Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus


1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Sudarth, 2002).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular
mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makrovaskular dan neurologis (Riyadi & Sukarmin,
2008).
2. Etiologi
a) Pada Diabetes tipe I:
Ditandai dengan adanya kerusakan sel-sel beta pankreas, yang
mungkin disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik, imunologi dan
mungkin lingkungan .
(1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes
tipe I.
(2) Faktor imunologi
Terdapat respon autoimun. Respons ini merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut seolah-olah sebagai jaringan asing.
(3) Faktor-faktor lingkungan
Penelitian sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor external
yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.
b) Pada Diabetes tipe II
Penyebab resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe ini
sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:
(1) Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes.
Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes akan ikut diinformasikan pada
gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
(2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
dan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko
pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin dan
resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.
(3) Gaya hidup stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat
saji yang kaya pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme
dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada
kenaikkan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah
rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
(4) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko terkena
diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas
meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang
tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan pada
ketidakseimbangan kerja pankreas.
(5) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertrofi pankreas
pada penderita obesitas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme
glukosa untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
3. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi menurut ADA (American Diabetes Association) yang dikutip oleh Price
& Wilson (2006) dan yang telah disahkan oleh WHO, yaitu :
a) Diabetes Melitus
(1) Tipe 1 (juvenile onset dan tipe denpenden insulin) 5-10% kejadian.
(2) Akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.
(3) Idiopatik, tidak diketahui sumbernya.
Subtipe ini sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika, Asia. Biasanya
bertubuh kurus pada saat didiagnosis dengan penurunan BB yang baru saja
terjadi. Cenderung mengalami komplikasi akut hiperglikemi: ketoasidosis
diabetik (Brunner & Suddarth, 2002).
b) Tipe 2 (onset maturity dan nondependen insulin) : 90-95% kejadian.
Obesitas, herediter dan lingkungan sering dikaitkan dengan penyakit ini. Awitan
terjadi di segala usia biasanya > 30 tahun. Cenderung meningkat pada usia > 65
tahun. Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa darah
melalui penurunan berat badan. Agens hipoglikemia oral dapat
memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak
berhasil. Memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk
mencegah hiperglikemi. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan
stress atau menderita infeksi. Komplikasi akut: sindrom hiperosmolar
nonketotik (Brunner & Suddarth, 2002).
c) Diabetes Gestasional (GDM)
Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua
kehamilan. Faktor resiko yaitu usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat
keluarga dan riwayat gestasional dahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi
berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa
maka kehamilan adalah suatu keadaaan diabetogenik.
d) Tipe khusus lain
(1) Cacat genetik fungsi sel beta: MODY
(2) Memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia
14 tahun. Pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap insulin.
(3) Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi
insulin yang berat dan akantosis negrikans.
(4) Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik.
(5) Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.
(6) Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta.
(7) Infeksi.
e) Gangguan toleransi glukosa (IGT)
Tes toleransi glukosa menunjukkan kelainan dan pasien menunjukkan
asimtomatis. IGT mungkin menunjukkan adanya diabetes dalam stadium dini.
Mereka ini tidak digolongkan sebagai penderita diabetes tetapi dianggap
beresiko tinggi terhadap diabetes.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
(1) Poliuria (peningkatan volume urine)
(2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar
dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel
mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
(3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
(4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul:
(1) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes
kronik.
(2) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,
lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
(3) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
(4) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan
akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.
Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
(5) Kelemahan tubuh
(6) Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses
glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
(7) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan
dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein
banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang
diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
(8) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas
menurun karena kerusakan hormon testosteron.
(9) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia.
5. Komplikasi
Menurut Price & Wilson (2006), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu
komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.
a) Komplikasi Metabolik Akut
(1) Hyperglikemia.
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) hiperglikemi didefinisikan sebagai
kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160
mg/100 ml darah. Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa.
Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan
darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat
mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan
mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan
jamur. Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena defisit insulin
tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut:
(a) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
(b) Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
(c) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara
terus menerus melebihi kebutuhan.
(d) Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat
meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam
darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia yaitu :
(2) Ketoasidosis Diabetik (DKA)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton.
Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan
produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis
osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen
otak, pasien akan mengalami koma dan kematian.
(3) Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin
absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia
berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia
menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.
b) Komplikasi Kronik Jangka Panjang
(1) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler
dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati
diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).
(2) Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh
insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular.
Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular,
hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
6. Data Penunjang Diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut Sujono &
Sukarmin (2008) antara lain:
a) Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140
mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140 mg/dl disertai
gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
b) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau
evaluasi pengobatan bukan diagnostik.
c) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam <
200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
e) Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan
kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi
absorbsi glukosa.
f) Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan
penggunaan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM
kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
g) Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.
h) C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.
i) Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat
digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian
diabetes.
7. Penatalaksanaan
a) Diet
Tujuan utama penatalaksanaan diet pada DM adalah:
(1) Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
kadar normal.
(2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
(3) Mencegah komplikasi akut dan kronik.
(4) Meningkatkan kualitas hidup.
Pada dasarnya harus mengikuti prinsip berikut:
(1) Cukup kalori atau mempertahankan BB idaman
(2) Perhatikan bila ada komplikasi. Sesuaikan dengan komplikasi itu
(3) Cukup vitamin dan mineral
(a) Tepat jumlah : Jumlah kalori harus diperhitungkan dengan benar.
Tepat jumlah: karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut dan kegiatan jasmani. Penentuan gizi penderita

