Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses pensertifikatan hak pakai


yang dikuasai oleh negara menurut perundang-undangan yang berlaku.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pendaftaran hak pakai atas
tanah yang dikuasai oleh negara sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah
No.40 Tahun 1996 tetang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
atas tanah. Proses pensertifikatan hak pakai atas tanah tersebut diawali dengan
permohonan hak pakai oleh instansi yang bersangkutan kepada Menteri Negara
Agraria / Kepala BPN melalui kantor pertanahan setempat yang di lengkapi
dengan:
a. Surat tanda bukti perolehan hak ats tanahnya
b. Berita acara pembebasan tanah.
Setelah berkas permohonan di terima oleh kantor pertanahan dan dinyatakan
lengkap,
kemudian dilakukan penelitian kelengkapan administrasi, dan selanjutnya
pemohon diwajibkan membayar biaya yang telah ditetapkan. Selain itu juga
dilakukan pengukuran ditempat/letak tanah sekaligus melakukan pemeriksaan
fisik selanjutnya berita acara penelitian tersebut diproses dan untuk dapat
diterbitkan surat penerbitan keputusan pemberian hak pakai. Setelah syarat-syarat
dipenuhi maka di terbitkanlah sertifikat hak pakai.

1
BAB II
TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA

A. Cara Memperoleh Tanah


Cara-cara memperoleh Tanah, apabila:
a. Tanah Negara
1. Pemberian Tanah Negara
Pemberian hak atas tanah Negara adalah pemberian hak atas tanah yang
dikuasai langsung oleh negara kepada seseorang ataupun beberapa orang bersama-
sama atau suatu badan hukum.
Selanjutnya, pihak yang dapat mempunyai hak atas tanah diatur dalam Pasal 9
ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria yang menyatakan bahwa :
tiap-tiap warga negara Indonesia, baik Laki-laki maupun perempuan mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat
manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Sedangkan yang bukan warga negara Indonesia atau badan hukum asing yang
mempunyai perwakilan di Indonesia sangat dibatasi, hanya hak pakai atau hak
sewa saja. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 42 dan Pasal 45 Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Untuk badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia dapat mempunyai semua hak atas tanah kecuali hak milik yang
terbatas pada badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagaimana
diatur dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b dan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Lebih lanjut mengenai cara memperoleh tanah, diatur dalam Pasal 1 angka 5
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3
Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan
Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, menjelaskan bahwa:
Pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu
hak atas tanah negara termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan
hak. Sedangkan tanah negara adalah tanah yang tidak dipunyai oleh perseorangan
atau badan hukum dengan suatu hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Tanah Negara yang belum dilekati hak sebelumnya bisa diperoleh atau diberikan
berdasarkan penetapan pemerintah berdasarkan ketentuan yang berlaku.

2. Dasar Hukum Cara Memperoleh Tanah Negara


Kewenangan pemberian hak atas tanah dilaksananakan oleh Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah

2
Negara, yang menyatakan bahwa : Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan
secara umum.
Selanjutnya, Pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3
Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan
Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, yang menyatakan bahwa :
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional memberikan
keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak
dilimpahkan kewenangannya kepada kepala kantor wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III”.
Selain dari pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun
1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan
Pemberian Hak atas Tanah Negara di atas, dasar hukum tata cara memperoleh
tanah Negara juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN
Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah dan Hak Pengelolaan.

3. Tata Cara/Prosedur Permohonan Hak Atas Tanah Negara


Tata cara permohonan hak atas tanah dalam hal ini Tanah Negara diawali
dengan syarat-syarat bagi pemohon. dalam Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan menentukan bahwa :
Pemohon hak atas tanah mengajukan permohonan hak milik atas tanah negara
secara tertulis, yang diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan
yang daerah kerjanya melikputi letak tanah yang bersangkutan. Dalam
permohonan tersebut memuat keterangan mengenai pemohon, keterangan
mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik serta keterangan
lainnya berupa keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah
yang dimiliki oleh pemohon termasuk bidang tanah yang dimohon serta
keterangan lain yang dianggap perlu.
Permohonan hak tersebut di atas, diajukan kepada Menteri Negara Agraria
melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan untuk diproses lebih lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Setelah berkas permohonan
diterima, Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan tahap pendaftaran, yaitu
sebagai berikut :
a) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik.
b) Mencatat dalam formulir isian.
c) Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir isian

3
d) Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang diperlukan
untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan rinciannya sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Syarat dan berkas permohonan hak atas tanah yang telah lengkap dan telah
diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah maka diterbitkanlah Surat Keputusan Pemberian Hak Atas
Tanah yang dimohon kemudian dilakukan pendaftaran haknya ke Kantor
Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, untuk
diterbitkan sertifikat hak atas tanah sebagai tanda lahirnya hak atas tanah tersebut.

b. Tanah Hak
1. Pengertian Tanah Hak
Tanah Hak adalah tanah yang sudah dilekati atau dibebani dengan suatu
hak tertentu. Tanah Hak tersebut misalnya Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak
Guna Usaha, atau Hak Pakai. Tanah Hak dapat diperoleh dengan cara pelepasan
hak atas tanah/pembebasan tanah, pemindahan hak atas tanah, dan pencabutan hak
atas tanah.

2. Pelepasan /Pembebasan Tanah


Pelepasan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah merupakan 2
(dua) cara untuk memperoleh tanah hak, di mana yang membutuhkan tanah tidak
memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pelepasan hak atas tanah
adalah melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan
tanah yang dikuasainya, dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.
Sedangkan pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula
diantara pemegang hak/menguasai tanah dengan cara memberikan ganti rugi.
Kedua perbuatan hukum di atas mempunyai pengertian yang sama, perbedaannya
pembebasan hak atas tanah adalah dilihat dari yang membutuhkan tanah, biasanya
dilakukan untuk lahan tanah yang luas, sedangkan pelepasan hak atas tanah dilihat
dari yang memiliki tanah, dimana ia melepaskan haknya kepada Negara untuk
kepentingan pihak lain. Semua hak atas tanah dapat diserahkan secara sukarela
kepada Negara. Penyerahan sukarela ini yang disebut dengan melepaskan hak atas
tanah. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang menyatakan bahwa:
“Hak milik hapus bila:
a) tanahnya jatuh kepada Negara:
1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. karena diterlantarkan
4. karena ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2
b) tanahnya musnah.”

4
3. Pemindahan Hak Atas Tanah
Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak-hak
atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. Pemindahan
hak atas tanah dapat dilakukan dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar,
pemasukan dalam perusahaan, dan lain sebagainya.
Cara memperoleh tanah dengan pemindahan hak atas tanah ditempuh
apabila yang membutuhkan tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak
atas tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan, yaitu apabila tanah yang tersedia
adalah tanah hak lainnya yang berstatus HM, HGU, HGB, dan Hak Pakai maka
dapat digunakan cara perolehan tanahnya melalui pemindahan hak misalnya
dalam bentuk jual beli tanah, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan,
dan lain sebagainya.

4. Pencabutan Hak Atas Tanah


Dasar hukum pengaturan pencabutan hak atas tanah diatur oleh Undang-
undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dalam
Pasal 18 yang menyatakan bahwa:
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
undang-undang.
Undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 18 di atas adalah Undang-undang
Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang
Ada di Atasnya, dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 39 tahun1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan
Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang
Ada di Atasnya, dan Inpres No. 9 tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Ketentuan
Pasal 18 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria ini merupakan pelaksanaan dari asas dalam Pasal 6 Undang-
undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yaitu
bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Sejalan dengan Pasal 18 Undang-
undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria di
atas, Effendi Perangin (1981: 38) menambahkan bahwa: Pencabutan hak atas
tanah menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria adalah pengambil-alihan tanah kepunyaan sesuatu pihak
oleh Negara secara paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus,
tanpa yang bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran atau lalai dalam
memenuhi sesuatu kewajiban hukum.
Pencabutan hak atas tanah merupakan cara terakhir untuk memperoleh tanah hak
yang diperlukan bagi pembangunan untuk kepentingan umum setelah berbagai
cara melalui musyawarah tidak berhasil.

