Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN

Spiroket (spirochete, spirochaeta) yaitu bakteri gram-negatif, motil, berwujud ramping dan
berlekuk-lekuk. Berukuran panjang 5 – 500 mikron, dengan garis tengah 0,2 – 0,75 mikron.
Bakteri dengan morfologi unik ini banyak ditemukan di dalam lingkungan akuatik dan
binatang. Sel spiroket tersusun atas protoplasma silinder yang ditutup dengan membran
dan dinding sel. Bagian endoflagela dan protoplasma silinder akan dibungkus dengan berlapis-
lapis membran (multilayer) yang bersifat fleksibel. Membran ini disebut sebagai lapisan terluar.

Motilitas (Pergerakan)

Motilitas atau pergerakan bakteri ini diatur oleh satu atau beberapa flagela yang ada di setiap
bagian kutub bakteri tersebut. Pada spirochetes, flagelata nya bertempat di periplasma sel dan
disebut sebagai endoflagela. Spirochetes memiliki model motilitas yang unik. Endoflagela yang
dimilikinya terdapat pada bagian ujung bakteri ini dan mampu merasakan pemanjangan sampai
2/3 panjang sel. Bakteri ini memainkan usaha dengan gerakan merenggangkan atau melenturkan
dengan memanfaatkan rotasi endoflagela. Ketika kedua endoflagela berotasi dengan arah yang
sama dan protoplasma silinder memainkan usaha dengan arah yang berlawanan maka sel
spirochetes mampu memainkan usaha atau berpindah.

Klasifikasi

Berdasarkan habitat, patogenisitas, filogenik, serta sifat morfologis dan fisiologisnya, spirochetes
mampu dibedakan menjadi 6 genus.
1. Spirochaeta dan Christispira

Spirochaeta memiliki ciri-ciri anaerobik dan aerobik fakultatif serta mampu hidup merdeka di
lingkungan akuatik seperti air dan lumpur sungai, danau, samudra, dan tambak. Misalnya
yaitu S. plicatilis yang banyak terdapat di air tawar dan habitat samudra yang mengadung
H2S. Contoh lainnya yaitu S. stenostrepa dan S. aurantia. Sementara itu, Christispira tersebar
pada beberapa wujud kristal dari binatang moluska seperti tiram dan kerang. Apabila binatang
moluska tersebut memainkan usaha atau berotasi maka kehadiran bakteri Christispira mampu
diteliti secara langsung. Hal ini dikarenakan ukuran tubuhnya bakteri tersebut tergolong cukup
besar.

2. Treponema

Klasifikasi Ilmiah Treponema


Kerajaan : Bacteria
Filum : Spirochaetes
Kelas : Spirochaeates
Ordo : Spirochaetales
Famili : Leptospiraceae
Genus : Treponema

Treponema yaitu golongan spirochetes yang bersifat anaerobik dan adalah parasit pada
manusia dan binatang (disebut juga bakteri komensal). Contoh spesies Treponema yaitu T.
pallidum, T. denticola, T. primita, T. azotonutricium, T. saccharophilum, dan lainnya. T.
pallidum adalah penyebab penyakit sifilis. Spesies ini berdiameter 0.2 µm, bersifat mikroaerofil,
dan memiliki sistem sitokrom. T. denticola adalah salah satu bakteri komensal pada rongga
mulut manusia yang mampu memfermentasikan asama amino seperti sistein dan serin untuk
pembentukan asam asetat, CO2, NH3, dan H2S. Spesies T. saccharophilum mampu hidup pada
organ pencernaan ruminansia berupa rumen yang bersifat anaerob. Bakteri ini memerankan
dalam konversi polisakarida tanaman menjadi asam lemak volatil sebagai sumber energi
binatang ruminansia. T. saccharophilum mampu memfermentasi pektin, pati, inulin, dan
polisakarida tanaman lainnya.