BB idaman= 90% x (tinggi badan dlm cm –


100)x 1 kg

dilaksanakan menurut Brocca:

BB idaman= x (tinggi badan dlm cm –


100)x 1 kg

Catatan: laki-laki
dibawah 160 cm atau perempuan dibawah 150 cm berlaku rumus.
Ada beberapa cara yang dibutuhkan untuk menghitung jumlah kalori
yang dibutuhkan pasien:

(1) Menghitung kebutuhan basal dengan cara mengalikan BB


dengan 30 untuk laki-laki dan 25 untuk wanita, dan ditambah
sesuai kegiatan yang dilakukan:
Ringan Sedang Berat
100-200Kcal/jm 200-350Kcal/jam 400-900Kcal/jm
Mengendarai Kerja RT Aerobik
mobil Bersepeda Bersepeda
Memancing Jalan cepat Memanjat
Kerja Lab Berkebun Menari, lari
Kerja Sepak bola
sekertaris Tennis
Mengajar

(b) Tepat Jenis


(1) Bahan makanan yang harus dihindari: gula murni dan bahan
makanan yang diolah dengan menggunakan gula murni seperti:
gula pasir, gula jawa, madu, sirop. alkohol (Alkohol dapat
memperburuk penderita hiperlipidemia dan dapat mencetuskan
hipoglikemia terutama jika tidak makan).
(2) Makanan yang dibatasi: sumber hidrat arang kompleks seperti:
nasi, Lemak jenuh , lontong, ketan ,jagung, roti, singkong, talas,
kentang, sagu, mie.
(3) Batasi natrium untuk menghindari hipertensi
(c) Tepat jadwal.
Antara porsi besar dengan makanan selingan diberi jarak 3 jam
b) Olah raga
Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya kontraksi
otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke
dalam sel. Penderita diabetes dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan
menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan
sebelum pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa
darah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan
meningkatkan sekresi glukagon, growth hormon dan katekolamin.
Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga
terjadi kenaikan kadar glukosa darah.Untuk pasien yang menggunakan insulin
setelah latihan dianjurkan makan camilan untuk mencegah hipoglikemia dan
mengurangi dosis insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan.
c) Obat-obatan
Indikasi pengobatan insulin
(1) Ketoasidosis diabetikum/koma hiperosmolar non ketotik
(2) Diabetes dengan berat badan kurang
(3) Diabetes yang mengalami stres (infeksi, operasi dll)
(4) Diabetes kehamilan
(5) Diabetes tipe 1
(6) Kegagalan pemakaian obat hiperglikami oral
Golongan obat-obat DM
(1) Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas mengeluarkan
insulin.
(2) Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak
menyebabkan hipoglikemia.
(3) Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa glukosidase
didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa
dan menurunkan hiperglikemia post prandial.
(4) Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin.
d) Penyuluhan Kesehatan
Informasi yg perlu diberikan :
(1) Patofisiologi sederhana: definisi diabetes , batas-batas kadar glukosa
darah dan efek terapi insulin ,makanan dan stress
(2) Pendekatan terapi : cara pemberian insulin,
(3) Dasar-dasar diit,
(4) Pemantauan kadar glukosa darah, keton urin.
(5) Pengenalan, penanganan dan pencegahan: hipoglikemia hiperglikemia.
(6) Informasi pragmatis: dimana membeli dan menyimpan insulin, kapan
bagaimana cara menghubungi dokter.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Militus