5
Tanah-tanah yang haknya dapat dimohonkan adalah apabila tanah yang
tersedia berstatus :
1. Tanah Negara
Tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara.
Langsung dikuasai yang artinya tidak ada hak pihak lain di atas tanah itu. Tanah
itu yang disebut juga tanah Negara bebas.16 Dalam pengertian ini termasuk tanah
Negara yang berasal dari pembebasan hak atau pelepasan hak untuk kepentingan
pihak lain. Yang melalui tata cara tersebut diperoleh tanah dengan hak-hak atas
tanah yang primer, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak
Pakai.17Menurut Effendi Perangin dalam bukunya yang berjudul Praktek
Permohonan Hak Atas Tanah, Tanah Negara yang ada sekarang berasal dari:

a) Sejak Semula Tanah Negara


Tanah yang sejak semula berstatus tanah Negara, berarti di atas tanah itu
belum pernah ada hak pihak tertentu selain Negara. Dalam sistem Hukum Tanah
sebelum UUPA berlaku, ditetapkan asas bahwa Negara adalah pemilik tanah
apabila tidak ada orang/badan yang dapat membuktikan bahwa tanah itu adalah
miliknya. Asas itu disebut asas domein. Namun setelah berlakunya UUPA, sejak
tanggal 24 September 1960, asas domein dicabut. Sejak itu Negara tidak lagi
sebagai pemilik tanah yang disebut asas domein, tetapi beralih menjadi penguasa
tanah. Negara sebagai penguasa yang menguasai tanah diseluruh kawasan Negara
Republik Indonesia, baik yang sudah ada hak orang diatasnya maupun yang bebas
dari hak orang.

b) Bekas Tanah Partikelir


Pemerintah Hindia Belanda dulu banyak menjual tanah kepada badan
hukum atau orang tertentu. Orang itu pada umumnya adalah orang Tionghoa,
Arab dan Belanda. Dan biasanya tanah yang dijual itu sangat luas rata-rata diatas
10 ha. Jual-beli itu sedemikian rupanya, sehingga si pembeli juga berhak
mengatur “pemerintahan kedua” dikawasan tanah yang dibelinya. Ia berhak
membuat peraturan yang berlaku bagi “warga Negara” yang berada di atas tanah
itu. Peraturan itu biasanya bertujuan memeras warga dan mengolah tanah itu
sehingga sipemilik memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Peraturan itu
biasanya mewajibkan penduduknya kerja paksa dan pembayaran pajak paksa.
Karena demikian, maka pada tahun 1958, melalui Undang-Undang
Penghapusan Tanah Partikelir (UU No.1/1958) maka semua tanah partikelir di
Indonesia dihapuskan, karena penghapusan itu, maka tanah yang bersangkutan
menjadi tanah Negara.

c) Bekas Tanah Hak Barat

6
Pada 24 September 1980, bekas tanah Hak Barat telah habis jangka waktu
berlakunya (kecuali yang sudah dikonversi menjadi hak milik). Tanah itu
semuanya menjadi tanah Negara.

d) Bekas Tanah Hak


Tanah hak adalah tanah yang diatasnya ada hak seseorang atau badan
hukum. Suatu tanah hak dapat menjadi tanah Negara karena hak yang ada di
atasnya:
- Dicabut oleh yang berwenang;
- Dilepaskan secara sukarela oleh yang berhak;
- Habis jangka waktunya;
- Karena pemegang hak bukan subjek hak.

2. Tanah Hak Pengelolaan


Hak Pengelolaan meemberikan wewenang kepada pemegangnya untuk:
a. Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan peksanaan usahanya;
c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang ditentukan oleh pemegang hak pengelolaan yang meliputi segi-
segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan
bahwa pemberian ha katas tanah kepada pihak ketiga dilakukan oleh pejabat yang
berwenang.

B. Subjek Yang Berhak MemohonDan Instansi Pemerintah Yang Berwenang


Memberikan Hak Atas Tanah

Dalam Pasal 9 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang


Undang-undang Pokok Agraria disebutkan bahwa: “tiap-tiap warga Negara
Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama
untuk memperoleh suatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.”
Dan yang bukan merupakan Warga Negara Indonesia atau badan hukum
yang memiliki perwakilan di Indonesia sangat dibatasi, hanya hak pakai atau hak
sewa saja. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 42 dan pasal 45
Undang-undang Pokok Agraria
Pasal 42.
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah

1. warga-negara Indonesia;
2. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia;

7
4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Pasal 45.
Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:
1. warga-negara Indonesia;
2. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia;
4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Sesuai dengan Pasal 30 ayat 1 huruf b dan Pasal 36 ayat 1 huruf b, Undan-
undang Nomor 5 Tahun 1960, untuk badan hukum yang didirikan menurut hukum
yang berlaku di Indonesia berhak mendapatkan semua hak atas tanah terkecuali
pada hak milik yang terbatas pada badan-badan hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 1963 dalam pasal 1,
Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah adalah:
1. bank-bank milik Negara;
2. koperasi pertanian;
3. badan-badan sosial dan keagamaan tertentu.20

Dalam pemberian hak-hak atas tanah yang dimohon, pejabat yang diberi
kewenangan untuk memberikan hakatas tanah tersebut adalah:
1.Kepala Badan Pertanahan Nasional;
2.Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di tiap-tiap Provinsi;
3.Kepala Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional di tiap-tiap
Kabupaten/Kota.21

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan


Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan kewenangan
pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara, maka
peraturan perundangan yang ada sebelumnya menjadi tidak berlaku.22 Peraturan
ini mengatur sebagai berikut: Didalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala
Badan Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999, pasal 2 disebutkan:
(1) dengan peraturan ini kewenangan pemberian hak atas tanah secara individual
dan secara kolektif, dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah
dilimpahkan sebagian kepada kepala kantor wilayah BPN atau Kepala kantor
Pertanahan kabupaten / kotamadya
(2) pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dalam peraturan ini
meliputi pula keewenangan untuk menegasan bahwa tanah yang akan diberikan
dengan sesuatu hak atas tanah adalah tanah Negara;

8
(3) dalam hal tidak ditentukan secara khusus dalam pasal atau ayat yang
bersangkutan, maka pelimpahan kewenangan yang ditetapkan dalam peraturan ini
hanya meliputi kewenangan mengenai hak atas tanah Negara yang sebagian
kewenangan mengusai dari Negara tidak dilimpahkan kepada instansi atau badan
lain dengan hak pengelolaan.
Kewenangan Kepala Kantor untuk memberikan hak diatur dalamPeraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999
pasal 3, 4 dan 5 sebagai berikut:
Hak milik (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999, pasal 3), Kepala kantor
pertanahan kabupaten / kotamadya memberi keputusan mengenai:
1. pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih
2. pemberian hak milik atas atanh non pertanian yang luasnya tidak lebih
dari 2000m2, kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha;
3. pemberian hak milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program: a.
transmigrasi; b. redistribusi; c. Konsolidasi; d. pendaftaran tanah secara
masal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik
maupun sporadik Hak Guna Bangunan (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun
1999, pasal 4),
Kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya memberi keputusan mengenai:
a. pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari
2000m2, kecuali mengenai tanah bekas hak guna bangunan;
b. semua pemberian hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan;
Hak Pakai (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999, Pasal 5), Kepala kantor
pertanahan kabupaten / kotamadya memberi keputusan mengenai:
a.pemberian hak pakai atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2
ha;
b.pemberian hak pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih
dari 2000m2, kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha;
c.semua pemberian hak pakai atas tanah hak pengelolaan; didalam pasal 6
perubahan hak, kepala kantor pertanahan memberi keputusan mengenai
semua perubahan hak atas tanah, kecuali perubahan hak guna usaha menjadi
hak lain;
Kewenangan Kantor Wilayah BPN Propinsi diatur dalam Peraturan Menteri
Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999 pasal 7, 8,
9 dan 10 sebagai berikut:
PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 7, kepala kantor wilayah BPN
propinsi memberi keputusan mengenai:
1. pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 ha;
2. pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari
5000m2, kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada
kepala kantor pertanahan kabupaten / kota madya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3;

