NEGARA JAMBI
NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan
oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-
alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986.
Secara umum jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-bagian dari suatu Putusan, maka hal ini
diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu memuat:
a. Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “.
b. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa.
c. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas.
d. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan
selama sengketa itu diperiksa.
e. Alasan hakim yang menjadi dasar putusan.
f. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
g. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan tentang
hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Menurut hemat Penulis, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/
2003/ PTUN.JBI secara keseluruhan sudah memuat semua bagian-bagian isi dari suatu
putusan sesuai Pasal 109 ayat (1) di atas.
Untuk mempermudah pemahaman Pembaca mengenai analisis terhadap Putusan sengketa
tata usaha negara yang dalam hal ini terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi
Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI di atas, maka Penulis akan mencoba menjelaskan atau
menguraikannya satu persatu dari hal-hal yang perlu untuk diketahui.
Secara keseluruhan jika kita sudah pada tahap penganalisaan suatu Putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara maka secara tidak langsung sudah menunjukkan bahwa prosedur
sebelumnya sudah terpenuhi, yaitu seperti mengenai syarat-syarat dari suatu surat gugatan
terutama syarat formil, yang jika dalam kasus sengketa tata usaha negara pada contoh salinan
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas adalah diajukan oleh Ir.Sudjarwo
(Penggugat), didaftarkan 9 Januari 2003 dengan Register Perkara Nomor : 01/ G/TUN/ 2003/
PTUN.JBI . Tidak mungkin suatu sengketa tata usaha negara dapat diperiksa, diadili, dan
diputus di PTUN jika tidak lulus dari pemeriksaan awal suatu surat gugatan di Kepaniteraan
PTUN, Karena sebelum surat gugatan dapat di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata
Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara lengkap terlebih dahulu, sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 UU No.5 Tahun 1986. Beberapa hal lain
yang perlu kita cermati adalah:
A. Kompetensi Mengadili
Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Jambi di atas, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan Hakim, karena jenis
sengketa tersebut adalah sengketa kepegawaian, sehingga berdasarkan pada Pasal 48 Jo Pasal
51 ayat(3) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 seharusnya gugatan tersebut di ajukan ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tidak
berwenang memeriksa perkara tersebut.
B. Subjek Sengketa
Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur dalam
Pasal 109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa yang
harus dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam proses Peradilan
Tata Usaha Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan
penggugat atau kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
Pada contoh kasus sengketa tata usaha di atas pihak yang berperkara adalah:
1. Penggugat
Nama : Sudjarwo
Kewarganegaraan : Indonesia
at : Jalan Imam Bonjol No.28 RT.18 RW.05, Kelurahan Pematang Kandis, Bangko
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Pemda Kabupaten Merangin
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 05/ TUN/ LBHDB/ II/ 2003 tanggal 4 Februari 2003
memberikan kuasa kepada Faidillah Darma SH, Budi Asmara SH, dan Alimin SH,
Advokat/Pengacara yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum “Darma Bakti”.
2. Tergugat
Nama Jabatan : Bupati Merangin
Tempat Kedudukan : Jalan Jenderal Sudirman No.1 Bangko
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 067/SKH/HK&ORG/2003 tanggal 20 Januari 2003
dan Surat Kuasa Khusus Nomor: 137/ SKH/HK&ORG/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 Jo
Nomor : B-78/ N.5.14/ G.31/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 memberi kuasa kepada Irdam SH,
Isnadil SH, Dedie Tri Hariyadi SH, Asep Dahwan S. SH.
C. Objek Sengketa
Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1986,
yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu Keputusan
Tata Usaha Negara yaitu berupa Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335 tahun 2002 tanggal
03 Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat ( Sudjarwo ) dari Jabatan Kepala Dinas
Tata Kota Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas
Pariwisata Kabupaten Merangin (eselon III/a).
Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam objek
sengketa tata usaha negara, tepatnya sengketa kepegawaian yang dapat diperiksa di Pengadilan
Tata Usaha Negara Jambi, karena selain merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat
individual, konkret, dan final, juga pihak Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.
E. Tenggang Waktu
Tenggang waktu gugatan adalah batas waktu atau kesempatan yang diberikan oleh undang-
undang kepada seseorang atau badan hukum perdata untuk memperjuangkan haknya dengan
cara mengajukan gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Ketentuan mengenai tenggang waktu ini diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang No.5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu “gugatan dapat diajukan hanya dalam
tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya
Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara “. Artinya adalah bahwasanya gugatan
tersebut harus diajukan paling lambat 90 hari sejak diterima atau diumumkannya Keputusan
Tata Usaha Negara.
Seperti yang diketahui bahwa bentuk kasus sengketa tata usaha negara dalam Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas adalah termasuk kedalam bentuk sengketa
kepegawaian, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang yang
menduduki jabatan sebagai Pegawai Negeri dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik
di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara di
bidang kepegawaian yang dapat berupa hukuman disiplin, dan atas dasar human disiplin
tersebut tersedia upaya administratif, yang dalam sengketa ini adalah berupa Banding
Administratif.
Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “ Pengadilan baru
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan “.
