Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN JIWA


PERILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :
Dwi Ananti S.Tr. Kep
P27220019 200

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2019/2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN JIWA
PERILAKU KEKERASAN

A. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perilaku kekerasan

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah tingkahlaku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan keadaan individu yang beresiko
menimbulkan bahaya secara langsung terhadap dirinya sendiri maupun
orang lain (Carpenito, 2010). Perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
bertujuan melukai seseorang secara langsung maupun psikologis
(Soetjiningsih, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2017).
Jadi, perilaku kekerasan merupakan tindakan mengungkapkan
perasaan dengan cara mencederai diri sendiri atau orang lain.
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi:
a. Wawancara: diarahkan penyebab marah, perasaan marah,
tanda-tanda marah yang dirasakan oleh klien.
b. Observasi: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada
suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

2
2. Penyebab
a. Faktor presipitasi
Faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan
dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal, dll
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasardan kondisi
sosial ekonomi
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa
e. Adanya riwayat perilaku antisosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustrasi
f. Kematian anggota keluarga terpenting, kehilangan pekerjaan

b. Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hipotalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku dan memori.
Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan
meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai dan agresif. Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.

3
2) Biokimia
Berbagai neurotransmiter (epinephrine,nonepinephrine,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan figth atau fligth yang dikenalkan oleh Selye
dalam teorinya tentang respon terhadap stress
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY
4) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma
otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit
seperti ensefalitis dan epilepsi khususnya lobus temporal,
terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan
tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah.
Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise
yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran
tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau
berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian
yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua
mereka selama tahap perkembangan awal. Namun dengan
perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola
perilaku guru, teman, orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa

4
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalah. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan yang ribut
dapat beresiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu

3. Tanda dan gejala yang ditemui seperti:


c. Subyektif: klien mengatakan benci dan kesal pada seseorang,
perasaan jengkel, adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa
tercekik, bingung, mengatakan semua orang ingin menyerangnya
d. Obyektif: muka marah, mata melotot, rahang dan bibir
mengatup, kaki tangan mengepal/tegang, mondar mandir, bicara sendiri
dan ketakutan, bicara dengan suara tinggi, tekanan darah, frekuensi
jantung meningkat, banyak berkeringat, napas pendek

C. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga
klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain
dan lingkungan.

D. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk Core Problem

Gangguan Harga Diri: Harga Diri Rendah

E. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah Keperawatan

5
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan/ amuk
c. Gangguan harga diri: harga diri rendah
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif:
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data objektif:
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan/ amuk
Data subyektif:
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data obyektif:
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri: harga diri rendah
Data subyektif:
1) Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
1) Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

6
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan/amuk.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.

G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Resti mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan.
Tujuan Umum:
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5) Beri rasa aman dan sikap empati.
6) Lakukan kontak singkat tapi sering.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1)Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
2)Bantu klien mengungkapkan penyebab jengkel/ kesal.
3)Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang
dialami klien.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.

7
Tindakan:
1) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
2) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
3) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan
masalahnya selesai.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru yang
sehat.
4) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
Tindakan:
1) Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru
yang sehat
2) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
f. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
2) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3) Bantu klien untuk mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai
dalam simulasi.
5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/
marah.
g. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga selama ini.
2) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

8
3) Jelaskan cara-cara merawat klien:
a) Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
b) Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
c) Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
6) Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan).
Tindakan:
1) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan
keluarga.
2) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obat tanpa seizin dokter.
3) Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
4) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
5) Anjurkan klien melaporkan pada perawat/ dokter jika
merasakan efek yang tidak menyenangkan.
6) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri: HDR
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya
a) Salam terapeutik
b) Perkenalan diri
c) Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang
disukai.
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Ciptakan lingkungan yang tenang

9
f) Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
2)Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4)Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
Tindakan:
1)Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2)Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3) Utamakan memberi pujian yang realistis.
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan:
1) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat
digunakan selama sakit
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah.
d. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Tindakan:
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan (mandiri, bantuan sebagian, bantuan total).
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuannya
Tindakan:
1) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
f.

10
g. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

11
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J, (2010), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Ed 8, EGC,


Jakarta.
Keliat, B. A, (2017), Pemberdayaan Klien dan Keluarga dalam Perawatan
Klien Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan di RSJP Bogor.
Disertasi, FKM UI, Jakarta.
Purba dkk, (2010), Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa, USU Press, Medan.
Soetjiningsih, (2010), Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya, Sagung Seto, Jakarta.
Stuart, G. W & Laraia, M. T, (2010), Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. Ed 7, Mosby, St Louis.
Yosep, Iyus, (2017), Keperawatan Jiwa, Ed 1, PT Reflika Aditama, Bandung.

1
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH PERILAKU KEKERASAN
(SP 1 PASIEN)

Masalah :
Hari / tanggal :
Jam :

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien

2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
dilakukan.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. Klien dapat mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
3. Tindakan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Diskusi bersama klien penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu.
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan.
d. Diskusikan bersama klien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah.
e. Diskusikan bersama klien akibat perilaku marah.
f. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan.

1
B. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum. Selamat pagi”
“Saya Siti, perawat disini, Siapa nama Bapak? Senang dipanggil
siapa?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Masih ada perasaan marah
atau kesal?”
c. Kontrak Waktu
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan marah
Bapak? Dimana kita duduk? Berapa lama? Bagaimana jika 20
menit?”
2. KERJA
”Apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya Bapak
pernah marah? Penyebabnya apa? Sama kah dengan yang sekarang?
Oh iya jadi ada 2 penyebab marah Bapak? Pada saat penyebab marah
itu ada, seperti Bapak pulang ke rumah dan istri belum menyediakan
makanan, apa yang bapak rasakan?” (tunggu respon pasien) apakah
Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang Bapak lakukan? Oh iya jadi Bapak memukul istri
Bapak dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan
terhidangkan? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Betul, istri jadi sakit dan takut, piring-piring pecah. Menurut Bapak
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”

2
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan Pak, salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.”
“Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?
Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka
Bapak berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, Bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah biasa
melakukannya.”
3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan Bapak?
b. Evaluasi Obyektif
“Ya, jadi ada 2 penyebab Bapak marah ....(sebutkan) dan yang
Bapak rasakan ...(sebutkan) dan yang Bapak lakukan...(sebutkan)
serta akibatnya...(sebutkan). Bapak sudah bisa memperagakan tarik
nafas dalam tadi dengan baik.”
c. Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Berapa kali bapak
mau latihan dalam sehari? Mau jam berapa saja latihannya?”
d. Kontrak
- Topik
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan rasa marah?”
- Waktu

3
”Nanti 2 jam lagi saya akan datang ke sini. Bagaimana, Bapak
mau kan?”
- Tempat
”Tempatnya di sini saja ya Pak. Assalamualaikum”

Anda mungkin juga menyukai