9
PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 8 hak guna usaha, kepala kantor
wilayah BPN propinsi memberikan keputusan mengenai pemberian hak guna
usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 ha.
PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 9 hak guna bangunan, kepala kantor
wilayah BPN Propinsi emberi keputusan mengenai pemberian hak guna bangunan
atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 150.000 m2, kecuali yang kewenangan
pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor pertanahan kabupaten /
kotamadya.
PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 10 Hak pakai, Kepala kantor wilayah
BPN Propinsi memberi keputusan mengenai:
a. pemberian hak pakai atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 ha.
b. Pemberian hak pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari
150.000 m2 kecuali kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada kantor
pertanahan kabupaten / kotamadya sebagaiman dimaksuf dalam pasal 5;
PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 11 pemberian hak lain, Kepala
kantor wilayah BPN Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian hak atas
tanah yang sudah dilimpahkan kewenangan pemberiannya kepada kepala kantor
pertanahan kabpaten / kotamadya sebagaimana dimaksud dalam bab II apabila
atas laporan kepala kantor pertanahan kabupaten /kotamadya hal tersebut
diperlukan berdasarkan keadaan dilapangan. PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun
1999 pasal 12 pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah, Kepala kantor
wilayah BPN propinsi memberi keputusan mengenai:
a. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh
kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya yang terdapat cacat hukum
dalam penerbitannya
b. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberian
nya dilimpahkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya dan
kepada kepala kantor wilayah BPN propinsi, untuk melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 13, Menteri Negara Agraria / kepala
BPN menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum.
Selanjutnya didalam Pasal 14 disebutnya:
(1) Menteri Negara Agraria / KBPN memberi keputusan mengenai pemberian dan
pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada kepala
Kantor wilayah BPN Propinsi atau kepala kantor pertanahan kabupaten /
kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III
(2) Menteri Negara Agraria / KBPN memberi keputusan mengenai pemberian dan
pembatalan hak atas tamah yang telah dilimpahkan kewenangannya kepada kepala
kantor wilayah BPN Propinsi atau kepala kantor pertanahan kabupaten /
kotamadya sebagaimana dimaksud bab II dan III apabila atas laporan kepala
kantor wilayah BPN ptropinsi hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan
dilapangan.

10
C. Tahapan Cara Proses Permohonan Hak Atas Tanah Dan Syarat Untuk
Memperoleh Hak Atas Tanah Di Indonesia

Menurut S.Chandra dalam bukunya berjudul “Sertifikat Kepemilikan Hak


Atas Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan”syarat yang harus
dipenuhi dalam permohonan hak atas tanah pertama kali untuk status tanah:
1. Penegasan Hak Atas Tanah
Penegasan Hak Atas Tanah merupakan keputusan Badan Pertanahan
Nasional, yaitu mengenai penegasan hak atas tanah yang berasal dari tanah milik
adat, ditegaskan untuk pemohon melalui prosedur perolehan sertifikat hak atas
tanah di kantor pertanahan dengan pemenuhan syarat permohonan, sebagai
berikut:
a. Surat permohonan;
b. Fotokopi KTP atau identitas diri pemohon,
c. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa,
jika permohonannya dikuasakan;
d. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan;
e. Bukti tertulis hak atas tanah yang asli, yakni :
i. Surat bukti hak milik yang terbit berdasarkan peraturan swapraja;
ii. Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No 9/1959;
iii. Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik
sebelum ataupun sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria yang
tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi
setelah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya;
iv. Petuk pajak bumi/Landrente, Girik, Pipil, Kiktir dan Verponding
Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No 10/1961
v. Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda
kesaksian oleh Kepala Adat/ Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang
dialihkan.
vi. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya
belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan,
vii. Akta ikrar wakaf/ akta pengganti ikrar wakaf/ surat ikrar wakaf yang
dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah No
28/1977 dengan disertai alas hak wakafnya
viii. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang berwenang yang
tanahnya belum dibukukandengan disertai alas hak yang dialihkan
ix. Surat penunjukkan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh pemerintah daerah, atau
x. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak atas tanah yang
dialihkan

11
xi. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam pasal II, VI, dan VII Ketentuan-ketentuan
Konversi Undang-Undang Pokok Agraria
xii. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum
diberlakunya Undang-Undang Pokok Agraria.23

2. Pengakuan Hak Atas Tanah


Pengakuan Hak Atas Tanah merupakan keputusan Badan Pertanahan
Nasional, yaitu sehubungan dengan pengakuan hak atas tanah yang berasal dari
tanah milik adat yang diakui melalui prosedur perolehan sertifikat hak atas tanah
di kantor pertanahan dengan memenuhi persyaratan permohonan, yakni sebagai
berikut:
a. Surat permohonan;
b. Fotokopi KTP atau identitas dari pemohon;
c. Fotokopi KTP atau identitas dari penerima kuasa disertai dengan surat kuasa,
jika pemohonnya dikuasakan;
d. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan;
e. Bukti tertulis hak atas tanah asli disertai dengan :
i. Surat pernyataan penguasaan fisik tanah secara terus menerus selama 20
tahun atau lebih (turun temurun atau alih beralih) yang dibuat oleh pemilik
tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh kepala desa/lurah
ii. Surat keterangan dari kepala desa/lurah yang disaksikan oleh 2 orang
saksi dan penguasaannya dibenarkan oleh pengetua adat setempat.24

3. Pemberian Hak Atas Tanah


Pemberian hak atas tanah adalah merupakan keputusan Badan Pertanahan
Nasional, yaitu pemberian hak atas tanah kepada pemohon yang berasal dari tanah
Negara melalui prosedur perolehan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan,
dengan melengkapi persyaratan permohonan sebagai berikut:
a. Surat permohonan;
b. Fotokopi KTP atau identitas diri pemohon;
c. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa,
jika permohonannya dikuasakan;
d. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan;
e. Surat pernyataan tanda batas sudah dipasang;
f. Bukti tertulis hak atas tanah yang asli, atau
g. Apabila tidak ada bukti lainnya maka dibuat surat pernyataan penguasaan fisik
tanah secara terus menerus selama 20 tahun atau lebih (turun temurun atau alih
beralih) dibuat oleh pemilik tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui
oleh kepala desa/lurah dan didukung oleh surat keterangan kepala desa/lurah yang
disaksikan oleh 2 orang saksi dan penguasaannya dibenarkan oleh tetua
masyarakat setempat.25

12
4. Hak Milik Tanah Wakaf
Hak Milik Tanah Wakaf adalah keputusan Badan Pertanahan Nasional,
yaitu mengenai hak milik atas tanah wakaf yang diberikan kepada pemohon, baik
yang berasal dari tanah yang sudah ada haknya maupun tanah Negara melalui
prosedur peralihan sertifikat hak atas tanah di kantor pertanahan, dengan
melengkapi persyaratan permohonan sebagai berikut:
a. Surat permohonan;
b. Fotokopi KTP atau identitas diri wakaf;
c. Fotokopi KTP atau identitas diri nadzir;
d. Fotokopi surat pengesahan nadzir;
e. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa,
jika pemohonnya dikuasakan;
f. Akta ikrar wakaf;
g. Sertifikat hak atas tanah asli; atau
h. Bukti tertulis hak atas tanah lainnya, yakni:
1. Surat pernyataan penguasaan fisik tanah secara terus menerus selama 20
tahun atau lebih (turun temurun atau alih beralih) yang dibuat oleh pemilik
tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh kepala desa/lurah,
dan
2. Surat keterangan dari kepala desa/lurah yang disaksikan oleh 2 orang
saksi dan penguasaannya dibenarkan oleh pengetua adat setempat.

5. Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan merupakan Keputusan Badan Pertanahan Nasional mengenai
pemberian hak pengelolaan kepada pemohon, baik yang berasal dari tanah Negara
maupun tanah hak pengelolaan melalui prosedur perolehan sertifikat hak di kantor
pertanahan dengan pemenuhan persyaratan sebagai berikut:
a. Surat permohonan;
b. Fotokopi KTP atau identitas diri pemohon;
c. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa,
jika pemohonnya dikuasakan;
d. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan;
e. Fotokopi anggaran dasar perusahaan;
f. Fotokopi keputusan pejabat berwenang atau akta pendirian perusahaan disahkan
menteri;
g. Bukti penguasaan tanah berdasarkan bukti data yuridis dan bukti data fisik;
h. Bukti pelepasan tanah kawasan hutan jika objek berasal dari tanah kawasan
hutan;
i. Bukti izin lokasi;
j. Bukti penunjukkan dari pemegang hak pengelolaan jika objek berasal dari tanah
hak pengelolaan.27
Syarat permohonan hakatas tanah terdiri atas 2 jenis yaitu syarat umum dan syarat
khusus.
1. Syarat Umum :
1. Surat /Blanko Permohonan
2. Identitas Pemohon
3. Identitas Kuasa/Surat Kuasa (apabila dikuasakan)

13
4. SPPT PBB (NJOP)
2. Syarat Khusus :
1. Pengukuran dan Pemetaan
· Fotocopi surat-surat tanah/ijin lokasi
· Sket lokasi
· Surat pernyataan batas dan luas tanah bermeterai cukup
2. Pemberian/Pembaharuan Hak
a. Surat Pernyataan riwayat tanah/bukti perolehan tanah bermeterai,
disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh Kepala Desa/Kelurahan.
b. Surat pernyataan telah memasang tanda batas bidang tanah (bermeterai)
c. Hak Milik untuk Badan Keagamaan/Badan Sosial :
- SK Penunjukan badan Hukum
- Surat pernyataan Penggunaan Tanah oleh Pemohon.
d. Hak Milik untuk Bank-Bank Pemerintah
- SK Penunjukan badan Hukum
- Surat pernyataan penggunaan tanah
- Surat Rekomendasi dari Kepala BPN
e. Hak Milik untuk perkumpulan koperasi pertanian
- Surat Rekomendasi dari Kepala BPN
f. HGU Badan Hukum
- Ijin Lokasi
- Ijin Usaha
- SK Pelepasan Kawasan Hutan (apabila berasal dari kawasan Hutan)
- Penyerahan dari masyarakat adat (apabila tanahnya berasal dari tanah
adat/ulayat)
- Rekomendasi dari menteri pertambangan (apabila tanahnya terletak pada
kawasan pertambangan)
-Persetujuan dari BKPM (apabila menggunakan fasilitas PMA/PMDN)
g. Hak Pakai Badan Hukum
- Ijin Lokasi (sesuai ketentuan yang berlaku)
h. Hak Pengelolaan
- Proposal pengusahaan tanah jangka penjang dan jangka pendek
- SK Pencadangan tanah dari Gubernur/Bupati (untuk program
Transmigrasi)
i.Untuk tanah yang berasal dari Pemerintah Pusat
(Departemen/LPND/BUMN)
- Ijin Pelepasan dari Menteri BUMN (asset BUMN)
- Ijin Pelepasan dari Menkeu (asset Departemen, LPND)
- SK Persetujuan DPR/Presiden/Menkeu (perolehan tanah setelah UU No. 1
tahun 2004)
- SK Pelepasan dari Menteri Pengguna asset
- Berita Acara Pelepasan Hak
- Bukti Sertipikat Tanah atas nama Departemen/LPND/BUMN
j. Untuk tanah yang berasal dari Pemerintah Propinsi dan BUMD
- Ijin Mendagri (perolehan tanah sebelum otda)
- Persetujuan dari DPRD Propinsi
- Persetujuan Gubernur
- Berita Acara penghapusan Asset

14
k.Untuk tanah yang berasal dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan BUMD
- Ijin Mendagri (perolehan tanah sebelum otda)
- Persetujuan dari DPRD Kabupaten/Kota
- Persetujuan Bupati/Walikota
- Berita Acara penghapusan asset
l. Untuk tanah yang berasal dari pemerintah desa
- Surat Pernyataan Penguasaan fisik
- Penetapan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
- Berita Acara serah terima tanah Pengganti
- Akte/Surat pelepasan hak atas tanah Kas Desa yang dibuat dihadapan
Camat/Kepala Kantor Setempat
- Foto Copi Petok D/Girik/Letter C Desa yang dilegalisir oleh kepala desa
setempat (bagi yang sudah terdaftar dalam buku c desa)
- Fotocopi sertipikat tanah pengganti atas nama Pemerintah desa yang
bersangkutan (jika perolehannya berasal dari tukar menukar)
m. Untuk tanah yang berasal dari Bekas Milik Asing/badan hukum
- Rekomendasi Tim Asistensi Propinsi
- Persetujuan Menkeu cq. Dit Perbendaharaan
- Berita Acara Penaksiran oleh Tim Interdep
- Bukti pelunasan pembayaran tanah yang dimohon
- Surat pernyataan tidak sengketa
- Surat pernyataan tanah-tanah yang dipunyai pemohon.
n. Untuk Tanah yang berasal dari P3MB/Prk. 5
- Surat ijin penghunian dari instansi yang berwenang
- Surat dari kantor imigrasi
- Surat keterangan dari lembaga versiuis, badan peradilan, instansi pajak
- Pengumuman di media cetak
- Ijin membeli (dari BPN)
- Berita Acara penaksiran oleh tim Penaksir
o. HGB/HP diatas Tanah Hak Pengelolaan
- Surat perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah yang memuat antara lain :
perjanjian pemanfaatan tanah HPL
p. Perpanjangan jangka waktu Hak Atas Tanah
- Sertipikiat Hak Atas Tanah
- Rekomendasi dari Instansi Terkait (Apabila diperlukan)
- Surat pernyataan tidak sengketa
q. Perpanjangan jangka waktu Pembayaran Uang Pemasukan kepada Negara
dan Pendaftaran Hak Atas Tanah
- Surat Keputusan Pemberian Hak Atas tanah
- Keterangan alasan keterlambatan pembayaran
3. Ralat Surat keputusanPemberian/Pembaharuan Hak Atas Tanah
a. SKPH
b. Keterangan alas an permohonan ralat
4. Peralihan Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Tanah Wakaf
a. Sertipikat Hak Atas Tanah
b. Akta PPAT atau Risalah Lelang atau Putusan Pengadilan atau akta ikrar
wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
c. Bukti pembayaran BPHTB

