Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN OBSTETRIC DAN GYNECOLOGIC LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ABORTUS INKOMPLIT

Oleh:

ADI DARADI

1112090046

PEMBIMBING:

dr. ESA LESTARY, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN OBSTETRIC DAN GYNECOLOGIC
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : ADI DARADI

NIM : 1112090046

Judul Laporan Kasus : Abortus Inkomplit

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

obstetric dan gynecologic Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Oktober 2019

Mengetahui,

Supervisor

dr. ESA LESTARY, Sp.OG


BAB I

PENDAHULUAN

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,

sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus

provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus

medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila

didasarkan pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Di sini pertimbangan

dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan

Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Bila perlu dapat

ditambah pertimbangan oleh tokoh agama terkait. Setelah dilakukan terminasi

kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak terkena trauma psikis

di kemudian hari.

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus

banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus

spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau

tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari

kejadian yang diketahui, 15 – 20 % merupakan abortus spontan atau kehamilan

ektopik. Sekitar 5 % dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2


keguguran yang berurutan dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3 atau lebih

keguguran yang berurutan.

Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi

menyatakan kejadian abortus spontan antara 15 – 20 % dari semua kehamilan. Hal

ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa

diketahui pada 2 – 4 minggu setelah konsepsi.

Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara

berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3 – 5 %. Data beberapa studi menunjukkan

bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15 % untuk

mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan

meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus berurutan

adalah 30 – 45 %.1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. E

No. RM : 081526

Umur : 43 tahun

Suku bangsa : Makassar

Agama : Islam

Pendidikan : S2

Pekerjaan : DOKTER

Alamat : Pare- Pare

MRS : 25 September 2019

Nama suami : Tn . A

Umur : 43 tahun

Suku bangsa : Makassar

Agama : Islam

Pendidikan : S2

Pekerjaan : DOKTER

Alamat : Pare-pare
B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Keluar darah dari jalan lahir sejak beberapa jam SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit

Seorang perempuan 43 tahun G3P1A2 gravid 10-11 minggu datang dengan

keluhan keluar jaringan dan darah dari jalan lahir. Pasien mengaku keluar

darah bergumpal. Keluhan ini dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk

rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut bagian bawah.., Riw ANC

(>3x) di RS Swasta, suntik TT (2x). Riw. HT (-) DM (-), Asma (-), Alergi (-).

Riw operasi(-) SC (-) , Riw KB (-), Riw Trauma -).

Data kebidanan

Haid

Menarche umur : 15 Tahun

HPHT : 17/07/2019 (UK : 10-11 minggu)

Haid : teratur

Lama haid : 7 hari

Siklus : 28 hari

Dismenorrhea : tidak

Warna : merah tua

Bentuk perdarahan : encer

Bau haid : anyir

Flour albous : sebelum


Lama : 2 hari

Warna : putih kental

Jumlah : sedikit

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

No Tahun Umur Jenis Penolon Penyulit Anak Ket

partus kehamilan persalinan g JK/BB

1 2018 Abortus

2 2018 Aterm SC Dokter - LK Sehat

3 2019 Kehamilan Sekarang

Riwayat KB

Metode KB yang dipakai : Tidak ada

Riwayat Kesehatan

Riwayat penyakit yang pernah diderita : Tidak ada

Riwayat operasi : SC

Riwayat penyakit dalam keluarga : Tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALISATA

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis


Tanda vital

TD : 140/80 mmHg

N : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,7˚ C

Tinggi badan : 158 cm

Berat Badan : 65 kg

Kepala : tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Mulut : tidak ada kelainan

Leher : tidak ada kelainan

Dada

Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)

Perkusi : sonor +/+

Palpasi : pengembangan dada simetris +/+

vocal Fremitus (+) normal simetris

Auskultasi : cor : BJ I/II reguler, murmur (-) gallop (-)

pulmo : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : membesar simetris, bekas luka operasi (-), kesan distended


Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+)

Anggota gerak : akral hangat, edema (-), varices (-)

STATUS GINEKOLOGIK

Pemeriksaan Luar :

Uterus : Belum dapat dinilai

NT : tidak ada

Fluxus : (+), darah

Inspekulo

Vulva/Vagina : tidak ada kelainan

Cervix : tidak ada kelainan

OUE/OUI : Terbuka/Tertutup

Fluksus : (+), darah

Pemeriksaan Dalam :

Vulva/Vagina : tidak ada kelainan

Portio : Lunak, tebal, permukaan rata

Adnexa : dalam batas normal


Cavum Douglasi : dalam batas normal

Pelepasan : darah (+), lendir (+), jaringan (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

