Anda di halaman 1dari 21

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian.

1. Laparatomi.

Laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau

abdomen. (Sanusi, C. 1999).

Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen(

bagian perut) www.medicineonline.com.

a. Indikasi.

Tindakan laparatomi biasa dipertimbangkan atas indikasi: appendicitis,

hernia, kista ovarium, kanker serviks, kanker ovarium, kanker tuba falopi,

kanker uterus, kanker hati, kanker lambung, kanker kolon, kanker kandung

kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis dan pangkreas.

b. Jenis-jenis.

Laparatomi terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah:

1) Andrenalektomi: pengakatan salah satu atau kedua kelenjar adrenal.

2) Appendiktomi : oprasi pengangkatan apendiks.


8

3) Gastrektomi : pengangkatan sepertiga distal lambung

(duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel penghasil gastrin dalam

bagian sel priental).

4) Histerektomi : oprasi pengangkatan bagian uterus.

5) Kolektomi : seksisi bagian kolon atau seluruh kolon.

6) Nefrektomi : operasi pengangkatan ginjal.

7) Pankreatektomi : eksisi pangkreas.

8) Prostatektomi : operasi pengangkatan prostate.

9) Seksio sesaria : pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding ovarium.

10) Sistektomi : operasi pengangkat kandung kemih.

11) Salpingo oofarektomi: operasi pengangkat satu atau kedua tuba

falopi dan ovarium.

12) Vagotomi : pemotongan saraf vagus untuk menurunkan asam

lambung dan mengurangi stimulasi kolgenerik pada sel parietal dan

membuatnya kurung responsive terhadap gastric.


9

2. Kista ovarium.

Kista ovarium adalah suatu kantong yang berisi cairan yang terdapat

pada ovarium (Wiknjosatro Hanifa, 1999).

Kista ovariumadalah suatu kantong abnormal yang berisi cairan yang

tumbuh dalam indung telur (Marinan 2007).www.google.com.

Ada beberapa macam jenis kista ovarium:

a. Kista fungsional.

Kista yang terjadi karena adanya folikel atau sel telur yang belum

pecah hingga beberapa waktu tertentu. Kista ini biasanya tidak memerlukan

pengobatan atau operasi dalam waktu yang tidak lama akan hilang dengan

sendirinya.

b. Kista dermoid.

Jenis kista yang dapat berasal dari jaringan eksoderm. Mesoderm


bahkan endoderm, kista ini berisi jaringan lemak, rambut, gigi, tulang dan
kulit.

c. Kista endomeriosis atau kista coklat.

Terjadi karena adanya produksi darah bersamaan dengan menstruasi

yang dihasikan oleh sarang-sarang endometriosis, darah ini tertampung di

dalam ovarium selanjutnya menjadi kista, darah yang lama warnanya

berubah menjadi coklat karena itu diberi nama kista coklat.


10

d. Kista multiple.

Biasanya terdapat pada wanita yang menstruasinya bersifat an ovulasi

yang paling sering adalah sindro ovarium polikistik.

B. Patofisiologi.

1. Etiologi.

Etiologinya belum diketahui dengan pasti.

a. Menurut Mayer, mungkin berasal dari suatu teratoma dimana dalam

pembuluhnya satu elemen mengalahkan elemen-elemen lain.

b. Ada yang berpendapat bahwa kista berasal dari epitel germinativum.

c. Ada penulis lain menduga kista ini mempunyai asal yang sama dengan

tumor Brenner (Wiknjosastro Hanifa, 1999).

d. Pola makan yang tidak baik seperti memakan makanan yang mengandung

obatan yang bebahaya bagi rahim.

2. Proses penyakit.

Setiap hari ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang

disebut degraff. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan

mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi

fertilisasi korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian akan mengecil


11

selama kehamilan apabila pertumbuhan dari sel-sel ovarium tak terkendali maka

akan menjadi kista (Sudarth and Brunner, 2001).

3. Manifestasi klinik.

Gejala secara umum sangat berfariasi dan tidak spesifek sebagian

gejala dan tanda adalah akibat dari pertumbuhan, aktifitas endokrin atau

komplikasi tumor tesebut.

a. Stadium awal.

1) Gangguan haid.

2) Konstipasi dan sering berkemih.