15
5. Pengakuan Hak dan Penegasan Hak/Konversi
a. Bukti pemilikan bekas hak lama
b. Pernyataan penguasaan oleh yang bersangkutan
6. Pendaftaran Tanah Wakaf
a. Surat pengesahan sebagai nadzir
b. Akta Ikrar Wakaf (AIW) atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
(APAIW)
c. Surat-surat tanah atau sertipikat
7. Pendaftaran, Cessi/Subrogasi dan Roya Hak Tangungan
a. Pendaftaran Hak Tanggungan
- Sertipikat hak Atas Tanah Asli
- Lembar ke 2 APHT
- Salinan APHT
- SKMHT (bila ada)
b. Roya Hak Tanggungan
- Sertipikat Hak Atas Tanah
- Sertipikat hak Tanggungan
- Concent Roya (apabila sertipikat Hak Tanggungan tidak dapat diserahkan
- Surat Keterangan tentang hapusnya hak tanggungan yang dibuktikan
dengan :
Þ Pernyataan kreditor bahwa hutangnya lunas atau
Þ Risalah lelang atau
Þ Penetapan pengadilan tentang kepailitan kreditor
c. Peralihan Hak Tanggungan
- Sertipikat Hak Atas Tanah
- Sertipikat hak Tanggungan
- Akta Cessie atau Akta Subrogasi
8. Pencatatan dan Pengangkatan Sita Jaminan , Blokir dan Catatan lainnya
a. Pencatatan (permohonan blokir, sita jaminan dan catatan lainnya)
- Untuk perorangan (hanya untuk permohonan blokir)
- Surat gugatan (apabila ada)
- Untuk pro justita
- Surat dari pengadilan negeri, Jaksa, Polisi, Kantor Lelang, atau instansi
lain yang berwenang.
- Berita Acara dan Salinan Penetapan Sita Jaminan
b. Penghapusan
- Untuk perorangan (hanya untuk permohonan blokir)
- Batas waktu telah berakhir (apabila tidak diikuti dengan gugatan)
-Untuk Pro Justita
- Surat pemberitahuan pengakuan sita jaminan, blokir dan catatan lain dari
Pengadilan Negeri, Jaksa, Polisi Kantor Lelangatau instansi lain yang
berwenang.
- Berita Acara dan Salinan Penetapan Pengangkatan Sita Jaminan
9. Perubahan/Ganti Nama Sertipikat
a. Keterangan perubahan dari Notaris (untuk Badan Hukum)
b. Penetapan Pengadilan (untuk perorangan yang tunduk pada hukum
perdata)
c. Surat pernyataan yang dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat

16
d. Keputusan pejabat yang berwenang perubahan
10. Perubahan Hak Atas Tanah
a. Perubahan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan /Hak Pakai menjadi
Hak Milik untuk Rumah Susun
- Sertipikat Hak Guna Bangunan /Hak Pakai (luas tidak lebih dari 200 M2
untuk perkotaan atau tidak lebih dari 400 M2 untuk luar perkotaan)
- Akta Jual Beli / Surat Perolehan (tidak lebih dari Rp. 30.000.000,-)
- Surat persetujuan dari Debitor (jika dibebani Hak Tanggungan)
b. Perubahan Hak Atas Tanah dari Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai
- Sertipikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan
- Kutipan Risalah Lelang
- Surat Persetujuan dari Debitor (jika dibebani Hak Tanggungan)
11. Pemecahan/Pemisahan/Penggabungan Hak
a. Sertipikat Hak Atas Tanah
b. Ijin/Rekomendasi (bagi yang memerlukan ijin/rekomendasi)
12. Sertipikat Pengganti
a. Sertipikat yang rusak atau sertipikat blanko lama
b. Surat keterangan dari kepolisian dan pengumuman (bagi sertipikat hilang)
13. Pembatalan Hak Atas Tanah
a. Sertipikat atau pengumuman (jika sertipikat tidak dapat dilampirkan)
b. Salinan putusan pengadilan dan Berita Acara Eksekusi (apabila
didasarkan pada putusan pengadilan)
14. Pengecekan sertipikat dan permohonan SKPT Sertipikat hak Atas tanah
dan atau fotocopinya
15. Fotocopi warkah (ijin tertulis dari Kakanwil BPN)
16. Pendaftaran tanah hasil Redistribusi (Sertipikat hak atas Tanah)
17. Mediasi dan Fasilitas Bidang Pertanahan
a. Peta bidang tanah/surat ukur
b. Data kepemilikan penguasan tanah
c. Fotocopi sertipikat/Buku tanah, SK pemberian Hak Atas Tanah
d. Dokumen-dokumen mengenai obyek tanah
e. Surat lain yang berkaitan dengan obyek tanah
18. Ijin Perubahan Penggunaan tanah pertanian ke Non Pertanian
a. Fotocopi tanda bukti hak tanah/sertipikat
b. Surat pernyataan permohonan
c. Rencana kegiatan pembangunan dari pemohon d. Denah/Gambar rencana
pembangunan
19. Ijin Peralihan hak Tanah Pertanian
a. Tanda Bukti hak Tanah (sertipikat atau kutipan C desa)
b. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
c. Surat pernyataan pemohon.Menurut Sunario Basuki, urut-urutan
permohonan untuk memperoleh hak atas tanah dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Pemohon mengajukan permohonan hak dengan mengisi formulir
Permohonan Hak yang tersedia dengan dilampirkan surat-surat yang
diperlukan mengenai pemohon dan surat-surat tanah yang dimohonkan hak
atas tanahnya.

17
Surat permohonan diajukan kepada pejabat yang berwenang memberikan
hak sesuai dengan:
a. Jenis hak yang dimohon;
b. Peruntukan tanahnya (tanah pertanian atau non pertanian);
c. Luas tanah yang dimohon.
Permohonan ini diajukan melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah
kerjanya meliputi Desa/Kelurahan letak tanahnya. Dalam mengajukan
permohonan hak, pemohon melampirkan:
1) Surat-surat bukti perolehan tanahnya;
2) Surat-surat tentang Pemohon ( Orang atau Badan Hukum);
3) Surat-surat tentang prosedur, antara lain biaya yang harus dibayar terlebih
dahulu.

Sebelum menerima Surat Keputusan Pemberian Hak membayar Bea


Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2. Kegiatan Kantor Pertanahan
Kepala Kantor Pertanahan memeriksa surat-surat dan kelengkapan datanya
tentang tanah yang dimohon dan pemohonnya. Dibantu panitia pemeriksa
Tanah (Panitia A atau Panitia B), dibuat Berita Acara Pemeriksaan Tanah.
Surat rekomendasi (dikabulkan atau ditolak) permohonan hak yang
bersangkutan disampaikan kepada Pejabat yang berwenang memberikan
hak.
Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) oleh pejabat yang
berwenang memberikan hak dan disampaikan kepada penerima hak dan
Kepala Kantor Pertanahan dimana bidang tanah hak tersebut terletak.
3. Penerima Hak
Berdasarkan SKPH yang diterima, penerima hak memenuhi kewajibannya
sehubungan dengan pemberian hak, sebagai berikut:
a. Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
b. Membayar uang pemasukan
c. Mendaftarkan hak yang bersangkutan di Kantor Pertanahan
(Kabupaten/Kota)
Penetapan besarnya uang pemasukan sejak tanggal 27 Agustus 2002 diatur
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan
Pertanahan Nasional.
Sehubungan dengan penguasaan tanahnya penerima hak atas tanah
berkewajiban:
1) Memelihara tanda-tanda batas
2) Menggunakan tanahnya secara optimal
3) Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah
4) Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup
5) Kewajiban yang tercantum dalam sertifikatnya
Apabila penerima hak tidak memenuhi kewajibannya, Menteri dapat
membatalkan haknya (Pasal 103 Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN
Nomor 9 Tahun 1999)
4. Proses Pendaftaran Hak Yang Bersangkutan