25 September

Darah rutin

Parameter Hasil Satuan Harga Normal

WBC 12.6 103/mm3 4.8 – 10.8

*LYM 2,2 103/mm3 1.0 – 4.3

*MON 0,2 103/mm3 0.0 – 1.2

*GRA 11,2 103/mm3 1.2 – 6.8

RBC 4,75 103/mm3 4.20 – 5.40

HGB 13,0 g/dl 12.0 – 16.0

HCT 40,7 % 37.0 – 47.0

PLT 290 103/mm3 150 – 450

USG : Uterus letak Antefleksi, Tampak sedikit besar dengan cavum uteri

tebal, lesi slight hiper-echoic. Tampak struktur menyerupai Gestasional sac

namun tidak intak lagi. Cavum douglasi dan adneksa normal. Kesan: Uterus

dengan struktur Gestasional sac tidak intak di cavum uteri


E. Diagnosis

G3P1A2 + gravid 10-11 minggu + Abortus inkomplit

F. Penatalaksanaan

 Rencana kuretase

 Konsul anestesi

 Lapor ruang OK

 Puasakan 12 jam

 Informed consent

 Injeksi Anbacim 1 gram/1 jam sebelum operasi

LAPORAN OPERASI

Tanggal : 25 September 2019

1. Pasien berbaring dalam posisi litotomi di bawah pengaruh servikalis block

2. Asepsis dan antisepsis, pasang doek steril

3. Kosongkan kandung kemih dengan kateter urin No 18

4. Pasang spekulum sinus anterior posterior

5. Jepit portio arah jam 11 dengan menggunakan tenakulum

6. Anestesi servikalis blok di 4 arah serviks dengan menggunakan lidocain

20 iu diencerkan 10 cc aquades

7. Ukur kedalaman cavum uteri menggunakan sonde, uterus antefleksi, 9 cm

8. Evakuasi sisa jaringan menggunakan abortic tang

9. Dilakukan kuretase menggunakan karet tumpul, kesan bersih


10. Injeksi metilergometrin : oxytosin = 1:1 intramuskular

11. Dilakukan kuretase menggunakan kuret tajam, kesan bersih

12. Kuretase selesai dilakukan

Gambar 1. Jaringan dan darah outcome dari kuretase

Instruksi Post op

- Observasi TTV, KU, Perdarahan

- Cek Hb 6 jam Post Transfusi

- Tidur menggunakan bantal

- Boleh minum bertahap

- Mobilisasi bertahap
- Kateter terpasang

Terapi Post Op :

- IVFD RL 500 cc + oxytosin 20 iu 28 tpm

- Inj. Anbacim 1 gr/12 jam/IV (1 kali pemberian)

- Cefadroxyl 2x1

- Asam Mefenamat 3x1

- Sulfat Ferrosus 1x1

- Bledstop 3x1
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari

20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1

Istilah yang telah digunakan secara klinis selama beberapa dekade

umumnya digunakan untuk menggambarkan keguguran di kemudian hari.

Isitilah ini termasuk:2

1. Abortus spontan, merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan.

Kategori ini mencakup aborsi imminens, insipiens, incomplete,

complete, dan missed abortion. Aborsi septik digunakan untuk lebih

lanjut mengklasifikasikan semua yang berupa komplikasi lanjut dari

infeksi.1,2

2. Abortus berulang, istilah ini didefinisikan secara bervariasi, tetapi

dimaksudkan untuk mengidentifikasi wanita dengan aborsi spontan

berulang sehingga faktor yang mendasarinya dapat diobati untuk

mencapai bayi baru lahir yang layak.2

3. Aborsi provokatus, merupakan abortus yang terjadi dengan sengaja

dilakukan tindakan. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu

abortus provokatus medisinalis daan abortus provokatus kriminalis.1


Abortus inkomplit merupakan salah satu klasifikasi abortus dimana

sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang

tertinggal.1

B. Epidemiologi

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus

banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus

spontan dan tidak jelas umur kehalimannya, hanya sedikit memberikan gejala

atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu,

dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan atau

kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan

mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan

mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.1

Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi

menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan.

Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal

ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa

diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan

kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi

oosit).1

Pada 2010-2014, diperkirakan 36 aborsi terjadi setiap tahun per 1.000

wanita berusia 15-44 tahun di daerah berkembang, dibandingkan dengan 27 di

daerah maju. Tingkat aborsi menurun secara signifikan di daerah maju sejak
1990-1994. Namun, tidak ada perubahan signifikan yang terjadi di daerah