1. Pengkajian
a) Identitas
Nama, usia (DM Tipe 1 Usia < 30 tahun. DM Tipe 2 Usia > 30 tahun, cenderung
meningkat pada usia > 65 tahun), kelompok etnik di Amerika Serikat golongan
Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar, jenis kelamin, status, agama, alamat, tanggal MRS, diagnosa masuk.
Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan tinggi cenderung
mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang
berlebihan. Penyakit ini biasanya banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya
dengan aktivitas fisik yang sedikit.
b) Keluhan utama
(1) Kondisi hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu
tubuh meningkat, sakit kepala.
(2) Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir,
pelo, perubahan emosional, penurunan kesadaran.
(3) Riwayat penyakit sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat badan
berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM, baru tahu
setelah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
(4) Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid,
furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.
(5) Riwayat kesehatan keluarga
Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang mengakibatkan
tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau beijalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas,
letargi, disorientasi, koma.
(2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat penyakit hipertensi, inpark miokard akut, klaudikasi,
kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama. Tanda: takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun, disritmia,
krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
(3) Integritas ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda: ansietas, peka rangsang.
(4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri terbakar,
kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah, hiperaktif pada
diare.
(5) Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan
masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik. Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton.

(6) Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan
penglihatan. Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan
memori, refleks tendon menurun, kejang.
(7) Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum. Tanda:
pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
(8) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
(9) Penyuluhan
Gejala: fakor resiko keluarga DM, PJK, HT, stroke, penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat steroid, diuretik, dilantin, fenobarbitol. Mungkin
atau tidak memerlukan obat diabetik.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotic
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan adanya
keseimbangan volume cairan dan tidak teijadi syok hipovlemik.
Kriteria hasil: TTV stabil (N.80-88 x/menit, TD: 100-140/80-90 mmHg, S: 36,5-
37°C, RR: 16-22 x/menit), nadi perifer teraba, turgor kulit baik, CRT < 2 detik,
haluaran urine >1500-1700 cc/hari, kadar elektrolit urin dalam batas normal.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
insulin.
Tujuan: setelahh diberikan tindakan 5x24 jam diharpakan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: peningkatan masa otot, nilai Hb normal, dapat menghabiskan porsi
makanan yang dihidangkan.
c) Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan
dengan gangguan mikrovaskular.
Tujuan: setelah diberikan tindakan selama 5x24 jam diharapkan tidak terjadi
perubahan persepsi sensori penglihatan.
Kriteria hasil: pasien tidak mengeluh penglihatannya kabur atau diplopia, visus
6/6, nilai laboratorium terkait eksitasi persarafan dalam batas: natrium: 135-147
meq/l, kalsium: 9-11 mg/dl, kalium: 3,5-5,5 meq/l, klorida: 100-106 meq/l.
d) Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan adanya peningkatan
kemampuan dalam beraktivitas.
Kriteria hasil: pasien mengungkapkan badannya tidak letih atau berkurang, skala
kekuatan otot 5, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas.
e) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 5x24 jam diharapkan integritas kulit
membaik dan tidak teijadi perluasan kerusakan.
Kriteria hasil: teijadi perbaikan status metabolik yang dibuktikan oleh gula darah
dalam batas normal, bebas dari drainase purulen, menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan dengan tepi luka bersih, tidak terdapat pembengkakan pada luka.
f) Perubahan pola nafas berhubungan dengan asidosis metabolik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 5x24 jam diharapkan peningkatan
keefektifan pola nafas.
Kriteria hasil: RR: 18-24 x/menit, pernafasan reguler, tidak berbau keton.
g) Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang mengingat
intervestasi informasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan informasi mengenai
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit misalnya dapat
menyebutkan penyakit, dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan
proses penyakit.
3. Intervensi Keperawatan
a) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
