Anda di halaman 1dari 7

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Deviasi septum adalah suatu kelainan dari bentuk hidung yang tidak
lurus sempurna digaris tengah. Bentuk septum normal ialah lurus di tengah
rongga hidung. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan
tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi
hidung. Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan
menyebabkan komplikasi.
B. Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi
sesudah lahir, pada waktu partus atau bahkan pada masa janin intra uterin.
Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan
septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah
menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi pada septum nasi tersebut.
C. Patofisiologi
Trauma yang terus menerus pada tulang rawan hidung secara langsung
ataupun tidak langsung menyebabkan perubahan dan pertumbuhan struktur
mukosa tulang rawan sehingga drainase dari secret terganggu dan hal inilah
yang membuat hidung berbau dan dirasa buntu.
Bentuk septum yang tidak normal akibat trauma atau
ketidakseimbangan pertumbuhan dapat menyebabkan bentuk deformitas dari s
eptum.
Septum deviasi biasnya berbentuk hurup <, S, dislokasi yaitu bagian
bawah kartilago septum keluar dari krista maksila dan masuk ke dalam rongga
hidung menyebabkan enonsolan tulang rawan septum bila meamsang dari
depan ke belakang disebut Krista dan bila sangat runcing dan pipih disebut
spisna. Bila deviasi atau Krista septum bertemu dan melekat
dengan konka dihadapannya d isebut sineksia atau perlengketan,
bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi . Deviasi septum dapat
menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan factor predisposisi terjadinya
sinusitis.
D. Pathway (Diagram)

Trauma yg terus menerus pada tulang rawan hidung secara langsung / tidak langsung

Deviasi septum

Perubahan dan pertumbuhan struktur mukosa tulang


rawan

Drainage dari secret terganggu

Hidung berbau dan dirasa buntu

Peradangan pada hidung Hidung tersumbat,


Secret pada hidung
Nyeri

Ansietas Bersihan Jalan Gangguan persepsi


nafas tidak sensori penciuman
efektif

E. Manifestasi klinik
1. Penyumbatan salah satu atau kedua hidung
2. Mimisan
3. Nyeri wajah
4. Nafas berisik selama tidur
5. Kesadaran atas siklus nasal
6. Preferensi untuk tidur di satu sisi tertentu
F. Komplikasi
Meskipun perdarahan kecil mungkin terjadi setelah septoplasty,
perdarahan berat dianggap sebagai komplikasi. Perdarahan dapat terjadi
setelah operasi atau beberapa hari kemudian. Komplikasi lain adalah infeksi
yang bisa dihindari dengan pemberian antibiotik sebagai tindakan
pencegahan. Dalam beberapa kasus yang jarang terjadi, perforasi hidung juga
terjadi. Komplikasi jarang pada operasi septoplasty adalah perubahan bentuk
hidung.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
1) Foto waters adanya kelainan tulang hidung
2) Pemeriksaan laboratorium meliputi : Darah lengkap, Faal hemostasis.
H. Penatalaksanaan
1. Konservatif (Obat dekongestan)
2. Tindakan septoplasty
Septoplasty adalah pembedahan untuk meluruskan septum hidung
yang menyimpang. Jika deviasi septum menyebabkan gejala parah, obat-
obatan mungkin tidak bisa menjadi solusi permanen sehingga diperlukan
pembedahan.

I. Pencegahan
Pencegahan cedera pada hidung yang dapat menyebabkan deviasi septum
dengan langkah-langkah ini:
1. Gunakan helm atau masker ketika bermain olahraga dengan kontak tubuh,
seperti football dan volleyball.
2. Gunakan sabuk pengaman ketika mengendarai mobil.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Pemeriksaan head to toe dan mengukur tanda-tanda vital

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Gangguan persepsi sensori penciuman
4. Ansietas

C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri akut  Pain level - Kaji tingkat nyeri secara
 Pain control komprehensif termasuk
 Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan
- Pasien mampu penyebab
mengontrol nyeri - Ajarkan teknik relaksasi
- Melaporkan bahwa nafas dalam
nyeri berkurang - Observasi TTV
dengan - Kolaborasi dengan dokter
menggunakan dalam pemberian obat
manajemen nyeri
2 Ketidakefektifan  Kriteria Hasil : - Berikan oksigen yang cukup
pola nafas - Tidak ada dyspneu - Monitor respirasi dan status
- Menunjukkan jalan O2
nafas yang paten - Posisikan pasien untuk
(pasien tidak memaksimalkan ventilasi
merasa tercekik, - Auskultasi suara nafas, catat
nafas, frekuensi adanya suara tambahan
pernafasan dalam - Berikan bronkodilator jika
rentang normal, perlu
tidak ada suara - Observasi adanya tanda-
nafas abnormal) tanda hipoventilasi
- TTV normal - Monitor adanay kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
- Monitor vital sign
- Monitor pola nafas
3 Gangguan  Visual (Body - Kaji perubahan penciuman
persepsi sensori image), cognitive yang terjadi
penciuman orientation, sensory - Orientasikan terhadap bau-
function bauan
Kriteria hasil : - Kurangi faktor-faktor
- Kembalinya fungsi penyebab
penciuman - Kolaborasi dengan dokter
- Individu akan dalam pemberian obat
mendemonstrasika
n penurunan gejala
beban sensori
4 Ansietas  Anxiety self- - Identifikasi tingkat
control kecemasan
 Anxiety level - Dorong pasien untuk
 Coping mengungkapkan
Kriteria hasil : perasaannya
- Klien mampu - Instruksikan pasien untuk
mengidentifikasi melakukan teknik relaksasi
dan - Berikan penyuluhan pada
mengungkapkan pasien dan keluarga pada
gejala cemas penyakit yang dialami
- Mengidentifikasi, pasien
mengungkapkan
dan menunjukkan
teknik untuk
mengontrol cemas
- Vital sign dalam
batas normal
- Postur tubuh,
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan leher. Edisi 13.
Jakarta. Binarupa Aksara1994 : 108 – 109.

Soepardi, H. Efiaty Arsyad, dr.Sp.THT. BUKU AJAR ILMU KESEHATAN


TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta,1990: 51 - 54.

Kryger H, Dommesty H, Haematoma and abeess of the nasal septum. Clin


Otolaryngol 1987;12: 125 – 29.

Broek Den Van P. 2009. BUKU SAKU ILMU KESEHATAN TENGGOROK,


HIDUNG, DAN TELINGA. Jakarta : EGC

http://gwen-miracle.blogspot.com/2010/06/askep-pada-pasien-dengan-septum-
deviasi.html

Anda mungkin juga menyukai