berkembang.3

Sejauh ini, penurunan paling tajam dalam tingkat aborsi terjadi di Eropa

Timur, di mana penggunaan kontrasepsi efektif meningkat secara dramatis,

tingkat abortus juga menurun secara signifikan di subregion yang sedang

berkembang di Asia Tengah. Kedua subkawasan terdiri dari negara-negara

bekas Blok Soviet di mana ketersediaan alat kontrasepsi modern meningkat

tajam setelah kemerdekaan politik, menggambarkan bagaimana aborsi turun

ketika penggunaan alat kontrasepsi yang efektif meningkat.3

Di sebagian besar dunia, wanita berusia 20-24 tahun cenderung memiliki

tingkat aborsi tertinggi di antara semua kelompok umur, dan sebagian besar

aborsi dicatat oleh wanita di usia dua puluhan.3

C. Etiologi

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih

dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut.1

1. Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik

a. Mendelian

b. Multifaktor

c. Robertsonian

d. Resiprokal

2. Kelainan kongenital uterus

a. Anomali duktus Mulleri


b. Septum uterus

c. Uterus bikornis

d. Inkompetensi serviks uterus

e. Mioma uteri

f. Sindroma Asherman

3. Autoimun

a. Alloimun

b. Mediasi imunitas humoral

c. Mediasi imunitas seluler

4. Defek fase luteal

a. Faktor endokrin eksternal

b. Antibodi antitiroid hormon

c. Sintesis LH yang tinggi

5. Infeksi

Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian

abortus antara lain:

a. Bakteri

1) Listeria monositogenes

2) Klamidia trakomatis

3) Ureaplasma urealitikum

4) Mikoplasma hominis

5) Bakterial vaginosis

b. Virus
1) Sitomegalovirus

2) Rubela

3) Herpes simpleks virus (HSV)

4) Parvovirus

c. Parasit

1) Toksoplasmosis gondii

2) Plasmodium falsiparum

d. Spirokaeta: Treponema pallidum

6. Hematologik

7. Lingkungan

Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang

penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan

inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama.1

D. Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti

nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap

benda asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk

mengeluarkan benda asing tersebut. Gestasional sac yang utuh biasanya diisi

dengan cairan dan dapat atau tidak mengandung embrio atau janin. Apabila

pada kehamilan kurang dari 8 minggu, vili khorialis belum menembus desidua

serta mendalam sehingga hasil konsepsi dapat keluar seluruhnya. Apabila

kehamilan 8-14 minggu vili khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga
plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak

perdarahan daripada plasenta. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan

dalam waktu singkat, maka dia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Pada

janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses

modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh

sebab diserap dan menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lanjut menjadi tipis.

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah

terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut

membesar karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-

merahan.2,4

E. Manifestasi klinis

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang

tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang

dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil

konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina,

kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau

menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi

jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa,

yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan

berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik

sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.1


Aborsi inkomplit didefinisikan sebagai bagian dari beberapa tetapi tidak

semua produk konsepsi dari rongga rahim. Pendarahan dan kram biasanya

berlanjut sampai semua produk konsepsi telah dikeluarkan. Secara umum, rasa

sakit yang hebat dan pendarahan hebat terjadi dan seringkali memerlukan

evaluasi medis.5

Selain itu, pada anamnesis akan didapatkan pasien terlambat haid atau

amenorhe kurang dari 20 minggu, rasa mulas atau kram perut didaerah atas

simfisis, sering nyeri pinggang akibat kontraksi uterus. Sementara pada

pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, kesadaran dapat

menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat

dan kecil, suhu badan normal atau meningkat. Jika dilakukan pemeriksaan

inspekulum perdarahan bertambah.4

F. Diagnosis

Temuan Laboratorium

1. Hitung Darah Lengkap

Jika pendarahan yang signifikan telah terjadi, pasien akan mengalami

anemia. Baik jumlah sel darah putih dan tingkat sedimentasi dapat

meningkat, bahkan tanpa adanya infeksi.5

2. Tes Kehamilan
Kadar serum β-human chorionic gonadotropin (hCG) yang menurun

atau meningkat secara abnormal merupakan diagnostik kehamilan tidak

normal, baik kehamilan intrauterin yang gagal atau kehamilan ektopik.5

Temuan Ultrasound

Ultrasonografi transvaginal adalah alat diagnostik penting dalam

mendiagnosis kehamilan normal dan abnormal dini. Pada usia kehamilan 4-5

minggu, kantung kehamilan dapat divisualisasikan di dalam rahim. Pada

kehamilan intrauterin yang normal, kantung tersebut berbentuk bola dan

ditempatkan secara eksentrik di dalam endometrium. Pada usia kehamilan 5-6

minggu, kantung kuning telur akan hadir. Secara umum, kantung kehamilan

dengan diameter kantung rata-rata (MSD) ≥8 mm harus mengandung kantung

kuning telur. Demikian pula, kantung kehamilan dengan MSD> 16 mm juga

harus mengandung embrio. Kehamilan dengan kantung kehamilan yang besar

dan tanpa embrio biasanya merupakan kehamilan anembrionik dan dikelola

dengan cara yang sama seperti aborsi yang terlewat. Gerakan jantung janin

diperkirakan dalam embrio dengan mahkota hingga panjang> 5 mm atau pada

usia 6-7 minggu. Jika USG berulang dalam 1 minggu tidak menunjukkan

aktivitas jantung embrionik, diagnosis kematian embrionik dibuat.5

Dalam aborsi inkomplit, kantung kehamilan biasanya berbentuk tidak

teratur. Heterogen, bahan echogenik yang mewakili produk konsepsi yang

tersisa terlihat di dalam rahim. Ketebalan endometrium dapat membantu

dalam mendiagnosis aborsi inkompplit; Namun, tidak ada konsensus tentang


nilai cutoff untuk membedakan abortus komplit dari abortus inkomplit. Color

Doppler dapat digunakan untuk menilai aliran di dalam jaringan dan dapat

membantu membedakan produk konsepsi yang tertinggal yang tetap tertanam

dalam rahim dari jaringan atau darah yang sedang dalam proses pengusiran.

Dengan demikian, kombinasi temuan klinis dan ultrasonografi harus

digunakan untuk menentukan manajemen.5

G. Diagnosis Banding

Karena diagnosis banding perdarahan pada trimester pertama kehamilan

mencakup berbagai kemungkinan, termasuk kehamilan ektopik, mola

hidatidosa, polip serviks, servisitis, dan neoplasma, pasien harus diperiksa

setiap kali ada perdarahan pada awal kehamilan.6

1. Kehamilan Ektopik

Jika belum mengalami penyulit, pada umumnya penderita

menunjukkan nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa

dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek

walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Pada pemeriksaan

USG sangat membantu menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah

intrauterine atau kehamilan ektopik. Jika mengalami penyulit, akan

memberikan gejala dan tanda yang khas yaitu timbulnya sakit perut

mendadakyang kemudia disusul dengan syok atau pingsan. Perdarahan

pervaginam merupakan tanda penting kedua.1

2. Mola Hidatidosa
Gejala yang paling umum dari kehamilan mola adalah perdarahan

vagina yang tidak teratur atau berat selama awal kehamilan (97%). Banyak

dari gejala-gejala ini dapat dikaitkan dengan tingkat hCG yang tinggi

(>100,000 mIU / mL), termasuk mual dan muntah yang parah (dari

hyperemesis gravidarum); lekas marah, pusing, dan fotofobia (dari

preeklampsia); atau kegugupan, anoreksia, dan tremor (akibat

hipertiroidisme meskipun hipertiroidisme subklinis lebih sering terjadi

daripada hipertiroidisme yang jelas). Faktanya, dengan tidak adanya

hipertensi kronis, preeklampsia yang terjadi sebelum usia kehamilan 20

minggu adalah patognomonik untuk kehamilan mola.Pemeriksaan perut

pada kehamilan mola mungkin luar biasa untuk tidak adanya bunyi

jantung janin, ukuran uterus lebih besar dari "usia kehamilan" yang

diantisipasi karena adanya tumor, perdarahan, dan bekuan di dalam rahim.

Pemeriksaan panggul dapat mengungkapkan pengusiran cluster molar

seperti anggur ke dalam vagina atau darah di os serviks. Kadang-kadang,

penyedia dapat meraba kista teka lutein bilateral besar. Dengan

menggunakan USG panggul, terlihat tidak ada janin atau cairan ketuban.