(1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ penurunan volume cairan darah akibat diuresis osmotik dapat
dimanifestasikan oleh hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah.
(2) Kaji suhu, warna, turgor kulit dan kelembaban, pengisian kapiler dan membran
mukosa.
R/ dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas, kemerahan dan kering di
kulit sebagai indikasi penurunan volume pada sel.
(3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat balance cairan.
R/ memberikan perkiraan kebutuhan cairan tubuh (60-70% BB adalah air).
(4) Berikan cairan 1500-2500 ml dalam batas yang dapat ditoleransi jantung.
R/ mempertahankan komposisi cairan tubuh, volume sirkulasi dan
menghindari overload j antung.
(5) Batasi intake cairan yang mengandung gula dan lemak misalnya cairan dari
buah yang manis.
R/ menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan osmosis.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
masa otot.
(1) Timbang berat badan.
R/ mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah
kalori yang harus dikonsumsi penderita DM.
(2) Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula.
R/ menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk •
mengambil glukosa.
(3) Libatkan keluarga pasien dalam memantau waktu makan Jumlah nutrisi. R/
meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi.
(4) Kolaborasi pengobatan insulin secara teratur dan intermiten.
R/ insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula
dapat membantu memindahkan ke dalam sel.
(5) Kolaborasi dengan ahli diet.
Kebutuhan diet penderita harus disesuaikan dengan jumlah kalori karena kalau
tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia.
c) Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan berhubungan
dengan perubahan kimia endogen.
(1) Pantau TTV dan status mental.
R/ sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
(2) Kaji status persepsi penglihatan seperti menggunakan test visus dengan snellen
card (apabila memungkinkan).
R/ untuk mengkaji status persepsi pasien.
(3) Pantau pemasukan elektrolit melalui makanan maupun minuman seperti buah
pisang dan makanan yang mengandung garam.
R/ meningkatkan eksitasi persarafan dan mencegah kelebihan elektrolit seperti
natrium berdampak pada peningkatan ikatan cairan.
(4) Keletihan berhubungan dengan penurunan masa otot.
R/ aktivitas akan lebih terarah dan menghidari keletihan yang berlebihan.
(5) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
R/ memberi kesempatan untuk mencukupkan produksi energi untuk aktivitas.
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
(1) Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk.
R/ mengidentifikasi patogen penyebab disintegrasi kulit dan terapi pilihan.
(2) Kaji area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan.
R/ mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka.
(3) Balut luka dengan kasa steril
R/ meminimalkan kontaminasi mikroorganisme.
(4) Kolaborasi pemberian antibiotik.
R/ pengobatan infeksi dan pencegahan komplikasi.
e) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan asidosis metabolik.
(1) Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk memudahkan bernafas.
R/ mengurangi penekanan saat pengembangan paru oleh diafragma.
(2) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan.
R/ peningkatan kedalaman pernafasan sebagai salah satu indikasi peningkatan
benda keton dalam tubuh.
(3) Anjurkan pasien banyak istirahat, hindarkan dari rangsangan psikologis yang
berlebihan.
R/ mengurangi tingkat penggunaan energi yang tidak banyak diperoleh dari
glukosa melainkan dari benda keton.
f) Ketidakpatuhan pada diet rendah kalori yang berhubungan dengan ketidak
sesuaian penyiapan makanan khusus dan kurangnya dukungan keluarga.
(1) Tentukan alasan tingkah laku yang mengganggu pengobatan.
R/: Berbagai faktor mungkinterlibat dalam tingkah laku yang menggunggu
rejimen pengobatan.
(2) Bantu pasien dan keluarga memahami kebutuhan untuk
mengikuti penanganan sesuai program dan konsekuensi akibat
ketidakpatuhan.
R/: Memberikan kesempatan untuk menjelaskan sudut pandang / kedalam
konsep. Memastikan bahwa pasien/orang terdekat memiliki informasi yang
akurat/aktual untuk membuat pilihan-pilihan.
(3) Berikan instruksi tertulis tentang manfaat dan lokasi aktivitas pelayanan
kesehatan sesuai dengan keperluan.
R/: memudahkan pasien untuk melaksanakan diet dan mengarahkan pasien
kemana harusnya bertanya bila mengalami kesulitan dalam menjalankan diet.
(4) Konsultasikan dengan tim kesehatan lain tentang perubahan yang mungkin
dalam program pengobatan untuk mendukung kepatuhan pasien.
R/: pasien yang setuju akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan akan
lebih mampu bekerja sama.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medlkal - Bedah Ed. 8. Jakarta: EGC.
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, dkk., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius.
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin
& Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tjokronegoro, Aijatmo (1996). Buku Ajar Urnu Penyakit Dalam Jilid I.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai