Anda di halaman 1dari 3

Budak Media Sosial

Oleh: Muhammad Iir

Siapa yang tak tahu media sosial? Hampir semua orang mengetahuinya, apalagi kita
sebagai generasi millenial tentunya tahu, bahkan memilikinya lebih dari satu media sosial.
Mulai dari facebook, instagram, twitter, dan beragam tren media sosial lain telah menjamur di
era digital saat ini. Arus globalisasi yang begitu cepat memudahkan generasi sekarang untuk
berkomunikasi dan mencari sebuah informasi. Begitulah media sosial diciptakan, pada
dasarnya berfungsi sebagai media komunikasi dan informasi dimanapun berada. Tidak peduli
kapan dan dimana, selama jaringan lancar tidak ada gangguan, maka arus komunikasi akan
tetap bisa terhubung.

Namun, melihat realita saat ini rasanya media sosial telah mengalami pergeseran
fungsionalnya. Media sosial kini lebih banyak digunakan sebagai ajang mencari eksistensi diri.
Media sosial sudah menjadi ranah dakwah dan bertukar informasi. Media sosial juga telah
menjadi tempat mengadu dan mencurahkan isi hati. Bahkan, tak jarang kita pun seringkali
menemui orang-orang melangitkan doanya via media sosial. Mereka mulai berlomba-lomba
memperbanyak pertemanan dan follower. Berpikir keras caption apa yang seharusnya ditulis
agar banyak orang yang mengelike. Belum lagi, ketika sedang bepergian di suatu tempat, hal
yang tak pernah absen adalah berswafoto lalu menguploadnya hanya agar orang lain tahu kalau
kita sedang bepergian. Ya, ada juga orang-orang seperti itu di era yang serba mudah ini.

Media sosial sudah menjadi gaya hidup bagi kalangan anak muda, bahkan sudah
menjadi sebuah kebutuhan. Seolah-olah tren media sosial telah menjadi salah satu kebutuhan
primer yang harus selalu terpenuhi agar hidup manusia terus berlangsung. Tanpanya, serasa
kehidupan kita terasa hampa. Diakui ataupun tidak, hal ini secara tidak sadar sudah kita alami.
Ketika handphone sudah ada dalam genggaman, hal pertama yang kita buka adalah media
sosial. Entah hanya mengecheck apakah ada pesan masuk, pemberitahuan baru, atau hanya
penasaran dengan apa yang orang lain tulis dan upload. Ketika sudah seperti ini, seringkali kita
akan lupa diri dan ayik sendiri.

Manusia saat ini tengah berada dalam dualisme kehidupan. Kehidupan maya dan nyata.
Dua kehidupan yang jelas berbeda. Generasi sekarang rasanya sudah menjadi golongan
amphibi yang hidup di dua alam. Parahnya, kini sebagian besar orang seringkali lupa akan
kehidupan nyata mereka. ketika gawai sudah di tangan, kita pun mulai memasuki ranah
kehidupan maya dan media sosial menjadi sebuah prioritas utama. Di saat yang sama seringkali
kita lupa dengan kehidupan nyata di sekitar kita. Kehidupan yang jelas-jelas berada di depan
mata terabaikan begitu saja. Hal yang menggelikan lagi adalah, ketika kita sedang berkumpul
bersama baik dengan orang tua, keluarga, teman, atau pacar. Justru terkadang kita lebih fokus
dan sibuk dengan media sosial kita. Orang-orang di sekitar seakan hanya menjadi obat nyamuk
saja. Apakah seperti ini, manusia yang katanya adalah makhluk sosial?

Zoon politicon, begitulah Aristoteles menyebut manusia yang memiliki sifat dasar
sebagai makhluk sosial. Namun, rasanya sekarang justru manusia menjauhi dari definisi yang
ada. Mereka sudah tak begitu lagi mementingkan kehidupan nyata mereka asalkan bisa selalu
eksis di media sosial. Mereka tak peduli orang-orang di sekitar mereka terabaikan asalkan bisa
tahu dan memeperhatikan setiap foto dan caption yang orang tulis di media sosial. Sekarang,
media sosial yang seharusnya membawa manfaat justru mendatangkan jerat. Mata, kepala,
tangan, dan pikiran sudah terkekang dengan media sosial. Media sosial seakan memberi sensasi
tersendiri ketika digunakan. Mulai bangun tidur hingga mata terlelap lagi, media sosial menjadi
hal pertama dan terakhir yang kita perhatikan. Ironis sekali.

Sehingga, bukan hal yang berlebihan jika kita menyebut generasi saat ini sebagai
budak-budak media sosial. ketergantungan akan media sosial membuat jiwa kita terkekang dan
pikiran kita terpenjara oleh media sosial. kita menjadi manusia pesakitan yang media sosial
menjadi satu-satunya obat.

Coba bayangkan, berapa banyak waktu yang terbuang hanya karena sibuk menggeser
linimasa media sosial kita? Berapa banyak waktu yang berlalu begitu saja hanya karena asyik
dengan media sosial dan melewatkan setiap momen kebersamaan bersama orang-orang di
sekitar kita? Okelah jika media sosial masih menjadi sebuah sarana kita untuk berkomunikasi,
baik dengan keluarga, orang tua, teman, atau pacar. Tapi selebihnya, media sosial seringkali
membuat kita lupa diri. Beragam fitur menarik didalamnya tak jarang membuat kita kecanduan
dan ketagihan dengannya. Sehingga sedetik tidak memakai media sosial, tidak lengkap rasanya
hidup ini.

Hakikatnya, media sosial adalah sebuah barang pasif. Kita sebagai manusia dibekali
kebebasan menurut bagaimana kita mau menggunakan dan menyikapinya. Media sosial
memang mampu mendekatkan hal-hal yang jauh. Tapi media sosial juga mampu menjauhkan
yang dekat. Tergantung pada kita, mau diarahkan kemana sarana tersebut. semua kembali pada
pribadi masing-masing. Kita yang mengatur media sosial atau justru kita yang diperbudak
olehnya?

Anda mungkin juga menyukai