Artinya adalah bahwa dalam sengketa kepegawaian haruslah terlebih dahulu melakukan upaya
administratif secara keseluruhan/sampai selesai jika pihak yang ingin mengajukan gugatan
ingin gugatannya diperiksa, diputus, dan diselesaikan di PTUN.
Dalam contoh kasus sengketa tata usaha negara di atas, Surat Keputusan (SK) Bupati
Merangin No. 335 tahun 2002 yang diterbitkan tanggal 3 Desember 2002, Sudjarwo sebagai
pihak yang merasa dirugikan (Penggugat) baru mengetahui mengenai Surat Keputusan (SK)
pemutasiannya dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala
Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata Kabupaten Merangin (eselon III/a) pada tanggal 30
Desember 2002 dan baru menerimanya tanggal 6 Januari 2003.
Penggugat mengajukan surat keberatan kepada Tergugat sebagai bentuk Banding
Administratif dengan Nomor surat 800/ 873/DTK/ 2002 pada tanggal 31 Desember 2002, dan
diteruskan oleh Tergugat kepada atasannya untuk memproses surat keberatan tersebut tanggal
4 Januari 2003. Sebelum surat keberatan itu diproses dalam waktu yang sudah ditentukan,
Penggugat sudah terlebih dahulu mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi
tanggal 9 Januari 2003.
Seharusnya tindakan yang tepat dilakukan Penggugat adalah menunggu proses keberatan
atau upaya administrasi tersebut berjalan sampai batas waktu yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) PP No.30 Tahun 1980
yang menyebutkan bahwa “Kepada Pejabat yang menerima surat keberatan, paling lama 3 (tiga)
hari harus meneruskan kepada instansi atasannya, dan kepada instansi atasan pejabat tersebut
diberi kesempatan untuk menjawab paling lama 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal ia
menerima surat keberatan itu “.
Dari uraian di atas dan berdasarkan pada Pasal 48 ayat (2) “ Pengadilan baru berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan”, Maka
dapat dikatakan bahwa sengketa Tata Usaha Negara pada contoh Putusan di atas, Pengadilan
yang ditujukan Penggugat untuk mengajukan gugatan tidaklah berwenang dan gugatan tersebut
Prematur (belum waktunya mengajukan gugatan).
F. Pembuktian
Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat
berupa fakta hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya
tergantung dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan, dan fakta biasa yaitu
kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum
tertentu (Wiyono, 2007: 148). Fakta-fakta yang disebutkan di atas akan menjadi bahan
pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir.
Jika mencermati contoh putusan di atas, yang menjadi fakta biasa dalam sengketa Tata
Usaha Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada diantaranya adalah bahwa
kinerja Penggugat (Sujdarwo) ketika menjabat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang
baik, hal ini dapat dilihat pada halaman ke-34 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim
menyebutkan “ Menimbang, bahwa dari semua saksi yang diajukan oleh Tergugat sebanyak 4
(empat) orang kesemuanya menerangkan kinerja Penggugat sebagai Kepala Dinas Tata Kota
adalah kurang baik”. Sedangkan yang menjadi Fakta hukum dari sengketa Tata Usaha Negara
yang timbul dari adanya fakta biasa di atas diantaranya adalah dengan dikeluarkannya
Keputusan Tata Usaha Negara oleh Tergugat (Bupati Merangin) berupa Surat Keputusan(SK)
Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002 tanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian,
Pemindahan, dan Pengangkatan Penggugat ( Sudjarwo) dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten
Merangin(eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya
Kabupaten Merangin(eselon III/a).
Pada Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang harus dibutikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat
bukti berdasarkan keyakinan Hakim”. Dengan demikian Hakim dalam memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara memiliki kebebasan atau dapat menentukan
sendiri siapa yang harus dibebani pembuktian, serta Hakim tidak tergantung atau terikat pada
fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa.
Terkait alat bukti, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 mengaturnya dalam Pasal 100, yaitu:
a. Surat atau tulisan
b. Keterangan ahli
c. Keterangan saksi
d. Pengakuan para pihak
e. Pengetahuan Hakim.
Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka pada contoh
kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang digunakan sebagai
pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:
a. Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan
oleh Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup atau
dengan kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di Pengadilan.
b. Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak Penggugat telah
mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan kesaksiannya di depan Hakim
tentang hal yang diketahuinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
c. Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga diperdengarkan
keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat.
d. Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-azas dan
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa tata
usaha negara, misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan
pertimbangan Hakim untuk mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai
Penangguhan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena
berdasarkan fakta yang ada bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi pelayanan
publik yang harus terus berjalan dan tidak boleh dibiarkan kosong. Maka disinilah letak
pertimbangan Hakim yang sesuai dengan pengetahuannya, yaitu berdasarkan pada azas
penyelenggaraan kepentingan umum dan Pasal 67 ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa
“permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat dikabulkan
apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya
keputusan tersebut”.
Dari penjelasan di atas,maka menurut Penulis dengan adanya lebih dari dua alat bukti yang
digunakan sebagai pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan
yang ditetapkan atau diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan
putusannya.