Morfologi:

a. Berasal dari bahasa yunani “trepein” berarti berputar dan “nema” berarti benang.
b. Halus berukuran kira-kira 0,2 mikron lebar dan 5 - 15 mikron panjang.
c. Spiral sangat tipis sehingga tidak jelas terlihat kecuali dengan lapang pandang yang gelap
atau imunoflouresen.
d. Kuman ini tidak terwarnai dengan baik, bila menggunakan pewarnaan gram, tetapi
mudah dengan metode pengendapan perak. Dengan impregnasi perak cara lefaditi,
kuman didalam jaringan dapat terlihat dengan jelas.
e. Treponema biasanya berkembang biak dengan cara transversal dan organisme yang
membelah dapat melekat satu sama lain beberapa saat.

Sifat Pertumbuhan:
a. Dalam keadaanan aerob pada suhu 25°C, T.pallidum dapat bergerak hidup dan bergerak
aktif selama 3 – 6 hari.
b. Dalam darah segar atau plasma darah yang disimpan pada suhu 4°C, kuman masih dapat
bertahan paling sedikit 24 jam.

Patogenesis, patologi dan gejala klinik


Penularan penyakit lues pada manusia dapat melaui kohabitasi, saliva, transfusi
darah, serta transplantasi. Masa tunas 4 – 6 minggu. Kurang lebih 30% kasus infeksi
sifilis dini sembuh sempurna tampa pengobatan, pada 30% lainya infeksi yang tidak
diobati menjadi laten, dengan uji serologi positif, sedangkan sisanya penyakit
berkembang menjadi stadium lebih lanjut.

Tingkatan Penyakit Sifilis


Stadium I : afek primer :
Lesi primer 10 – 20% terjadi pada intrarektal, perianal dan oral. T.
pallidum masuk tubuh dengan mnembus mukosa atau luka pada kulit. Kuman
berkembang biak pada tempat ia masuk, sebagian menyebar ke kelenjar limfe setempat
dan peredaran darah. Pada 2 – 10 minggu setelah infeksi pada tempat masuk (organ
genitalia) terbentuk papula merah yang membesar, mengeras (indurasi), kemudian terjadi
nekrosis, pecah dan menjadi ulkus (ulkus durum). Dasar ulkus bersih, pada palpalasi
keras, tidak nyeri, lesi ini sembuh spontan. Bila lesi ini dipijit akan keluar eksudat yang
mengandung kuman. Cairan ini disebut serum Reitz. Lesi primer pada pria biasanya
terjadi pada glans atau preputium penis, sedangkan pada wanita terdapat pada vulva, labia
mayora, labia minora atau vagina.
Stadium II : stadium bubo :
Terjadi pada minggu 6 – 12 setelah efek primer. Timbul pembengkaknan kalenjer
limfe yang tidak nyeri dan tidak melekat pada kulit. Pembengkakan kemudian
menghilang, kuman masuk peredaran darah menyebar keseluruh tubuh disertai demam,
kelainan kulit, mukosa mulut, anus serta alat genitalia. Kelainan berbentuk macula,
vesikula, pustula yang efektif.
Stadium III : stadium laten :
Kelainan kulit tang terjadi kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya untuk
kemudian terbentuk suatu gumma (granulomatosa), suatu ulkus dengan tepi tidak
meradang. Gumma dapat tejadi pada tulang, sendi, kulit dean alat-alat dalam. Pada
stadium ini terjadi perubahan degeneratif system syaraf pusat (safilis meningovaskuler,
paresis dan tabes) Rambut rontok dalam beberapa tahun karena folikel.

Stadium IV : stadium neurollus :


Terjadi pada 5 – 15 tahun setelah efek primer, merupakan akibat penyebaran
kuman ke system syaraf pusat, dengan gejala : tabes dorsalis atau gejala psikiatrik seperti
dimentia paralitika. Pada stadium II dan IV, T. pallidum sulit ditemukan dalam lesi.

Diagnosa labolatorium
Pemeriksaan mikroskopik
Pada stadium I :
Bersihkan lesi dengan pinset dan kain kasa dengan NaCl, tekan lesi sampai keluar
serum Ritz yang jernih (bila berdarah diulang). Dibuat preparat basah untuk mikroskop
medan gelap. Disamping itu dibuat pula preparat basah dengan tinta cina atau preparat
kering dengan pengecatan Fontana.
Ada kemungkinan hasil mikroskopik negatif, bila telah diberi pengobatan atau
pada lesi diberi antiseptik atau lesi primer telah sembuh. Untuk keadaan ini bisa
dilakukan aspirasi kelenjar limfe yang membesar. Bila perlu serum Ritz dapat dihisap
dengan kapiler, ditutup dengan paraffin. Jangan disimpan di almari pendingin atau
incubator.