Diakibatkan karena adanya tekanan tumor pada rectum dan

vesika urinaria.

3) Nyeri saat bersenggama.

Terjadi karena perenggangan atau penekanan daerah panggul.

4) Adanya benjolan massa dalam abdomen.

b. Stadium lanjut.

1) Asites (penimbunan cairan dalam rongga perut).

2) Penyebaran ke omentum (lemak perut) dan organ-organ didalam

rongga perut seperti usus dan hati.


12

3) Gangguan nafsu makan (mual, kembung).

Menimbulkan penurunan berat badan.

4) Sesak napas.

Penumpukan cairan yang terjadi pada rongga dada akibat

penyebaran penyakit ke rongga dada.

4. Komplikasi.

a. Perdarahan.

Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan

memerlukan tindakan yang cepat.

b. Perputaran tangkai.

1) Tumor bertangkai sering terjadi perputaran tangkai, secara

perlahan sehingga tidak banyak menimbulkan rasa nyeri pada

abdomen seperti terasa pada saat haid.

2) Perputaran tangkai menimbulkan tarikan tarikan melalui

ligamentum infunfiboulo pelvikum terhadap peritoneum dan

menimbulkan rasa sakit. Jika putaran tangkai berjalan terus akan

terjadi nekrosis hemoragik dalam tumor sehingga segera

memerlukan tindakan medis yaitu dengan oprasi.


13

c. Infeksi pada tumor.

Terjadi jika dekat pada tumor ada sumber kuman pathogen, seperti

appendiksitis, diverkulitis, kista dermoid cenrung mengalami

peradangan.

d. Robekan dinding kista.

Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi

kista tempuh ke dalam rongga abdomen yang menyebabkan terjadinya

perlekatan.

e. Perubahan keganasan.

Dapat terjadi pada beberapa kista jinak seperti kista denoma ovarii

serosum. Kista denoma ovarii musirosum dan kista dermoid. Oleh sebab

itu perlu dilakukan operasi dan dilakukan pemeriksaan makroskopik

yang saksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan.

C. Penatalaksanaan Medis.

1. Test diagnostik.

a. Laparaskopi.

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor

berasal dari Ovarium atau tidak dan untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
14

b. Ultrasonografi.

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah

tumor berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing, apakah tumor

kistik atau solid dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut

yang bebas dan yang tidak.

c. Fotto rongsen.

Pemeriksaan ini berguna untuk menetukan adanya hidrotoraks.

Selanjutnya pada kista darmoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi

dalam tumor.

d. Paresentesis.

Fungsi asites berguna untuk menentukan sebab asites. Perlu diingat bahwa

tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila

dinding kista tertusuk (Wiknjosatro Hanifa, 1999).

2. Terapi.

a. Konservatif atau observasi.

Apabila kista ovarium tersebut tidak memberikan gejala atau

keluhan pada pasien dan besarnya tidak melebihi 5 Cm diameternya.

Kemungkinan besar tumor tersebut adalah kista folikel atau kista korpus
15

luteum, dan kista ini akan mengalami pengecilan secara spontan dan

menghilang dengan sendirinya.

b. Laparatomi.

Apabila selama observasi selama 2-3 bulan dan dialami observasi

dilihat adanya peningkatan dalam pertumbuhan tumor maka dapat

diambil kesimpulan bahwa peningkatan tumor besar itu bersifat

neoplastik atau jinak. Maka perlu dipertimbangkan adanya operasi atau

pengangkatan tumor itu sendiri (kistektomi).

c. Histerektomi.

Jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan

pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan pengangkatan tuba, jika

terdapat keganasan operasi yang paling tepat adalah histerektomi atau

pengangkatan uterus.

D. Asuhan Keperawatan.

Menurut Doengoes Marilyn (2000)

1. Pengkajian.

Pengkajian merupakan langka awal yang harus dilakukan seorang

perawat. Pengkajian dilakukan secara sistematis untuk memudahkan dalam


16

pengumpulan data sehingga dapat mengetahui masalah dan kebutuhan kita.

Pengumpulan data merupakan langkah pertama dalam pengkajian terdiri dari:

a. Identitas klien.

Indentitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, suku bangsa, tanggal masuk rumah

sakit.

b. Riwayat keperawatan.