18
Kepala seksi pendaftaran tanah membukukan hak yang bersangkutan dalam
buku tanah dan mencantumkan nomor urut hak yang bersangkutan di
Kelurahan/Desa letak tanahnya dan dilampirkan Surat Ukur pada Buku
Tanah tersebut.
Surat ukur telah dibuat terlebih dahulu setelah bidang tanah tersebut
ditetapkan batas-batasnya dan diukur luasnya berdasarkan Peta Pendaftaran.
Menyalin data tersebut dalam Salinan Buku Tanah sebagai bagian dari
Sertifikat Hak Atas Tanah bersama Surat Ukur.
5. Pemegang Hak
Kepada pemegang hak diserahkan Sertifikat (terdiri dari Salinan Buku
Tanah dan Surat Ukur) sebagai tanda bukti haknya.
Apabila proses tersebut sudah dilaksanakan, kapan hakatas tanah yang
diproses lahir? Hak atas tanah yang diperoleh karena pemberian hak, lahir
(terjadi) pada saat dibuatkan buku tanah hak yang bersangkutan
(pendaftaran pertama kali), yaitu dicatat jenis haknya, dan nama pemegang
haknya. Secara yuridis ditetapkan tanggal lahirnya hak yang bersangkutan
secara pasti, yaitu hari kerja ke tujuh terhitung sejak surat-surat untuk
keperluan pendaftaran hak yang bersangkutan dinyatakan lengkap. Kepala
seksi pendaftaran hak memberikan surat tanda terima kepada penerima hak.
Dalam permohonan hak ini, fungsi pendaftaran tanah adalah:
1) Untuk keperluan pembuktian
2) Sebagai syarat konstitutif (syarat yang harus dipenuhi untuk lahirnya hak
yang bersangkutan)

19
BAB III
TERJADINYA HAK PAKAI ATAS TANAH

A. Hak Pakai dari Konversi Hak Lama


Konversi dapat diartikan sebagai perubahan hak lama (Hak atas tanah
menurut KUH Perdata/BW) menjadi hak baru menurut Undang-Undang No. 5
tahun 1960.
Dalam Bagian Kedua UU No.5/1960 mengenai Ketentuan ketentuan Konversi
(khusus yang dikonversi menjadi hak Pakai) dinyatakan bahwa:
1. Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara asing, yang digunakan untuk
keperluan rumah kediaman, sejak mulai berlakunya Undang-undang ini (24
september 1960) menjadi Hak Pakai tersebut dalam pasal 41 ayat 1, yang akan
berlangsung selama tanahnya dipergunakan untuk tersebut diatas. (Pasal I (2))
2. Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagai atau mirip dengan
hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama
sebagai dibawah, yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu:
§ hak vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik,
anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas, dan
§ hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan oleh Menteri
Agraria,
sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi Hak Pakai tersebut dalam
pasal 41 ayat (1), yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang
dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya undang-undang ini,
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang ini.

B. Hak Pakai dari Pemberian Hak


1. Syarat Permohonan untuk dapat diberikan Hak Pakai atas tanah:
a. Permohonan Hak Pakai diajukan secara tertulis, yang memuat:
1). keterangan mengenai pemohon:
§ apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
pekerjaan serta mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi
tanggungannya, jika dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat
kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa.

20
§ apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, pengesahan
dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan, jika dikuasakan kepada
pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy
KTP/Paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa
§ apabila instansi Pemerintah/Pemerintah Daerah Provinsi /Kab./Kota dan desa
tidak memerlukan syarat-syarat subyek tersebut di atas, tetapi cukup dengan surat
permohonan yang memuat nama instansi dan ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang.
2). keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik,
yaitu:
§ dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling,
surat-surat bukti pelepasan hak/ pembebasan tanah dan pelunasan tanah dan
bangunan dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan,
akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
§ letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Peta Bidang tanah/ surat ukur sebutkan
tanggal dan nomor serta NIB-nya.
§ jenis tanah (pertanian/non pertanian)
§ rencana penggunaan tanah.
§ status tanahnya (tanah hak atau tanah negara)
§ jika pemohon Instansi Pemerintah dilengkapi surat pernyataan asset
sebagaimana diuraikan dalam SE KPBN No.500-1255 tanggal 4 Mei 1992.

b. Data Pendukung
1). Mengenai Pemohon:
§ jika perorangan: fotocopy identitas pemohon atau kuasanya (KTP, surat
keterangan domisili dan SIM)
§ jika badan hukum: fotocopy akta pendirian badan hukum, pengesahan badan
hukum dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan.
§ apabila Instansi Pememrintah/Pemerintah daerah Provinsi/ Kabupaten/Kota dan
desa tidak memerlukan syarat-syarat subyek tersebut di atas, tetapi cukup dengan
surat permohonan yang memuat nama instansi dan ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang.

21
2). keterangan mengenai tanahnya:.
§ perizinan; izin lokasi/penetapan lokasi atau pelepasan HGU dari Kepala BPN
apabila tanahnya berasal dari HGU
§ data fisik: Surat Ukur/Peta bidang tanah/NIB
§ data yuridis: dalam penjelasan tersendiri pada angka 2
3). NJOP (SPPT PBB/bukti lunas PBB) tahun berjalan dan NPTTKUP tahun
berjalan.

c. Lain-lain
1). Surat pernyataan tidak sengketa yang dibuat oleh pemohon di atas kertas
bermeterai cukup
2). keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang
dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon
3). Surat Pernyataan mengenai rencana penggunaan dan pemanfaatan tanah yang
dimohon (berisi penggunaan tanah saat ini dan rencana penggunaan dan
pemanfaatan tanah apabila akan merubah penggunaan dan pemanfaatan
tanahnya).

2. Data Yuridis mengenai tanah yang dapat dimohon Hak Pakai


Dalam rangka melengkapi permohonan hak pakai dilampiri dengan data
pendukung mengenai tanahnya, dapat berupa:
a. Tanah hak (bersertipikat):
§ fotocopy sertipikat,
§ bukti perolehan atas tanah (jual beli/pelepasan hak/ pembebasan tanah/
pengadaan tanah, hibah, tukar menukar, surat keterangan waris, akta pembagian
harta bersama, lelang, wasiat, putusan pengadilan dll.
b. Tanah Negara (belum pernah dilekati dengan sesuatu hak):
§ surat keterangan Kepala Desa/Lurah setempat yang isinya bukan tanah milik
adat (yasan), tidak termasuk dalam buku C desa atau dalam peta kretek/peta
rincikan desa (untuk pulau jawa dan daerah lain yang terdapat catatan yang
lengkap tentang tanah adat/tanah yasan).

22
§ riwayat tanah/bukti perolehan tanah (hubungan hukum sebagai alas hak) dari
hunian/garapan terdahulu.
§ surat pernyataan penguasaan fisik oleh pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua)
orang dia atas kertas bermeterai cukup, isinya menyatakan tanah yang dimohon
dikuasai secara fisik dan tidak dalam keadaan sengketa, apabila terdapat gugatan
dari pihak lain menjadi tanggung jawab pemohon.
c. Tanah Negara asal konversi hak barat (Keppres Nomor. 32 Tahun1979)
§ foto copy sertipikat/akta verponding bagi bekas pemegang hak yang secara fisik
masih menguasai bidang tanah atau SKPT bagi bukan pemegang hak.
§ bukti perolehan/penyelesaian bagunan dari bekas pemegang hak (jika ada
bangunan milik bekas pemegang hak).
§ apabila masih terdaftar dalam penguasaan pemerintah/occupasi TNI/POLRI,
diperlukan surat keterangan dari daftar occupasi TNI/POLRI.
§ surat pernyataan pemohon yang disaksikan oleh 2 (dua) orang diatas kertas
bermeterai cukup dan dikuatkan oleh Kepala desa/lurah setempat, isinya
menyatakan tanah yang dimohon dikuasai secara fisik dan tidak dalam keadaan
sengketa, apabila terdapat gugatan dari pihak lain menjadi tanggung jawab
pemohon.

d. Tanah Milik Adat/yasan/gogolan tetap/SK redistribusi


§ fotocopy tanda bukti tanah milik adat: petok D/girk/kikitir/ kanomeran/ letter C
desa/ keteangan riwayat tanah dari kepala desa/lurah setempat.
§ SK redistribusi tanah yang telah dibayar lunas ganti ruginya dan surat
keterangan riwayat perolehan tanah dari kepala desa/ lurah setempat.
§ bukti perolehan/surat pernyataan pelepasan hak dari pemegang haki
sebelumnya (hubungan hukum sebagai alas haknya) berupa akta otentik PPAT
atau akta di bawah tangan.

