Anda di halaman 1dari 2

Sang Penjelajah Ibnu Batutah

Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim at-Tanji dan
bergelar Syamsudin bin Batutah atau lebih dikenal sebagai Ibnu Batutah.Ia hanyalah seorang
terpelajar yang penasaran melihat dunia dan mencatatnya dengan mengandalkan ingatan yang
baik. Meskipun sedikit diketahui di luar dunia Islam, Batutah menghabiskan separuh hidupnya
untuk berjalan melintasi dunia. Saya pertama kali mendengar sosok Ibnu Batutah dalam novel
karangan Ahmad Fuadi yaitu Negeri 5 Menara. Dan berikut fakta-fakta menakjubkan dari
perjalanan Ibnu Batutah yang membuat saya menyukai sosok Ibnu Batutah.

1. Beliau Sudah Mendatangi 44 Negara Modern di Abad Pertengahan

Lahir di Tangier, Maroko antara tahun 1304 dan 1307, pada usia sekitar dua puluh tahun
Ibnu Batutah berangkat haji dan ziarah ke Mekah. Itu merupakan perjalanannya yang pertama kali.
Ibnu Batutah telah menempuh lebih dari seratus tujuh puluh lima mil atau 120.000 kilometer,
sekitar 44 negara modern. Saat itu, ia masih sangat muda dan berusia 21 tahun. Hobinya
mengunjungi banyak negara di dunia tidak lain hanyalah untuk saling mengenal manusia dengan
berbagai latar belakang dan budaya. Perjalanannya meliputi kota-kota besar di Afrika Utara,
Iskandariyah, Dimyath, Kairo, Aswan di Mesir, Palestina, Syam, Mekah, Madinah, Najaf, Basrah,
Syiraz di Iran. Moshul, Diyarbakr, Kufah, Bagdad, Jeddah, Yaman, Oman, Hormuz dan Bahrain.
Kemudian di bawah kendali Turki Saljuk, ia bergabung dengan sebuah rombongan menuju India.
Pelayaran laut dari Damaskus mendaratkannya di Alanya di pantai selatan Turki sekarang. Dari
sini ia berkelana ke Konya dan Sinope di pantai Laut Hitam. Setelah menyeberangi Laut Hitam,
ia tiba di Kaffa, di Crimea dan memasuki tanah Golden Horde. Dari sana ia membeli kereta dan
bergabung dengan rombongan Ozbeg, Khan dari Golden Horde, dalam suatu perjalanan menuju
Astrakhan di Sungai Volga.

2. Ibnu Batutah Merupakan Ahli Hukum dan Sarjana

Ibnu Batutah sempat ditunjuk sebagai hakim di Turki, India dan Maladewa. Jauh sebelum
generasi milenial merayakan trilogi kerja, senang-senang, dan ibadah, Ibnu Batutah sudah
memulainya enam abad silam, sebagaimana kebanyakan penjelajah. Sebelum menjelajahi
sepertiga isi dunia, perjalanan Batutah muda berawal dari Tangier ke Mekah pada Juni 1325—
yang dilakukannya dengan menunggang keledai. Ia baru pulang kampung 24 tahun kemudian.

Namun, kedudukan sosial Batutah sebagai ahli hukum dan sarjana yang merupakan profesi
turun-temurun dalam keluarganya nampaknya memainkan peran penting di sini. Tak semua semua
orang punya privilese tersebut untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Dalam dunia Islam pada
masa itu, menimba ilmu artinya berburu pustaka dari satu perpustakaan di Iskandariyyah ke
perpustakaan lain di Persia. Sepanjang perjalanan, Batutah sempat menghadiri kuliah di sejumlah
kota yang dikunjunginya, termasuk melawat ke pondok dan makam-makam sufi.

3. Misi Perjalanannya Adalah Memperdalam Ilmu Agama


Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanannya ke 44 negara adalah 30 tahun.
Selama itu, Ibnu Batutah tidak pulang ke Maroko sehingga saat anak dan ayahnya meninggal dia
tidak tahu. Namun, meski menyisakan duka yang mendalam, ia tetap meneruskan hobinya.
Perjalanan yang dilakukan oleh Ibnu Batutah memberikan banyak sekali pengalaman yang tidak
bisa dibeli dengan uang sebanyak apa pun. Selama 30 tahun melakukan perjalanan, Ibnu banyak
melakukan siar agama Islam. Di negara-negara yang penduduknya masih belum beragama Islam,
dia melakukan perdagangan atau kerja sama di bidang lain dengan memasukkan unsur Islam meski
tidak secara langsung. Ibnu Batutah ingin apa yang dia miliki dipelajari oleh kawasan yang
disinggahi dan dia ingin mempelajari juga budaya di daerah tersebut yang sesuai dengan
keyakinannya.

4. Pernah Singgah Ke Nusantara

Pada abad ke-14 Ibnu Batutah berlayar sepanjang pantai Arakan dan kemudian tiba di
Aceh, tepatnya di Samudera Pasai. Setelah kunjungannya di Aceh, ia meneruskan perjalanan ke
Kanton lewat jalur Malaysia dan Kamboja. Dalam kunjungannya ke Aceh, Batutah menulis
Sumatra dengan nama Jawa. Karena saat itu yang terkenal di kalangan saudagar dunia adalah
menyan jawi. Namun, yang dimaksud Batutah adalah Sumatera. Pulau di mana Pasai berada.
Dalam catatan itu, Ibnu Batutah sampai di pesisir Pasai setelah menempuh perjalanan laut selama
25 hari dari India. “Pulau itu hijau dan subur”, dia menulis tanaman yang banyak tumbuh di Pasai
adalah pohon kelapa, pinang, cengkeh, gaharu India, pohon nangka, mangga, jambu, jeruk manis,
dan tebu. Batutah juga menulis tumbuhan aromatik yang terkenal di penjuru dunia hanya tumbuh
di daerah ini –dulu memang terdapat komoditas tumbuhan aromatik yang dihasilkan di daerah
Barus.

5. Catatan Perjalanannya Berjudul Rihlah

Sultan Maroko saat itu bernama Sultan Fez memerintahkan juru tulis bernama Ibnu Juzai
untuk menulis kisahnya.Ibnu Batutah diminta menceritakan apa yang dilakukan selama
penjelajahan untuk dibuatkan laporan penjelajahan yang komplit. Dalam buku catatan perjalanan
Ibnu Bathuthah ini berisi cerita-cerita tentang para sultan, para syaikh, sejarah sebuah negeri,
falsafah kehidupan masyarakat setempat dan lain sebagainya yang ia tulis berdasarkan pengamatan
langsung dari negeri-negeri yang ia kunjungi.Dari India sampai negeri Cina, dari Afrika sampai
Nusantara, Ibnu Bathuthah menceritakan perjalanannya secara apik dan mengesankan. Ibnu
Bathuthah berhasil merangkai sebuah catatan perjalanan sebagai karya sejarah bermutu tinggi,
yang bisa dijadikan rujukan bagi mereka yang ingin mengetahui sejarah sebuah bangsa dan
peradaban manusia. Beliau datang tidak menjajah seperti penjelajah Eropa, namun hanya sekedar
memperdalam ilmu agama.

Anda mungkin juga menyukai