Sebaliknya, jaringan intrauterin muncul sebagai pola "badai salju" karena

pembengkakan vili korionik.7


3. Jenis Abortus lainnya

Ukuran Serviks Perdarahan Nyeri


uterus
Abortus Sama Tertutup Sedikit Bervariasi

Iminens dengan usia

kehamilan

Abortus Lebih kecil Tertutup Awalnya Awalnya

Komplit dari usia berat lalu ada, setelah

kehamilan mulai konsepsi

berkurang keluar tidak

ada

Missed Bervarasi Tertutup Bervariasi Bervariasi

Abortion

Abortus Lebih kecil Terbuka Biasanya Ada

Inkomplit dari usia berat

kehamilan

H. Komplikasi

Pendarahan hebat atau persisten selama atau setelah abortus spontan dapat

mengancam jiwa. Semakin lanjut usia kehamilan, semakin besar kemungkinan

kehilangan darah berlebihan. Infeksi, adhesi intrauterin (sindrom Asherman),

dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus.5


Keterlambatan dalam perawatan dapat menyebabkan sepsis berat yang

dapat menyebabkan gagal ginjal dan hati, diseminasi koagulasi intravaskular

(DIC), dan bahkan kematian.8

Perforasi uterus dapat terjadi selama prosedur untuk mengeluarkan produk

konsepsi yang dipertahankan, yaitu D&C. Tingkat perforasi selama trimester

pertama dan kedua adalah sekitar 0,5% untuk aborsi yang diinduksi dan

spontan. Perforasi uterus lebih sering terjadi selama D&C dilakukan pada

kehamilan karena dinding rahim lunak dan dapat disertai dengan cedera pada

usus dan kandung kemih, pendarahan, dan infeksi. Evakuasi bedah juga dapat

menyebabkan trauma serviks dan insufisiensi serviks berikutnya.5

Insiden perforasi uterus dengan aborsi elektif bervariasi, dan faktor

penentu termasuk keterampilan klinisi dan posisi uterus. Perforasi lebih sering

terjadi pada uterus yang retrovert dan biasanya dikenali ketika instrumen dapat

lewat tanpa resistensi jauh ke dalam pelvis.2

Komplikasi kuretase yang jarang terjadi dengan kehamilan yang lebih

lanjut adalah koagulopati konsumtif berat yang tiba-tiba. Jarang, infeksi

seperti endokarditis bakteri akan berkembang, tetapi bisa berakibat fatal.

Komplikasi jangka panjang yang tidak umum dari kuretase termasuk

insufisiensi serviks atau sinekia uterus.2

I. Penatalaksanaan

Untuk abortus inkomplit, manajemen ekspektasi, medis, dan bedah adalah

pilihan yang rasional, kecuali jika ada perdarahan serius atau infeksi.
Perawatan bedah adalah terapi definitif dan dapat diprediksi tetapi invasif dan

tidak perlu untuk semua wanita.9

Pilihan manajemen abortus inkomplit termasuk kuretase, manajemen

medis, atau manajemen ekspektasi pada wanita yang stabil secara klinis.

Dengan terapi bedah, dilatasi serviks tambahan mungkin diperlukan sebelum

kuretase hisap. Pada yang lain, jaringan plasenta yang tertahan hanya terletak

longgar di dalam kanal serviks dan dapat dengan mudah diekstraksi dengan

forsep cincin.2

Dengan kematian embriofetal yang sekarang mudah diverifikasi dengan

teknologi sonografi saat ini, manajemen dapat lebih individual.2

Kecuali jika ada perdarahan serius atau infeksi dengan abortus inkomplit,

salah satu dari tiga opsi ini dapat dilakukan: manajemen ekspektasi, medis,

atau bedah. Masing-masing memiliki risiko dan manfaatnya sendiri, misalnya

dua yang pertama dikaitkan dengan perdarahan yang tidak terduga, dan

beberapa wanita akan menjalani kuretase yang tidak terjadwal. Juga,

keberhasilan metode apa pun tergantung pada apakah wanita tersebut

mengalami abortus inkomplit atau missed abortion. Beberapa risiko dan

manfaat dirangkum sebagai berikut:2

1. Manajemen ekspektasi untuk aborsi spontan inkomplit memiliki

tingkat kegagalan setinggi 50 persen.2

2. Terapi medis dengan prostaglandin E1 (PGE1) memiliki tingkat

kegagalan yang bervariasi antara 5 hingga 40 persen. Pada 1.100


wanita dengan dugaan abortus trimester pertama, 81 persen memiliki

resolusi spontan.2

3. Kuretase biasanya menghasilkan resolusi cepat yang berhasil 95

hingga 100 persen. Ini invasif dan tidak perlu untuk semua wanita.2

Ada kemungkinan bahwa pasien dan dokter bedah memilih untuk metode

bedah ketika tidak ada protokol yang ketat untuk perawatan medis.2

Manajemen ekspektasi dan medis dapat mencegah untuk dilakukannya

kuretase tetapi berhubungan dengan perdarahan yang tidak terduga, dan

beberapa wanita akan membutuhkan pembedahan yang tidak dijadwalkan.2

Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran

sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya

kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik

dan perdarahan bisa berhenti. selanjutnya dilakukan tindakan kuretase.

Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadaan

umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan kuret

vakum menggunakan kanula dari plastik. Pasca tindakan perlu diberikan

uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotik.1

Penatalaksanaan aborsi spontan yang berhasil tergantung pada diagnosis

dini.5

Jika diagnosis yang didapatkan abortus insipiens atau inkomplit,

pilihannya mencakup manajemen bedah, medis, atau ekspektasi. Di masa lalu,

manajemen bedah adalah standar perawatan karena kekhawatiran bahwa


manajemen medis atau ekspektasi akan menyebabkan tingkat yang lebih

tinggi dari jaringan kehamilan yang tertahan dan infeksi berikutnya. Baru-baru

ini, manajemen ekspektasi atau medis adalah alternatif yang dapat diterima

dan bahkan telah menunjukkan tingkat infeksi yang lebih rendah meskipun

tingkat yang lebih tinggi dari produk konsepsi yang dipertahankan. Pasien-

pasien ini juga menghindari risiko operasi, termasuk perforasi uterus, adhesi

intrauterin, dan insufisiensi serviks. Keuntungan melakukan D&C termasuk

pengaturan waktu yang nyaman dan tingkat rendah dari produk konsepsi yang

dipertahankan.5

Manajemen ekspektasi memungkinkan lewatnya produk konsepsi secara

spontan dan menghindari risiko operasi. Risiko dan efek samping termasuk

waktu yang tidak terduga sampai aborsi diselesaikan dengan kemungkinan

rasa sakit dan perdarahan yang signifikan, kadang-kadang membutuhkan

D&C emergensi. Manajemen ekspektasi juga memiliki tingkat tertinggi

jaringan retensi kehamilan, memerlukan perawatan dengan misoprostol

(prostaglandin E1) atau D&C.5

Pasien yang memilih penatalaksanaan medis diberikan misoprostol, obat

yang menginduksi kontraksi uterus dan pengeluaran produk konsepsi. Risiko

produk ditahan lebih rendah dibandingkan dengan manajemen ekspektasi;