1) Riwayat keperawatan sekarang.

Alasan dan keluhan ketika masuk rumah sakit.

2) Riwayat menstruasi.

Menarche, siklus, banyaknya haid, teratur apa tidak, lama menstruasi,

keluhan nyeri hebat pada saat haid.

3) Riwayat obstetri.

Riwayat kehamilan pertama, kedua dan kehamilan yang sekarang,

penyulit kehamilan yang disertai, jenis persalinan dan pertolongan,

komplikasi nifas, jenis kelamin, berat badan, panjang badan, keadaan

serta umur anak yang sekarang.


17

4) Riwayat ginekologi dan penyakit atau pembedahan sebelumnya.

Pemeriksaan papsmear, masalh ginekologi atau lifertilitas, operasi

yang pernah dialami dan penyakit berat lainya.

5) Riwayat kesehatan atau penyakit keluarga.

Masalah reproduksi, kanker, diabetes dan lain-lain.

6) Riwayat keluarga berencana.

Melaksanakan KB, jenis kontrasepsi yang digunakan dan lamanya

pemakaian.

7) Riwayat seksualitas.

Nyeri pada saat bersenggama.

c. Pemeriksaan fisik.

Melakukan pengkajian melalui pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi,

palpasi, perkusi dan auskultasi terhadap sistem tubuh sehingga akan

ditemukan hal-hal sebagai berikut:

1) Sistem pencernaan.

Kehilangan nafsu makan (mual, muntah, kembung) adanya penurunan

berat badan.
18

2) Sistem pernapasan.

Adanya perasaan sesak napas (asites).

3) Sistem endokrin atau urogenital.

Distensi kandung kemih, pola eliminasi BAB atau BAK.

4) Sistem integument.

Adanya massa pada abdomen bawah.

d. Pemeriksaan diagnosik.

1) Ultrasonografi.

Membantu mengidentifikasi ukuran atau lokasi massa.

2) Laparaskopi.

Dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial,

laparatomi mungkin dilakuakn untuk membuat laporan tahapan

kanker.

3) Hitung darah lengkap.

Penurunan hemoglobin dapat menunjukan anemia kronis, sementara

penurunan hematokrit menduga kehilangan darah aktif.


19

2. Diagnosa keperawatan.

Menurut Doengoes Marlyn (2000).

a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan.

b. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis

manipulasi bedah.

c. Resiko tinggi konstipasi atau diare berhubungan dengan bedah

abdomen lemahnya otot-otot abdomen.

d. Resiko tinggi perfusi jaringan berhubungan dengan trauma intra

operasi.

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan adanya

insisi bedah.

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

g. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. Perencanaan.

a. Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang

atau hilang.
20

Kriteria hasil:

1) Melaporkan nyeri berkurang, terkontrol atau hilang.

2) Ekspresi wajah tidak tegang.

3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

4) Dapat istirahat atau tidur dengan tenang.

5) Skala nyeri 2-3.

Intervensi

1) Kaji keluhan nyeri, lokasi, intensitas nyeri (skala 0-10).

2) Evaluasi tekanan darah dan nadi.

3) Atur posisi tidur senyaman mungkin atau sesuai dengan kebutuhan.

4) Ajarkan klien tentang teknik relaksasi nafas dalam.

5) Anjurkan klien untuk melaporkan dengan cepat bila terjadi

peningkatan rasa nyeri.

6) Kolaborasi untuk pemberian obat analgesik.

b. Diagnosa II: Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma

mekanis manipulasi bedah.


21

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan eliminasi urinarius

kembali normal.

Kriteria hasil:

1) Distensi kandung kemih tidak ada.

2) Buang air kecil sesuai pola.

Intervensi:

1) Perhatikan pola kemih dan awasi keluaran urine.

2) Palpasi kandung kemih.

3) Berikan tindakan perkemihan rutin.

4) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter.

5) Kaji karakteristik urine, perhatikan warna urine, kejernihan dan bau.

6) Kolaborasi:

a) Pemasangan kateter bila di indikasikan.

b) Dekompresi kandungan kemih dengan perlahan.

c) Periksa residu volume urine setelah berkemih bila diindikasi.

c. Diagnosa III : Resiko tinggi konstipasi atau diare berhubungan dengan

bedah abdomen lemahnya otot-otot abdomen.


