menstimulasi terbentuknya granulasi pada
luka. Larva ini diindikasikan untuk debridement luka yang ada slough atau jaringan
nekrotik baik itu luka akut atau kronik. Kontraindikasi yang sering terjadi pada metode
ini adalah penolakan dari pasien walaupun fenomena pasien semakin terbuka kepada
metode ini.

Dafpus :

Gitaraja, W.S. Seri Perawatan Luka Terpadu – Perawatan Luka Diabetes. Bogor :
WOCARE Publishing; 2008.

Anda mungkin juga menyukai