Pada stadium II : stadium bubo


Bahan pemeriksaan dapat berupa kerokan lesi kulit atau bercak-bercak dimulut,
kondiloma divulva atau anus. Pemeriksaan mikroskopik harus dilakukan 3 kali berturut-
turut sebelum dinyatakan negatif.

Pengobatan
Penicillin merupakan obat pilihan dengan konsentrasi 0.003 unit/ml mempunyai aktifitas
treponemisidal. Pada sifilis yang kurang dari 1 tahun, kadar penicillin dipertahankan selama 2
minggu dengan satu suntikan Benzathine Penicillin G 2.4 juta unit i.m. Pada sifilis yang laten
atau lebih lama, maka Benzathine Penicillin G 2.4 juta diberikan 3 kali dengan interfal waktu
satu minggu. Pada neurosifilis diberikan Penicillin G dalam air sebanyak 20 juta unit secara i.v
tiap hari untuk selama 2-3 minggu. Antibiotika lain seperti Tetracyclin atau Erythromycin
kadang-kadang dapat dipakai sebagai pengganti. Pemantauan yang terus menerus sangat penting.
Pada neurosifilis Treponema kadang-kadang masih hidup pada pengobatan diatas.

3. Leptospira dan Leptonema

Klasifikasi Ilmiah Leptospira


Kerajaan : Bacteria
Filum : Spirochaetes
Kelas : Spirochaeates
Ordo : Spirochaetales
Famili : Leptospiraceae
Genus : Leptospira
Kedua genus ini terdiri dari bakteri-bakteri aerob yang meneggunakan asam lemak rantai
panjang, seperti asam oleat sebagai sumber karbon dan donor elektron. Karakteristik Leptospira
yaitu tipis, melilit, dan biasanya salah satu ujungnya membengkok membentuk kait. Binatang
rodensia, anjing, dan babi adalah beberapa inang alami lepstopira. Contoh dari Leptospira
yaitu L. biflexa yang adalah sel merdeka dan L. interrogans yang adalah mikroorganisme parasit.
Pada manusia, Leptospira mampu mengakibatkan leptospirosis, yaitu suatu kelainan yang
disebabkan akumulasi bakteri ini di ginjal dan mampu mengakibatkan gagal ginjal sampai
kematian. Leptospira mampu masuk ke dalam tubuh melewati membran mukous, ataupun kulit.
Setelah melaksanakan multiplikasi di berbagai tempat dalam tubuh, bakteri tersebut akan
terakumulasi di ginjal dan keluar dari tubuh melewati urin. Untuk mengeliminasi bakteri ini
dari ginjal, mampu diterapkan terapi menggunakan penisilin, streptomisin, atau tetrasiklin.
Pencegahan penularan penyakit ini mampu diterapkan dengan
melaksanakan vaksinasi distemper-leptospira-hepatitis pada hwan peliharaan di rumah.

Cara Penularan

a. Ditularkan melalui air (water borne disease)


b. Urin (air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama
penularan, baik pada manusia maupun pada hewan
c. Kemampuan Leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu faktor
penentu utama iadapat menginfeksi induk semang (host) yang baru
d. Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutamadi daerah banjir
e. Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir
f. Keadaan banjir menyebabkanadanya perubahan lingkungan seperti
banyaknyagenanganair, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan
sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak
g. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan
kulityang terluka, selaput lendir mata dan hidung
h. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena
bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi
i. sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi
menularkan ke manusia tidak sebesar tikus

Bentuk penularan Leptospira

a. Secara langsung dari penderita ke penderita


b. terjadi melalui kontak dengan selaput lendir (mukosa) mata (konjungtiva)
c. kontak luka di kulit, mulut, cairan urin,
d. kontak seksual dan cairan abortus (gugur kandungan). Penularan dari manusia ke
manusia jarang terjadi.
e. Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak hewan atau manusiadengan barang-
barang yang telah tercemarurin penderita, misalnyaalas kandang hewan, tanah, makanan,
minuman dan jaringan tubuh.
f. Kejadian Leptospirosis pada manusia banyak ditemukan pada pekerja pembersih selokan
karena selokan banyak tercemar bakteri Leptospira.
g. Umumnya penularan lewat mulutdan tenggorokan sedikit ditemukan karena bakteri tidak
tahan terhadap lingkungan asam.

Pengobatan dan Pengendalian

a. Leptospirosis yang ringan dapatdiobati dengan antibiotik doksisiklin, ampisillin, atau


amoksisillin. Sedangkan Leptospirosis yang berat dapat diobati dengan penisillin G,
ampisillin, amoksisillin dan eritromisin
b. Manusia rawan oleh infeksi semua serovar Leptospira sehingga manusia harus
mewaspadai cemaran urin dari semua hewan.
c. Perilaku hidup sehatdan bersih merupakan cara utama untuk menanggulangi
Leptospirosis tanpa biaya.
d. Manusia yang memelihara hewan kesayangan hendaknya selalu membersihkan diri
dengan antiseptik setelah kontak dengan hewan kesayangan, kandang, maupun
lingkungan di mana hewan berada

4. Borrelia

Borelia adalah spirochaeta (lebih besar dan lebih panjang daripada Treponema), bergerak
aktif secara rotasi sepanjang sumbunya. Umumnya hidup komensal pada mukosa mulut,
tenggorokan atau genital.
Beberapa besar spesies Borrelia adalah patogen pada binatang dan manusia. Salah satunya
yaitu B. recurrentis yang mengakibatkan demam kambuh (relapsing fever) pada
manusia. Penyakit ini ditularkan melewati bantuan vektor berupa serangga seperi kutu di tubuh
manusia. Spesies B. burgdorferi juga dikenal mampu mengakibatkan penyakit Lyme yang
menginfeksi manusia dan binatang melewati perantaraan kutu. Dalam industri peternakan,
Borrelia menjadi salah satu ancaman karena mampu menyerang binatang ternak seperti burung,
kuda, dan domba.

Morfologi dan Identifikasi


Bakteri ini berbentuk spiral, panjang 10-30 um dengan diameter 0.3 um, sangat fleksibel,
bergerak secara rotasi atau berliku-liku. Dapat diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, Wright,
Gram atau dengan impregnasi perak.
Karakteristik Pertumbuhan
Kuman ini dapat tumbuh pada media cair yang mengandung darah, serum, cairan asites
yang mengandung darah dan ginjal kelinci dan telur berembrio lebih cepat berkembang.
Pada suhu 40 C,baik dalam darah atau kultur, kuman tahan hidup sampai beberapa bulan.

Patogenesis dan Gejala Klinik


Setelah masa inkubasi 3-10hari timbul demam disertai menggigil yang berlangsung
antara 3-5 hari, kemudian panas turun penderita tampaktidak sakit, hanya lemah. Kemudian
setelah 4-10 hari timbul lagi demam dengan menggigil, sakit kepala hebat dan rasa tidak enak
badan. Hal demikian dapat terjadi 3-10 kali dengan derajat kesakitan yang makin
berkurang. Selama fase demam,terutama waktu panas tinggi kuman banyak terdapat dalam
darah, setelah panas turun kuman tidak ditemukan dalam darah. Kuman dapat pula ditemukan
dalam urine dalam jumlah sedikit.

Diagnosa Laboratorium
Bahan pemeriksaan berupa darah, diambil sewaktu terjadi demam tinggi. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan pewarnaan Giemsa atau Wright, tampak kuman diantara sel-sel darah
merah. Dapat pula digunakan hewan percobaan, darah disuntikkan intraperitoneal pada tikus
putih atau subkutan pada kera. Setelah 2-4 hari diambil darahnya kemudan diwarnai dan
diamati dibawah mikroskop. Selama fase demam biasanya albuminuria positif, lekosit
meninggi sampai 10.000-20.000.

Pengobatan
Dengan penisilin, eritromisin atau tetrasiklin. Epidemiologi

Anda mungkin juga menyukai