namun, dosis obat berulang mungkin diperlukan untuk menyelesaikan aborsi.

Seperti halnya manajemen ekspektasi, waktu dapat tidak dapat diprediksi, dan

gejala nyeri dan / atau perdarahan mungkin mengharuskan emergensi D&C.

Manajemen ekspektasi atau medis aborsi mengasumsikan bahwa evaluasi


medis segera tersedia. Opsi-opsi itu tidak boleh dipertimbangkan jika

perawatan medis tidak mudah diakses.5

Manajemen Medis

Saat ini, hanya ada tiga obat untuk aborsi medis awal yang telah dipelajari

secara luas. Ini digunakan baik secara sendiri-sendiri atau dalam kombinasi

dan termasuk:2

1. Mifepristone antiprogestin

2. Metotreksat antimetabolit

3. Prostaglandin misoprostol

Mifepristone dan metotreksat meningkatkan kontraktilitas uterus dengan

membalikkan inhibisi yang diinduksi progesteron, sedangkan misoprostol

secara langsung merangsang miometrium. Clark dan rekan (2006) telah

melaporkan bahwa mifepristone menyebabkan degradasi kolagen serviks,

kemungkinan dari peningkatan ekspresi matriks metalloprotease-2 (MMP2).

Metotreksat dan misoprostol keduanya teratogen. Dengan ketiga agen ini,

sejumlah skema dosis telah terbukti efektif, dan beberapa ditunjukkan pada

Tabel 18-9. Untuk ketiganya, misoprostol diberikan pada awalnya. Ini bisa

digunakan sendiri atau diberikan dengan metotreksat atau mifepristone. Dalam

setiap contoh, diikuti oleh dosis misoprostol yang bervariasi.2

Kontraindikasi
Dalam banyak kasus, kontraindikasi untuk manajemen medis berkembang

dari kriteria eksklusi yang digunakan dalam uji klinis awal. Dengan demikian,

beberapa kontraindikasi relatif: in situ intrauterine device; anemia berat,

koagulopati, atau penggunaan antikoagulan; dan kondisi medis yang

signifikan seperti penyakit hati aktif, penyakit kardiovaskular, atau gangguan

kejang yang tidak terkontrol. Karena misoprostol mengurangi aktivitas

glukokortikoid, wanita dengan gangguan yang membutuhkan terapi

glukokortikoid biasanya dikeluarkan. Pada wanita dengan insufisiensi ginjal,

dosis metotreksat harus dimodifikasi dan diberikan dengan hati-hati, atau lebih

baik rejimen lain harus dipilih.2

Tabel 1. Regimen untuk manajemen medis

Mifepristone / Misoprostol
a
Mifepristone, 100-600 mg secara oral diikuti oleh:
b
Misoprostol, 200-600 μg per oral atau 400-800 μg diberikan secara oral,

bucal, atau sublingual segera atau hingga 72 jam

Metotreksat / Misoprostol
c
Methotrexate, 50 mg /m2 luas permukaan tubuh secara intramuskular atau

secara oral diikuti oleh:


d
Misoprostol, 800 mg per vaginam dalam 3-7 hari. Ulangi jika diperlukan 1

minggu setelah metotreksat awalnya diberikan

Misoprostol saja e800 mg secara vagina atau sublingual, diulang hingga tiga

dosis
a
Dosis 200 berbanding 600 mg sama efektifnya.
b
Oral rute mungkin kurang efektif dan lebih banyak menimbulkan mual dan

diare. Rute sublingual memiliki lebih banyak efek samping daripada rute

vagina. Interval yang lebih pendek (6 jam) dengan misoprostol mungkin

kurang efektif bila diberikan > 36 jam.


c
Efektivitas serupa untuk rute administrasi.
d
Khasiat yang sama bila diberikan pada hari ke 3 versus hari ke 5.
e
Interval 3-12 jam diberikan melalui vagina; 3-4 jam diberikan secara

sublingual.