e. Tanah Gogol tidak tetap


§ fotocopy tanda bukti tanah milik adat: petok D/girik/letter C desa

23
§ keputusan desa/peraturan desa yang disetujui oleh Badan Perwakilan Desa
(BPD) yang berisi tentang persetujuan tidak keberatan, luas tanah, letak, batas-
batas dan besarnya ganti rugi yang disepakati.
§ akta pelepasan hak yang dibuat oleh dan dihadapan notaris/camat/Kepala
Kantor Pertanahan setempat.

f. Tanah kas desa (TKD)


§ untuk pemerintah kabupaten yang telah mempunyai perda tentang sumber
pendapatan dan kekayaan desa yang mengatur mengenai pelepasan/tukar menukar
TKD, maka bagi desa yang sudah membentuk BPD maupun belum mengacu pada
perda tersebut.
§ untuk pemerintah kabupaten yang belum mempunyai perda tentang sumber
pendapatan dan kekayaan desa: desa yang belum membentuk BPD tata cara tukar
menukar/pelepasan TKD masih berlaku ketentuan lama yaitu keputusan desa,
pengesahan bupati dan izin gubernur.
§ desa yang sudah membentuk BPD dengan produk hukum berupa peraturan
desa, maka diperlukan peraturan desa dan keputusan desa.
§ terhadap pelepasan berdasarkan ketentuan lama yang belum selesai, mengacu
pada aturan peralihan perda kabupaten yang mengatur pelepasan/tukar menukar
TKD dimaksud.
§ penetapan besarnya ganti rugi berupa uang atau tanah pengganti
§ akta/surat pelepasan tanah kas desa yang dibuat oleh dan dihadapan
notaris/camat/Kepala kantor Pertanahan Setempat.
§ fotocopy sertipikat/petok D/girik/letter C desa
§ fotocopy sertipikat tanah pengganti atas nama pemerintah desa yang
bersangkutan (jika berasal dari tukar menukar)

g. Tanah Asset Pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota)


§ persetujuan dari DPRD
§ keputusan kepala daerah tentang penghapusan asset barang milik daerah
(tanah),
§ perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima asset.

24
§ berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh pemerintah
daerah (provinsi/kabupaten/kota)
§ untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat
dihadapan kakantah, notaris atau camat
§ bukti sertipikat pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar menukar).

h. Tanah Asset pemerintah pusat (departemen/LPND)


§ persetujuan dari Menteri Keuangan/Presiden/DPR sesuai kewenangannya.
§ keputusan menteri/kepala LPND tentang penghapusan asset barang milik
negara (tanah)
§ perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima asset
§ perbuatan hukum pelepasan hak atas tanah yang dilakukan dihadapan pejabat
yang berwenang.
§ bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar).
i. Tanah asset Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
§ persetujuan Menteri BUMN
§ berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMN
§ untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat
dihadapan kakantah, notaris atau camat
§ sertipikat sepanjang sudah terdaftar
§ bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar
sepanjang terdapat dalam perjanjian)
j. Tanah asset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
§ persetujuan DPRD
§ persetujuan gubernur/bupati/walikota.
§ berita acara pelepasan asset dari daftar inventaris yang dibuat oleh BUMD
§ untuk tanah yang sudah terdaftar, berita acara pelepasan hak yang dibuat
dihadapan kakantah, notaris atau camat.
§ bukti sertipikat tanah pengganti (jika perolehan berdasarkan tukar-menukar
sepanjang terdapat dalam perjanjian)
k. Tanah bekas Milik Asing Cina (BKMC): pelepasan asset BKMC dari Menteri
Keuangan.

25
3. Tata Cara Pemberian Hak Pakai
a. Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun
1999, dinyatakan bahwa Permohonan Hak Pakai, diajukan kepada Menteri
melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan,
b. Setelah berkas permohonan diterima, Kepala Kantor Pertanahan:
1). memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan fisik;
2). mencatat dalam formulir;
3). memberi tanda terima berkas permohonan; dst
sampai pada proses, bahwa berkas permohonan tersebut siap untuk diterbitkan
keputusan pemberian hak atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan
penolakannya.
c. Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan kepada
Kepala kantor Pertanahan, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada
Kepala Kantor wilayah disertai pendapat dan pertimbangannya,
d. Dalam hal keputusan pemberian hak pakai tidak dilimpahkan kepada
Kepala kantor Wilayah, maka berkas permohonan tersebut diteruskan kepada
Menteri (Kepala BPN RI) disertai pendapat dan pertimbangannya,
1. Hak Pakai Untuk Orang Asing
a. Dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 pasal 1 dan penjelasnnya,
disebutkan bahwa: orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki
sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah.
§ pemilikan tersebut tetap dibatasi pada satu buah rumah, adapun tujuan
pembatasan ini adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak
menyimpang dari tujuannya, yaitu sekedar memberikan dukungan yang wajar
bagi penyelenggaraan usaha orang asing tersebut di Indonesia.
§ Orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi
pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah tempat tinggal atau
hunian dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu atau satuan rumah
susun yang dibangun di atas Hak Pakai atas tanah negara.

26
§ Orang asing dari segi kehadirannya di Indonesia dapat dibagi 2 golongan yaitu:
orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap (penduduk
Indonesia- dengan Izin Tinggal Tetap), dan orang asing yang tidak tinggal di
Indonesia secara menetap melainkan hanya sewaktu-waktu berada di Indonesia
(izin kunjungan atau izin keimigrasian lainnya berbentuk tanda diterakan pada
paspor atau dokumen keimigrasian lainnya ).

b. Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing,
adalah:
1). Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah:
§ Hak Pakai atas tanah negara;
§ yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah,
2). Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atas
tanah Negara
c. Perjanjian:
1). dibuat secara tertulis antara orang asing yang bersangkutan dengan pemegang
hak atas tanah,
2). wajib dicatat dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang
bersangkutan.
3). dibuat untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak lebih lama dari dua
puluh lima tahun,

d. Cara memperoleh tanah


Cara memperoleh tanah tidak dapat dilepaskan dari cara memperoleh hak atas
tanah tempat rumah tersebut berdiri, untuk memperoleh rumah tempat tinggal atau
hunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) ayat (1) PMNA/KBPN No. 7
Tahun 1996 dapat dilakukan perbuatan-perbuatan hukum sebagai berikut:
1). Orang asing dapat membeli Hak pakai atas tanah negara atau Hak Pakai atas
tanah Hak MIlik dari pemegang Hak Pakai yang bersangkutan beserta rumah yang
ada di atasnya atau membeli Hak pakai atas tanah negara atau atas tanah hak pakai
dan kemudian membangun rumah diatasnya. pembelian Hak Pakai tersebut
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu dengan akta PPAT dan

27
kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan, demikian juga persyaratan
pembangunan rumah harus mengikuti ketentuan yang berlaku, misalnya mengenai
IMB.
2). Orang asing dapat memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik atau Hak
Sewa Untuk Bangunan atau persetujuan penggunaan dalam bentuk lain wajib
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3). Dalam hal rumah hunian atau tempat tinggal yang akan dipunyai oleh orang
asing berbentuk satuan rumah susun, maka orang asing yang bersangkutan harus
membeli Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah Hak
Pakai atas tanah Negara.

e. Batasan rumah yang dapat dipunyai oleh orang asing


1). bahwa rumah yang boleh dimiliki oleh orang asing hanya satu buah. Untuk
memastikan hal ini kepada orang asing yang akan membeli rumah di Indonesia
hendaknya diminta untuk membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak
memiliki rumah tempat tempat tinggal atau hunian di Indonesia pada waktu
melakukan perbuatan hukum (misalnya:jual beli)
2). Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing, yaitu
terbatas pada rumah yang tidak masuk klasifikasi “Rumah sederhana” atau
“Rumah sangat sederhana”

C. Perpanjangan dan Pembaharuan Hak Pakai


Hak Pakai dapat diperpanjang jangka waktunya atau diperbaharui haknya,
dan permohonannya diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu 2(dua)
tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut.

1. Perpanjangan hak adalah penambahan jumlah waktu berlakunya sesuatu hak


tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut,
2. Pembaharuan hak adalah pemberian hak yang sama kepada pemegang hak
atas tanah yang telah dimilikinya (dengan HGU,HGB dan Hak Pakai) sesudah
jangka waktu hak tersebut atau perpanjangannya habis.

28
3. Hak Pakai atas tanah negara dapat diperpanjang Jangka Waktu dan
diperbaharui Haknya atas permohonan pemegang hak , jika memenuhi syarat :
a. tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan
tujuan pemeberian hak tersebut;
b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang
hak; dan
c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.
4. Syarat-syarat permohonan perpanjangan dan pembaharuan hak pakai adalah :
a. Permohonan diajukan secara tertulis melalui Kepala Kantor Pertanahan
Kab/Kota, yang memuat:
1). keterangan mengenai pemohon:
§ apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
pekerjaan serta mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi
tanggungannya, jika dikuasakan kepada pihak lain perlu dilengkapi dengan surat
kuasa yang dilampiri fotocopy KTP/paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa.
§ apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, pengesahan
dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan, jika dikuasakan kepada
pihak lain perlu dilengkapi dengan surat kuasa yang dilampiri fotocopy
KTP/Paspor penerima kuasa dan pemberi kuasa
2). keterangan data yuridis: sertipikat dan Peta bidang tanah/surat ukur (apabila
terdapat perubahan luas/batas-batas)
b. Data pendukung:
1). Surat pernyataan tidak dalam sengketa yang dibuat oleh pemohon di atas
kertas bermeterai cukup.
2). NJOP (SPPT PBB/ bukti lunas PBB) tahun berjalan dan NPTTKUP tahun
berjalan

29
BAB IV
PERALIHAN DAN HAPUSNYA HAK PAKAI
A. Peralihan Hak Pakai
Hak Pakai yang diberikan atas tanah negara untuk jangka waktu tertentu dan hak
pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain,
1. Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut
dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak Pakai atas tanah Hak Milik yang
bersangkutan.
2. Peralihan Hak pakai terjadi karena:
1). jual beli;
2). tukar menukar;
3). penyertaan dalam modal;
4). hibah;
5). pewarisan.
3. Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan;
4. Peralihan Hak Pakai karena jual beli, kecuali jual beli melalui lelang, tukar
menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
5. Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara
lelang
6. Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat
atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang,
7. Pengalihan Hak pakai atas tanah hak Pengelolaan harus dilakukan dengan
persetujuan tertulis dari pemegang Hak pengelolaan,
8. Pengalihan Hak pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan
persetujuan tertulis dari pemegang hak Milik yang bersangkutan.
Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan selain dapat
dialihkan juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan,
dan Hak Tanggungan tersebut hapus dengan hapusnya Hak Pakai.

30
B. Hapusnya Hak Pakai
1. Jangka Waktu Hak Pakai
a. Hak Pakai dengan jangka waktu tertentu yaitu untuk Warga Negara
Indonesia; dan Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, dengan ketentuan
bahwa:
§ Jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu
yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu dan
Sesudah jangka waktu Hak Pakai atau perpanjangannya habis, kepada pemegang
hak dapat diberikan pembaharuan Hak Pakai atas tanah yang sama
§ Untuk jangka waktu yang disepakati sesuai perjanjian, tetapi tidak lebih lama
dari dua puluh lima tahun, jangka waktu dapat diperbarui untuk jangka waktu
yang tidak lebih lama dari dua puluh lima tahun, atas dasar kesepakatan yang
dituangkan dalam perjanjian yang baru, spanjang orang asing tersebut masih
berkedudukan di Indonesia.
b. Jangka Waktu tidak ditentukan (Selama dipergunakan) untuk keperluan
tertentu, diberikan kepada:
1). Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
2). Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional;
3). Badan-badan keagamaan dan sosial

2. Hak Pakai hapus karena:


a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak Pengelolaan atau
pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:
§ tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan kewajiban pemegang hak,
§ tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian pemberian Hak pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak
Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau
c. putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

31
d. dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu
berakhir;
e. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961;
f. diterlantarkan dan atau tanahnya musnah;
g. Pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat: sebagai: Warga Negara
Indonesia; Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia; Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
dan Pemerintah Daerah; Badan-badan keagamaan dan sosial; Orang asing yang
berkedudukan di Indonesia; Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional, maka:
1). dalam waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu pada
pihak lain yang memenuhi syarat.
2). apabila dalam jangka satu tahun haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak
tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang trkait di
atas tanah tersebut tetap diperhatikan.
h. Apabila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun di atas tanah Hak
Pakai atas tanah Negara, atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas
tanah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam jangka waktu satu tahun
wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada orang
lain yang memenuhi syarat.
i. Apabila dalam jangka waktu satu tahun haknya tidak dilepaskan atau
dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka apabila:
1). Rumah tersebut dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara, rumah
beserta tanahnya dikuasai Negara untuk dilelang
2). Rumah tersebut dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian, maka rumah
tersebut menjadi milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
j. Hapusnya Hak pakai atas tanah Negara, mengakibatkan tanahnya menjadi
tanah Negara, Hapusnya Hak pakai atas tanah Hak Pengelolaan, mengakibatkan
tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan dan Hapusnya
Hak Pakai atas tanah Hak milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam
penguasaan pemegang Hak Milik.

32
Dalam pasal 57 PP 40/1996 disebutkan bahwa:
(1) Apabila Hak Pakai atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang atau
diperbaharui, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib membongkar bangunan dan
benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanahnya kepada negara
dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak
hapusnya Hak Pakai.
(2) Dalam hal bangunan dan benda-benda masih diperlukan, kepada bekas
pemegang hak diberikan ganti rugi.
(3) Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagimana, dilaksanakan atas
biaya bekas pemegang Hak Pakai.
(4) Jika bekas pemegang Hak Pakai lalai dalam kewajiban, maka bangunan dan
benda-benda yang ada di atasnya dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas
pemegang Hak Pakai.

33
BAB V
Prosedur pendaftaran Tanah Hak pakai perorangan bagi Warga Negara
Asing (WNA)

sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia


Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan pada
Lampiran II Bagian I No. 2 huruf c angka 2, sebagai berikut:

Bapak/Ibu dapat mengajukan permohonan pendaftaran hak pakai perorangan


WNA ke Kantor Pertanahan setempat dengan melengkapi persyaratan dokumen
berupa:

1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau


kuasanya di atas materai cukup;
2. Fotocopy identitas pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, Surat Izin
Tinggal Tetap/Kartu Izin Menetap (KIM) yang dikeluarkan oleh Kantor
Imigrasi, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
3. Surat Kuasa apabila dikuasakan;
4. Asli Bukti perolehan tanah/Alas Hak;
5. Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan
aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti
bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak); dan
6. Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan.

Lebih lanjut, perihal biaya proses pendaftaran hak pakai tersebut,


Bapak/Ibu dapat mengunjungi situs simulasi biaya yang disediakan oleh
Badan Pertanahan Nasional Layanan Pertanahan yang dapat diisi sesuai
dengan wilayah dan luas tanah yang Bapak/Ibu mohonkan.

34

Anda mungkin juga menyukai