22

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi atau diare

tidak ada.

Kriteria hasil:

1) Buang air besar sesuai pola 1 kali perhari.

2) Menunjukan bunyi bising usus atau aktivitas peristaltik aktif.

Intervensi:

1) Auskultasi bising usus perhatikan distensi abdomen, adanya mual

atau muntah.

2) Bantuh klien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.

3) Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah, bila

pemasukan peroral dimulai.

4) Berikan rendam duduk.

5) Kolaborasi:

a) Perhatikan pemasukan oral sesuai indikasi.

b) Berikan cairan jernih atau banyak dikembangkan mekanan

halus sesuai toleransi.


23

c) Berikan obat, contoh pelunak fases, minyak mineral, laksatif

sesuai indikasi.

d. Diagnosa IV : Resiko tinggi perfusi jaringan berhubungan dengan trauma

intra operasi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan perubahan perfusi

jaringan tidak terjadi.

Kriteria hasil:

1) Menunjukan perfusi adekuat.

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal, pengisian kapiler baik.

Intervensi:

1) Pantau tanda-tanda vital, Tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi.

2) Ubah posisi klien dan berikan latiahan napas dalam.

3) Pantau pengisian kapiler dan kongjungtiva.

4) Bantuh instruksi latihan kaki dan telapak serta ambulasi sesegerah

mungkin.

5) Kolaborasi : berikan cairan IV, darah sesuai indikasi.

e. Diagnosa V : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

adanya insisi bedah.


24

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi klien

menampilkan tanda atau gejala tidak infeksi.

Kriteria hasil:

1) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

2) Leukosit normalnya 5000-10000 ul.

3) Sedimen kultur negatif.

4) Tanda infeksi tidak ada

Intervensi:

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.

2) Monitor tanda-tanda vital.

3) Monitor nilai laboratorium yang mengindikasikan infeksi.

4) Monitor dan catat tanda atau gejala infeksi.

5) Gunakan teknik aseptik untuk semua prosedur invasif dan ganti

balutan.

6) Ganti balutan bila terjadi rembesan atau basah.

7) Ajurkan untuk mengkonsumsi makan makanan yang bergizi.

8) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.


25

f. Diagnosa VI : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan klien

bertambah setelah diberikan penjelasan.

Kriteria hasil:

1) Klien mengatakan mengerti tentang prognosis, kondisi dengan

pengobatan.

Intervensi:

1) Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa

akan datang.

2) Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama

penyembuhan.

3) Indentifikasi keterbatasan individu.

4) Kaji ulang terapi penambahan hormon.

5) Identifikasi kebutuhan diet.

6) Dorong minum obat yang telah diresepkan secara rutin.

7) Diskusi potensi efek samping.

8) Kaji ulang perawatan insisi bila tepat.


26

9) Tekankan pentingnya mengevaluasi perawatan.

10) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik,

contoh demam dan menggigil, perdarahan.

g. Diagnosa VII : Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

fisik.

Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

Kriteria hasil:

Klien dapat mendemontrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan

perawatan diri.

Intervensi:

1) Pastikan berat atau durasi ketidak nyamanan, perhatikan adanya

sakit kepala pasca anatesi spinal.

2) Kaji status psikologi pasien.

3) Tentukan tipe-tipe anastesi, perhatikan adanya instruksi untuk

mengubah posisi.

4) Ubah posisi klien setiap 1-2 jam.

5) Berikan bantuan sesuai kebutuhan hygiene (mandi).


27

4. Pelaksanaan.

Tindakan pemberian keperawatan yang dilakukan untuk mencapi

tujuan pada perencanan tindakan keperawatan yang telah disusun. Setiap

tindakan keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan agar

tindakan keperawatan terhadap klien berkelanjutan.

Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien berkelanjutan.

Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan klien

efektif, teknik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang

diberikan pada klien.

5. Evaluasi.

1. Klien memahami tentang prosedur pembedahan.

2. Ansietas hilang atau berkurang.

3. Nyeri hilang atau berkurang.

4. Eliminasi urine normal.

5. Perfusi jaringan normal.

6. Resiko infeksi tidak terjadi.

7. Pengetahuan klien bertambah.

Anda mungkin juga menyukai