Administrasi

Dengan rejimen mifepristone / misoprostol, pengobatan mifepristone

diikuti oleh misoprostol yang diberikan pada waktu yang sama atau hingga 72

jam kemudian seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Beberapa lebih suka

misoprostol diberikan di tempat, setelah itu wanita biasanya menetap selama 4

jam. Gejalanya umum dalam 3 jam dan termasuk sakit perut bagian bawah,

muntah, diare, demam, dan kedinginan atau menggigil. Dalam beberapa jam

pertama setelah misoprostol diberikan, jika hasil konsepsi tampaknya telah

dikeluarkan, pemeriksaan panggul dilakukan untuk mengkonfirmasi hal ini.

Jika tidak, wanita tersebut dapat pulang ke rumah dan dianjurkan untuk

kembali dalam 1-2 minggu. Beberapa memilih untuk mengulangi dosis

prostaglandin. Komplikasi lain adalah perdarahan dan infeksi. Dengan rejimen

metotreksat, misoprostol diberikan 3 hingga 7 hari kemudian, dan wanita


terlihat lagi setidaknya 24 jam setelah pemberian misoprostol. Mereka

selanjutnya terlihat sekitar 7 hari setelah metotreksat diberikan, dan

pemeriksaan sonografi dilakukan.2

Dilatasi dan Kuretase (D&C)

Pendekatan transcervical untuk manajemen bedah pertama-tama perlu

melebarkan serviks dan pada akhirnya mengevakuasi kehamilan dengan

secara mekanis membuang isinya melalui kuretase tajam, dengan menyedot

isinya melalui kuretase isap, atau keduanya.2

Aspirasi vakum, bentuk paling umum dari kuretase isap, membutuhkan

kanula kaku yang dipasang pada sumber vakum bertenaga listrik atau ke

jarum suntik genggam untuk sumber vakumnya. Kuretase - baik tajam atau

hisap - dianjurkan untuk kehamilan ≤ 15 minggu. Tingkat komplikasi

meningkat setelah trimester pertama. Di antaranya adalah perforasi, laserasi

serviks, perdarahan, pengangkatan janin atau plasenta yang tidak lengkap, dan

infeksi pasca operasi. Prosedur kuretase kedua diperlukan dalam 2 persen.2

Teknik

Setelah pemeriksaan bimanual dilakukan untuk menentukan ukuran dan

orientasi uterus, spekulum dimasukkan, dan serviks dioleskan dengan

povidone-iodine atau larutan yang setara. Bibir serviks anterior digenggam

dengan tenakulum bergigi. Serviks, vagina, dan uterus kaya dipasok oleh saraf

Frankenhäuser plexus, yang terletak di dalam jaringan ikat lateral ke

ligamentum uterosakral dan kardinal. Dengan demikian, blok paracervical


efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Anestesi lokal, seperti 5 mL lidokain

1 atau 2 persen, paling efektif jika diletakkan segera di lateral insersi

ligamentum uterosakral ke dalam uterus pada jam 4 dan 8. Blok intracervical

dengan 5-mL aliquot 1-persen lidokain yang disuntikkan pada jam 12, 3, 6,

dan 9 dilaporkan sama efektifnya. Vasopresin encer dapat ditambahkan ke

anestesi lokal untuk mengurangi kehilangan darah.2

Suara uterus mengukur kedalaman dan kemiringan rongga sebelum insersi

instrumen lainnya. Jika diperlukan, serviks selanjutnya dilatasi dengan dilator

Hegar, Hank, atau Pratt sampai kanula isap dengan diameter yang sesuai dapat

dimasukkan. Kanula kecil membawa risiko meninggalkan jaringan intrauterin

yang tertahan pasca operasi, sedangkan kanula besar berisiko cedera serviks

dan lebih banyak ketidaknyamanan. Jari keempat dan kelima tangan yang

memperkenalkan dilator harus bertumpu pada perineum dan bokong saat

dilator didorong melalui os internal. Teknik ini meminimalkan dilatasi yang

kuat dan memberikan perlindungan terhadap perforasi uterus. Kanula isap

dipindahkan ke fundus dan kemudian kembali ke os dan diputar secara

melingkar untuk menutupi seluruh permukaan rongga uterus. Ketika tidak ada

lagi jaringan yang disedot, kuretase tajam dan lembut harus diikuti untuk

menghilangkan sisa-sisa plasenta atau janin. Karena perforasi uterus biasanya

terjadi dengan memasukkan salah satu dari instrumen ini, manipulasi harus

dilakukan hanya dengan ibu jari dan jari telunjuk. Untuk kehamilan di luar 16

minggu, janin diekstraksi, biasanya dalam beberapa bagian, menggunakan

forsep Sopher dan instrumen destruktif lainnya.2


Risiko yang melekat termasuk perforasi uterus, laserasi serviks, dan

perdarahan uterus karena janin dan plasenta yang lebih besar dan dinding

rahim yang lebih tipis. Morbiditas dapat diminimalkan jika perhatian cermat

diberikan untuk melakukan langkah-langkah yang diuraikan di atas.2

Penatalaksanaan komplikasi

Pengamatan biasanya cukup jika perforasi uterus kecil, seperti ketika

diproduksi oleh suara uterus atau dilator sempit. Meskipun perforasi melalui

sayatan sesar lama atau bekas luka miomektomi berpotensi terjadi, Chen dan

rekan (2008) melaporkan tidak ada perforasi melalui bekas luka tersebut pada

78 wanita yang menjalani manajemen abortus secara medis atau bedah. Jika

beberapa instrumen — terutama suction dan kuret tajam — melewati defek

uterus dan masuk ke dalam rongga peritoneum, dapat terjadi kerusakan

intraabdominal yang cukup besar. Pada wanita-wanita ini, laparotomi atau

laparoskopi untuk memeriksa isi perut seringkali merupakan tindakan yang

paling aman. Cedera usus dapat menyebabkan peritonitis parah dan sepsis.

Jika antimikroba profilaksis diberikan, sepsis pelvis berkurang 40 hingga 90

persen dan tergantung pada apakah prosedurnya bedah atau medis. Sebagian

besar infeksi yang berkembang merespons dengan tepat terhadap pengobatan

antimikroba yang sesuai.2

Follow-up

Kunjungan poli untuk tindak lanjut umumnya dijadwalkan selama 2

hingga 6 minggu setelah aborsi. Ini adalah waktu yang tepat untuk
mengevaluasi involusi uterus, menilai kembalinya menstruasi, dan

mendiskusikan rencana kehamilan berikutnya.6

Penyebab (atau kurangnya penyebab) dari keguguran juga harus dicari

ulang. Dampak keguguran ini pada persalinan di masa depan harus

didiskusikan. Abortus tunggal tidak secara signifikan meningkatkan risiko

abortus di masa depan. Abortus multipel membawa peningkatan risiko

kehamilan di masa depan dan memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk etiologi

yang dapat diobati.6

KONTRASEPSI SETELAH MISCARRIAGE ATAU ABORTUS

Ovulasi dapat dilanjutkan paling lambat 2 minggu setelah penghentian

kehamilan dini. Lahteenmaki dan Luukkainen (1978) mendeteksi lonjakan

hormon luteinizing (LH) 16 sampai 22 hari setelah aborsi pada 15 dari 18

wanita yang diteliti. Kadar progesteron plasma, yang anjlok setelah aborsi,

meningkat segera setelah LH melonjak. Kejadian hormon ini setuju dengan

perubahan histologis yang diamati dalam biopsi endometrium oleh Boyd dan

Holmstrom (1972). Dengan demikian, penting bahwa kecuali kehamilan yang

diinginkan segera, kontrasepsi yang efektif harus dimulai segera setelah

aborsi. Tidak ada alasan untuk menunda ini, dan alat kontrasepsi dapat

dimasukkan setelah prosedur selesai. Atau, salah satu dari berbagai bentuk

kontrasepsi hormonal dapat dimulai saat ini. Bagi wanita yang menginginkan

kehamilan lain, lebih cepat mungkin lebih disukai daripada nanti.2


Secara khusus, Love dkk (2010) menganalisis hasil kehamilan berikutnya

pada hampir 31.000 wanita setelah keguguran dan menemukan bahwa

konsepsi dalam 6 bulan setelah keguguran memiliki hasil kehamilan yang

lebih baik dibandingkan dengan kehamilan yang dikandung setelah 6 bulan.2


DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. ILMU KEBIDANAN. Jakarta : PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Spong, C. Y., Dashe, J.
S., Hoffman, B. L., . . . Sheffield, J. S. (2014). Williams obstetrics (24th
edition.). New York: McGraw-Hill Education.
3. Singh, S., Remez, L., Sedgh, G., Kwok, L., & Onda, T. (2018). Abortion
worldwide 2017: Uneven progress and unequal access. New York, NY:
Guttmacher Institute. Retrieved
from https://www.guttmacher.org/report/abortion-worldwide-2017.
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan. Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
5. Decherney, A. H., Nathan, L., Goodwin, T. M., & Laufer, N.
(2007). Current diagnosis & treatment obstetrics & gynecology (10th ed.).
New York, NY: McGraw.
6. American College of Obstetricians and Gynecologists., & Beckmann, C.
R. B. (2014). Obstetrics and gynecology (7th ed.). Philadelphia: Wolters
Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
7. Callahan, Tamara L. (2013). Blueprints obstetrics & gynecology.
Baltimore, MD :Lippincott Williams & Wilkins.
8. HACKER, N. F., GAMBONE, J. C., & HOBEL, C. J. (2010). Hacker and
Moore's essentials of obstetrics and gynecology. Philadelphia, PA,
Saunders/Elsevier.
9. Beckmann, Charles R. B. (Eds.) (2010) Obstetrics and
gynecology.Baltimore, MD : Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams
& Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai